Anda di halaman 1dari 1

Nama: Riska Natalia

Nim: 2031500677

Setelah kasus BPJS Kesehatan, muncul kabar peretasan pada aplikasi Electronic Health Alert (e-HAC)
buatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Buntutnya, data milik 1,3 juta masyarakat Indonesia yang
tersimpan di aplikasi e-HAC disebut bocor. Aplikasi e-HAC sendiri merupakan Kartu Kewaspadaan
Kesehatan versi modern dan menjadi salah satu persyaratan wajib bagi masyarakat ketika bepergian di
dalam maupun luar negeri.

Kasus kebocoran data e-HAC pertama kali diungkap oleh peneliti keamanan siber dari VPNMentor, yang
menemukan kebocoran data di aplikasi e-HAC pada 15 Juli lalu. VPNMentor mengeklaim, aplikasi e-HAC
tidak memiliki protokol keamanan aplikasi yang memadai, sehingga rentan ditembus (di-hack) pihak
tidak bertanggung jawab. Pengembang e-HAC disebut menggunakan database Elasticsearch yang kurang
aman untuk menyimpan data.

VPNMentor mengeklaim, aplikasi e-HAC tidak memiliki protokol keamanan aplikasi yang memadai,
sehingga rentan ditembus (di-hack) pihak tidak bertanggung jawab. Pengembang e-HAC disebut
menggunakan database Elasticsearch yang kurang aman untuk menyimpan data.

Kasus ini tidak hanya mengungkap data pengguna e-HAC, tetapi juga seluruh infrastruktur terkait e-HAC,
seperti data tes Covid-19 yang dilakukan penumpang, data pribadi penumpang, data rumah sakit, hingga
data staf e-HAC.

Pihak Kemenkes membenarkan bahwa sumber kebocoran data tersebut berasal dari mitra dan aplikasi
e-HAC yang lama. Namun, pemerintah sudah tidak menggunakan aplikasi tersebut sejak 2 Juli 2021.
Setelah 2 Juli, sistem aplikasi e-HAC yang digunakan masyarakat telah terintegrasi di aplikasi
PeduliLindungi, yang mana dari aspek infrastruktur dan servernya berbeda dari versi lama sehingga tidak
terdampak insiden kebocoran data. Terkait kebocoran data ini, pihak Kemenkes meminta masyarakat
untuk menghapus aplikasi e-HAC versi lama.

Anda mungkin juga menyukai