Anda di halaman 1dari 3

Nama : Denisio Angelus Gah

Kelas :D
NIM : 2208016193
Mata kuliah : Hukum Telematika
Dosen Pengampu : Deny Slamet Pribadi, S.H.,M.H.

Analisis kasus pelanggaran etika dan moral yang sering terjadi


dimasyarakat yang berkaitan dengan teknologi. (beserta penjelasan dasar
hukum atau kebiasaan)

Kejahatan mayantara (cybercrime) di Indonesia terjadi dengan berbagai motif dan dilakukan
oleh beragam pelaku mulai dari usia remaja hingga orang tua, laki-laki atau perempuan..salah
satunya adalah pencurian data secara online. pencurian data ini merupakan masalah serius
yang dihadapi di era digital saat ini. Jika data yang dicuri jatuh ke tangan yang salah, dapat
berdampak negatif dan dapat merugikan banyak pihak. Contoh kasus pencurian data secara
online yaitu:

Kasus Data Polri Dibobol Hacker, Legislator: Itu Jadi Desakan Penyelesaian RUU PDP.

Anggota Komisi I DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri, menilai adanya peretasan sistem
komputer dan pencurian data yang diduga milik anggota Polri oleh peretas asal Brasil
menjadi desakan yang kesekian kalinya tentang perlunya penyelesaian pembahasan RUU
Perlindungan Data Pribadi dan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber.

"Saat ini pembahasan RUU belum diperpanjang, karena masih menunggu perpanjangan masa
sidang. Kami harus menunggu sampai terjadi berapa lagi kasus kebocoran data?" kata Irine
kepada wartawan, Jumat (19/11/2021).

Politikus PDI Perjuangan itu juga mengatakan, regulasi perlindungan data pribadi dan
keamanan siber adalah dua hal yang saling melengkapi dan idealnya berjalan bersamaan.

"Idealnya, dua RUU itu dibahas bersamaan supaya bisa terintegrasi, jangan sampai tumpang
tindih atau ada isu yang belum diatur. Keduanya satu paket, yang melibatkan terutama
Kemenkominfo, BSSN, dan otoritas PDP. Keamanan data adalah salah satu tantangan
terbesar era digital. Negara kita masih jauh dari kondisi perlindungan data digital yang
memadai," ungkapnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, seandainya dua RUU itu bisa disahkan sekarang pun, masih ada
proses panjang supaya bisa diimplementasikan secara baik, mulai dari membangun otoritas
PDP yang independen, menyusun panduan teknisnya, hingga penganggarannya.

"Ada banyak sekali pekerjaan rumah dalam perlindungan dan keamanan data digital ini.
Target utamanya adalah Indonesia bisa memiliki seperangkat regulasi dan regulator yang
kompeten sehingga data warga dan institusi negara sungguh terlindungi. Jika terjadi
kebocoran pun, bisa segera diambil langkah dan evaluasi yang cepat sesuai standar,"
tandasnya.

Bareskrim Turun Tangan


Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri tengah
mengusut dan mendalami dugaan peretasan sistem komputer dan pencurian data yang diduga
data anggota Polri oleh peretas asal Brasil.

Dalam kasus ini, peretas asal Brasil yang menamai dirinya son1x dalam akun Twitternya
mengaku telah berhasil membobol data pribadi anggota Polri beserta orang-orang terdekatnya
keluarganya.

"Ya, sedang ditangani oleh Dittipidsiber Bareskrim. Nanti kalau sudah ada updatenya
diinfokan," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Dedi Prasetyo, saat dikonfirmasi di
Jakarta, Kamis (18/11/2021).

Dari penelusuran Antara, akun Twitter @son1x666 menuliskan unggahan "Polri- Indonesian
National Police Hacked, 28k logins and personal information leaked".

Dalam unggahan tersebut, pemilik akun mencantumkan tiga tautan yang diduga berisi
salinan data pribadi anggota Polri yang telah diretas.

Jika tautan itu diklik, pengguna akan dialihkan ke tampilan website yang diduga dikelola
oleh peretas yang menyajikan data, seperti nama, pangkat, tempat dan tanggal lahir, satuan
kerja, status pernikahan hingga nomor register pokok serta beberapa data pribadi lainnya.

Selain itu, ada pula informasi dengan keterangan "rehab putusan, rehab putusan sidang,
jenis_pelanggaran, rehab keterangan, id propam, hukuman_selesai, tanggal binlu selesai".
Kemungkinan data yang bocor ini merupakan data dari pelanggaran yang dilakukan oleh
personel Polri.

Sementara menurut Pratama Persadha, pakar keamanan siber dari CISSReC, peretasan
terhadap sistem komputer polisi buka yang pertama kali terjadi. Ia bilang situs milik polri
pernah di-deface, diretas untuk situs judi online, hingga pencurian data anggota.

Bahkan, menurut dia, sampai sekarang database personel Polri masih dijual di forum internet
RaidForum dengan bebas oleh pelaku yang mempunyai nama akun "Stars12n". Pada forum
tersebut juga diberikan sampel data untuk bisa di-download dengan gratis.

Dasar hukum yang terjadi pada kasus diatas yaitu:


● Pasal 22
dituliskan setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah atau
manipulasi akses ke jaringan telekomunikasi pada sistem elektronik, baik umum
maupun khusus. Bagi pelanggar peraturan tersebut diancam pidana penjara maksimal
6 (enam) tahun dan/atau denda maksimal Rp 600.000.000 (enam ratus juta rupiah).
● Pasal 40
menyatakan setiap orang dilarang melakukan penyadapan informasi yang diunggah
lewat jaringan telekomunikasi dalam bentuk apapun. Apabila melanggar ketentuan
tersebut, akan diancam pidana penjara maksimal 15 (lima belas) tahun. Pada pasal 42
ayat (1) menyatakan kewajiban penyelenggara jasa telekomunikasi untuk
merahasiakan informasi dan apabila melanggar diancam pidana penjara maksimal 2
(dua) tahun dan/atau denda maksimal Rp 200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
● Pasal 26 UU ITE
bahwa setiap orang dapat melakukan gugatan terhadap perolahan data pribadi tanpa
persetujuannya. Maka setidaknya pelaku kejahatan yang telah melakukan pelanggaran
PDP dapat digugat sebagai Perbuatan Melawan Hukum (PMH) atas dasar kesalahan
berdasarkan ketentuan UU (1365 KUHPerdata), maupun atas dasar ketidakpatutan
atau ketidakhati-hatian (1366 KUHPerdata).
● Pasal 3 UU ITE
menjelaskan harus ada prinsip kehati-hatian dan memberikan tanggung jawab pihak
korporasi maupuan pemerintah yang dinyatakan sebagai Penyelenggara Sistem
Elektonik (PSE), yakni setidaktidaknya harus andal, aman dan bertanggung jawab.
● UU ITE Pasal 30
menjelaskan bahwa setiap orang dengan sengaja dan melawan hukum mengakses
komputer dan/atau sistem elektronik orang lain untuk tujuan memperoleh informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik dengan melakukan pelanggaran, penyusupan,
penimpaan, atau pembobolan keamanan sistem dapat dipidana. Pidana yang diberikan
kepada pelaku adalah dengan mendapatkan pidana penjara paling lama 6 (enam)
sampai dengan 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00
(enam ratus juta rupiah) sampai dengan Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta
rupiah).
● Pasal 34
bahwa setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
memproduksi, menjual, mengadakan, untuk dilakukan mengimpor, mendistribusikan,
menyediakan atau memiliki perangkat komputer atau sistem informasi maka menurut
Pasal 45 dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan.atau
denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Referensi:
⮚ https://www.suara.com/news/2021/11/19/124819/kasus-data-polri-dibobol-hacker-legislator-itu
-jadi-desakan-penyelesaian-ruu-pdp
⮚ http://jurnal.usahid.ac.id/index.php/hukum/article/view/721
⮚ https://www.hukumonline.com/berita/a/jerat-hukum-peretasan-oleh-hacker-lt631ec0e
d9e52c/?page=2
⮚ https://nasional.kompas.com/read/2023/03/05/10105771/aturan-akses-ilegal-dan-peny
adapan-dalam-kuhp-baru
⮚ https://www.kominfo.go.id/content/detail/3461/menkominfo-tegaskan-peretas-situs-m
elanggar-hukum/0/berita_satker

Anda mungkin juga menyukai