Anda di halaman 1dari 7

Kebocoran Data

Terjadinya kasus kebocoran data penduduk Indonesia membuat keamanan data pribadi penduduk
kembali dipertanyakan. Baru-baru ini, kebocoran data terjadi kembali pada aplikasi eHAC (Electronic
Health Alert Card) yang digagas oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

eHAC adalah sebuah aplikasi yang berfungsi untuk melakukan verifikasi (test and trace) bagi orang-orang
yang ingin bepergian. Tidak hanya data penduduk Indonesia, aplikasi eHAC juga terdiri dari data
penduduk warga negara asing, sehingga dengan kembalinya kasus ini telah mencoreng Indonesia di
mata dunia tentang keamanan data Indonesia.

Saat ini, kasus kebocoran data aplikasi eHAC sedang diselidiki. Adanya kebocoran data pada aplikasi
tersebut pertama kali diketahui oleh perusahaan keamanan siber, vpnMentor.

Menurut pakar dari vpnMentor, beberapa data yang bocor terdiri dari data akun eHAC, data rumah
sakit, hingga data hasil tes Covid-19. Dua peneliti vpnMentor juga menjelaskan bahwa keamanan
aplikasi eHAC tidak sepenuhnya aman, di mana aplikasi tersebut masih sangat rentan untuk dibobol.
Oleh sebab itu, diperlukan sistem keamanan yang lebih ketat pada setiap aplikasi agar tidak mudah
dibobol.

Tak hanya sekali, kejadian kebocoran data ini sudah banyak terjadi sebelumnya. Salah satunya
kebocoran data aplikasi BPJS pada 2020 lalu. Data-data yang dikumpulkan bertahun-tahun itu dibobol
sekitar 279 juta data penduduk Indonesia.

Jika angka tersebut benar, maka kasus itu bisa menjadi rekor baru dengan kasus kebocoran data
kesehatan terbesar di dunia. Bahkan, data pribadi penduduk Indonesia tersebut diperjualbelikan di
forum peretas internet, Raid Forums. Hal ini turut mempertanyakan kenapa aplikasi dan data yang
dikelola pemerintah bisa dengan mudah diretas. Kasus yang terjadi beberapa kali ini membuat
masyarakat meragukan sikap pemerintah.

Bocornya data pribadi penduduk Indonesia tentu saja sangat merugikan, salah satunya dalam bidang
ekonomi. Dalam kasus kebocoran data BPJS, negara merugi sebesar 600 triliun rupiah. Kerugian tersebut
diduga berasal dari penjualan data yang dilakukan oleh para peretas.

Para peretas dapat menjual data pribadi penduduk Indonesia kepada beberapa pihak seperti
perusahaan, penegak hukum, hingga negara asing. Data KTP yang bocor dapat disalahgunakan pelaku
kejahatan untuk menjalankan aksinya.
Misalnya, pelaku kejahatan yang melakukan pinjaman online dengan menggunakan KTP palsu yang
didapat dari hasil meretas. Hal ini tentu sangat merugikan penduduk yang menerima tanggungan atas
tindak kejahatan pelaku yang menggunakan KTP penduduk tersebut.

Dampak terhadap Bidang Ekonomi

Di sisi lain, penggunaan e-commerce makin melonjak karena tepat menjadi solusi masyarakat untuk
berbelanja, terlebih lagi dalam masa pandemi saat ini. Banyak masyarakat yang membuat dan memiliki
akun e-commerce untuk memudahkan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Namun, di balik kemudahan e-commerce yang membantu masyarakat dalam berbelanja, ada suatu
risiko yang harus dihadapi oleh penduduk, yaitu kebocoran data aplikasi e-commerce.

Salah satu e-commerce terbesar di Indonesia, yaitu Tokopedia pernah mengalami kebocoran data.
Pelaku peretasan data pribadi pengguna aplikasi Tokopedia membobol sebanyak 106 juta akun dan
berhasil menjual data 91 juta akun di pasar gelap dengan nilai sebesar 75 juta rupiah.

Padahal, penggunaan e-commerce di Indonesia tergolong tinggi. Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak,
mengingatkan bahwa persentase penggunaan e-commerce Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia
dalam hasil survei We Are Social pada April 2021.

Dengan tingginya penggunaaan e-commerce di Indonesia, maka keamanan data memengaruhi


keberlangsungan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Namun demikian, dengan banyaknya kasus
kebocoran data termasuk dalam e-commerce menandakan lemahnya keamanan data di Indonesia. Hal
itu sangat merugikan konsumen dan mengancam perdagangan digital Indonesia di masa depan.

Perusahaan yang datanya terkena bobol juga sangat dirugikan. Perusahaan dapat saja mengalami
penurunan produksi. Hal ini disebabkan karena data-data rencana suatu perusahaan dapat dicuri oleh
pihak lain. Hasil penemuan, ide desain, rencana pemasaran dan keuangan, serta strategi lainnya yang
dimiliki perusahaan dapat menjadi potensi bagi perusahaan lain untuk meniru dan mengambil ide-ide
tersebut.

Reputasi perusahaan juga dapat mengalami kerusakan. Dikhawatirkan maraknya kasus kebocoran data
dapat menurunkan kepercayaan masyarakat untuk berbelanja di e-commerce, sehingga aktivitas jual
beli di e-commerce juga ikut menurun. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia juga
akan terhambat jika kasus ini tidak segera ditindaklanjuti dengan tepat.
Untuk mencegah kembali terjadinya kebocoran data, perlu diambil tindakan dari beberapa pihak.
Keterlibatan pemerintah dalam mencegah kasus kebocoran data paling dinanti. Upaya pemerintah
berupa pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi akan menjadi kepastian hukum bagi para konsumen
yang merasa dirugikan akibat data pribadinya yang bocor.

Walaupun negara Indonesia sudah ketinggalan dengan negara lain yang sudah memiliki peraturan dan
undang-undang tentang perlindungan data, Indonesia perlu menyusul negara tersebut dengan tetap
mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai langkah yang tepat mengingat sudah banyaknya
kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia

Kecanggihan teknologi, di mana makin mudahnya mengakses sesuatu melalui aplikasi memang
menguntungkan masyarakat mempermudah segala aktivitasnya. Namun, di lain sisi, kerentanan
terhadap bahaya kebocoran data juga makin meningkat.

Kita tidak tahu kapan dan di mana kebocoran data bisa terjadi. Maka dari itu, pengesahan RUU
Perlindungan Data Pribadi menguatkan keyakinan dan mengurangi kekhawatiran pengguna terhadap
suatu aplikasi.

Perlunya Partisipasi Pencegahan berbagai Pihak

Pencegahan terjadinya kebocoran data dan pencurian data pribadi dapat dilakukan oleh diri sendiri.
Sebagai pengguna internet, kita jangan mudah percaya untuk menyerahkan data pribadi dengan iming-
iming hadiah. Gunakan kata sandi yang berbeda dan tidak mudah dilacak pada setiap akun. Kita bisa
mencatat kata sandi akun-akun untuk menghindari kelupaan.

Kita jangan mudah mengklik link secara sembarangan pada Email, WhatsApp, Facebook, atau media
sosial lainnya yang kita tidak tahu apa isinya dan siapa pengirimnya. Hindari juga penggunaan aplikasi
bajakan, aplikasi yang tidak diunduh dalam playstore, appstore, atau tempat unduh aplikasi resmi
lainnya.

Intinya, kita juga perlu lebih mengerti tentang syarat dan ketentuan dari berbagai platform digital yang
kita gunakan, sehingga dapat lebih cerdas berselancar di dunia maya.
Terjadinya kasus kebocoran data penduduk Indonesia membuat keamanan data pribadi penduduk
kembali dipertanyakan. Baru-baru ini, kebocoran data terjadi kembali pada aplikasi eHAC (Electronic
Health Alert Card) yang digagas oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

eHAC adalah sebuah aplikasi yang berfungsi untuk melakukan verifikasi (test and trace) bagi orang-orang
yang ingin bepergian. Tidak hanya data penduduk Indonesia, aplikasi eHAC juga terdiri dari data
penduduk warga negara asing, sehingga dengan kembalinya kasus ini telah mencoreng Indonesia di
mata dunia tentang keamanan data Indonesia.

Saat ini, kasus kebocoran data aplikasi eHAC sedang diselidiki. Adanya kebocoran data pada aplikasi
tersebut pertama kali diketahui oleh perusahaan keamanan siber, vpnMentor.

Menurut pakar dari vpnMentor, beberapa data yang bocor terdiri dari data akun eHAC, data rumah
sakit, hingga data hasil tes Covid-19. Dua peneliti vpnMentor juga menjelaskan bahwa keamanan
aplikasi eHAC tidak sepenuhnya aman, di mana aplikasi tersebut masih sangat rentan untuk dibobol.
Oleh sebab itu, diperlukan sistem keamanan yang lebih ketat pada setiap aplikasi agar tidak mudah
dibobol.

Tak hanya sekali, kejadian kebocoran data ini sudah banyak terjadi sebelumnya. Salah satunya
kebocoran data aplikasi BPJS pada 2020 lalu. Data-data yang dikumpulkan bertahun-tahun itu dibobol
sekitar 279 juta data penduduk Indonesia.

Jika angka tersebut benar, maka kasus itu bisa menjadi rekor baru dengan kasus kebocoran data
kesehatan terbesar di dunia. Bahkan, data pribadi penduduk Indonesia tersebut diperjualbelikan di
forum peretas internet, Raid Forums. Hal ini turut mempertanyakan kenapa aplikasi dan data yang
dikelola pemerintah bisa dengan mudah diretas. Kasus yang terjadi beberapa kali ini membuat
masyarakat meragukan sikap pemerintah.

Bocornya data pribadi penduduk Indonesia tentu saja sangat merugikan, salah satunya dalam bidang
ekonomi. Dalam kasus kebocoran data BPJS, negara merugi sebesar 600 triliun rupiah. Kerugian tersebut
diduga berasal dari penjualan data yang dilakukan oleh para peretas.

Para peretas dapat menjual data pribadi penduduk Indonesia kepada beberapa pihak seperti
perusahaan, penegak hukum, hingga negara asing. Data KTP yang bocor dapat disalahgunakan pelaku
kejahatan untuk menjalankan aksinya.

Misalnya, pelaku kejahatan yang melakukan pinjaman online dengan menggunakan KTP palsu yang
didapat dari hasil meretas. Hal ini tentu sangat merugikan penduduk yang menerima tanggungan atas
tindak kejahatan pelaku yang menggunakan KTP penduduk tersebut.

Dampak terhadap Bidang Ekonomi


Di sisi lain, penggunaan e-commerce makin melonjak karena tepat menjadi solusi masyarakat untuk
berbelanja, terlebih lagi dalam masa pandemi saat ini. Banyak masyarakat yang membuat dan memiliki
akun e-commerce untuk memudahkan mereka dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Namun, di balik kemudahan e-commerce yang membantu masyarakat dalam berbelanja, ada suatu
risiko yang harus dihadapi oleh penduduk, yaitu kebocoran data aplikasi e-commerce.

Salah satu e-commerce terbesar di Indonesia, yaitu Tokopedia pernah mengalami kebocoran data.
Pelaku peretasan data pribadi pengguna aplikasi Tokopedia membobol sebanyak 106 juta akun dan
berhasil menjual data 91 juta akun di pasar gelap dengan nilai sebesar 75 juta rupiah.

Padahal, penggunaan e-commerce di Indonesia tergolong tinggi. Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak,
mengingatkan bahwa persentase penggunaan e-commerce Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia
dalam hasil survei We Are Social pada April 2021.

Dengan tingginya penggunaaan e-commerce di Indonesia, maka keamanan data memengaruhi


keberlangsungan pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Namun demikian, dengan banyaknya kasus
kebocoran data termasuk dalam e-commerce menandakan lemahnya keamanan data di Indonesia. Hal
itu sangat merugikan konsumen dan mengancam perdagangan digital Indonesia di masa depan.

Perusahaan yang datanya terkena bobol juga sangat dirugikan. Perusahaan dapat saja mengalami
penurunan produksi. Hal ini disebabkan karena data-data rencana suatu perusahaan dapat dicuri oleh
pihak lain. Hasil penemuan, ide desain, rencana pemasaran dan keuangan, serta strategi lainnya yang
dimiliki perusahaan dapat menjadi potensi bagi perusahaan lain untuk meniru dan mengambil ide-ide
tersebut.

Reputasi perusahaan juga dapat mengalami kerusakan. Dikhawatirkan maraknya kasus kebocoran data
dapat menurunkan kepercayaan masyarakat untuk berbelanja di e-commerce, sehingga aktivitas jual
beli di e-commerce juga ikut menurun. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi digital Indonesia juga
akan terhambat jika kasus ini tidak segera ditindaklanjuti dengan tepat.

Untuk mencegah kembali terjadinya kebocoran data, perlu diambil tindakan dari beberapa pihak.
Keterlibatan pemerintah dalam mencegah kasus kebocoran data paling dinanti. Upaya pemerintah
berupa pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi akan menjadi kepastian hukum bagi para konsumen
yang merasa dirugikan akibat data pribadinya yang bocor.

Walaupun negara Indonesia sudah ketinggalan dengan negara lain yang sudah memiliki peraturan dan
undang-undang tentang perlindungan data, Indonesia perlu menyusul negara tersebut dengan tetap
mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi sebagai langkah yang tepat mengingat sudah banyaknya
kasus kebocoran data yang terjadi di Indonesia

Kecanggihan teknologi, di mana makin mudahnya mengakses sesuatu melalui aplikasi memang
menguntungkan masyarakat mempermudah segala aktivitasnya. Namun, di lain sisi, kerentanan
terhadap bahaya kebocoran data juga makin meningkat.

Kita tidak tahu kapan dan di mana kebocoran data bisa terjadi. Maka dari itu, pengesahan RUU
Perlindungan Data Pribadi menguatkan keyakinan dan mengurangi kekhawatiran pengguna terhadap
suatu aplikasi.

Perlunya Partisipasi Pencegahan berbagai Pihak

Pencegahan terjadinya kebocoran data dan pencurian data pribadi dapat dilakukan oleh diri sendiri.
Sebagai pengguna internet, kita jangan mudah percaya untuk menyerahkan data pribadi dengan iming-
iming hadiah. Gunakan kata sandi yang berbeda dan tidak mudah dilacak pada setiap akun. Kita bisa
mencatat kata sandi akun-akun untuk menghindari kelupaan.

Kita jangan mudah mengklik link secara sembarangan pada Email, WhatsApp, Facebook, atau media
sosial lainnya yang kita tidak tahu apa isinya dan siapa pengirimnya. Hindari juga penggunaan aplikasi
bajakan, aplikasi yang tidak diunduh dalam playstore, appstore, atau tempat unduh aplikasi resmi
lainnya.

Intinya, kita juga perlu lebih mengerti tentang syarat dan ketentuan dari berbagai platform digital yang
kita gunakan, sehingga dapat lebih cerdas berselancar di dunia maya.

Selain itu, dibutuhkan peran dari perusahaan itu sendiri untuk menciptakan keamanan data
perusahaannya. Dimulai dari perusahaan bisa melatih para karyawan tentang dasar-dasar keamanan
siber.

Karyawan juga dapat diberi aturan untuk tidak meninggalkan komputer dalam keadaan masih login,
selalu menyimpan dan membarui data-data dan cadangan data pada layanan cloud yang tepercaya, dan
tidak membagi/berbagi akun dengan pihak lain.

Diperlukannya juga pengamanan pada laptop, dekstop, dan perangkat lainnya untuk melindungi mereka
dari transfer yang tidak sah oleh para penjahat dunia maya. Caranya dengan menggunakan perangkat
lunak seperti McAfee Endpoint Security, Sophos Endpoint, dan perangkat lunak lainnya yang dirancang
untuk mendeteksi, menganalis, mencegah serangan dunia maya.
Perkembangan zaman yang makin canggih membuat segala aktivitas yang dilakukan masyarakat
bergantung pada internet. Terlebih lagi pada masa pandemi Covid-19 saat ini, di mana segala aktivitas
luar ruangan dibataskan sehingga mau tidak mau membutuhkan bantuan internet untuk memudahkan
aktivitas masyarakat. Dalam menggunakan internet, kita perlu tahu dan berhati-hati tentang keamanan
yang digunakan di platform internet.

Kita harus bijak mengetahui apakah suatu platform aman atau tidak dan mengerti bagaimana untuk
mencegah agar data pribadi kita tetap aman. Suatu perusahaan juga harus menjaga keamanan data
perusahaan dan penggunanya.

Serta, untuk menjamin bahwa data pribadi masyarakat aman, diperlukan peran pemerintah untuk
mempercepat pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi. Dengan kerja sama berbagai pihak,
diharapkan kasus kebocoran data bisa dicegah dan tidak terjadi lagi, sehingga perekonomian Indonesia
tetap berjalan dengan aman.

Anda mungkin juga menyukai