Anda di halaman 1dari 4

Nama : Riska Natalia

Nim : 2031500677

Soal : Ada beberapa alternatif penyelesaian sengketa bisnis. Buatlah salah satu
contoh kasus penyelesaian sengketa bisnis tersebut.

Jawaban : Negosiasi Sengketa Bisnis Properti Pasca Covid-19

Sengketa Bisnis Properti

Data akhir 2019 memperlihatkan peningkatan sengketa utang yang penyelesaiannya


berlangsung di Pengadilan Niaga. Di seluruh Pengadilan Niaga sedang berlangsung
549 kasus terdiri dari 425 kasus PKPU dan 124 kasus Kepailitan. Sementara tahun
sebelumnya, hanya terdapat 411 kasus yang terdiri dari 297 kasus PKPU dan 114
kasus Kepailitan.

Penyelesaian sengketa utang untuk tahun 2020 berpotensi semakin meningkat


seiring banyaknya tantangan yang harus dihadapi pelaku usaha properti. Memasuki
2020, pengembang perumahan MBR masih dihadapkan dengan kuota subsidi yang
terbatas. Keterbatasan kuota ditambah lagi penerapan Si Kasep dan Si Kumbang
yang membuat realisasi KPR tidak bisa cepat diharapkan untuk membantu
perputaran cash flow. Banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi membuat
pengembang harus benar-benar memiliki kesiapan dalam tata kelola bisnisnya.

Pengembang Jabodetabek dan beberapa wilayah lain saat awal tahun juga
menghadapi musibah banjir. Beberapa lokasi proyek perumahan yang sebelumnya
tidak pernah banjir, kini harus menghadapi musibah banjir. Proyek perumahan yang
dilanda banjir akan semakin sulit dalam memasarkannya, bahkan pengembang
harus mengeluarkan biaya pembangunan prasarana lain untuk mengatasinya.

Pada awal 2020, diterapkan pemberlakuan Pernyataan Standard Akuntansi


Keuangan (PSAK). Penerapan PSAK 71 pada dunia perbankan membuat bank
harus melakukan langkah-langkah terbaik (best effort) untuk menyelesaikan kredit
bermasalahnya (NPL). Bank tidak segan-segan melakukan sarana hukum dalam
menyelesaikan kredit bermasalahnya apabila nasabah tidak beritikad baik.

Dan, saat ini berjangkit pula wabah Covid-19 di seluruh dunia, tidak terkecuali
Indonesia. Berjangkitnya wabah ini berdampak kepada semakin melambatnya
pemasaran dan penyelesaian proyek properti. Pemasaran semakin melambat
karena proyek properti dipasarkan lewat digital marketing masih memerlukan upaya
tindak lanjut (follow up) kepada calon konsumennya agar membuahkan transaksi.
Penyelesaian proyek juga terkendala karena terbatasnya modal usaha serta harga
material yang semakin melonjak.

Semua situasi dan kondisi yang menghadang pengembang saat ini mengakibatkan
terganggunya cash flow proyek properti yang sedang dibangunnya. Akibatnya,
penyelesaian kewajiban kepada supplier, kontraktor, konsumen dan penyelesaian
utang perbankan menjadi tertunda.

Dalam kondisi seperti ini, pelaku usaha properti memiliki potensi sengketa yang
apabila tidak selesaikan secara aman dan bijak akan memperparah keadaannya.

Penyelesaian Dengan Cara Negosiasi

Negosiasi adalah salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dilakukan melalui
penyelesaian di luar pengadilan. Penyelesaian dengan cara negosiasi diakui dalam
Undang-undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.

Negosiasi adalah perundingan antara pelaku bisnis properti dengan mitranya saat
terjadi permasalahan di antara mereka. Pelaku bisnis properti memiliki mitra
pemasok (supplier), pelaksana pembangunan (kontraktor), pemilik tanah (dalam hal
kerja sama), konsumen properti dan juga perbankan. Penundaan pelaksanaan
kewajiban kepada mitra harus dinegosiasikan secara terbuka agar mitra memahami
situasi dan kondisi yang sedang dihadapi pelaku usaha properti.

Negosiasi dapat dilakukan di tempat masing-masing pihak atau pada sebuah tempat
yang netral. Pemilihan tempat tergantung kesepakatan para pihak dengan
pertimbangan-pertimbangan tertentu. Negosiasi dalam penyelesaian utang antara
pelaku usaha properti dengan perbankan misalnya lazim dilakukan pada bank yang
memberikan dukungan kredit modal kerja konstruksi atau kerja sama dukungan
KPR-nya.

Penyelesaian dengan cara negosiasi harus senantiasa dikedepankan.


Pelaksanaannya sebaiknya dilakukan sejak awal terjadinya potensi sengketa.
Semakin cepat dilakukan akan semakin baik untuk menghindari kompleksnya
permasalahan. Negosiasi yang dilakukan membuat sengketa tidak mengemuka dan
diketahui oleh pihak lain. Penyelesaian dilakukan antara pelaku usaha bisnis properti
dengan mitranya. Dengan cara ini maka reputasi pelaku usaha bisnis properti akan
tetap terjaga.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan untuk keberhasilan negosiasi :

1. Dalam melakukan negosiasi dengan perbankan misalnya, pengembang harus


memperhatikan setidak-tidaknya 3 (tiga) hal. Pertama, pengembang memiliki
persiapan yang cukup matang. Kedua, pengembang harus diwakili oleh pihak
yang memiliki kapasitas dalam mengambil keputusan. Ketiga, penawaran
pengembang sebagai solusi atas permasalahan kepada perbankan.
2. Dalam mempersiapkan negosiasi, pengembang harus sudah mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan yang dihadapinya. Saat bernegosiasi dengan
perbankan, pengembang dapat mungkin memaparkan secara komprehensif
permasalahan yang dihadapi. Pemahaman terhadap permasalahan ini
memberikan keyakinan kepada bank atas kompetensi pengembang untuk
menyelesaikan permasalahan serta kelanggengan hubungan sampai dengan
kredit lunas.
3. Sebelum melakukan negosiasi, bank juga mempersiapkan diri dengan
terlebih dahulu melakukan know your customer (KYC) atau profilling atas
nasabahnya. Berbekal dengan pengetahuan terhadap nasabah maka bank
akan memerankan gaya negosiasi yang tepat serta keputusan yang akan
diambil.
4. Pihak yang memiliki kapasitas mewakili pengembang dalam mengambil
keputusan sangat penting hadir saat negosiasi berlangsung. Untuk
kelancaran negosiasi pengembang dapat dibantu dengan negosiator yang
kompeten. Negosiasi yang berlangsung menuntut informasi yang terperinci
atas proyek properti yang didukung pembiayaannya oleh bank. Pengembang
harus mengetahui ekspektasi atas kebutuhan bank saat negosiasi dilakukan.

Negosiator yang handal sudah mempersiapkan zona kompromi yang diharapkan


menjadi ruang untuk mencapai kesepakatan antara pengembang dan perbankan.
Zona kompromi menjadi alternatif solusi serta dukungan yang diharapkan
pengembang dari perbankan. Dalam membuat zona kompromi pengembang
sebaiknya mengetahui adanya batasan-batasan yang dimiliki bank dalam
mengambil keputusan.

Anda mungkin juga menyukai