Mendesak, Perlindungan Data Pribadi Dugaan kebocoran data pribadi kembali terulang. Kali ini, sebanyak 1,3 miliar data pendaftaran kartu SIM Indonesia, mulai dari NIK, nomor telepon, nama penyedian layanan, hingga tanggal pendaftaran, dilaporkan bocor. Kabar bocornya 1,3 miliar data registrasi kartu SIM itu viral di media sosial, setelah diunggah oleh akun Twitter Muh Rifqi Priyo S @SRifqi, Kamis (1/9). Dalam unggahannya, akun @SRifqi menyertakan tangkapan layar akun Bjorka sebagai penjual data. Menurut dia, penjual menyebut data didapatkan dari Kemenkominfo RI. Gambar tangkapan layar juga menampilkan perincian jumlah data yang bocor, termasuk besaran kapasitas data hingga harga data yang dipatok 50 ribu dolar AS. Beredarnya kabar bocornya data pribadi masyarakat Indonesia ini tentu saja sangat memprihatinkan. Sebab, laporan terkait dugaan kebocoran data pribadi tersebut bukan terjadi kali ini saja. Menurut pakar siber dari Lembaga Riset Siber Indonesia CISSRec Pratama Dahlian Persadha. Menurut Pratama, dalam beberapa waktu terakhir, kebocoran data pribadi itu diduga telah terjadi di perusahaan, baik milik negara maupun swasta, seperti PLN dan Indihome, hingga yang terbaru dugaan kebocoran 1,3 miliar data registrasi kartu SIM masyarakat di Indonesia. Fakta ini juga menunjukkan betapa masih lemahnya perlindungan negara terhadap kerahasiaan data pribadi. Dalam pandangan anggota Komisi I DPR RI, Muhammad Iqbal, dugaan kebocoran 1,3 miliar data kartu SIM telepon menjadi bukti begitu mudahnya data pribadi masyarakat Indonesia dicuri oleh pihak ketiga yang tidak bertanggung jawab. Menurut dia, terulangnya kebocoran data pribadi ini menunjukkan bahwa pemerintah menganggap kasus tersebut bukan hal penting dan utama untuk ditindaklanjuti. Publik tentu berharap pemerintah merespons laporan dugaan pencurian data pribadi ini secara serius. Selama ini, publik hanya selalu mendengar bantahan-bantahan dari berbagai pihak terkait, bahwa kebocoran tak pernah terjadi. Terkait laporan terbaru pun, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) serta pihak operator membantah bahwa kebocoran data registrasi kartu SIM itu berasal dari institusi tersebut. Lalu siapa sebenarnya yang bertanggung jawab terhadap perlindungan data pribadi di Tanah Air? Padahal, di era serbadigital saat ini, perlindungan data pribadi adalah keniscayaan. Berulangnya kasus pencurian data pribadi, menurut anggota Komisi I DPR, Muhammad Iqbal, menunjukkan belum adanya upaya atau kebijakan dari pemerintah untuk mengantisipasi agar kebocoran data pribadi tidak terjadi kembali. Tentu ini patut disayangkan. Saat ini, Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi masih dalam proses pembahasan DPR dan Pemerintah. Publik tentu berharap pemerintah dan DPR serius membahas RUU Perlindungan Data Pribadi itu. Segera selesaikan pembahasannya. Kekosongan aturan terkait perlindungan data pribadi akan terus dimanfaatkan pihak-pihak tak bertanggung jawab. Selama Indonesia tak memiliki UU Perlindungan Data Pribadi, kata Pratama, maka tidak ada upaya memaksa dari negara kepada peneyelenggara sistem elekntronik (PSE) untuk mengamankan data dan sistem yang mereka kelola dengan maksimal atau dengan standar tertentu,. Tak hanya itu, ketiadaan UU Perlindungan Data Pribadi itu membuat pengawasan perlindungan data pribadi masyarakat masih tidak jelas.
Keterlibatan Hukum Penggunaan Data Pribadi Masyarakat Terhadap Layanan Pinjaman Berbasis Fintech Dari Sudut Pandang Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia