Anda di halaman 1dari 62

TUGAS

METODE PENELITIAN HUKUM


Tinjauan Yuridis Perjanjian Jual Beli Dengan
Pembebanan Fidusia (Studi Kasus Putusan Perkara
Nomor. 215 / Pdt.G /2018 / PN.DPK.)

FIQIH NURSHALAT/213300416001
MARITA CLARENTIA SITORUS/213300416135
BOBBY RIZKY OCTANTO/213300416056

DOSEN : SURAJIMAN.SH.,MH

UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU HUKUM
JAKARTA
TAHUN 2021

1
ABSTRAK

Universitas Nasional
Program Sarjana Ilmu Hukum
( Tugas Metode Penelitian Hukum, November, 2022 )
A. Nama : Fiqih Nurshalat
Marita Clarentia Sitorus
Bobby Rizky Octanto
B. Nomor Pokok Mahasiswa : 213300416001
213300416135
213300416056
C. Judul Tesis : Tinjauan Yuridis Perjanjian Jual Beli Dengan
Pembebanan Fidusia (Studi Kasus Putusan Perkara
Nomor. 215 / Pdt.G /2018 / PN.DPK.)

D. Jumlah Halaman Halaman Awal ii ,Halaman isi 59, tahun 2022

Adapun latar belakang masalah adalah mengenai perjanjian jual beli yang dibebani
atau dilekatkan jaminan fidusia yang kemudian terjadi kelalaian pembayaran, dan
hal ini penulis jadikan penulisan skripsi untuk diteliti lebih lanjut dengan judul
“Tinjauan Yuridis Perjanjian Jual Beli Dengan Pembebanan Fidusia ( Studi Kasus
Putusan Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK.). Adapun penulis
merumuskan beberapa masalah dengan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah Penerapan Jaminan Fidusia Dalam Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999? ,Bagaimana Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika terjadi
Wanprestasi, Bagaimanakah Kasus Posisi Dan Pertimbangan Hakim Dalam
Putusan Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK. Metode penelitian yang
digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif dan sifat penelitian deskriptif
analitis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa
bahan primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh
kemudian diolah,dianalisis dan ditafsirkan secara logis,sistematis dengan
menggunakan metode berpikir deduktif Dari hasil penelitian dan pembahasan maka
dapat disimpulkan bahwa Perjanjian jual beli dengan jaminan Fidusia adalah
perjanjian pokok yang dilekatkan perjanjian acessor yaitu pembebanan fidusia,
yang mana jika terjadi kelalaian maka kreditur dapat mengeksekusi benda jaminan
tersebut. Kemudian dalam perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK
pertimbangan hakim sudah cukup adil bahwa gugatan kabur oleh karena antara
perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam posita bercampur serta tidak
tepat kalau hal tersebut gugatan perbuatan melawan hukum

E. Daftar Pustaka : 22 ( 1976– 2021 )


F. Dosen : Surajiman , SH.,MH

1
DAFTAR ISI

ABSTRAK i
DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian 8
D. Metode Penelitian 9

BAB II KAJIAN TEORI PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN


PEMBEBANAN JAMINAN FIDUSIA
A. Tinjauan Tentang Perjanjian 13
B. Tinjauan Tentang Perjanjian 18
C. Tinjauan Tentang Jaminan Fidusia 19

BAB III ANALISA DAN PEMBAHASAN


A. Analisa Dan Pembahasan Mengenai Penerapan Jaminan Fidusia Dalam
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 24
B. Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika terjadi Wanprestasi 30
C. Analisa Dan Pembahasan Kasus Posisi Dan Pertimbangan Hakim Dalam
Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK 34

2
A. Kesimpulan 53
B. Saran 56

DAFTAR PUSTAKA 57

LAMPIRAN

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan nasional dilakukan dalam rangkaian upaya pembangunan yang

berkesinambungan yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa, dan

Negara, untuk mewujudkan tujuan nasional sebagaimana dirumuskan dalam

pembukaan UUD 1945 tersebut.1 Salah satu sektor penting untuk mencapai sasaran

adalah sektor perdagangan. Kebutuhan seluruh masyarakat yang semakin

bertambah seiring perkembangan zaman untuk memenuhi kebutuhannya dalam

segala hal, namun pada faktanya masyarakat sendiri masih sulit terkendala dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya, perkembangan ekonomi yang begitu pesat ini pula

yang sangat berbanding dengan pendapatan masyarakat dalam memenuhi seluruh

kebutuhannya. Kehidupan manusia selalu mengalami perubahan sejalan dengan

perkembangan dan peningkatan taraf hidup masyarakat 2. Selanjutnya peran negara

dalam penyelenggaraan perekonomian nasional bertindak sebagai regulator.Oleh

karena pendapatan

1
Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
2
Rustan, Sahban, Andi Risma, “Perlindungan Hukum Pembelian Kendaraan Dalam
Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia” Supremasi: Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya, Volume XVI Nomor 1, April
2021, h 1.

1
2

masyarakat dalam memenuhi seluruh kebutuhannya tidaklah seimbang

dengan nilai jual atas kebutuhan pokok yang sekunder dan kebutuhan tersebut juga

menjadi dasar akan kebutuhan keluarga maka pemerintah dalam sektor keuangan

memberi ruang kepada lembaga Bank atau lembaga pembiayaan untuk membantu

masyarakat akan kebutuhannya.

Dalam proses pemenuhan kebutuhan masyarakat maka masyarakat banyak

melakukan proses jual beli. Berbicara mengenai transaksi jual beli secara umum

tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam

pasal 1313 KUHPdt yang menegaskan bahwa :

perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.

Ketentuan yang mrngatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata

yang memiliki sifat terbuka, artinya ketentuan-ketentuannya dapat

dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi mengatur saja. Sebagaimana termuat

dalam pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah

perjanjian adalah adanya kesepakatan para pihak dalam perjanjian, kecakapan para

pihak dalam perjanjiann, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal 3 Kita dapat

mengetahui bahwa Praktik jual beli adalah aktifitas manusia dalam memenuhi

kebutuhan hidupnya sebagai homo-ekonomis dan makhluk yang selalu berusaha

memenuhi kebutuhan hidupnya. Jual beli yaitu merupakan suatu perjanjian diantara

dua belah pihak atau lebih, dan masing-masing pihak mengikatkan diri untuk

3
R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet. Kesepuluh ,Jakarta: PT.Citra Aditya Bakti, 1995, h. 1
3

menyerahkan hak milik atas suatu barang, lalu pihak yang lain membayar dengan

harga yang telah dijanjikan..

Perjanjian jual beli dalam KUH Perdata diatur dalam Bab V Buku III KUH

Perdata tentang perjanjian, memberikan definisi mengenai jual beli yang tertera

dalam Pasal 1457 KUH Perdata, yaitu:

“jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak
yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”
Pelaksanaan kebutuhan jual beli dimasyarakatpun tidak saja dapat dilakukan secara

langsung akan tetapi kebutuhan jaual beli tersebut dapat dilakukan dengan cara

mengangsur atau kredit. Kredit sebagai alternatif cara yang ditempuh untuk

memenuhi kebutuhan masyarakat yang tidak dapat langsung membeli, umumnya

sesuatu barang yang nilai harganya cukup besar.Salah satu produk jasa lembaga

keuangan yang bukan bank yang dapat membantu masyarakat salah satunya adalah

lembaga pembiayaan. Lembaga pembiayaan juga diatur di dalam Peraturan Menteri

Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan

Pembiayaan dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2009

tentang Lembaga Pembiayaan.

Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan peran lembaga keuangan dalam

aktivitas bisnis dan perdagangan secara simultan telah memicu lahirnya lembaga-

lembaga non bank (LKNB) yang memberikan fasilitas (jasa) pembiayaan bagi

masyarakat melalui sistem pembayaran secara angsuran (kredit), hal ini

menunjukkan bahwa tingkat kebutuhan masyarakat terhadap konsumsi barang dan

jasa terus atau semakin meningkat, kondisi tersebut tentunya menjadi peluang yang

cukup menjanjikan bagi para pelaku usaha untuk dapat menarik keuntungan dengan
4

membuka peluang bisnis di bidang pembiaayaan dan fasilitas jasa keuangan

(finance) Ketika proses pelaksanaan pembayaran pengangsuran kredit, dapatterjadi

proses perpindahan hak milik atau jual beli yang dilakukan debitur kepada pihak

lain atas barang yang sedang berada dalam proses kredit, atau dikenal denganistilah

over kredit kredit.4 Untuk membuktikan hak dan kewajiban para pihak baik kreditur

maupun debitur, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai apa

yang diperjanjikan, maka perjanjian tersebut perlu dituangkan ke dalam suatu

perjanjian tertulis, yang menurut undang-undang disebut akta resmi.5 Pada

pelaksanaan pembayaran kredit, maka akan muncul 2 (dua) kemungkinan, yaitu,

pertama pelaksanaan pembayaran dilakukan secara lancar atau selesai, kedua,

pelaksanaan pembayaran kredit macet atau tidak selesai. Proses jual beli antara

debitur dan pihak yang akan melanjutkan kredit biasanya dilakukan dengan

perjanjian jual beli tertulis sebagai bukti telah terjadi proses jual beli. Apabila

ditinjau dari sudut pembuktian yang berlaku di Indonesia, maka bukti yang paling

kuat adalah bukti dalam bentuk akta otentik, seperti yang diatur dalam Pasal 1870

KUH Perdata.

Dalam suatu perjanjian jaminan, ada perjanjian kredit yang merupakan

perjanjian pokoknya, dan perjanjian jaminannya tersebut merupakan perjanjian

ikutan atau biasa disebut assecoir. Keberadaan perjanjian jaminan tersebut sangat

tergantung kepada perjanjian pokoknya. Dalam melakukan pembiayaan dalam

4
Jurnal, Yoan Budiyanto, Perlindungan Hukum Bagi Perusahaan Lembaga Pembiayaan
Selaku Kreditor Terhadap Musnah Atau Dialihkannya Objek Jaminan Fidusia, Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012, h. 5
5
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Yogyakarta :Liberty, 1999,
h. 4
5

lembaga perbankan, maka bank mengharuskan adanya suatu jaminan atau agunan

dari debitur. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk

memberikan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapatdinilai

dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.6 Selain itu, jaminan juga dapat

diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang

yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali

dengan hukum benda.7 Dalam praktik perbankan ada kebutuhan untuk

menjaminkan barang bergerak, tetapi tanpa penyerahan barang secara fisik. Praktik

seperti ini tidak dapat menggunakan lembaga gadai (karena ada syarat penyerahan

benda) dan juga tidak dapat digunakan hipotik (karena hanya diperuntukkan untuk

barang tidak bergerak saja). Kemudian, dicarikanlah cara agar dapat menjaminkan

barang bergerak tanpa penyerahan fisik barang tersebut. Sehingga ditemukanlah

suatu rekayasa untuk memenuhi kepentingan praktek seperti ini, dengan jalan

pemberian jaminan fidusia, yang akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh

yurisprudensi, baik di negeri Belanda maupun di Indonesia.8

Peraturan mengenai fidusia diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 tentang Fidusia, yang selanjutnya disebut Undang-Undang Fidusia dan

disingkat UUF. Fidusia dalam bahasa Indonesia seringkali disebut juga

“penyerahan hak milik secara kepercayaan”. Dalam terminologi Belanda, sering

disebut juga dengan fiduciare eigendom overdracht, dan dalam bahasa Inggris

6
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan,
Yogyakarta:Liberty, 1984, h 50
7
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang CreditVerband, Gadai dan Fidusia,
Bandung: Alumni, 1987, h 227
8
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan Pertama, Bandung:Citra Aditya Bakti,2000, h.
5
6

sering disebut dengan istilah fiduciary transfer of ownership.9 Jaminan fidusia

adalah jaminan terhadap hutang debitur yang bersifat kebendaan (baik utang yang

telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari), yang secara prinsip

memberikan benda bergerak, mupun benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat

dengan Hak Tanggungan dan Hipotik, sebagai jaminan dengan memberikan

penguasaan dan kenikmatan atas benda objek jaminan utang tersebut tetap berada

kepada pemilik benda atau debitur (dengan jalan pengalihan hak milik atas benda

objek jaminan tersebut kepada kreditur), dan setelah itu pihak kreditur akan

menyerahkan kembali penguasaan dan kenikmatan atas benda tersebut kepada

debiturnya secara kepercayaan (fiduciary)10

Perjanjian penjaminan atas barang dengan fidusia harus dibuat tertulis secara

notariil.. Fidusia telah mengalami perkembangan yang cukup berarti misalnya

menyangkut kedudukan para pihak. Sehubungan dengan penjaminan ini, apa yang

harus dilakukan oleh penerima fidusia (kreditur). Apabila pemberi fidusia (debitur)

melalaikan kewajibannya atau cidera janji yang berupa lalainya. Pemberi fidusia

(debitur), memenuhi kewajibannya pada saat pelunasan utangnya sudah matang

untuk ditagih, maka dalam peristiwa seperti itu penerima fidusia (kreditur) bisa

melaksanakan eksekusinya atas benda jaminan fidusia. Ketentuan ini didasarkan

pada Pasal 29 ayat 1 (a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia yang berdasarkan Ketuhanan Maha Esa, Irah-irah inilah yang memberikan

titel eksekutorial yang mensejajarkan kekuatan akta tersebut dengan putusan

9
Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, Jakarta:Penerbit Erlangga, 2013, h 101
10
Ibid, h 102
7

Pengadilan. Sehubungan dengan penjaminan ini, apa yang harus dilakukan oleh

penerima fidusia (kreditur). Apabila pemberi fidusia (debitur) malalaikan

kewajibannya atau cidera janji.

Dalam hal perjanjian kredit, debitur dalam akta Perjanjian Kredit setuju

bahwa jangka waktu Fasilitas Kredit yang diberikan berdasarkan Perjanjian Kredit

dan harus sudah dibayar lunas oleh Debitur selambat-lambatnya pada tanggal

ditanda tanganinya akta Perjanjian Kredit tersebut. Bank dengan pemberitahuan

secara tertulis terlebih dahulu kepada Debitur dapat menetapkan bahwa Fasilitas

Kredit berdasarkan Perjanjian Kredit ini menjadi jatuh tempo dan harus segera

dibayar, jika salah satu atau lebih peristiwa berikut ini terjadi (Peristiwa Kelalaian),

dengan syarat-syarat. Untuk dapat diberikan ganti rugi kepada kreditur, maka

kerugian yang ditimbulkannya tersebut haruslah diharapkan akan terjadi atau

sediannya sudah dapat diduga sejak saat dilakukannya perbuatan yang

menimbulkan kerugian tersebut. Ketentuan seperti ini tidak berlaku jika tidak

dipenuhinya kontrak tersebut disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.

Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menulis lebih lanjut dengan

melakukan penelitian dengan judul : “Tinjauan Yuridis Perjanjian Jual Beli

Dengan Pembebanan Fidusia ( Studi Kasus Putusan Perkara Nomor. 215 / Pdt

.G /2018 / PN.DPK.)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka disusunlah rumusan

masalah yang akan menjadi fokus pembahasan pada penelitian ini, sebagai

berikut:
8

1. Bagaimanakah Penerapan Jaminan Fidusia Dalam Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999?

2. Bagaimana Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika terjadi

Wanprestasi ?

3. Bagaimanakah Kasus Posisi Dan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan

Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK

C. Tujuan Penelitian DanManfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut diatas,

adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah Penerapan Jaminan Fidusia Dalam Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999?

2. Bagaimana Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika terjadi

Wanprestasi ?

3. Bagaimanakah Kasus Posisi Dan Pertimbangan Hakim Dalam Putusan

Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK

D. Metodologi Penelitian

Metodologi penelitian adalah cara mengetahui sesuatu untuk menemukan,

mengembangkan atau menguji kebenaran secara sistematik, logis dan empiris

maupun normatif dengan menggunakan cara-cara yang ilmiah. Secara singkat


9

dikatakan metodologi penelitian adalah ilmu yang mempelajari metode (cara)

penelitian. Hasil suatu penelitian berupa karya tulis ilmiah.

Agar penelitian ini berjalan dengan lancar serta memperoleh data dan hasil

yang dapat dipertanggung jawabkan, maka penelitian ini perlu menggunakan

suatu metodologi tertentu yang akan dilakukan dalam penelitian ini, sebagai

berikut:

2. Jenis Penelitian

Terhadap permasalahan yang telah dirumuskan di atas akan

dipecahkan dengan menggunakan metode yuridis-empiris, yaitu penelitian

hukum dengan cara mengumpulkan data-data atau fakta yang ada dengan

jalan mengadakan pengamatan dan penelitian di lapangan, selanjutnya dikaji

dan ditelaah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang terkaitdengan

penelitian sebagai acuan untuk memecahkan masalah. 11 Penelitian dengan

metode tersebut tidak cukup hanya dilakukan dengan melakukan studi atau

menelaah kaidah-kaidah hukum saja.

Penulis memilih jenis penelitian secara yuridis-empiris karena

penelitian ini berhubungan dan bertitik tolak pada segi-segi hukum positif

atau hukum yang berlaku saat ini, yang berupa ketentuan peraturan

perundang-undangan dan ketentuan lainnya yang kemudian dihubungkan

dengan praktek yang terjadi di lapangan.

11
Ronny H. Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1998, h. 52
10

Dalam penulisan ini adalah menelaah peraturan perundang-

undangan tentang Jaminan Fidusia Dalam Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 yang kemudian dihubungkan dengan data-data tentang Kerja

sama antara Putusan Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK

3. Bahan Penelitian

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer yaitu bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat yang terdiri dari norma dasar atau kaidah dasar,

peraturan dasar, peraturan perundang-undangan, dan sebagainya.

Adapun bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitiaan ini

adalah sebagai berikut:

1) Undang-Undang Nomor Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999 Tentang Jaminan Fidusia

2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)

b. Bahan Hukum Sekunder

Putusan Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK Termasuk

pula bahan yang menjelaskan tentang bahan hukum primer. Dalam hal

ini adalah seperti buku-buku hukum, Jurnal, berita, makalah, tesis,

disertasi, dan lain sebagainya yang menjelaskan bahan hukum primer

diatas.

4. Metode Analisa Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan

data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
11

ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang

disarankan oleh data.12

Adapun analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara

kualitatif. Data yang diperoleh diolah dengan metode kualitatif, yaitu

dinyatakan oleh sumber, baik secara lisan maupun tulisan yang dipelajari

sebagai sesuatu yang utuh, yaitu dengan menggabungkan antara

permasalahan dan data yang diperoleh untuk tercapainya kesimpulan

tertentu sehingga diperoleh hasil yang signifikan dan ilmiah. Proses analisis

data dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang

terkumpul dari berbagai sumber.

Metode analisa data kualitatif, artinya data-data yang dikumpulkan

bukan berupa angka-angka, ataupun grafik yang dapat diukur secara akurat,

melainkan data-data yang dikumpulkan berupa catatan di lapangan dan

dokumen resmi lainnya yang menunjangan dan relevan. Sehingga Tujuan

dari penelitian ini adalah untuk mengungkap fakta, keadaan, fenomena

(empirik) yang terjadi saat penelitian dan menyuguhkannya secara

mendalam dan objektif.13 Oleh karena itu, penggunaan analisa kualitatif

dalam penelitian ini adalah dengan mencocokan antara yang terjadi

dilapangan dengan teori dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Objek Penelitian

12
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosakarya, 2001,
h 103
13
Penelitian Deskriptif Kualitatif, http://www.informasi-pendidikan.com, diakses pada 14
November 2019
12

Objek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Perjanjian Jual Beli

dengan jaminan Fidusia yang tertuang dalam Putusan Perkara Nomor. 215

/ Pdt .G /2018 / PN.DPK


BAB II

KAJIAN TORI PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN

PEMBEBANAN JAMIANAN FIDUSIA

A. Tinjauan Tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Menurut ketentuan Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dijelaskan

bahwa “ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

2. Asas Perjanjian

Membicarakan akibat dari perjanjian kita tidak bisa lepas dari ketentuan

Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata, yang membawa arti penting tentang itikad

baik dan kepatutan serta kebiasaan. Bila dalam perjanjian tidak sesuai dengan

maksud para pihak, maka kita harus berpaling pada ketentuan Pasal 1338 dan Pasal

1339 KUH Perdata agar supaya perjanjian yang patut dan pantas sesuai dengan asas

kepatutan yang membawa pada keadilan. Di dalam KUH Perdata dikenal adanya

asas hukum perjanjian, asas-asas hukum perjanjian tersebut adalah:

13
14

1) Asas kebebasan mengadakan perjanjian ( kebebasan berkontrak ).

2) Asas konsensualisme.

3) Asas kepercayaan.

4) Asas kekuatan mengikat.

5) Asas kebiasaan

3. Syarat sahnya suatu perjanjian

1) Tidak semua perjanjian yang dibuat oleh setiap orang sah dalam

pandangan hukum. Untuk itu ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata menentukan sebagai berikut. Untuk sahnya perjanjian

diperlukan empat syarat yaitu : Sepakat mereka untuk mengikatkan

dirinya.

2) Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

3) Suatu hal tertentu.

4) Suatu sebab yang halal.

4. Berlakunya Perjanjian

Di dalam KUH Perdata membedakan tiga Golongan untuk berlakunya

Perjanjian :

a. Perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian, pada asasnya

perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian

itu dan ini merupakan asas pribadi seperti apa yang tercantum Pasal 1315 jo
15

Pasal 1340. Selanjutnya akan kita lihat lebih jelas pada Pasal 1340 ayat (1)

KUH Perdata, bahwa persetujuan-persetujuan akan berlaku antara pihak-pihak

yang membuatnya. Oleh karena itu apa yang diperjanjikan oleh pihak-pihak

merupakan undang-undang bagi pihak tersebut, setiap perubahan, pembatalan

atau perbuatan-perbuatan hukum lainnya yang ada kaitannya dengan perjanjian

itu harus mendapat persetujuan bersama dan sama sekali tidak diperkenankan

dilakukan secara sepihak.

b. Perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak, yaitu

perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak suatu saat kemungkinan dapat pula

diberlakukan pada ahli waris, dan juga berlaku pada mereka yang mendapat

hak. Berlakunya bagi ahli waris dengan asas hak umum dan sifatnya kuantitatif,

artinya semua ketentuan yang ada dalam perjanjian segala akibatnya akan jatuh

kepada ahli waris. Akibat tersebut bisa merupakan hak atau kewajiban.

Berlakunya bagi mereka yang memperoleh Hak dengan asas hak khusus dan

sifatnya kualitatif, artinya ketentuan dari perjanjian yang jatuh pada mereka

yang memperoleh hak-haknya perjanjian dengan kualitas tertentu atau khusus

hak-hak saja.

c. Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga, yaitu perjanjian berlakunya untuk pihak

ke tiga dalam arti adanya janji bagi kepentingan pihak ke tiga (derdenbeding).14

Pada azasnya perjanjian berlaku bagi mereka yang membuat dan merupakan

azas pribadi. Namun bila kita lihat Pasal 1340 ayat (2) KUH Perdata dijelaskan

14
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Bina Cipta, 1979,h:52
16

bahwa persetujuan tidak boleh menguntungkan dan merugikan pihak ke tiga,

kecuali mengenai apa yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yaitu janji

kepentingan bagi kepentingan pihak ketiga dalam hal:

1) Jika seorang memberi sesuatu pada orang lain;

2) Jika seseorang membuat janji demi kepentingan diri sendiri.

5. Berakhirnya Perjanjian

Tentang berakhirnya atau hapusnya suatu perjanjian tidak sama dengan

hapusnya perikatan, karena suatu perikatan dapat dihapus, sedangkan perjanjiannya

yang merupakan sumbernya masih tetap.15 Sebagai contoh dalam perjanjian jual

beli barang, dengan dibayarnya harga berarti perikatan mengenai pembayaran

hapus, sedangkan perjanjiannya belum karena perikatan mengenai penyerahan

barang belum dilakukan. Di dalam Pasal 1266 disebutkan, bahwa berakhirnya

perjanjian karena pembatalan, yaitu syarat batal selalu dicantumkan dalam

persetujuan persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak

memenuhi kewajibannya. Akan tetapi perlu diingat sekalipun tidak menunaikan

kewajibannya merupakan syarat pembatalan namun pembatalan itu tidak dengan

sendirinya . Pembatalan harus dimintakan ke Pengadilan.16

Di dalam Pasal 1066 ayat (1) KUH Perdata disebutkan tidak seorangpun

yang mempunyai bagian dalam harta peninggalan diwajibkan menerima

15
Ibid, h 68.
16
M. Yahya Harahap, Op.Cit. h 6192
17

berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi, dalam Pasal 1066

ayat (4) bahwa perjanjian berlakunya hanya lima tahun , setelah lewat waktu

persetujuan tersebut dapat diperpanjang lagi. Di dalam Pasal 1646 ayat (1) dengan

lewatnya waktu untuk apa persekutuan diadakan, ayat (2) KUH perdata disebutkan

bila musnahnya barang, ayat (3) kehendak para pihak, ayat (4) jika salah seorang

sekutu meninggal dunia. Hapusnya perjanjian / perikatan juga diatur dalam Bab IV

Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mulai dari Pasal 1381, yang

merupakan ketentuan yang bersifat memaksa karena ketentuan tersebut merupakan

suatu ketentuan yang menentukan kapan suatu kewajiban dilahirkan, tidak dari

perjanjian melainkan juga oleh undang-undang menjadi berakhir.

Berdasarkan ketentuan di atas maka berakhirnya perjanjian dapat dirumuskan :

1) Karena pembayaran;
2) Karena berakhirnya perjanjian telah ditentukan oleh para pihak;
3) Karena ditentukan undang-undang;
4) Karena musnahnya barang;
5) Karena kehendak para pihak;
6) Karena peristiwa tertentu salah satu sekutu meninggal dunia;
7) Karena putusan hakim;
8) Karena tujuan dari perjanjian telah tercapai;
9) Karena lewatnya waktu.
10) Karena berlakunya syarat pembatalan, yang diatur dalam ketentuan
mengenai perikatan dengan syarat batal.

B. Tinjauan Tentang Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli


18

Istilah perjanjian jual beli berasal dari terjemahan contract of sale.Perjanjian

jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata. Menurut

Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang

satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain

untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak

yang menyerahkan barang dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang

yang dijual17 Di sini dapat diambil unsur essensialia dari jual beli, yaitu penjual

menyerahkan barang (obyek jual beli), dan pembeli membayar harga.

2. Para Pihak Dalam Jual Beli

3. Setiap perjanjian jual beli akan menimbulkan kewajiban-kewajiban dan

hak-hak bagi kedua belah pihak atau pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu.

Hak dan kewajiban ini adalah :18

1) Hak yang diberikan kepada penjual untuk mendesak pembeli membayar

harga, tetapi penjual juga berkewajiban menyerahkan barangnya kepada

pembeli.

17
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia ,Jakarta : Balai Pustaka, 2000, h. 366.
18
C.S.T.Kansil,HukumPerdata I (Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata) , Jakarta : PT.
Pradnya Paramita, 1999, h. 238.
19

2) Hak yang diberikan kepada pembeli untuk mendesak kepada penjual

menyerahkan barangnya yang telah dibeli, tetapi pembeli juga berkewajiban

membayar harga pembelian tersebut.

3. Obyek Jual Beli

Obyek dari jual beli adalah prestasi, yaitu debitur berkenaan atas suatu

prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Wujud dari prestasi adalah memberi

sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).

C. Tinjauan Tentang Jaminan Fidusia

1. Pengertian dan Sifat Jaminan Fidusia

Pengertian Jaminan Fidusia Dalam ketentuan pasal 1 angka 1 undang-

undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa yang dimaksud

dengan fidusia adalah “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya diadakan

tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Adapun yang dimaksud dengan

jaminan fidusia menurut pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 42 tahun 1999 yaitu

“Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi
penulasan gutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada intinya fidusia

merupakan penyerahan hak milik secara kepercayaan terhadap suatu benda


20

dari debitur kepada kreditur, karena hanya penyerahan hak milik secara

kepercayaan, maka hanya kepemilikannya saja diserahkan sedangkan

bendanya masih tetap dikuasai debitur atas dasar kepercayaan dari kreditur.

2. Prinsip-Prinsip Jaminan Fidusia

Jaminan Fidusia sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah hak

jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwud dan

tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan

yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi

pelunasan tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya. Dalam Undang-Undang Jaminan

Fidusia, pembentuk Undang-Undang tidak mencantumkan secara tegas asas-asas

hukum jaminan fidusia yang menjadi fundamen dari pembentukan norma

hukumnya. Oleh karena itu untuk menemukan asas-asas hukum jaminan fidusia

dicari dengan jalan menelaah pasal demi pasal dari Undang-Undang Jaminan

Fidusia tersebut.8Adapun asas pokok dalam Jaminan Fidusia, yaitu:

a. Asas Spesialitas atas Fixed Loan

Asas ini ditegaskan dalam Pasal 1 dan 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia.

Objek jaminan fidusia merupakan agunan atau jaminan atas pelunasan

utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.Oleh karena itu, objek jaminan

fidusia nharus jelas dan tertentu pada satu segi, dan pada segi lain harus

pasti jumlah utang debitur atau paling tidak dipastikan atau diperhitungkan

jumlahnya (verrekiningbaar,deductable).
21

b. Asas asscesoir

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Jaminan Fidusia, jaminan fidusia adalah

perjanjian ikutan dari perjanjian pokok (principal agreement). Perjanjian

pokoknya adalah perjanjian utang, dengan demikian keabsahan perjanjian

jaminan fidusia tergantung pada perjanjian pokok, dan penghapusan benda

objek jaminan fidusia tergantung pada penghapusan perjanjian pokok.

c. Asas Droit de Suite Menurut Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Jaminan

Fidusia dinyatakan Jaminan Fidusia tetap mengikuti benda yang menjadi

objek Jaminan Fidusia dalam tangan siapapun berada, kecuali

keberadaannya pada tangan pihak ketiga berdasarkan pengalihan hak atas

piutang atau cessie berdasarkan Pasal 613 KUHPerdata. Dengan demikian,

hak atas jaminan fidusia merupakan hak kebendaan mutlak atau in rem

bukan hak in personam.

d. Asas Preferen (Droit de Preference) Pengertian Asas Preferen atau hak

didahulukan ditegaskan dalam Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Jaminan

Fidusia yaitu memberi hak didahulukan atau diutamakan kepada penerima

fidusia terhadap kreditur lain untuk mengambil pemenuhan pembayaran

pelunasan utang atas penjualan benda objek fidusia. Kualitas hak

didahulukan penerima fidusia, tidak hapus meskipun debitur pailit atau

dilkuidasi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang

Jaminan Fidusia

3. Objek dan Subjek Jaminan Fidusia


22

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia,yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang

terdiri dari benda dalam persediaan, benda dalam dagangan,piutang, peralatan

mesin dan kendaraan bermotor19Namun dengan berlakunya Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1999, yang dapat menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam

Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun

1999, benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia adalah:20

1. Benda yang dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum


2. Dapat berupa benda berwujud.
3. Benda berwujud termasuk piutang.
4. Benda bergerak.
5. Benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan Hak
Tanggungan ataupun hipotek.
6. Baik benda yang ada ataupun akan diperoleh kemudian.
7. Dapat atas satu satuan jens benda.
8. Dapat juga atas lebih dari satu satuan jenis benda.
9. Termasuk hasil dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia
10.Benda persediaan.

19
Salim,Op.Cit., hal. 64.
20
Munir fuady,Op.Cit., hal. 23
BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Analisa Dan Pembahasan Mengenai Penerapan Jaminan Fidusia Dalam

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

Jaminan fidusia diakui berdasarkan yurisprudensi. Kemudian pengaturan

jaminan fidusia dilakukan secara sporadis sebagaimana diatur dalam UU Nomor 4

Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukinan. Pengaturan secara komprehensif

jaminan fidusia dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 memberikan makna yang sangat

berarti dan manfaat dalam upaya pembangunan hukum nasional, sekaligus

merupakan salah satu perwujudan jawaban reformasi hukum, khususnya dunia

usaha menyelesaikan utang piutang atau kredit bank yang menggunakan jaminan

fidusia. Hal tersebut, antara lain karena salah satu sebab banyak kredit macet adalah

menggunakan jaminan fidusia, dimana kalau terjadi eksekusi jaminan fidusia sulit

atau tidak dapat dilaksanakan karena beragai masalah yang terkandung dalam

jaminan fidusia itu sendiri. Dengan penegasan konstruksi dalam UU Nomor 42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa benda yang menjadi jaminan fidusia

tetap berada dalam penguasaan debitor atau pemberi jaminan fidusia, agar debitor

tidak terlambat untuk usahanya dan mempergunakan benda jaminan, dapat

menciptakan iklim usaha dan perdagangan yang sehat dan dinamis sehingga para

pelaku ekonomi dan pelaku usaha dapat berkembang dan maju tanpa mengabaikan

kewajiban-kewajibannya. Dengan pengaturan jaminan fidusia secara komprehensif

dalam UU Fidusia adalah :

23
24

mempunyai kedudukan yang diutamakan bagi kreditor penerima fidusia; menjamin

utang baik yang telah ada maupun yang masih akan ada; jaminan fidusia wajib

didaftarkan; sertifikat jaminan fidusia berkekuatan eksekutorial; pembebanan

jamainan fidusia tidak dapat dilakukan pembebanan ulang; jaminan fidusia

mengikuti obyeknya dalamtangan siapapun. Undang-undang Nomor 42 Tahun

1999 tentang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa benda yang dibebani dengan

jaminan fidusia wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Benda yang

menjadi obyek jaminan fidusia tersebut, dapat berupa benda bergerak yang

berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani

hak tanggungan sebagaimana ditentukan dalam UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan

. UU Fidusia menegaskan secara jelas bahwa jaminan fidusia adalah agunan

atas kebendaan atau jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid, security right in rem)

yang memberikan kedudukan yang didahulukan kepada Penerima Fidusia.

Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya, hak

yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan

Pemberi Fidusia21 Penegasan dimaksud menghilangkan keraguan dan pendapat

bahwa jaminan fidusia tidak menimbulkan hak agunan atas kebendaan, melainkan

hanya merupakan perjanjian obligatoir yang melahirkan hak yang bersifat

‘persoonlijk’ (perorangan) bagi kreditor. Selain itu UU Fidusia juga menegaskan

bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan atau aksesor (accesoir) dari

suatu perjanjian pokok, hal ini berbeda dengan anggapan yang berlaku di Jerman

21
Lihat Pasal 1 butir 2 Pasl 27 UU Fidusia
25

bahwa FEO tidak bersifat aksesor, akibat dari sifat ikutan jaminan fidusia adalah

bahwa jaminan fidusia hapus demi hukum bilamana utang yang dijamin dengan

jaminan fidusia dihapus

Undang-undang Fidusia mengatur bahwa yang dapat dijadikan obyek

jaminan fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan hak kepemilikan

tersebut dapat dialihkan, baik benda itu berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar

maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak dengan syarat bahwa

benda tersebut tidak dibebani dengan hak tanggungan sebagaimana dimaksuddalam

Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atau hipotek

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 ayat 3 KUH Dagang Jis Pasal 1162dst KUH

Perdata. Memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam UU Fidusia yang menegaskan

bahwa yang dimaksud dengan benda adalah termasuk piutang (receivables), maka

jaminan fidusia sebagaimana diatur dalam UU Fidusia telah menggantikan FEO

dan Cessi jaminan atas piutang-piutang (zekerheidscessie van schuldvorrinen,

fiduciary assignment of receivables) yang dalam praktek pemberian kredit banyak

digunakan. Selanjutnya UU Fidusia mengatur bahwa selain benda yang dimiliki

pada saat dibuatnya jaminan fidusia juga benda yang diperoleh kemudian dapat

dibebani dengan jaminan fidusia, hal ini berarti bahwa benda tersebut demi hukum

akan menjadi milik Pemberi Fidusia, berkenaan denganpembebanan jaminan fidusia

atas benda, termasuk piutang yang diperoleh kemudian UU Fidusia menetakan

bahwa tidak perlu dibuat perjanjian jaminan fidusia tersendiri, oleh karena sudah

dilakukan pengalihan hak kepemilikan “sekarang untuk nantinya” atas benda

tersebut dimungkinkan pembebanan jaminan


26

fidusia atas benda yang diperoleh kemudian sangat membantu dan menunjang

pembiayaan pengadaan/pembelian persediaan (stock) bahan baku dan bahan

penolong, khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia,

UU Fidusia mengatur bahwa jaminan fidusia meliputi hasil tersebut, demikian pula

jaminan fiduisa meliputi klaim asuransi, sehingga klaim asuransi tersebut akan

menggantikan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia bilamana benda tersebut

musnah. Penguasaan objek fidusia oleh debitur pada umumnya dalam praktek

pemberian fidusia benda yang dipakai sebagai jaminan fidusia yang diserahkan hak

miliknya kepada kreditur disebutkan dengan rinci. Penyebutan tidak hanya tertuju

kepada banyaknya atau satuannya dan jenisnya saja, tetapi biasanya dirinci lebih

lanjut seperti merknya, ukurannya kualitasnya keadaannya dan lain sebagainya. 22

Kesemua itu sudah tentu untuk menghindarkan sengketa yang berkepanjangan di

kemudian hari. Pada bank-bank tertentu atau pemberian jaminan fidusia itu

dilakukan dengan akta di bawah tangan, telah tersedia blangko formulir yang diisi

dengan penyebutan secara rinci benda objek wisata23 Didalam perjanjian biasanya

diperjanjikan bahwa peminjam pakai (pemilik asal) boleh mempergunakan benda

fidusia sesuai dengan maksud dan tujuannya, dengan kewajiban untuk memelihara

dan memperbaiki semua kerusakan benda fidusia atas biaya dan tanggungan

debitur/peminjam sendiri. Peminjam pakai dilarang untuk menyewakan benda

fidusia kepada orang lain tanpa seizing dari kreditur. Kreditur memperjanjikan

bahwa ia atau kuasanya sewaktu-waktu berhak untuk melihat adanya dan keadaan

22
Yurizal, Aspek Pidana Dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,
Cet.10, Media Nusa Creative, 2015, hal. 37
23
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 129
27

dari benda fidusia, dan melakukan atau suruh melakukan sesuatu yang seharusnya

dilakukan oleh debitur/peminjam pakai, kalau ia lalai untuk melakukannya.

Kesemuanya atas beban dan tanggungan debitur/peminjam pakai. Kreditur

memperjanjikan bahwa debitur/peminjam pakai wajib untuk mengasuransikan

benda fidusia pada perusahaan asuransi yang disetujui atau ditunjuk oleh peminjam

pakai (pemilik asal), dengan syarat-syarat dan untuk suatu jumlah yang disetujui

oleh kreditur, sedang biaya premi menjadi tanggungan debitur/peminjam pakai.

Dalam hal asuransi tekah ditutupsebelum benda fidusia dijaminkan, maka kreditur

selalu mensyaratkan pencantuman Banker,s clause24

Sekalipun dalam aktanya disebutkan bahwa jaminan tersebut dilakukan dengan

menyerahkan hak milik atas benda jaminan kepada kreditur tetapi kesemuanya

hanyalah dimaksudkan untuk dikuasai oleh kreditur sebagai jaminan saja. Hal itu

tampak dari klausula perjanjian penjaminannya dan dalam hal ada penjualan atas

benda fidusia. Kreditur berhak untuk mengambil pelunasan atas tagihannya dari

hasil penjualan benda fidusia, namun di lain pihak ia berkewajiban untuk

menyerahkan sisa hasil penjualan itu kepada debitur/pemberi penjamin. Hal ini

menunjukkan bahwa secara materiil benda jaminan masih menjadi hak

debitur/pemberi jaminan25 Bahwa orang bisa mengalihkan hak kepemilikan dengan

tetap menguasai bendanya, bukan barang baru karena hal seperti itu walaupun tidak

dikatakan secara tegas oleh undang-undang tetapi dapat diterima sebagai memang

dibenarkan dalam undang-undang. Para sarjana melihat Pasal 540 dan Pasal 1697

24
Ibid. hal. 132
25
Ibid.
28

BW sebagai dasar diterimanya penyerahan secara constitutum possesserium. Harus

diakui bahwa penyerahan seperti itu merupakan perkecualian atas ketentuan umum

yang diletakkan dalam Pasal 613 BW. Selanjutnya yang menjadi istimewa dalam

fidusia adalah karena benda yang diserahkan kepemilikannya oleh debitur secara

kepercayaan sebagai jaminan hutang adalah benda bergerak, yang dibiarkan ada

dalam tangan debitur/pemberi fidusia, sedangkan ketentuan Pasal 1152 BW

mengharuskan jaminan dikeluarkan penguasaan pemberi jaminan. Penerima fidusia

wajib menerima sertifikat jaminan fidusia dan tembusan diserahkan kepada debitur.

Di mana dengan adanya sertifikat jaminan fidusia kreditur mempunyai hak untuk

melakukan eksekusi terhadap benda yang dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.

Penerima fidusia juga mempunyai hak untuk menjual/melelang terhadap benda

yang dijadikan objek jaminan fidusia. Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai

jaminan, kreditur wajib mengembalikan. Pihak debitur dilarang untuk melakukan

fidusia ulang terhadap benda yang sudah menjadi objek jaminan yang sudah

didaftarkan. Selain itu debitur juga dilarang untuk mengalihkan, menggadaikan,

menyewakan kepada pihak lain terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia

yang sudah terdaftar kecuali ada suatu perjanjian tertulis dari penerima fidusia.

Sedangkan di pihak debitur wajib untuk menyerahkan benda yang menjadi objek

jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dan menerima

kelebihan hasil eksekusi yang melebihi nilai jaminan, namun apabila setelah

pelaksanaan eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, pihak debitur tetap

bertanggung jawab atas hutang yang belum terbayar. Melihat dari sisi struktur

hukumnya sering terjadi kasus yang dilaporkan kepada pihak kepolisian, di mana
29

masih banyak lembaga finance atau kreditur yang tidak dapat melampirkan

sertifikat fidusia padahal objek yang dilaporkan adalah merupakan objek jaminan

fidusia sehingga hal tersebut akan berimplikasi pada status hak kebendaan dan

teknis dari penerapan pasal persangkaan pidananya, apakah menerapkan undang-

undang fidusia ataukah penerapan pasal-pasal di dalam KUH Pidana atau bahkan

masih membutuhkan kejelasan status hak terlebih dahulu dengan mekanisme acara

perdata. Didalam hal proses eksekusi dilakukan dengan mengajukan gugatan

perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara biasa hingga turunnya

kekuatan hukum yang tetap.

B. Analisa Dan Pembahasan Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika

terjadi Wanprestasi

Tanggung jawab dalam hukum perdata berupa tanggung jawab seseorang

terhadap perbuatan yang melawan hukum. Perbuatan melawan hukum memiliki

ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan

melawan hukum tidak hanya mencakup perbuatan yang bertentangan dengan

undang-undang pidana saja, akan tetapi jika perbuatan tersebut bertentangan

dengan undang-undang lainnya dan bahkan dengan ketentuan-ketentuan hukum

yang tidak tertulis. Ketentuan perundang-undangan dari perbuatan melawan hukum

bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang

dirugikan. Tanggung jawab tersebut mengenai kewajiban untuk menebus

(mengganti) terhadap apa yang telah dilakukannya yang menimbulkan kerugian.

Dasar pertanggungjawaban adalah kewajiban membayar ganti rugi atas tindakan

yang menimbulkan kerugian, dan kewajiban untuk melaksanakan janji yang telah
30

dibuat atau sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Tanggung jawab dalam

suatu perjanjian dapat timbul apabila terjadi suatu keadaan yang dinamakan

wanprestasi.

Wanprestasi adalah keadaan dimana seorang telah lalai untuk memenuhi

kewajiban yang diharuskan oleh Undang-Undang. Jadi wanprestasi merupakan

akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum. Mengenai bentuk wanprestasi

ada empat macam yaitu sebagai berikut :26

a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;

b. Melaksanakan apa yang dijanjiakannya, tetapi tidak sebagaimana yang

dijanjikan;

c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;

d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya;

Wanprestasi dihubungkan dengan perjanjian kredit adalah suatu keadaan

dimana seorang debitur yang dimaksud tidak memenuhi kewajiban. Kewajiban

debitur yang dimaksud adalah debitur harus membayar kembali kredit yang telah

dipinjamnya setelah jangka waktu tertentu. Pemberian jangka waktu itu penting

sebab jika tidak ditentukan batas sampai tanggal berapa debitur paling lambat harus

telah memenuhi prestasi maka debitur akan beranggapan bahwa kreditur akan

menerima prestasi yang ditetntukan setiap waktu dan waktu tersebut dapat diulur-

ulur sampai kapan saja tanpa adanya wanprestasi. Adanya tenggang waktu tersebut

betujuan untuk mencegah debitur yang beritikad tidak baik yang hendak menunda-

26
Iswi Hariyani, dan R. Serfianto D.P, Bebas Jeratan Utang Piutang, (Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2010), hal.112
31

nunda pemenuhan prestasi tersebut. Jika dihubungkan dengan kredit macet, ada tiga

macam perbuatan yang digolongkan dengan wanprestasi yaitu;

1. Debitur sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit beserta

bunganya;

2. Debitur membayar sebagian angsuran kredit beserta bunganya;

3. Debitur membayar lunas kredit beserta bunganya setelah jangka

waktu yang diperjanjikan berakhir. Hal ini tidak termasuk debitur

membayar lunas setelah perpanjangan jangka waktu kredit yang

telah di setujui kreditur atas permohonan debitur27

Debitur jika tetap tidak mau atau tidak mampu memenuhi perjanjian kredit,

maka debitur tersebut dapat digugat oleh pihak kreditur melalui Pengadilan Negeri

atas dasar wanprestasi. Dalam keaadaan tertentu, Bank sebagai kreditur juga dapat

melakukan Parate Eksekusi, yaitu eksekusi obyek jaminan tanpa melalui penetapan

Ketua Pengadilan Negeri. Agar Parate Eksekusi tersebut bisa berjalan dengan

lancar maka pada saat membuat perjanjian jaminan harus disertai klausul berupa

“janji” dari pihak debitur kepada pihak kreditur yang menyatakan bahwa pihak

debitur tidak akan keberatan terhadap pelaksanakan Parate Eksekusi apabila terjadi

kredit macet atau wanprestasi. Aturan tentang Parate Eksekusi di bidang Jaminan

Fidusia diatur dalam pasal 15 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia. Jadi, dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia apabila pihak

debitur cidera janji atau wanprestasi dan mengalami kredit macet maka dalam pasal

27
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,( Rineka
Cipta, Jakarta, 2009), hal.163
32

29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jmainan Fidusia pihak kreditur

dapat melakukan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia

dengan cara pelaksanakan titel eksekutorial sebagaimana dimaksud dalam pasal 15

ayat (2) oleh penerima fidusia atau kreditur.

Hal ini dsiperkuat dengan Putusan Mahkamah Konstitusi nomor 18/PUU-

XVII/2019 Tentang pengujian Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia, yaitu Menyatakan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

sepanjang frasa kekuatan eksekutorial dan frasa sama dengan putusan pengadilan

yang berkekuatan hukum tetap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat

sepanjang tidak dimaknai terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan

tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara

sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur

hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan

berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap. Menyatakan Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor

42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

3889) sepanjang frasa cidera janji bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa adanya cidera janji tidak ditentukan
33

secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur

dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya

cidera janji. Menyatakan Penjelasan Pasal 15 ayat (2) Undang-Undang Nomor 42

Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

sepanjang frasa kekuatan eksekutorial bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum

mengikat sepanjang tidak dimaknai terhadap jaminan fidusia yang tidak ada

kesepakatan tentang cidera janji dan debitur keberatan menyerahkan secara

sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur

hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan

berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah

berkekuatan hukum tetap.

C. Analisa Dan Pembahasan Kasus Posisi Dan Pertimbangan Hakim Dalam

Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK.

1. Para Pihak

Martinus Gunawan, bertempat tinggal di Permata Palem Blok C No.9 Rt 002 Rw

007 Kel. Cirimekar, Kec Cibinong dalam hal ini memberikan kuasa kepada :

Laksana Budi Ermawan, S.H. MH,Sari Vemiantika, SH dan Abidin, SH.S.Ag.

masing-masing Advokat yang berkantor di Jl. Kijang 1/12a Semarang


34

berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 324/BLK/SK/IX/2018 tanggal 5

September 2018, (berdasarkan domisili elektronik untuk pemanggilan melalui

email), yang telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok tanggal

24 Oktober 2018 dengan Nomor 827/SK/PDT/2018/PN.Dpk, untuk selanjutnya

disebut sebagai

Penggugat………………………………………………………………………

……

Lawan

- Budi Cahyono, bertempat tinggal di Tangerang, Anggrek Jingga Blok C

Nomor : 9 RT.002/RW.007 Kelurahan Cirimekar, Kecamatan Cibinong,

Kabupaten Bogor, untuk selanjutnya disebut sebagai

…………….Tergugat I;

- Wigieg Sasongko, bertempat tinggal di Kebon Besar RT.001/RW.004 Desa

Kebon Besar, Batu Ceper Tangerang, untuk selanjutnya disebut sebagai

Tergugat

II;……………………………………………………………………

- Rima Nata Ranga Wungu, bertempat tinggal di Jalan Kenanga II Nomor 83

RT.002/RW.005 Kelurahan Depok Jaya. Kecamatan Pancoran Mas Kota

Depok, untuk selanjutnya disebut sebagai .................................. Tergugat

III;

- PT. Karya Zirang Utama Cabang Depok, tempat kedudukan Jalan

Margonda Raya Nomor : 07 Depok Lama untuk selanjutnya disebut

sebagai Tergugat
35

IV…………………………………………………………………………

……

- PT Tiarindo, tempat kedudukan Jalan Raya Serang Km 24.5 Kampung

Kosambi RT.01/RW.03 Balaraja Tangerang_Banten, dalam hal ini telah

memberi kuasa kepada : Mohammad Idris, S.Sos,SH.MH, Edi Yani,

SH.MH, Yasen, SH dan Ezrin Rosep, SH. masing-masing Advokat dan

Konsultan Hukum pada Kantor Muhamad Idris & Partners, berkantor di

Plaza 3 Pondok Indah, Blok E No.2 lantai 3 , Jalan TB Simatupang Raya

Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 17 Oktober 2018, yang

telah didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok tanggal 24

Oktober 2018 dengan Nomor 908/SK/PDT/2018/PN.Dpk, untuk

selanjutnya disebut sebagai Tergugat V;

…………………………………………………………………..

- PT Artha Asia Finance, tempat kedudukan Kencana Tower Lantai 5

Business Park Kebon Jeruk Jakarta Barat, dalam hal ini diwakili oleh Sandi

Purwadi selaku kepala PT Artha Asia Finance dan telah memberi kuasa

kepada : Althur S. Napitupu, SH.,MH. Ardhian Leonardus Hottua,SH dan

Sarah Aljena, SH, masing-masing Advokad dan atau legal officer pada

PT.Artha Asia Finance yang beralamat di : Kencana Tower Lt. 5 Business

Part Kebon Jeruk Jakarta Barat 11620, berdasarkan Surat Kuasa Subtitusi

Khusus tanggal 22 Oktober 2018, yang telah didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Depok tanggal 24 Oktober 2018 dengan Nomor


36

903/SK/PDT/2018/PN.Dpk, untuk selanjutnya disebut sebagai

……………………………………..Tergugat VI;

- PT Clipan Finance Indonesia Tbk, tempat kedudukan Ruko Bolsena Jl.

Raya Bolsena Blok A No. 21 Rt 0 Rw 0 Serpong, Tangerang, dalam hal ini

diwakili oleh Gita Puspa Kirana Darmawan selaku Diretur dan Engelbert

Rorong JR selaku Diretur dari PT Clipan Finance Indonesia Tbk dan telah

memberi kuasa kepada : Teguh Wiyono, SH, Romet Natarida Siboro, SH,

Handito Restu Widiantoto, SH, Rendra Mangapul Purba, SH dan Dirgo

Hanesa, SH. Kesemuanya adalah Staff Litigation PT.Clipan Finance

Indonesia, Tbk yang berkantor di Gedung Wisma Slipi Lt. 6, Jalan Letjen

S. Parman Kavling 12 Slipi, Jakarta Barat 11480, berdasarkan Surat Kuasa

Khusus tanggal 18 Oktober 2018, yang telah didaftarkan di Kepaniteraan

Pengadilan Negeri Depok tanggal 24 Oktober 2018 dengan Nomor

902/SK/PDT/2018/PN.Dpk, untuk selanjutnya disebut sebagai

……………………………..Tergugat VII;

-
2. Tentang Duduk Perkara

- Bahwa Penggugat dengan surat gugatan tanggal 25 September 2018 yang

diterima dan didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Depok pada

tanggal 25 September 2019 dalam Register Nomor

215/Pdt.G/2018/PN.Dpk, telah mengajukan gugatan sebagai berikut: 1.

Bahwa sekiranya akhir 2016 Tergugat I selaku DIREKTUR UTAMA PT

EMI MERAPI INDONESIA menyampaikan kepada Penggugat selaku


37

Direktur PT EMI MERAPI INDONESIA untuk berencana mengambil

beberapa unit truck karena ada PO dari CKB TRAKINDO

- Bahwa kemudian Tergugat I bersama temannya yaitu Tergugat II

menyampaikan kepada Penggugat bahwa akan ada investor yang siap

mendanai proyek sehingga perlu dirubah akta perusahaan dengan

memasukkan investor tersebut ke perusahaan dan Tergugat I harus keluar

dari perusahaan karena terkendala BI Cekking ;

- Bahwa namun demikian Tergugat I tetap memegang kendali PT EMI

MERAPI INDONSIA dengan alasannya dia yang mengaku kenal baik

dengan CKB TRAKINDO selaku pemberi order dan juga kenal baik dengan

Tergugat IV,Tergugat V,Tergugat VI,Tergugat VII sehingga dengan kenal

maka menurut Tergugat I akan lebih mudah bekerjasama ;

- Bahwa kemudian Tergugat I menyuruh Tergugat III untuk mengurus segala

macam surat menyurat dan meminta Penggugat menuruti untuk tandatangan

saja demi kelancaran perusahaan dan meminta agar mempercayakan segala

sesuatunya kepada Tergugat I sehingga Penggugat yakin dan percaya

mengingat Tergugat I adalah kawan lama yang juga bersama-sama

mendirikan PT EMI MERAPI INDONESIA;

- Bahwa atas desakan dan Permintaan Tergugat I dan Tergugat II maka

menandatangani PO dan perjanjian kredit untuk mengambil beberapa unit

sbb:

1) No.Kontrak 970211700087 berupa I unit Isuzu Type GVZ 34 K (tractor

Head) Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna Putih No.Mesin


38

:6HK1690918 No.Rangka :MHCGVZ34KGJ000055 No.Pol:B 9041

NEH yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui

Terguga6t

2) No.Kontrak 970211700088 berupa 1 unit Isuzu Type GVZ 34 K(tractor

Head)Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna Putih No.Mesin

6HK1690916 No.Rangka MHCGVZ34KGJ000056 No.Pol:B 9 9040

NEH yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui

Tergugat VI

3) I Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS Tahun 2017 Warna Putih No.Pol B 9205

NIN Nomor Rangka :MHCFVZ34THJ000270 Nomor Mesin

6HK1F004930 yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan

melalui Tergugat VII;

6. Bahwa atas unit tersebut diatas dimasukkan ke karoseri milik Tergugat V

karena kedekatan antara Tergugat I ,Tergugat II dengan Tergugat V

sehingga Tergugat I menyampaikan kepada Penggugat bahwa dengan

dimasukkan ke Tergugat V akan mendapatkan harga jauh lebih murah

karena sudah kenal baik

7. Bahwa kemudian unit-unit :

1) No.Kontrak 970211700087 berupa I unit Isuzu Type GVZ 34 K (tractor

Head) Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna Putih No.Mesin

:6HK1690918 No.Rangka :MHCGVZ34KGJ000055 No.Pol:B 9041

NEH yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui

Tergugat VI
39

2) No.Kontrak 970211700088 berupa 1 unit Isuzu Type GVZ 34 K(tractor

Head)Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna Putih No.Mesin

6HK1690916 No.Rangka MHCGVZ34KGJ000056 No.Pol:B 9 9040

NEH yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui

Tergugat VI

3) I(satu) Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS Tahun 2017 Warna Putih No.Pol

B 9205 NIN Nomor Rangka :MHCFVZ34THJ000270 Nomor Mesin

6HK1F004930 yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan

melalui Tergugat VII dikirim dan dikerjakan oleh Tergugat V tanpa

diketahui oleh Penggugat ;

8. Bahwa setelah unit-unit tersebut diatas dikerjakan baru Penggugat

dimintaTergugat I menandatangi berkas-berkas kosong di Mall Depok yang

katanya untuk memproses pengadaan unit ;

9. Bahwa melalui email Tergugat IV mengirim form untuk ditandatangai

Penggugat yang intinya agar pembayaran karoseri dari finance yang

sepengetahuan Penggugat dari Tergugat VI agar di transfer ke Rekening PT

EMI MERAPI INDONESIA

10. Bahwa rekening PT EMI MERAPI INDONESIA dikuasai dan dipegang

oleh Penggugat karena memang itu kesepakatan dengan Tergugat I ;

11. Bahwa karena untuk memudahkan proses maka Penggugat tidak

berkeberatan ,dan menurut Tergugat I dan Tergugat II dengan ditransfer ke

rekening PT EMI MERAPI INDONESIA maka Tergugat I dan Tergugat II

akan bayarkan ke Tergugat V dengan harga akan mendapatkan diskon ;


40

12. Bahwa kemudianTergugat IV melakukan transfer ke rekening PT EMI

MERAPI INDONESIA :

1) Tanggal 30 Mei 2017 sebesar Rp 400.345.118,- (Empat Ratus Juta Tiga

Ratus Juta Empat Puluh Lima Ribu Seratus Delapan Belas Rupiah) ;

2) Tanggal 09 Juni 2017 sebesar Rp 87.626.000,-(Delapan Puluh Tujuh

Juta Enam Ratus Dua Puluh Enam Ribu Rupiah) ; Sehingga total dana

yang ditransfer oleh Tergugat IV kepada PT EMI MERAPI

INDONESIA sebesar Rp 487.971.118,-(Empat Ratus Delapan Puluh

Tujuh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Satu Seratus Delapan Belas

Rupiah) ;

13. Bahwa kemudian Tergugat 1 dan Tergugat II meminta Penggugat agar dana

karoseri yg ditransfer ke PT EMI MERAPI INDONESIA segera

ditransferkan ke rekening istri Tergugat I dan istri Tergugat II dikarenakan

biaya karoseri sudah dibayar dengan menggunakan meminjam uang dari

istri Tergugat I dan istri Tergugat II,sehingga Penggugat percaya dan

kemudian melakukan transfer ke rekening istri Tergugat I dan istri Tergugat

II ;

14. Bahwa disamping Penggugat telah mentransfer biaya karoseri kepada istri

Tergugat I dan istri Tergugat II atas permintaan Tergugat I dan Tergugat II

,Penggugat juga memberikan sejumlah dana ke Tergugat I dan Tergugat II

baik secara tunai atau transfer guna kepentingan pengurusan karoseri

sehingga total kerugian yang diderita Penggugat sebesar Rp 546.436.000,-


41

(Lima Ratus Empat Puluh Enam Juta Empat Ratus Tiga Puluh Enam Ribu

Rupiah);

15. Bahwa kemudian Tergugat I berusaha mengambil unit ke Tergugat V

kemudian Tergugat V menelpon Penggugat dan Penggugat tidak

mengijinkan karena mencium “ada hal yg tidak beres “;

16. Bahwa Tergugat V juga cerita kalau karoseri belum dibayar bahkan dia

sudah memberi uang ke Tergugat I sebesar Rp 50.000.000,-(Lima Puluh

Juta Rupiah) dan HP agar unit-unit dari PT EMI MERAPI INDONESIA

dikerjakan di karoseri Tergugat V ;

17. Bahwa kemudian Penggugat meminta konfirmasi ke Tergugat I dan

Tergugat II dan menyatakan bahwa karoseri sudah dibayar namun tidak bisa

menunjukkan bukti pembayaran bahkan Tergugat I mengancam Penggugat

dan kemudian Tergugat I sudah dihubungi oleh Penggugat ;

18. Mengetahui hal tersebut Penggugat merasa menjadi korban penipuan dan

segera melaporkan Tergugat I dan Tergugat II ke polisi hal mana dibuktikan

dengan LP No.STTPL/1036/X/2017/Sek Cbg ;

19. Bahwa kemudian Tergugat VI telah menarik unit : 1) No.Kontrak

970211700087 berupa I unit Isuzu Type GVZ 34 K (tractor Head) Jenis

Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna Putih No.Mesin :6HK1690918

No.Rangka :MHCGVZ34KGJ000055 No.Pol:B 9041 NEH yang dibeli

melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui Tergugat VI ; 2)

No.Kontrak 970211700088 berupa 1 unit Isuzu Type GVZ 34 K(tractor

Head)Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna Putih No.Mesin


42

6HK1690916 No.Rangka MHCGVZ34KGJ000056 No.Pol:B 9 9040 NEH

yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui Tergugat VI ;

Dari Tergugat V tanpa ijin dan sepengetahuan Penggugat,namun Tergugat

V karena merasa karoseri belum dibayar sehingga hanya menyerahkan unit

tersebut diatas tanpa karoseri kepada Tergugat VI ;

20. Bahwa untuk unit dan/atau karoseri I(satu) Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS

Tahun 2017 Warna Putih No.Pol B 9205 NIN Nomor Rangka

:MHCFVZ34THJ000270 Nomor Mesin 6HK1F004930 yang dibiayai oleh

Tergugat VII juga masih dikuasai oleh Tergugat V ;

21. Bahwa kemudian Tergugat VI melaporkan Penggugat di Ditreskrimum

Polda Metro Jaya dengan LP/4757/X/2017/PMJ/Ditreskrimum atas

kerugian yang didalilkan Tergugat VI sebesar Rp 627.000.000,-(EnamRatus

Dua Puluh Tujuh Juta Rupiah) yang mana angka kerugian sebesar tersebut

Penggugat tidak tahu berasal dari mana mengingat Penggugat hanya

mengetahui Tergugat IV total melakukan transfer ke PT EMI MERAPI

INDONESIA sebesar Rp 487.971.118,-(Empat Ratus Delapan Puluh Tujuh

Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Satu Seratus Delapan Belas Rupiah)

22. Bahwa tindakan Tergugat VI yang melaporkan Penggugat adalah kurang

tepat dimana Tergugat VI karena Penggugat tidak pernah menerima dana

atau transfer dari Tergugat VI dimana hal ini juga diduga menyalahi

prosedur ;
43

23. Bahwa kemudian diketahui juga Tergugat VII melaporkan Penggugat di

Ditreskrimum Polda Metro Jaya Laporan Polisi Nomor

:LP/1834/IV2018PMJ/Ditreskrimum,tanggal 04 April yanga mana

Penggugat tidak mengetahui kerugian apa yang ditimbulkan mengingat

Tergugat IV hanya transfer total ke PT EMI MERAPI INDONESIA sebesar

Rp 487.971.118,-(Empat Ratus Delapan Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus

Tujuh Puluh Satu Seratus Delapan Belas Rupiah) yang itu “diaku”dana dari

Tergugat VI ;

24. Bahwa tindakan Tergugat VII yang melaporkan Penggugat adalah kurang

tepat kekeliaruan dimana Tergugat VI karena Penggugat tidak pernah

menerima dana atau transfer dari Tergugat VII dimana hal ini juga diduga

menyalahi prosedur

25. Bahwa ketentuan dalam pasal 1365 KUH Perdata disebutkan bahwa:”tiap

perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian,mengganti

kerugian tersebut.”berdasarkan rumusan pasal tersebut,suatuperbuatan

dikatakan melawan hukum apabila memenuhi empat unsur: 1. Perbuatan itu

harus melawan hukum (onrechmatig); 2. Perbuatan itu haruian yang

disebabkan perbuatannya,tetapi juga untuk kerugian yangs menimbulkan

kerugian; 3. Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan; 4. Antara

perbuatan dan kerugian yang ditimbulkan harus ada hubungan kausal:

26. Bahwa Berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan : “Tiaptiap

perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang


44

lain,mewajibkan orang karena salahnya untuk mengganti kerugian

tersebut.”

27. Bahwa -Berdasarkan Pasal 1366 KUH Perdata juga mengatur “setiap orang

bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian yang disebabkan kelalaiannya

atau kurang hati-hatinya”. Dengan demikian,kerugian yang diderita oleh

Penggugat akibat Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh

TERGUGAT 1 dan TERGUGAT II,atas kerugian yang harus ditanggung

oleh TERGUGAT I dan TERGUGAT II adalah sebagai berikut :

- KERUGIAN MATERIIL Rp 546.436.000,-(Lima Ratus Empat

Puluh Enam Juta Empat Ratus Tiga Puluh Enam Ribu Rupiah); 28.

Bahwa untuk memenuhi tata tertib beracara agar gugatan kurang

pihak maka semua pihak terkait harus ditarik dijadikan tergugat

sehingga gugatan tidak cacat kurang pihak atau disebut dengan

plurium litis consortium .Maka wajar dan beralasan Tergugat

III,Tergugat IV,Tergugat V,Tergugat VI dan Tergugat VII ditarik

menjadi pihak tergugat untuk mendudukkan terangkan persoalan

asal usul sengketa ; 29. Bahwa karena dana pembayaran karoseri

ternyata berasal dari Tergugat VI dan Tergugat VII melalui

Tergugat IV dan Penggugat telah diminta Tergugat I dan Tergugat

II yang semestinya dana tersebut untuk membayar karoseri kepada

Tergugat V maka wajar dan beralasan hukum Tergugat I dan

Tergugat II dinyatakan sebagai Pihak yang bertanggungjawab atas

kerugian Tergugat VI dan Tergugat VII dan wajib mengembalikan


45

dana sebesar Rp 487.971.118,-(Empat Ratus Delapan Puluh Tujuh

Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Satu Seratus Delapan Belas

Rupiah)kepada Tergugat VI dan Tergugat VII ; 30. Bahwa karena

kerugian Penggugat untuk mengurus biaya karoseri melalui

Tergugat I dan Tergugat II sebesar Rp 546.436.000,-(Lima Ratus

Empat Puluh Enam Juta Empat Ratus Tiga Puluh Enam Ribu

Rupiah) yang mana bilamana dikurangkan dengan uang kerugian

Tergugat VI dan Tergugat VII sebesar Rp 487.971.118,-(Empat

Ratus Delapan Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Satu

Seratus Delapan Belas Rupiah) adalah sebesar Rp 58.464.882,-

(Lima Puluh Delapan Juta Empat Ratus Enam Puluh Empat

Delapan Ratus Delapan Puluh Dua Rupiah) maka wajar dan

beralasan Tergugat I dan Tergugat II dihukum membayar kepada

Penggugat sebesar Rp 58.464.882,-(Lima Puluh Delapan Juta

Empat Ratus Enam Puluh Empat Delapan Ratus Delapan Puluh

Dua Rupiah) ; 31. Bahwa karena ada beberapa Tergugat dan

Tergugat III dan TERGUGAT IV berdomisili dan bertempat

tinggal di Depok maka Penggugat memilih mengajukan gugatan di

Pengadilan Negeri Depok untuk memeriksa dan memutus perkara

3. Tuntutan

Dalam Pokok Perkara

Primair
46

- Menerima dan mengabulkan gugatan PENGGUGAT untuk

seluruhnya;

- Menyatakan PARA TERGUGAT telah melakukan Perbuatan

Melawan Hukum yang merugikan Penggugat ;

- Menyatakan Tergugat I dan Tergugat II adalah pihak yang

bertanggungjawab atas pembayaran Karoseri untuk unit kendaraan

1) No.Kontrak 970211700087 berupa I unit Isuzu Type GVZ 34

K (tractor Head) Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna

Putih No.Mesin :6HK1690918 No.Rangka

:MHCGVZ34KGJ000055 No.Pol:B 9041 NEH;

2) No.Kontrak 970211700088 berupa 1 unit Isuzu Type GVZ 34

K(tractor Head)Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna

Putih No.Mesin 6HK1690916 No.Rangka

MHCGVZ34KGJ000056 No.Pol:B 9 9040 NEH;

3) I(satu) Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS Tahun 2017 Warna Putih

No.Pol B 9205 NIN Nomor Rangka :MHCFVZ34THJ000270

Nomor Mesin 6HK1F004930;

- Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk secara

tanggungrenteng membayar kerugian kepada :

1) Penggugat sebesar Rp 58.464.882,-(Lima Puluh Delapan Juta

Empat Ratus Enam Puluh Empat Delapan Ratus Delapan Puluh

Dua Rupiah)
47

2) Tergugat VI dan Tergugat VII sebesar Rp 487.971.118,-(Empat

Ratus Delapan Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh

Satu Seratus Delapan Belas Rupiah);

- Menghukum PARA TERGUGAT untut patuh dan mentaati

putusan ini ;

- Menghukum PARA TERGUGAT secara tanggung renteng

membayar biaya perkara ini; SUBSIDAIR Apabila majelis Hakim

berpendapat lain maka mohon putusan yang seadil-adilnya (ex

aequo et bono )

4. Putusan

Dalam Konvensi Dalam Eksepsi :

- Menolak eksepsi Tergugat V, Tergugat VI dan Tergugat VII untuk

seluruhnya;

Dalam Pokok Perkara :

- Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima (Niet

Ontvankelijke Verklaard); DALAM REKONVENSI :

- Menyatakan gugatan Penggugat Rekonvensi tidak dapat diterima (Niet

Ontvankelijke Verklaard); DALAM KONVENSI DAN DALAM

REKONVENSI - Menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat

Rekonvensi, untuk membayar ongkos perkara sebesar Rp. 3.406.000-

(tiga juta empat ratus enam ribu rupiah);


48

Demikianlah diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim

Pengadilan Negeri Depok, pada hari : SENIN, Tanggal 29 Juli 2019, terdiri dari :

DARMO WIBOWO MOHAMMAD, SH.,MH sebagai Hakim Ketua,YUANNE

MARIETTA, R.M SH.MH dan NANANG HERJUNANTO,SH.MH masing-

masing sebagai Hakim Anggota, Putusan mana diucapkan dalam sidang yang

terbuka untuk umum pada hari : RABU, tanggal 31 Juli 2019, oleh Hakim Ketua

tersebut, didampingi oleh Hakim-Hakim Anggota, dibantu oleh :

MUZDALIFAH,SH.,MH Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri Depok,

5. Analisa Dan Pembahasan Atas Pertimbangan Hakim.

Persoalan gugat mengggugat dalam kasus ini dapat di kerucutkan pokok

permasalahannya adalah : bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas

maka menurut Majelis Hakim yang menjadi Pokok permasalahan yang harus

dipertimbangkan dalam perkara ini adalah

a. Apakah kerjasama yang dilakukan antara Penggugat dengan Tergugat I,

Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI dan

Tergugat VII sah secara hukum ?

b. Apakah Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V,

Tergugat VI dan Tergugat VII telah melakukan Perbuatan Melawan

Hukum?

Dalam Pertimbangan hakim dinyatakan bahwa Majelis Hakim

mempertimbangkan apa yang menjadi pokok dalam perkara ini yang mana setelah

Majelis Hakim membaca dan mencermati surat gugatan Penggugat dan jawaban
49

Tergugat V, Tergugat VI dan Tergugat VII yang mana dalam posita surat gugatan

Penggugat tersebut mendalikan mengenai kerjasama perjanjian kredit untuk

mengambil beberapa unit kedaraan sebagai mana No.Kontrak 970211700087

berupa I unit Isuzu Type GVZ 34 K (tractor Head) Jenis Kendaraan Trailer Tahun

2016 Warna Putih No.Mesin :6HK1690918 No.Rangka :MHCGVZ34KGJ000055

No.Pol:B 9041 NEH yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui

Tergugat VI, No.Kontrak 970211700088 berupa 1 unit Isuzu Type GVZ 34

K(tractor Head) Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna Putih No.Mesin

6HK1690916 No.Rangka MHCGVZ34KGJ000056 No.Pol:B 9 9040 NEH yang

dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui Tergugat VI dan 1 (satu)

Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS Tahun 2017 Warna Putih No.Pol B 9205 NIN

kerjasama perjanjian kredit untuk mengambil beberapa unit kedaraan sehingga

mengakbiatkan kerugian bagi piahk Penggugat atau kah tindakan Para Tergugat

(Tergugat V, Tergugat VI dan Tergugat VII yang melaporkan perbuatan Penggugat

ke pihak kepolisian dengan alasan yang tidak jelas, dengan demikian Majelis Hakim

berpedapat bahwa surat gugatan yang diajukan oleh Penggguat kepada Tergugat I,

Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI dan tergugat VII

tersebu tidak jelas dan kabur bahkan saling bertetangan antara posita dengan

Petitum dalam gugatan Penggugat. bahwa oleh karena dalam gugatan Penggugat

dalam Konvensi/Tergugat dalam Rekonvensi telah dinyatakan tidak dapat diterima

(Niet Ontvankelijke Verklaard), sehingga Majelis Hakim tidak akan

mepertimbangkan apa yang menjadi masalah dalam gugatan Rekonpesi yang


50

diajukan oeh Penggugat dalam Rekonvensi dan menyatakan gugatan Penggugat

dalam Rekonvensi juga tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard);

Oleh karena gugatan Penggugat Konvensi/Terggugat Rekonvensi dan

gugatan Penggugat Rekonvensi /Tergugat Konpesi dinyatakan tidak dapat diterima

(Niet Ontvankelijke Verklaard), sehingga dalam hal ini tidak ada pihak yang

menang dan tidak ada pihak yang kalah, maka kepada Penggugat

Konvensi/Tergugat Rekonvensi sebagai pihak yang pertama medalilkan dan dalil

Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi dinyatakan tidak dapat diterima (Niet

Ontvankelijke Verklaard),

Dalam hal ini penulis sependapat dengan Majelis Hakim, mengenai tidak

dapat diterimanya gugatan tersebut Dari pokok masalah yang dipandang oleh

Majelis Hakim maka penulis dapat menguraikannya bahawa perjanjian yang dibuat

oleh para pihak sah secara hukum karena perjanjian tersebut merupakan perjanjian

sewa beli. Hal ini telah ditandatanganinya Perjanjian aquo tersebut diatas, sehingga

Tergugat VII dengan Penggugat tentunya telah memahami hak dan kewajibannya

masing-masing, atas dasar tersebut Tergugat VII dengan Penggugat harus tunduk

dan patuh dengan semua ketentuan yang diatur dalam Perjanjian, karena Perjanjian

tersebut merupakan Undang-Undang bagi Tergugat VII dengan Penggugat dan

sebagai konsekwensi hukumnya apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak

memenuhi isi dari perjanjian tersebut, maka pihak tersebut dapat dinyatakan

sebagai Ingkar Janji (Wanprestasi);

Dalam pelaksanaan gugatan dan masuk dalam konsep materi gugatan maka

dapat penulis katakan bahwa bahwa dalam petitum gugatan Penggugat yang mana
51

Penggugat mendalikan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah lalai karena tidak

membayarkan uang karoseri sehingga kerjasama perjanjian kredit untuk mengambil

beberapa unit kedaraan tersebut tidak terlaksana sehingga mengakbatkan

Penggugat mengalami kerugian dan disisi lain Penggugat memeprmasalahkan

mengenai tindakan Tergugat V, Tergugat VI dan Tergugat VII yang telah

melaporkan Penggugat ke pihak Kepolisian; berdasarkan uraian tersebut diatas,

Penggugat dalam menyusun dan menguraikan surat gugatannya tersebut tidak jelas

karena dalam petitum gugatan Penggugat mendalilkan mengenai kerjasama

perjanjian kredit untuk mengambil beberapa unit kedaraan dan selain itu juga

Penggugat dalam petitumnya juga mempermasalahkan tindakan yang melaporkan

Penggugat ke pihak Kepolisian, sehingga tidak jelas maksud Perbuatan Melawan

Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat dalam gugatan Penggguat tersebut

apakah dikarenakan tidak terlaksananya kerjasama perjanjian kredit untuk

mengambil beberapa unit kedaraan sehingga mengakbatkan kerugian bagi piahk

Penggugat atau kah tindakan Para Tergugat (Tergugat V, Tergugat VI dan Tergugat

VII yang melaporkan perbuatan Penggugat ke pihak kepolisian dengan alasan yang

tidak jelas, Penulis juaga beranggapan bahwa berpedapat bahwa surat gugatan yang

diajukan oleh Penggguat kepada Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV,

Tergugat V, Tergugat VI dan tergugat VII tersebut tidak jelas dan kabur bahkan

saling bertetangan antara posita dengan Petitum dalam gugatan Penggugat;

Sehingga ketika majelis Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima baik

konvensi maupun rekovensi maka hal tersebut menguatkan pendapat dari penulis

bahawa hal tersebut benar adanya dan pendapat Majelis Hakim sudah cukup adil.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Analisa dabn Pembahasan Penerapan Jaminan Fidusia Dalam Undang-

Undang Nomor 42 Tahun 1999

Akta jaminan fidusia adalah akta yang mempunya sifat accesoir atau bersifat

tambahan. Akta ini mengikuti perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Akta

jaminan fidusia ada dikarenakan ada perjanjian kredit sebagai perjanjian

utamanaya. Akta jaminan fidusia harus di buat secara otentik Pasal 5 ayat (1)

UUJF 2014. Langkah awal terjadinya akta jaminan fidusia ini adalah kreditur

baik bank atau pembiayaan lain dalam rangka memberikan fasilitas kreditkepada

masyarakat membuat perjanjian kredit untuk menjamin kepastian hukum antar

kedua belah pihak. Konsep fidusia saat ini yang berfungsi sebagai jaminan,bukan

pengalihan kepemilikan. Ketentuan tersebut melarang penerima fidusia untuk

memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur ciderajanji

atau wanprestasi. Setiap janji yang memberikan kewenangan yang demikian

maka menjadi batal demi hukum. Dengan demikian, tidak terjadi peralihan

kepemilikan secara sempurna, akan tetapi yang muncul adalah hak jaminan atas

benda yang dijadikan jaminan fidusia. Pembebanan Jaminan Fidusia, dalam

UUJF, pembebanan jaminan fidusia dilakukan melalui akta notariil, namun

demikian jaminan fidusia juga marak melalui perjanjian di bawah tangan. Hal

ini disebabkan karena pembebanan melalui akta notaril dinilai memakan biaya

dan melalui proses yang lama, sedangkan nilai kredit/

52
53

pembiayaan tidak begitu besar. Pembuatan akta jaminan fidusia juga marak

dilakukan secara massal tanpa ada pemeriksaan berkas/tanpa kehadiran para

pihak. Selain itu, ada kecenderungan pengurusan Fidusia terpusat hanya pada

notaris tertentu . Sistem eksekusi atau penyelesaian jaminan fidusia dalam

prakteknya sering menimbulkan kerugian baik bagi kreditur maupun debitur

mengingat proses eksekusi 5 yang menambah biaya, lama dan kurang

memberikan kepastian hukum bagi para pihak

2. Analisa Dan Pembahasan Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika

terjadi Wanprestasi

UUJF mengatur tentang kekuatan eksekutorial yang dimiliki oleh jaminan

fidusia, kekuatan eksekutorial yang ada dalam jaminan fidusia memiliki

kekuatan yang sama dengan putusan kehakiman, berarti bahwa apabila terjadi

wanprestasi yang dilakukan oleh kreditur kredit sebagai pemberi fidusia, maka

benda objek jaminan fidusia dapat dieksekusi secara langsung oleh debitur kredit

sebagai penerima fidusia, ketentuan mengenai eksekusi terhadap objek benda

jaminan harus sesuai dengan yang ada pada Pasal 29 UUJF. apabila timbul

sengketa diantara para pihak dalam proses eksekusi terhadap benda jaminan

fidusia, maka eksekusi dapat dilakukan melalui jalur litigasi, dengan cara

melakukan gugatan melewati pengadilan yang berwenang. Dengan adanya

Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUUXVII/2019, mengatur bahwa

kekuatan eksekutorial fidusia hanya bisa dilakukan selama terjadi kesepakatan

antara kedua belah pihak, maka eksekusi terhadap benda jaminan fidusia hanya

bisa dilaksanakan apabila terdapat kesepakatan diantara para pihak, akan tetapi
54

apabila pihak pemberi fidusia tidak setuju dengan adanya eksekusi, maka proses

eksekusai dapat dilaksanakan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan

setempat, untuk mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum

tetap.

3. Analisa Dan Pembahasan Kasus Posisi Dan Pertimbangan Hakim Dalam

Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK.

Bahawa perjanjian dalam kasus ini sudah benar san ssah secara hukum. Aakan

tetapi dalam proses gugatan ada kesalahan dalam menerapkan isi gugatan sehingga

fatal diputuskan oleh Majelis Hakim. Dapat dikatakan bahwa surat gugatan yang

diajukan oleh Penggguat kepada Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV,

Tergugat V, Tergugat VI dan tergugat VII tersebut tidak jelas dan kabur bahkan

saling bertetangan antara posita dengan Petitum dalam gugatan Penggugat;

Sehingga ketika majelis Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima baik

konvensi maupun rekovensi maka hal tersebut menguatkan pendapat dari penulis

bahwa hal tersebut benar adanya dan pendapat Majelis Hakim sudah cukup adil.
55

B. Saran

1. Debitur sebaiknya memperhatikan dan memahami isi perjanjian Jaminan

Fidusia terutama hak dan kewajiban debitur yang termuat didalam perjanjian

tersebut. Karena dalam setiap perjanjian Jaminan Fidusia memuat bahwa objek

jaminan fidusia masih merupakan milik Kreditur atau penerima fidusia selama

kredit atas obyek tersebut belum dilunasi, sehingga jika debitur wanprestasi

atau cidera janji maka kreditur penerima fidusia memiliki hak mengeksekusi

benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun atau yang di

sebut dengan prinsip droit de suite.

2. Setiap pemberi pinjaman atau yang sering disebut dengan sebutan (kereditur)

itu harus ada perlindungan hukum sewaktu-waktu ada terjadi masalah antar

kereditur dan debitur maka pihak kereditur tidak takut untuk mengambil

keputusan dan melakukan tindakan jika terjadi masalah dalam perjanjian yang

sudah dibuat maka dari itu sangat penting adanya perlindungan hukum

terhadap pihak kereditur.


DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-buku

Badrulzaman, Meriam Darus, KUH Perdata Buku III Tentang Hukum

Perikatan dengan Penjelasan, Bandung: Alumni, 1983

C.S.T.Kansil, HukumPerdata I (Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata)

,Jakarta : PT. Pradnya Paramita, 1999

Hadjon, Philipus M., Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia,

Surabaya : Bina Ilmu, 1987

Hariyani,, Iswi dan R. Serfianto D.P, Bebas Jeratan Utang Piutang, (Pustaka

Yustisia, Yogyakarta, 2010

Hernoko, Agus Yudha, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas Dalam

Kontrak Komersial, Yogyakarta: Laksbang Mediatama.

HS , Salim., Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan Kontak),

Jakarta : Sinar Grafika, 2003

Maleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja

Rosakarya, 2001

Ronny H. Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta: Ghalia

Indonesia, 1998,

Soedewi, Sri Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Yogyakarta

:Liberty, 1999

56
Soemitro, Ronny H., Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta:

Ghalia Indonesia, 1998.

Sumardjono,Maria S.W, Pedoman Pembuatan Usulan Penelitian,

Yogyakarta : Raja Grafindo Persada, 1989

Syahrani, Riduan, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya

Bakti, 1999.

Yahya, M. Harahap, Segi-segi Hukum perjanjian, Bandung : Penerbit

Alumnus,1982

. Yurizal, Aspek Pidana Dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang

Jaminan Fidusia, Cet.10, Media Nusa Creative, 2015

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa,

Kamus Besar Bahasa Indonesia ,Jakarta : Balai Pustaka, 2000

B. Perundang-Undangan.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).

Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

C. Jurnal, Seminar, Workshop, Website, Internet

Rustan, Sahban, Andi Risma, “Perlindungan Hukum Pembelian Kendaraan

Dalam Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pelaksanaan Eksekusi Jaminan

57
Fidusia” Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, &

Pengajarannya, Volume XVI Nomor 1, April 2021

Jurnal, Yoan Budiyanto, Perlindungan Hukum Bagi Perusahaan Lembaga


Pembiayaan Selaku Kreditor Terhadap Musnah Atau Dialihkannya Objek Jaminan
Fidusia, Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012
Penelitian Deskriptif Kualitatif, http://www.informasi-pendidikan.com,

diakses pada 14 November 2019

58

Anda mungkin juga menyukai