Anda di halaman 1dari 20

BAHAN AJAR

ASPEK SENGKETA
DALAM PENANAMAN MODAL

Oleh
1. Suci Wahyuningsih
2. Fatmawati Indah Purnamasari

Pusat Pendidikan dan Pelatihan


Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal
Jakarta, Agustus 2021

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
BAB I. PENDAHULUAN

A. Penjelasan Umum
Pada tahun 2007, dalam rangka menciptakan iklim yang lebih kondusif bagi
penanaman modal, Pemerintah menerbitkan Undang-undang No. 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal penanaman sebagai pengganti Undang-
undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, dan Undang-
undang No. 6 Tahun 1968 tentang Undang-undang Penanaman Modal Dalam
Negeri. Salah satu aspek di dalam penyelenggaraan penanaman modal yang
diatur di dalam Undang-undang tersebut adalah ketentuan mengenai
penyelesaian penanaman sengketa yang kemungkinan timbul, antara
penanam modal (investor) baik penanam modal asing maupun penanam modal
dalam negeri, dengan Pemerintah Republik Indonesia. Pengaturan mengenai
penyelesaian sengketa merupakan salah satu bentuk perlindungan Pemerintah
kepada investor, apabila terjadi ketidaksepahaman, kebijakan Pemerintah,
atau hal-hal lain yang dianggap menyebabkan kerugian bagi investor.

Melalui Undang-undang Penanaman Modal tersebut, Pemerintah memberikan


beberapa pilihan mekanisme penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh oleh
para investor baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam
negeri.

B. Deskripsi Singkat

Pada periode pengajaran sebelumnya, Mata Diklat Aspek Sengketa Dalam


Penanaman Modal meliputi pembahasan umum mengenai penyelesaian
sengketa; perjanjian mengenai perlindungan dan peningkatan penanaman
modal (P4M) yang berupa perjanjian bilateral antara dua negara (bilateral
investment treaty/BIT), serta kasus penyelesaian sengketa melalui Arbitrase
Internasional. Mulai tahun 2018, pembahasan Mata Diklat Aspek Penyelesaian
Sengketa Dalam Penanaman Modal, lebih difokuskan kepada aspek
pelaksanaan sengketa, dan meliputi 5 (lima) Bab yaitu Bab I. Pendahuluan,
Bab II. Penjelasan Sengketa Penanaman Modal; Bab III. Penyelesaian

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
Sengketa Melalui Arbitrase Internasional, Bab IV. Penyelesaian Sengketa
Melaui Alternatif Penyelesaian Sengjketa (ADR); dan Bab V. Penutup.

C. Manfaat Bahan Ajar Bagi Peserta

Ketersediaan Bahan Ajar diharapkan dapat membantu peserta untuk


memahami landasan hukum dan mekanisme penyelesaian masalah; serta
kasus-kasus penyelesaian sengketa yang melibatkan Indonesia di badan
arbitrase internasional. Adapun indikator yang dijadikan acuan pemahaman
yaitu peserta dapat:

1. Menjelaskan tentang landasan hukum dan beberapa mekanisme


penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal;
2. Menjelaskan mekanisme penyelesaian sengketa melalui arbitrase dan
penyelesaian sengketa alternative (alternative disputes settlement (ADR));
3. Menguraikan kasus-kasus penyelesaian sengketa yang melibatkan
Indonesia di tingkat arbitrase internasional.

D. Petunjuk Belajar

Supaya proses mempelajari bahan ajar Aspek Sengketa Dalam Penanaman


Modal dengan baik, peserta Diklat disarankan terlebih dulu membaca beberapa
referensi yang berhubungan dengan penyelesaian sengketa di bidang
penanaman modal, antara lain Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal; Undang-undang No. 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian
Sengketa Antara Warga Negara Asing dengan Pemerintah Republik Indonesia;
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa; Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 tentang
Ratifikasi Konvensi New York; Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan; naskah, jurnal dan artikel mengenai
Konvensi Penyelesaian Sengketa Investasi antara Negara dengan Warga
Negara Lain (Convention on the Settlement of Investment Disputes between
States and Nationals of Other States (ICSID); naskah, jurnal dan artikel
mengenai Konvensi New York (Convention of the Recognition and
Enforcement of Foreign Arbitral Award)/UNCITRAL; Peraturan dan Prosedur
Arbitrasi BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia), dan referensi lain yang
berkaitan dengan penyelesaian sengketa di bidang Penanaman Modal.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
BAB II. PENJELASAN UMUM

A. Ketentuan Umum
Definisi sengketa menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (https://kbbi.web.id)
adalah, “sesuatu yang menyebakan perbedaan pendapat; pertengkaran;
perbantahan…”; “pertikaian;perselisihan…”; atau “perkara dalam pengadilan…”.
Yuarta (2011) menyampaikan definisi mengenai sengketa yang disampaikan oleh
beberapa ahli, antara lain Winardi (Yuarta, 2011) yang mendefinisikan sengketa
sebagai “Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau
kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama
atas suatu obyek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu
dengan yang lain”. Ahli lain, Ali Achmad (Yuarta, 2011) menyebutkan sengketa
sebagai “Pertentangan antara dua pihak atau lebih yang berawal dari persepsi
yang berbeda tentang suatu kepentingan atau hak milik yang dapat menimbulkan
akibat hukum bagi keduanya”.

B. Ruang Lingkup
Secara garis besar, ruang lingkup diskusi di dalam Mata Diklat Aspek Sengketa
Dalam Penanaman Modal terdiri dari penjelasan mengenai dasar hukum
penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal, mekanisme penyelesaian
sengketa, bentuk-bentuk penyelesaian sengketa, penyelesaian sengketa melalui
arbitrase internasional; dan penyelesaian sengketa melalui alternative
penyelesaian sengketa (alternative disputes settlement/ADR).
1. Dasar hukum
Penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal diatur di dalam pasal 32
Undang-undang Penanaman Modal, bahwa apabila terjadi sengketa antara
Pemerintah dengan penanam modal, maka terlebih dahulu diselesaikan
melalui musyawarah mufakat. Apabila upaya tersebut tidak berhasil, maka
penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui arbitrase, alternative
penyelesaian sengketa, atau pengadilan; berdasarkan ketentuan perundang-
undangan.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
2. Mekanisme Penyelesaian Sengketa di Bidang Penanaman Modal
Sengketa yang terjadi dalam pelaksanaan penanaman modal dapat
dikategorikan sebagai sengketa bisnia. Berdasarkan Maharani Dyah Pitaloka
(http://www.academia.edu), sengketa bisnis dapat berupa Sengketa
Perniagaan, Sengketa Perbankan, Sengketa Keuangan, Sengketa
Penanaman Modal, Sengketa Perindustrian, dan sebagainya. Dilihat dari sisi
prosesnya, penyelesaian sengketa di bidang bisnis dapat dilakukan melalui
proses Litigasi atau Non-Litigasi. Penyelesaian sengketa melalui proses
Litigasi diartikan sebagai proses penyelesaian sengketa melalui jalur
Pengadilan, sedangkan Non-Litigasi merupakan proses penyelesaian
sengketa melalui jalur diluar Pengadilan. Jalur Non-Litigasi dapat dilaksanakan
melalui proses arbitrase atau melalui alternatif penyelesaian sengketa, antara
lain melalui mekanisme konsultasi, negosiasi, mediasi, atau penilaian para ahli.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
Selanjutnya menurut Maharani ((http://www.academia.edu), dilihat dari segi
pembuat keputusan, penyelesaian sengketa bisnis dapat dilakukan melalui
Adjudikasi, Konsensual/Kompromi, dan Quasi Adjudikatif. Pada penyelesaian
sengketa melalui jalur Adjudikatif, pengambilan keputusan dilakukan oleh pihak
ketiga didalam sengketa para pihak. Jalur penyelesaian melalui Konsensual/
Kompromi adalah dimana penyelesaian sengketa dilakukan secara kooperatif/
kompromi untuk mendapatkan jalan keluar yang menguntungkan para pihak;
sedangkan cara penyelesaian Quasi Adjudikatif merupakan kombinasi antara
kedua cara tersebut.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
Dari kedua sudut pandang tersebut, dapat dilihat bahwa penyelesaian
sengketa bisnis dapat dilaksanakan sendiri oleh para pihak melalui kompromi
atau kesepakatan-kesepakatan; atau melibatkan pihak ketiga yang ditunjuk
untuk memberikan keputusan atas sengketa yang muncul diantara para pihak.
Upaya menyelesaian sengketa dengan melibatkan pihak ketiga sebagai
pengambil keputusan dapat ditempuh melalui jalur pengadilan (Litigasi), atau
melalui Arbitrase (Non-Litigasi). Penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan
melalui kombinasi antara jalur Adjudikatif dan Non-Adjudikatif (Quasi
Adjudikatif).

3. Bentuk Penyelesaian Sengketa


Bentuk /jalur penyelesaian sengketa yang dapat digunakan oleh penanaman
modal di Indonesia meliputi, antara lain peradilan domestik, arbitrase, dan
penyelesaian sengketa alternatif. Peradilan domestik meliputi peradilan
domestik dan tribunal domestik; arbitrase dapat dilakukan melalui lembaga
arbitrase domestik dan internasional; dan penyelesaian sengketa alternatif
dapat dilakukan melalui konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian
ahli.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
a. Penyelesaian Sengketa Melalui Arbitrase
Diskusi mengenai penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase meliputi
ketentuan-ketentuan mengenai pelaksanaan arbitrase yang diatur di dalam
Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa; pengenalan lembaga arbitrase internasional dan
domestic; dan kasus-kasus arbitrase internasional di bidang penanaman modal
yang melibatkan Indonesia.

b. Alternatif Penyelesaian Sengketa


Diskusi pada sesi ini meliputi penjelasan mengenai dasar hukum pelaksanaan
alternative penyelesaian sengketa di Indonesia, yaitu Undang-undang No. 30
Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa; bentuk-
bentuk alternative penyelesaian sengketa; dan pelaksanaan alternative
penyelesaian sengketa melalui Mediasi.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
BAB III. PENYELESAIAN SENGKETA
MELALUI ARBITRASE

A. Dasar Hukum, Institusi, Mekanisme


Penyelesaian sengketa perdata melalui Arbitrase diatur di dalam Undang-undang
No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian. Undang-
undang tersebut mengatur penyelesaian sengketa atau perbedaan pendapat
diantara para pihak dalam suatu hubungan hukum tertentu, yang telah
menyatakan bahwa sengketa yang akan timbul atau mungkin timbul dalam
hubungan mereka, akan diselesaikan melalui jalur arbitrase atau penyelesaian
sengketa alternatif. Sehingga kemudian, di dalam Undang-undang ini disebutkan
pula, bahwa Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para
pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase.
Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase hanya dapat dilakukan pada
sengketa di bidang perdagangan (termasuk bisnis, penanaman modal dan
sebagainya), dan sengketa tersebut adalah mengenai hak, yang menurut hukum
dan peraturan perundangan dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang
bersengketa. Penyelesaian sengketa melalui jalur arbitrase tidak dapat dilakukan
terhadap sengketa yang menurut peraturan perundangan tidak dapat dilakukan
perdamaian.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
Pelaksanaan arbitrase dapat dilakukan melalui lembaga arbitrase di dalam negeri
untuk sengketa antara penanaman modal dalam negeri, atau melalui lembaga
arbitrase internasional dalam hal sengketa melibatkan penanam modal asing
(PMA). Di Indonesia terdapat beberapa lembaga arbitrase, antara lain Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI), lembaga arbitrase yang menangani sengketa
di bidang perbankan, dan sebagainya. Adapun lembaga arbitrase di tingkat
internasional antara lain International Centre for Settlement of Investment Disputes
(ICSID) dan The United Nations Commission On International Trade Law
(UNCITRAL).
Berdasarkan Undang-undang No. 30 tahun 1999, putusan arbitrase bersifat final,
mempunyai kekuatan hukum tetap, dan mengikat para pihak. Pada pelaksanaan
putusan Arbitrase Nasional, apabila para pihak tidak melaksanakan putusan
arbitarse dengan sukarela, putusan dilaksanakan berdasarkan perintah Ketua
Pengadilan Negeri atas permohonan salah satu pihak yang bersengketa. Pada
pelaksanaan putusan Arbitrase Internasional, putusan tersebut diakui dan dapat
dilaksanakan di wilayah Negara Republik Indonesia apabila memenuhi beberapa
persyaratan, antara lain, Putusan Arbitrase Internasional dijatuhkan oleh arbiter
atau majelis arbitrase di suatu negara yang memiliki perjanjian dengan Indonesia,
baik perjanjian bilateral maupun multilateral, mengenai pengakuan dan
pelaksanaan Putusan Arbitrase Internasional, dan berdasarkan ketentuan hukum
Republik Indonesia, putusan tersebut termasuk dalam ruang lingkup hukum
perdagangan.

B. Contoh-contoh Kasus
Kasus pelaksanaan arbitrase internasional yang melibatkan Pemerintah Indonesia
sebagai salah satu pihak yang bersengketa antara lain:

1. Perusahan PMA AMCO Asia Corporation dengan Pemerintah Indonesia;


Permasalahan yang menjadi sengketa adalah mengenai penyelenggaraan
penanaman modal pada Wisma Kartika, yang kemudian dibawa ke lembaga
arbitrase internasional ICSID. Pemerintah dalam kasus ini diwakili oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Pada tahun 1968, Wisma Kartika
kerjasama dengan Amco Asia membentuk Amco Indonesia yang membangun
Hotel Kartika Plaza dengan modal US$ 4 juta. Keduabelah pihak membuat
kontrak managemen berdasarkan profit-sharing, dimana terdapat klausula

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
yang di dalam perjanjian yang menyatakan bahwa, apabila timbul sengketa di
kemudian hari, kedua belah pihak akan menyerahkan penyelesaiannya
kepada ICSID.
Pada bulan Maret 1980, Wisma Kartika mengambilalih pengelolaan Kartika
Plaza karena AMCO Indonesia dinilai telah salah manajemen. BKPM mencabut
izin investasi yang telah diberikan terhadap AMCO untuk pengelolaan Hotel
Kartika Plaza. Para investor, yang membentuk konsorsium pada tanggal 15
Januari 1981, menyampaikan tuntutan melalui lembaga arbitrase ICSID yang
bertempat di Washington DC, Amerika Serikat.
Arbitrator yang berwenang yan telah ditunjuk, mengambil keputusan terhadap
permasalahan tersebut, yang meliputi 3 (tiga) tahap, yaitu:
• Tahap 1: Indonesia harus membayar US$ 4.200.000,- dari jumlah yang
diajukan AMCO sebesar US$ 12.000.000;
• Tahap 2: Indonesia dianggap melawan hukum tetapi AMCO juga dianggap
telah melakukan wanprestasi. Indonesia pada tahap ini mengajukan
pembatalan putusan (annulment) dan Putusannya adalah sebagian
keputusan dibatalkan dan sebagian lainnya diperiksa.
• Tahap 3: Indonesia dinyatakan bersalah dan diharuskan membayar ganti
rugi sebesar US$ 2.600.000.

2. Pemerintah Indonesia dengan perusahaan pertambangan PMA Newmont;


Pokok sengketa adalah pelaksanaan divestasi saham, yang kemudian dibawa
ke lembaga arbitrase internasional UNCITRAL (The United Nations
Commission on International Trade Law). Pada kasus ini, Pemerintah
Indonesia berada pada posisi sebagai penggugat, sedangkan perusahaan
PMA Newmont sebagai tergugat. Di dalam Kontrak Karya antara perusahaan
PMA Newmont dengan Pemerintah Indonesia tahun 1986, terdapat
kesepakatan bahwa Newmont akan melakukandivestasi saham kepada
Indonesia setelah 5 tahun masa operasi tambang, yang dilakukan bertahap
selama 5 tahun (2006-2010).
Perselisihan terjadi setelah Pemerintah RI menjatuhkan status default kepada
Newmont, 11 Februari 2008, karena Newmont tidak menjual 3% sahamnya
untuk periode 2006, dan 7% saham periode 2007.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
Pemerintah RI mengajukan gugatan atas Newmont ke arbitrase internasional
pada 3 Maret 2008, dimana pada hari yang sama, Newmont juga mengajukan
gugatan atas Pemerintah RI. Pada 11 Juli 2008, Newmont mengajukan
arbitrase tambahan terkait divestasi 7% saham yang diwajibkan di dalam
Kontrak Karya. Proses arbitrase berjalan melalui korespondensi sejak 5 Juli
2008, sampai digela nya sidang tertutup pada tanggal 3 - 8 Desember 2008 di
Jakarta.
Pemerintah RI mengajukan 2 tuntutan, yaitu :
▪ meminta panel arbitrase untuk memutuskan bahwa Pemerintah bisa
melakukan terminasi KK Newmont dengan alasan perusahaan melakukan
kelalaian alias default.
▪ Apabila terminasi tidak bisa dilakukan, Pemerintah meminta arbitrase
memerintahkan Newmont untuk menjual sahamnya.
Putusan arbitrase:
• PT. Newmont Nusa Tenggara (PT. NTT) diminta untuk
melaksanakan ketentuan pasal 24 (3) Kontrak Karya tentang kewajiban
mendivestasikan sahamnya;
• PT NNT dinyatakan telah melakukan default (pelanggaran perjanjian);
• memerintahkan PT. NNT melakukan divestasi 17% saham dari tahun 2006
– 2008 kepada pemerintah daerah dan pemerintah pusat;
• saham yang didivestasikan harus bebas dari gadai, dan sumber dana
untuk pembelian saham bukan menjadi urusan PT NNT;
• memerintahkan PT. NNT mengganti biaya yang
sudah dikeluarkan Pemerintah RI bagi kepentingan arbitrase perkara ini
dalam tempo 30 hari sesudah tanggal putusan arbitrase;

3. Perusahaan pertambangan Churchill Mining Plc dengan Pemerintah


Republik Indonesia;
Pokok sengketa adalah pencabutan Izin Kuasa Pertambangan PT. Ridhatama
Group, dimana Churchill Mining Plc menanamkan modal di perusahaan
tersebut; oleh Bupati Kutai Timur. Proses arbitrase dilakukan melalui lembaga
arbitrase internasional ICSID. Pengajuan gugatan berawal dari pencabutan 5
(lima) Izin Kuasa Pertambangan (KP) oleh Bupati Kutai Timur, dimana 4

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
(empat) dari 5 (lima) Izin Kuasa Pertambangan tersebut dimiliki oleh PT.
Ridlatama Group.
Churchill yang telah melakukan investasi sebesar US$ 40 juta dalam proyek
tersebut merasa dirugikan, dan mengajukan gugatan atas Pemerintah
Indonesia ke lembaga arbitrase internasional ICSID pada tanggal 22 Juni 2012.
Penyampaian gugatan didasarkan pada PerjanjianPeningkatan dan
Perlindungan Penanaman Modal (P4M) antara Pemerintah Indonesia dengan
Pemerintah Inggris. Gugatan ditujukan kepada Bupati Kutai Timur, Presiden
Republik Indonesia, Kementerian Luar Negeri, Kementerian ESDM dan BKPM.
Kebijakan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur yang mencabut Kuasa
Pertambangan (KP)/Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksploitasi dari mitra
kerja Penggugat , dinilai berujung pada ekspropriasi tidak langsung dan
perlakuan yang tidak adil dan seimbang. Churchill menggugat Pemerintah
Indonesia dengan nilai sebesar US$ 2 miliar atau setara Rp 26 triliun, yang
kemudian diturunkan menjadi US$. 1,31 miliar.
Pada tanggal 6 Desember 2016, Majelis Arbiter menerbitkan putusan (award),
yang menolak semua klaim gugatan yang disampaikan oleh Penggugat, dan
memerintahkan penggugat untuk membayar biaya berperkara yang telah
dikeluarkan Pemerintah RI sebesar USD 8,646,528 (75 % dari total biaya), dan
mengganti sejumlah biaya yang telah dikeluarkan Pemerintah Indonesia untuk
administrasi ICSID senilai USD 800,000. Selain itu, Majelis juga memperkuat
kebenaran tindakan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur untuk mencabut izin
pertambangan mitra kerja Penggugat .

4. Perusahaan industri logam India Metal and Ferro Alloys (IMFA) dengan
Pemerintah Indonesia

Permasalahan yang menjadi pokok sengketa adalah, pertambangan milik


IMFA, PT. Sri (PT. Sri Rahayu Indah), yang telah memiliki Izin Usaha
Pertambangan (IUP) di Kabupaten Barito Timur, tidak dapat melakukan
kegiatan penambangan/produksi batubara karena adanya tumpang tindih
lahan dengan 7 (tujuh) pertambangan lainnya. Sebagai akibat, IMFA merasa
dirugikan, dan mengajukan gugatan atas Pemerintah Indonesia ke lembaga
arbitrase internasional UNCITRAL pada tahun 2015. IMFA menilai Pemerintah
RI telah melanggar perjanjian bilateral di bidang investasi (BIT) antara

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah India, dengan adanya lahan yang
tidak clear and clean, yang mengakibatkan terjadinya tumpang tindih lahan.

Atas gugatan tersebut, pada 6-17 Agustus 2018 dilakukan proses hearing di
Den Haag Belanda, termasuk penyampaian pendapat saksi ahli (Experts
Witness Hearing) yang dilaksanakan pada tanggal 6-9 Agustus 2018.
Pengacara kedua belah pihak telah melakukan cross-examination terhadap
penyampaian pendapat para ahli tersebut. Hal yang disampaikan para saksi
ahli di dalam proses hearingi mencakup perkiraan resource (cadangan)
batubara di dalam konsesi yang dimiliki PT. Sri. Saksi ahli dari IMFA juga
menyampaikan perkiraan harga cadangan batubara yang dimiliki oleh
perusahaan pertambangan tersebut.

Pada tanggal 14 Agustus 2018, para pihak menyampaikan closing statement.


Pemerintah RI menyampaikan jawaban atas pertanyaan Tribunal mengenai
bukti dokumen, yurisdiksi dan lain-lain, yang meliputi:

– IMFA dianggap telah mengetahui permasalahan mengenai tumpang


tindih lahan atau permasalahan batas wilayah di Indonesia, atau PT. Sri
telah menyampaikan permasalahan tersebut kepada IMFA.
– Tribunal tidak memiliki yurisdiksi terhadap gugatan, karena investasi
IMFA di Indonesia dilakukan secara tidak langsung (saham PT. Sri
dimiliki oleh Indmet Mining Pte.Ltd. Singapura, yang seluruh sahamnya
dimiliki Indmet (Mauritus) Ltd., dimana saham Indmet Ltd. dimiliki oleh
IMFA).
– Indonesia tidak melanggar ketentuan dalam P4M/BIT Indonesia RI-
India.
– Klaim keuntungan investasi IMFA tidak berdasarkan kalkulasi yang
objektif dan tidak menggunakan standar internasional.
Pada 29 Maret 2019, Pemerintah RI menerima putusan arbitrase dalam
perkara gugatan arbitrase yang diajukan oleh IMFA terhadap Pemerintah
RI, dimana amar putusan Majelis Arbiter berisi:
▪ Majelis menerima temporal objection yang diajukan oleh Pemerintah RI
(bahwa permasalahan tumpang tindih lahan/batas wilayah sudah ada
sebelum IMFA berinvestasi di Indonesia.; apabila IMFA melakukan due

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
diligence dengan benar, permasalahan mengenai hal tersebut akan
diketahui);
▪ Menolak gugatan IMFA seluruhnya;
▪ Menolah ganti rugi yang diajukan IMFA;
▪ Menghukum IMFA (Penggugat) untuk membayar biaya yang telah
dikeluarkan Pemerintah RI selama proses arbitrase sebesar USD
2,975,017 dan GBP 361,247.23.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
BAB IV. PENYELESAIAN SENGKETA ALTERNATIF
(ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION)

A. Pengertian dan Bentuk


Menurut Undang-undang No. 30 Tahun 1999, pengertian Alternatif Penyelesaian
Sengketa adalah, “lembaga penyelesian sengketa atau beda pendapat melalui
prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian sengketa diluar
pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian
ahli”. Apabila keputusan penyelesaian sengketa melalui pengadilan dijatuhkan
oleh hakim, dan pada proses arbitrase dijatuhkan oleh arbiter atau majelis
arbitrase; pada mekanisme penyelesaian sengketa alternatif, penyelesaian berupa
kesepakatan antara para pihak yang bersengketa, baik dilakukan sendiri oleh para
pihak yang bersengketa, atau melibatkan pihak ketiga untuk membantu atau
mendorong tercapainya suatu kesepakatan.
Bentuk-bentuk Alternatif Penyelesaian Sengketa di dalam Undang-undang
tersebut meliputi Konsultasi, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, atau penilaian ahli.
Mediasi adalah proses negosiasi terstruktur dimana mediator yang netral dan
independen membantu para pihak dalam mengidentifikasi isu sengketa,
mengembangkan opsi pemecahan masalah dan untuk mencapai kesepakatan
yang dibuat sendiri oleh para pihak dan sebisa mungkin telah mengakomodasi
kepentingan semua pihak (sumber: Center for Dispute Resolution). Konsiliasi
adalah metode penyelesaian masalah dengan menggunakan pihak lain dalam
menangani sengketa dan menempuh proses pengujian masalah yang imparsial
dan mencoba mendefinisikan persyaratan penyelesaian yang dapat diterima para
pihak, atau dengan memberikan bantuan kepada para pihak sesuai permintaan
mereka (Sumber: Institute of International Law). Sedangkan negosiasi adalah
proses dimana dua pihak atau lebih yang bersengketa mencoba untuk
menyelesaikan perbedaan, memecahkan masalah dan mencapai kesepakatan
(Sumber: Center for Dispute Resolution).

B. Penyelesaian Sengketa Melalui Mediasi


Pengertian mediasi berdasarkan Centre for Despute Resolutution adalah, “suatu
proses negosiasi terstruktur dimana mediator yang netral dan independen

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
membantu para pihak dalam mengidentifikasi isu sengketa, mengembangkan opsi
pemecahan masalah dan untuk mencapai kesepakatan yang dibuat sendiri oleh
para pihak yang sebisa mungkin telah mengakomodasi kepentingan semua pihak”.
Sedangkan pengertian mediasi mediasi berdasarkan Peraturan Mahkamah
Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan adalah “cara
penyelesaian sengketa melalui perundingan untuk memperoleh kesepakatan Para
Pihak dengan dibantu oleh Moderator”. Dari karakteristik proses mediasi, terdapat
pemahaman mediasi, yaitu sebagai proses dimana mediator mengontrol proses,
sedangkan para pihak yang bersengketa mengontrol hasil akhir (kesepakatan).
Di Indonesia, mediasi dapat dilakukan di pengadilan maupun diluar pengadilan.
Mediasi yang dilakukan di pengadilan mengikuti ketentuan di dalam Peraturan
Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan,
Berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung tersebut, setiap penyelesaian perkara
melalui Pengadilan, terlebih dahulu diwajibkan melalui proses mediasi, kecuali
ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Sebagai contoh, sengketa
yang diajukan ke pengadilan setelah diupayakan penyelesaiannya diluar
pengadilan melalui mediasi dengan bantuan Mediator bersertifikat yang terdaftar
di Pengadilan setempat, tetapi dinyatakan tidak berhasil berdasarkan pernyataan
yang ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa dan Moderator. Peraturan
Mahkamah Agung tersebut berlaku sebagai pedoman pelaksanaan mediasi bagi
yang berperkara di Pengadilan baik pengadilan umum maupun pengadilan agama,
dan dapat dijadikan pedoman pelaksanaan mediasi diluar Pengadilan, sepanjang
dimungkinkan oleh peraturan perundang-undangan.
Pelaksanaan mediasi diluar pengadilan juga diatur di dalam Undang-undang No.
30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dimana
mediasi merupakan bagian dari alternatif penyelesaian sengketa. Sementara itu,
mekanisme proses mediasi secara umum antara lain disampaikan oleh
Butterworths (1996), mengenai dasar-dasar proses praktek mediasi, yang diadopsi
dari Boulle. Secara garis besar, proses mediasi meliputi Pra-mediasi, tahap
pendefinisian masalah, tahap pemecahan masalah, dan Paska Mediasi. Di dalam
pertemuan tahap pendefinisian masalah, langkah-langkah yang dilakukan antara
lain pendahuluan; sambutan moderator, presentasi para pihak; identifikasi
kesepahaman, dan identiikasi masalah. Pada tahap pemecahan masalah,
Langkah-langkah yang dilakukan antara lain negosiasi; pertemuan terpisah,

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
penyusunan kesepakatan, dan kata penutup. Tugas mediator antara lain
menyiaplan suasana yang kondusif untuk proses penngambilan keputusan,
memperbaiki komunikasi, menfasilitasi negosiasi, mendorong terjadinya
kesepakatan.
Beberapa factor atau situasi bisa menjadi kendala bagi pelaksaaan mediasi, antara
lain ada pihak yang bersikeras dan/atau ingin menang sendiri, pengambil
keputusan tidak hadir, tuntutan yang tidak realistis, dan negosiasi yang macet.
Terdapat beberapa variable di dalam pelaksanaan mediasi, antara lain mediasi
merupakan inisiatif para pihak atau diwajibkan;
yang

di luar Pengadilan

Terdapat beberapa variable mediasi, yang menentukan keberhasilan suatu proses


mediasi, antara lain apakah mediasi merupakan inisiatif para pihak yang
bersengketa atau diwajibkan, seberapa jauh mediator dapat dipilih, kualitas
mediator, independensi dan ketidakberpihakan mediator, intervensi mediator,
terapi dan bimbingan, tingkat kerahasiaan proses, prosedur yang diikuti, status dari
hasil akhir ksesepakatan, dan penyelesaian luka lama, dan perhitungan terhadap
masa depan.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
BAB V. PENUTUP

A. Rangkuman
1. Di dalam penyelenggaraan penanaman modal, sebagaimana
penyelenggaraan praktek bisnis yang lain yang berhubungan dengan
perdagangan, dapat timbul perbedaan pendapat dan kepentingan yang
berujung pada terjadinya sengketa. Hal tersebut juga dapat terjadi antara
penanam modal (investor) baik Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
maupun Penanaman Modal Asing (PMA), dengan Pemerintah Republik
Indonesia.

2. Mekanisme penyelesaian sengketa dapat dilihat dari sudut pandang proses,


dan dari sisi pengambil keputusan. Dari segi proses, penyelesaian sengketa
dapat ditempuh melalui jalur Litigasi (pengadilan), dan Non Litigasi (diluar
pengadilan). Dari sisi pengambil keputusan, penyelesaian sengketa dapat
dilakukan melalui jalur Adjudikasi (keputusan diambil oleh pihak ketiga, seperti
hakim dan arbiter/majelis arbitrase), Konsensual/Kompromi (kesepakatan para
pihak), dan Quasi Adjudikatif (proses gabungan).

3. Pelaksanaan penyelesaian sengketa diluar pengadilan dapat dilakukan melalui


arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif. Arbitrase dapat dilakukan di
dalam negeri (untuk PMDN), dan diluar negeri (untuk PMA). Sementara untuk
penyelesaian sengketa alternatif, terdapat beberapa mekanisme yang dapat
dipilih para pihak yang bersengketa, antara lain konsultasi, mediasi, dan
konsiliasi.

B. Saran dan Tindak Lanjut

Mata Diklat Aspek Sengketa di Bidang Penanam Modal merupakan materi yang
penting bagi para aparatur di bidang penanaman modal, khususnya yang bertugas
di unit pengawasan dan pengendalian, baik di PTSP Pusat maupun di Dinas
Penanaman Modal dan PTSP Daerah. Hal tersebut mengingat potensi terjadinya

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id
sengketa adalah pada tahap pelaksanaan penanaman modal. Oleh karena itu,
para peserta disarankan untuk memperbanyak pengetahuan dan wawasan
mengenai penyelesaian sengketa di bidang penanaman modal.

REFERENSI

1. Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal;


2. Undang-undang No. 5 Tahun 1968 tentang Penyelesaian Sengketa Antara
Warga Negara Asing dengan Pemerintah Republik Indonesia;
3. Undang-undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa;
4. Keputusan Presiden No. 34 Tahun 1981 tentang Ratifikasi Konvensi New York;
5. Peraturan Mahkamah Agung No. 01 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di
Pengadilan;
7. Naskah Konvensi Penyelesaian Sengketa Investasi antara Negara dengan
Warga Negara Lain (Convention on the Settlement of Investment Disputes
between States and Nationals of Other States (ICSID);
8. Naskah Konvensi New York (Convention of the Recognition and Enforcement
of Foreign Arbitral Award)/UNCITRAL;
9. Peraturan dan Prosedur Arbitrasi BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia),
10. Maharani Dyah Pitaloka, Penyelesaian Sengketa Litigasi dan Non Litigasi,
http://www.academia.edu/31361562_PENYELESAIAN_SENGKETA_LITIGAS
I_DAN_NON_LITIGASI;
10. Referensi lain yang berkaitan dengan penyelesaian sengketa di bidang
Penanaman Modal, termasuk artikel dari berbagai sumber online, antara lain
https://komisiinformasi.bantenprov.go.id, https://kbbi.web.com dan
yuarta.blogspot.com.

Jalan Jenderal Gatot Subroto No 44 Jakarta 12190, Indonesia


Telepon 6221 525 2008 (Hunting), Faksimile 6221 525 4945 Situs : www.bkpm.go.id, E-mail : info@bkpm.go.id

Anda mungkin juga menyukai