Anda di halaman 1dari 10

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI IPWI JAKARTA

DI SUSUN OLEH:
1. AJENG AYUDIA 2019511213
2. INDAH AGNESTIANI 2019511211
3. NUR TRIA PRIHASTUTI 2019511229
4. RETNA NUR INDAH SARI 2019511351
MATA KULIAH: KOMUNIKASI & NEGOISASI BISNIS
DOSEN: MIRALDA INDRIYATI, SIP., MM
STUDI KASUS
Sengketa Bisnis Properti

Pelaku usaha bisnis properti masih belum bisa pulih dari kesulitan yang dihadapi. Berbagai masalah justru
datang bertubi-tubi silih berganti, ibarat pepatah sudah jatuh masih tertimpa tangga pula.

Data akhir 2019 memperlihatkan peningkatan sengketa utang yang penyelesaiannya berlangsung di Pengadilan
Niaga. Di seluruh Pengadilan Niaga sedang berlangsung 549 kasus terdiri dari 425 kasus PKPU dan 124 kasus
Kepailitan. Sementara tahun sebelumnya, hanya terdapat 411 kasus yang terdiri dari 297 kasus PKPU dan 114
kasus Kepailitan. Penyelesaian sengketa utang untuk tahun 2020 berpotensi semakin meningkat seiring
banyaknya tantangan yang harus dihadapi pelaku usaha properti.
Memasuki 2020, pengembang perumahan MBR masih dihadapkan dengan kuota subsidi yang terbatas.
Sengketa Bisnis Properti
Pada awal 2020, diterapkan pemberlakuan Pernyataan Standard Akutansi Keuangan (PSAK). Penerapan PSAK 71 pada
dunia perbankan membuat bank harus melakukan langkah-langkah terbaik (best effort) untuk menyelesaikan kredit
bermasalahnya (NPL). Bank tidak segan-segan melakukan sarana hukum dalam menyelesaikan kredit bermasalahnya
apabila nasabah tidak beritikad baik.

Penerapan PSAK 72 membuat pengembang hanya dapat membuku penjualan pada properti yang sudah serah terima
kepada konsumen. Pengembang bangunan bertingkat (high risk building) sangat merasakan dampak akibat
pemberlakuan PSAK 72 ini.

Ketika Covid-19 di seluruh dunia, tidak terkecuali Indonesia. Berjangkitnya wabah ini berdampak kepada semakin
melambatnya pemasaran dan penyelesaian proyek properti. Penyelesaian proyek terkendala karena terbatasnya modal
usaha serta harga material yang semakin melonjak. Semua situasi dan kondisi yang menghadang pengembang saat ini
mengakibatkan terganggunya cashflow proyek properti yang sedang dibangunnya. Akibatnya, penyelesaian kewajiban
kepada supplier, kontraktor, konsumen dan pemyelesaian utang perbankan menjadi tertunda. Dalam kondisi seperti ini,
pelaku usaha properti memiliki potensi sengketa yang apabila tidak selesaikan secara aman dan bijak akan
memperparah keadaannya.
Teori yang Mendukung

Sengketa bisnis properti berpotensi meningkat. Data di penghujung 2019


memperlihatkan semakin banyak sengketa utang yang diajukan penyelesaiannya
di Pengadilan Niaga, bahkan kecenderungannya semakin meningkat pada tahun
ini. Memasuki 2020, tantangan kesulitan semakin bertambah, terlebih Covid-19
mewabah di Indonesia. Pelaku usaha properti pun segera mengambil langkah
aman dan bijak dalam menghadapi tantangan ini.

Negosiasi menjadi salah satu solusi yang harus dikedepankan dalam


menyelesaikan sengketa utang yang terjadi. Meski pun tidak semua pelaku usaha
properti berhasil melakukannya.
Negosiasi

Negosiasi merupakan salah satu bentuk manajemen konflik selain


mediasi dan dialog. Negosiasi lebih menekankan pada adanya pertukaran
usulan yang ditujukan untuk meminimalisir perbedaan akibat adanya
ketidaksesuaian tujuan yang dialami para anggota dengan cara
menciptakan sebuah kesepakatan.
Landasan teori negosiasi:

Teori Permainan (Game Theory)


Teori permainan menekankan pada cara individu membuat keputusan di
dalam situasi komunikasi seperti negosiasi. Teori permainan menganalisa
secara rasional tentang konflik antara para pemain yang masing-masing
mengejar minat dan memilih diantara berbagai tindakan alternatif.

Distributive dan Integrative Bargaining


Sebelumnya, teori negosiasi menekankan pada proses distributif dimana
setiap partisipan memandang tujuan mereka sebagai zero sum atau hanya
satu pihak yang menang dan yang pihak lainnya mengalami kekalahan.
Kemudian, pada tahun 1960an, model negosiasi integratif mulai dikenalkan
sebagai studi bargaining. Dalam integrative bargaining, seringkali diartikan
sebagai frasa win-win yang merujuk pada pemecahan masalah secara
bersama-sama dibandingkan dengan kompetisi.
Analisa Kelompok

Semakin berkembangnya proyek properti atau konstruksi di Indonesia berisiko maka akan muncul berbagai
masalah sengketa antara para pelaku konstruksi. Berbagai metode penyelesaian sengketa telah dikembangkan
untuk mengatasi masalah tersebut.
Dalam upaya menyelesaikan sengketa, ada beberapa hal yang dapat dilakukan, yaitu negosiasi,
mediasi,konsiliasi,penilaian ahli, arbitrase, dan litigasi.

Pada proses litigasi, penyelesaian sengketa harus menunggu hingga lembaga peradilan mengambil keputusan
untuk menyelesaikan masalah. Litigasi merupakan salah satu metode penyelesaian sengketa yang banyak
dipilih, namun dalam beberapa tahun terakhir muncul berbagai pendapat yang mengemukakan bahwa metode
penyelesaian sengketa ini tidak lagi efektif terutama apabila mencapai tingkat Mahkamah Agung, namun pada
kenyataannya, metode ini masih banyak digunakan.
Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana gambaran penyelesaian sengketa konstruksi di Indonesia yang dit
melalui jalur litigasi?
Analisa Kelompok

Salah satu metode alternatif penyelesaian sengketa kontrak konstruksi dilakukan dengan arbitrasi. Arbitrasi
adalah metode penyelesaian masalah yang dibentuk melalui kontrak dan melibatkan para ahli kontruksi.
Keputusan arbitrasi yang bersifat final dan mengikat merupakan alasan penting digunakannya cara ini
untukmenyelesaikan masalah. Keputusan pengadilan biasanya terbuka untuk proses peradilan yang lebih
panjang. Hal ini menghasilkan penundaan yang lama dan memakan biaya dalam penyelesaian masalah.
Sedangkan keputusan dari arbitrasi ini tidak dapat dirubah tanpa semua pihak setuju untuk membuka
kembali kasusnya.
Analisa Kelompok

Salah satu metode lain adalah dengan cara Negosiasi. Yang dimaksud dengan negosiasi adalah cara
penyelesaian yang hanya melibatkan kedua belah pihak yang bersengketa, tanpa melibatkan pihak-pihak
yang lain. Hal ini mirip dengan musyawarah dan mufakat yang ada di Indonesia, dimana keinginan untuk
berkompromi, adanya unsur saling memberi dan menerima serta kesediaan untuk sedikit menyingkirkan ukuran
kuat dan lemah adalah persyaratan keberhasilan cara ini. Di dalam negosiasi ini kontraktor dan pemilik memakai
arsitek dan insinyur sebagai penengah.Biasanya kontraktor diminta mengajukan klaim kepada arsitek/insinyur
yang diangkat menjadi negosiator.
Arsitek/Insinyur ini akan mengambil keputusan yang sifatnya tidak mengikat, kecuali keputusan tentang
‘efek arstistik’ yang konsisten dengan apa yang telah ada dalam dokumen kontrak.

Analisa studi kasus ini menggunakan sampel kasus konstruksi lalu dianalisis kasus perdata
yang dapat mewakili jenis proyek dengan penyelesaian litigasi dan non litigasi.
Penyelesaian litigasi yang dimaksudkan adalah gugatan yang diajukan oleh pihak penggugat melalui pengadilan
SARAN
Pelaku usaha bisnis properti sebaiknya mengedepankan negosiasi dalam menyelesaikan
sengketa. Sebelum melakukan negosiasi perhatikanlah faktor- faktor yang mempengaruhi
keberhasilannya. Ketidakberhasilan dalam negosiasi yang dilakukan harus menjadi pelajaran
berharga. “Jika Anda tidak bisa mengakui kesalahan yang telah Anda buat, maka akan sulit
bagi Anda untuk melakukan perbaikan,“ demikian kata Linda Sanford seorang eksekutif
teknologi Amerika yang bekerja di IBM.

Kita berharap agar tantangan-tantangan yang dihadapi pelaku usaha properti saat ini berhasil
dilewati dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai