FIQIH NURSHALAT/213300416001
MARITA CLARENTIA SITORUS/213300416135
BOBBY RIZKY OCTANTO/213300416056
DOSEN : SURAJIMAN.SH.,MH
UNIVERSITAS NASIONAL
FAKULTAS ILMU HUKUM
JAKARTA
TAHUN 2021
1
ABSTRAK
Universitas Nasional
Program Sarjana Ilmu Hukum
( Tugas Metode Penelitian Hukum, November, 2022 )
A. Nama : Fiqih Nurshalat
Marita Clarentia Sitorus
Bobby Rizky Octanto
B. Nomor Pokok Mahasiswa : 213300416001
213300416135
213300416056
C. Judul Tesis : Tinjauan Yuridis Perjanjian Jual Beli Dengan
Pembebanan Fidusia (Studi Kasus Putusan Perkara
Nomor. 215 / Pdt.G /2018 / PN.DPK.)
Adapun latar belakang masalah adalah mengenai perjanjian jual beli yang dibebani
atau dilekatkan jaminan fidusia yang kemudian terjadi kelalaian pembayaran, dan
hal ini penulis jadikan penulisan skripsi untuk diteliti lebih lanjut dengan judul
“Tinjauan Yuridis Perjanjian Jual Beli Dengan Pembebanan Fidusia ( Studi Kasus
Putusan Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK.). Adapun penulis
merumuskan beberapa masalah dengan rumusan masalah sebagai berikut :
Bagaimanakah Penerapan Jaminan Fidusia Dalam Undang-Undang Nomor 42
Tahun 1999? ,Bagaimana Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika terjadi
Wanprestasi, Bagaimanakah Kasus Posisi Dan Pertimbangan Hakim Dalam
Putusan Perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK. Metode penelitian yang
digunakan adalah jenis penelitian yuridis normatif dan sifat penelitian deskriptif
analitis, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder berupa
bahan primer, sekunder dan tertier sebagai data utama. Data-data yang diperoleh
kemudian diolah,dianalisis dan ditafsirkan secara logis,sistematis dengan
menggunakan metode berpikir deduktif Dari hasil penelitian dan pembahasan maka
dapat disimpulkan bahwa Perjanjian jual beli dengan jaminan Fidusia adalah
perjanjian pokok yang dilekatkan perjanjian acessor yaitu pembebanan fidusia,
yang mana jika terjadi kelalaian maka kreditur dapat mengeksekusi benda jaminan
tersebut. Kemudian dalam perkara Nomor. 215 / Pdt .G /2018 / PN.DPK
pertimbangan hakim sudah cukup adil bahwa gugatan kabur oleh karena antara
perbuatan melawan hukum dan wanprestasi dalam posita bercampur serta tidak
tepat kalau hal tersebut gugatan perbuatan melawan hukum
1
DAFTAR ISI
ABSTRAK i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Perumusan Masalah 8
C. Tujuan Penelitian Dan Manfaat Penelitian 8
D. Metode Penelitian 9
2
A. Kesimpulan 53
B. Saran 56
DAFTAR PUSTAKA 57
LAMPIRAN
3
BAB I
PENDAHULUAN
pembukaan UUD 1945 tersebut.1 Salah satu sektor penting untuk mencapai sasaran
segala hal, namun pada faktanya masyarakat sendiri masih sulit terkendala dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, perkembangan ekonomi yang begitu pesat ini pula
karena pendapatan
1
Penjelasan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.
2
Rustan, Sahban, Andi Risma, “Perlindungan Hukum Pembelian Kendaraan Dalam
Perjanjian Pembiayaan Konsumen dan Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Fidusia” Supremasi: Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, & Pengajarannya, Volume XVI Nomor 1, April
2021, h 1.
1
2
dengan nilai jual atas kebutuhan pokok yang sekunder dan kebutuhan tersebut juga
menjadi dasar akan kebutuhan keluarga maka pemerintah dalam sektor keuangan
memberi ruang kepada lembaga Bank atau lembaga pembiayaan untuk membantu
melakukan proses jual beli. Berbicara mengenai transaksi jual beli secara umum
tidak terlepas dari konsep perjanjian secara mendasar sebagaimana termuat dalam
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Ketentuan yang mrngatur tentang perjanjian terdapat dalam Buku III KUH Perdata
dalam pasal 1320 KUH Perdata yang mengatakan bahwa, syarat sahnya sebuah
perjanjian adalah adanya kesepakatan para pihak dalam perjanjian, kecakapan para
pihak dalam perjanjiann, suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal 3 Kita dapat
mengetahui bahwa Praktik jual beli adalah aktifitas manusia dalam memenuhi
memenuhi kebutuhan hidupnya. Jual beli yaitu merupakan suatu perjanjian diantara
dua belah pihak atau lebih, dan masing-masing pihak mengikatkan diri untuk
3
R. Subekti, Aneka Perjanjian, cet. Kesepuluh ,Jakarta: PT.Citra Aditya Bakti, 1995, h. 1
3
menyerahkan hak milik atas suatu barang, lalu pihak yang lain membayar dengan
Perjanjian jual beli dalam KUH Perdata diatur dalam Bab V Buku III KUH
Perdata tentang perjanjian, memberikan definisi mengenai jual beli yang tertera
“jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu
mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak
yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan”
Pelaksanaan kebutuhan jual beli dimasyarakatpun tidak saja dapat dilakukan secara
langsung akan tetapi kebutuhan jaual beli tersebut dapat dilakukan dengan cara
mengangsur atau kredit. Kredit sebagai alternatif cara yang ditempuh untuk
sesuatu barang yang nilai harganya cukup besar.Salah satu produk jasa lembaga
keuangan yang bukan bank yang dapat membantu masyarakat salah satunya adalah
aktivitas bisnis dan perdagangan secara simultan telah memicu lahirnya lembaga-
lembaga non bank (LKNB) yang memberikan fasilitas (jasa) pembiayaan bagi
jasa terus atau semakin meningkat, kondisi tersebut tentunya menjadi peluang yang
cukup menjanjikan bagi para pelaku usaha untuk dapat menarik keuntungan dengan
4
proses perpindahan hak milik atau jual beli yang dilakukan debitur kepada pihak
lain atas barang yang sedang berada dalam proses kredit, atau dikenal denganistilah
over kredit kredit.4 Untuk membuktikan hak dan kewajiban para pihak baik kreditur
maupun debitur, apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya sesuai apa
pelaksanaan pembayaran kredit macet atau tidak selesai. Proses jual beli antara
debitur dan pihak yang akan melanjutkan kredit biasanya dilakukan dengan
perjanjian jual beli tertulis sebagai bukti telah terjadi proses jual beli. Apabila
ditinjau dari sudut pembuktian yang berlaku di Indonesia, maka bukti yang paling
kuat adalah bukti dalam bentuk akta otentik, seperti yang diatur dalam Pasal 1870
KUH Perdata.
ikutan atau biasa disebut assecoir. Keberadaan perjanjian jaminan tersebut sangat
4
Jurnal, Yoan Budiyanto, Perlindungan Hukum Bagi Perusahaan Lembaga Pembiayaan
Selaku Kreditor Terhadap Musnah Atau Dialihkannya Objek Jaminan Fidusia, Magister
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, 2012, h. 5
5
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Yogyakarta :Liberty, 1999,
h. 4
5
lembaga perbankan, maka bank mengharuskan adanya suatu jaminan atau agunan
dari debitur. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.6 Selain itu, jaminan juga dapat
diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang
yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali
menjaminkan barang bergerak, tetapi tanpa penyerahan barang secara fisik. Praktik
seperti ini tidak dapat menggunakan lembaga gadai (karena ada syarat penyerahan
benda) dan juga tidak dapat digunakan hipotik (karena hanya diperuntukkan untuk
barang tidak bergerak saja). Kemudian, dicarikanlah cara agar dapat menjaminkan
suatu rekayasa untuk memenuhi kepentingan praktek seperti ini, dengan jalan
pemberian jaminan fidusia, yang akhirnya diterima dalam praktek dan diakui oleh
disebut juga dengan fiduciare eigendom overdracht, dan dalam bahasa Inggris
6
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Jaminan,
Yogyakarta:Liberty, 1984, h 50
7
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-Bab Tentang CreditVerband, Gadai dan Fidusia,
Bandung: Alumni, 1987, h 227
8
Munir Fuady, Jaminan Fidusia, Cetakan Pertama, Bandung:Citra Aditya Bakti,2000, h.
5
6
adalah jaminan terhadap hutang debitur yang bersifat kebendaan (baik utang yang
telah ada maupun yang akan ada di kemudian hari), yang secara prinsip
memberikan benda bergerak, mupun benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat
penguasaan dan kenikmatan atas benda objek jaminan utang tersebut tetap berada
kepada pemilik benda atau debitur (dengan jalan pengalihan hak milik atas benda
objek jaminan tersebut kepada kreditur), dan setelah itu pihak kreditur akan
Perjanjian penjaminan atas barang dengan fidusia harus dibuat tertulis secara
menyangkut kedudukan para pihak. Sehubungan dengan penjaminan ini, apa yang
harus dilakukan oleh penerima fidusia (kreditur). Apabila pemberi fidusia (debitur)
melalaikan kewajibannya atau cidera janji yang berupa lalainya. Pemberi fidusia
untuk ditagih, maka dalam peristiwa seperti itu penerima fidusia (kreditur) bisa
pada Pasal 29 ayat 1 (a) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia yang berdasarkan Ketuhanan Maha Esa, Irah-irah inilah yang memberikan
9
Munir Fuady, Hukum Jaminan Utang, Jakarta:Penerbit Erlangga, 2013, h 101
10
Ibid, h 102
7
Pengadilan. Sehubungan dengan penjaminan ini, apa yang harus dilakukan oleh
Dalam hal perjanjian kredit, debitur dalam akta Perjanjian Kredit setuju
bahwa jangka waktu Fasilitas Kredit yang diberikan berdasarkan Perjanjian Kredit
dan harus sudah dibayar lunas oleh Debitur selambat-lambatnya pada tanggal
secara tertulis terlebih dahulu kepada Debitur dapat menetapkan bahwa Fasilitas
Kredit berdasarkan Perjanjian Kredit ini menjadi jatuh tempo dan harus segera
dibayar, jika salah satu atau lebih peristiwa berikut ini terjadi (Peristiwa Kelalaian),
dengan syarat-syarat. Untuk dapat diberikan ganti rugi kepada kreditur, maka
menimbulkan kerugian tersebut. Ketentuan seperti ini tidak berlaku jika tidak
dipenuhinya kontrak tersebut disebabkan oleh tipu daya yang dilakukan olehnya.
Berdasarkan hal tersebut, penulis tertarik untuk menulis lebih lanjut dengan
Dengan Pembebanan Fidusia ( Studi Kasus Putusan Perkara Nomor. 215 / Pdt
.G /2018 / PN.DPK.)
B. Rumusan Masalah
masalah yang akan menjadi fokus pembahasan pada penelitian ini, sebagai
berikut:
8
Wanprestasi ?
a. Tujuan Penelitian
adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Wanprestasi ?
D. Metodologi Penelitian
Agar penelitian ini berjalan dengan lancar serta memperoleh data dan hasil
suatu metodologi tertentu yang akan dilakukan dalam penelitian ini, sebagai
berikut:
2. Jenis Penelitian
hukum dengan cara mengumpulkan data-data atau fakta yang ada dengan
metode tersebut tidak cukup hanya dilakukan dengan melakukan studi atau
penelitian ini berhubungan dan bertitik tolak pada segi-segi hukum positif
atau hukum yang berlaku saat ini, yang berupa ketentuan peraturan
11
Ronny H. Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta: Ghalia Indonesia,
1998, h. 52
10
3. Bahan Penelitian
kekuatan mengikat yang terdiri dari norma dasar atau kaidah dasar,
pula bahan yang menjelaskan tentang bahan hukum primer. Dalam hal
diatas.
data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat
11
Adapun analisa data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara
dinyatakan oleh sumber, baik secara lisan maupun tulisan yang dipelajari
tertentu sehingga diperoleh hasil yang signifikan dan ilmiah. Proses analisis
data dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh data yang
bukan berupa angka-angka, ataupun grafik yang dapat diukur secara akurat,
5. Objek Penelitian
12
Lexy J. Maleong, Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosakarya, 2001,
h 103
13
Penelitian Deskriptif Kualitatif, http://www.informasi-pendidikan.com, diakses pada 14
November 2019
12
Objek yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah Perjanjian Jual Beli
dengan jaminan Fidusia yang tertuang dalam Putusan Perkara Nomor. 215
1. Pengertian Perjanjian
bahwa “ Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
2. Asas Perjanjian
Membicarakan akibat dari perjanjian kita tidak bisa lepas dari ketentuan
Pasal 1338 dan Pasal 1339 KUH Perdata, yang membawa arti penting tentang itikad
baik dan kepatutan serta kebiasaan. Bila dalam perjanjian tidak sesuai dengan
maksud para pihak, maka kita harus berpaling pada ketentuan Pasal 1338 dan Pasal
1339 KUH Perdata agar supaya perjanjian yang patut dan pantas sesuai dengan asas
kepatutan yang membawa pada keadilan. Di dalam KUH Perdata dikenal adanya
13
14
2) Asas konsensualisme.
3) Asas kepercayaan.
5) Asas kebiasaan
1) Tidak semua perjanjian yang dibuat oleh setiap orang sah dalam
dirinya.
4. Berlakunya Perjanjian
Perjanjian :
a. Perjanjian berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian, pada asasnya
perjanjian yang dibuat hanya berlaku bagi para pihak yang membuat perjanjian
itu dan ini merupakan asas pribadi seperti apa yang tercantum Pasal 1315 jo
15
Pasal 1340. Selanjutnya akan kita lihat lebih jelas pada Pasal 1340 ayat (1)
yang membuatnya. Oleh karena itu apa yang diperjanjikan oleh pihak-pihak
itu harus mendapat persetujuan bersama dan sama sekali tidak diperkenankan
b. Perjanjian berlaku bagi ahli waris dan mereka yang mendapat hak, yaitu
perjanjian yang dibuat oleh pihak-pihak suatu saat kemungkinan dapat pula
diberlakukan pada ahli waris, dan juga berlaku pada mereka yang mendapat
hak. Berlakunya bagi ahli waris dengan asas hak umum dan sifatnya kuantitatif,
artinya semua ketentuan yang ada dalam perjanjian segala akibatnya akan jatuh
kepada ahli waris. Akibat tersebut bisa merupakan hak atau kewajiban.
Berlakunya bagi mereka yang memperoleh Hak dengan asas hak khusus dan
sifatnya kualitatif, artinya ketentuan dari perjanjian yang jatuh pada mereka
hak-hak saja.
c. Perjanjian berlaku bagi pihak ketiga, yaitu perjanjian berlakunya untuk pihak
ke tiga dalam arti adanya janji bagi kepentingan pihak ke tiga (derdenbeding).14
Pada azasnya perjanjian berlaku bagi mereka yang membuat dan merupakan
azas pribadi. Namun bila kita lihat Pasal 1340 ayat (2) KUH Perdata dijelaskan
14
R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Bina Cipta, 1979,h:52
16
kecuali mengenai apa yang diatur dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yaitu janji
5. Berakhirnya Perjanjian
yang merupakan sumbernya masih tetap.15 Sebagai contoh dalam perjanjian jual
persetujuan persetujuan yang bertimbal balik, manakala salah satu pihak tidak
Di dalam Pasal 1066 ayat (1) KUH Perdata disebutkan tidak seorangpun
15
Ibid, h 68.
16
M. Yahya Harahap, Op.Cit. h 6192
17
berlangsungnya harta peninggalan itu dalam keadaan tak terbagi, dalam Pasal 1066
ayat (4) bahwa perjanjian berlakunya hanya lima tahun , setelah lewat waktu
persetujuan tersebut dapat diperpanjang lagi. Di dalam Pasal 1646 ayat (1) dengan
lewatnya waktu untuk apa persekutuan diadakan, ayat (2) KUH perdata disebutkan
bila musnahnya barang, ayat (3) kehendak para pihak, ayat (4) jika salah seorang
sekutu meninggal dunia. Hapusnya perjanjian / perikatan juga diatur dalam Bab IV
Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata mulai dari Pasal 1381, yang
suatu ketentuan yang menentukan kapan suatu kewajiban dilahirkan, tidak dari
1) Karena pembayaran;
2) Karena berakhirnya perjanjian telah ditentukan oleh para pihak;
3) Karena ditentukan undang-undang;
4) Karena musnahnya barang;
5) Karena kehendak para pihak;
6) Karena peristiwa tertentu salah satu sekutu meninggal dunia;
7) Karena putusan hakim;
8) Karena tujuan dari perjanjian telah tercapai;
9) Karena lewatnya waktu.
10) Karena berlakunya syarat pembatalan, yang diatur dalam ketentuan
mengenai perikatan dengan syarat batal.
jual beli diatur dalam Pasal 1457 sampai dengan Pasal 1540 KUH Perdata. Menurut
Pasal 1457 KUH Perdata, jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang
satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan dan pihak yang lain
untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, jual beli adalah persetujuan saling mengikat antara penjual, yakni pihak
yang menyerahkan barang dan pembeli sebagai pihak yang membayar harga barang
yang dijual17 Di sini dapat diambil unsur essensialia dari jual beli, yaitu penjual
hak-hak bagi kedua belah pihak atau pihak-pihak yang mengadakan perjanjian itu.
pembeli.
17
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia ,Jakarta : Balai Pustaka, 2000, h. 366.
18
C.S.T.Kansil,HukumPerdata I (Termasuk Asas-Asas Hukum Perdata) , Jakarta : PT.
Pradnya Paramita, 1999, h. 238.
19
Obyek dari jual beli adalah prestasi, yaitu debitur berkenaan atas suatu
prestasi dan kreditur berhak atas suatu prestasi. Wujud dari prestasi adalah memberi
sesuatu, berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu (Pasal 1234 KUH Perdata).
undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa yang dimaksud
dengan fidusia adalah “Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.” Adapun yang dimaksud dengan
jaminan fidusia menurut pasal 1 angka 2 undang-undang nomor 42 tahun 1999 yaitu
“Hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang
tidak berwujud dan benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang
tidak dapat dibebani hak tanggungan, sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang
tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi
penulasan gutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.”
Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pada intinya fidusia
dari debitur kepada kreditur, karena hanya penyerahan hak milik secara
bendanya masih tetap dikuasai debitur atas dasar kepercayaan dari kreditur.
jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwud dan
tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan
yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi
hukumnya. Oleh karena itu untuk menemukan asas-asas hukum jaminan fidusia
dicari dengan jalan menelaah pasal demi pasal dari Undang-Undang Jaminan
fidusia nharus jelas dan tertentu pada satu segi, dan pada segi lain harus
pasti jumlah utang debitur atau paling tidak dipastikan atau diperhitungkan
jumlahnya (verrekiningbaar,deductable).
21
b. Asas asscesoir
hak atas jaminan fidusia merupakan hak kebendaan mutlak atau in rem
Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia,yang menjadi objek jaminan fidusia adalah benda bergerak yang
Nomor 42 Tahun 1999, yang dapat menjadi objek jaminan fidusia diatur dalam
Pasal 1 ayat (4), Pasal 9, Pasal 10 dan Pasal 20 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
19
Salim,Op.Cit., hal. 64.
20
Munir fuady,Op.Cit., hal. 23
BAB III
jaminan fidusia dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 memberikan makna yang sangat
usaha menyelesaikan utang piutang atau kredit bank yang menggunakan jaminan
fidusia. Hal tersebut, antara lain karena salah satu sebab banyak kredit macet adalah
menggunakan jaminan fidusia, dimana kalau terjadi eksekusi jaminan fidusia sulit
atau tidak dapat dilaksanakan karena beragai masalah yang terkandung dalam
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia bahwa benda yang menjadi jaminan fidusia
tetap berada dalam penguasaan debitor atau pemberi jaminan fidusia, agar debitor
menciptakan iklim usaha dan perdagangan yang sehat dan dinamis sehingga para
pelaku ekonomi dan pelaku usaha dapat berkembang dan maju tanpa mengabaikan
23
24
utang baik yang telah ada maupun yang masih akan ada; jaminan fidusia wajib
1999 tentang Jaminan Fidusia menegaskan bahwa benda yang dibebani dengan
jaminan fidusia wajib didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia. Benda yang
menjadi obyek jaminan fidusia tersebut, dapat berupa benda bergerak yang
berwujud maupun tak berwujud, dan benda tak bergerak yang tidak dapat dibebani
Hak Tanggungan
atas kebendaan atau jaminan kebendaan (zakelijke zekerheid, security right in rem)
Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditor lainnya, hak
yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan
bahwa jaminan fidusia tidak menimbulkan hak agunan atas kebendaan, melainkan
bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian ikutan atau aksesor (accesoir) dari
suatu perjanjian pokok, hal ini berbeda dengan anggapan yang berlaku di Jerman
21
Lihat Pasal 1 butir 2 Pasl 27 UU Fidusia
25
bahwa FEO tidak bersifat aksesor, akibat dari sifat ikutan jaminan fidusia adalah
bahwa jaminan fidusia hapus demi hukum bilamana utang yang dijamin dengan
jaminan fidusia adalah benda apapun yang dapat dimiliki dan hak kepemilikan
tersebut dapat dialihkan, baik benda itu berwujud maupun tidak berwujud, terdaftar
maupun tidak terdaftar, bergerak maupun tidak bergerak dengan syarat bahwa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 314 ayat 3 KUH Dagang Jis Pasal 1162dst KUH
bahwa yang dimaksud dengan benda adalah termasuk piutang (receivables), maka
pada saat dibuatnya jaminan fidusia juga benda yang diperoleh kemudian dapat
dibebani dengan jaminan fidusia, hal ini berarti bahwa benda tersebut demi hukum
bahwa tidak perlu dibuat perjanjian jaminan fidusia tersendiri, oleh karena sudah
fidusia atas benda yang diperoleh kemudian sangat membantu dan menunjang
penolong, khusus mengenai hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia,
UU Fidusia mengatur bahwa jaminan fidusia meliputi hasil tersebut, demikian pula
jaminan fiduisa meliputi klaim asuransi, sehingga klaim asuransi tersebut akan
menggantikan benda yang menjadi obyek jaminan fidusia bilamana benda tersebut
musnah. Penguasaan objek fidusia oleh debitur pada umumnya dalam praktek
pemberian fidusia benda yang dipakai sebagai jaminan fidusia yang diserahkan hak
miliknya kepada kreditur disebutkan dengan rinci. Penyebutan tidak hanya tertuju
kepada banyaknya atau satuannya dan jenisnya saja, tetapi biasanya dirinci lebih
kemudian hari. Pada bank-bank tertentu atau pemberian jaminan fidusia itu
dilakukan dengan akta di bawah tangan, telah tersedia blangko formulir yang diisi
dengan penyebutan secara rinci benda objek wisata23 Didalam perjanjian biasanya
fidusia sesuai dengan maksud dan tujuannya, dengan kewajiban untuk memelihara
dan memperbaiki semua kerusakan benda fidusia atas biaya dan tanggungan
fidusia kepada orang lain tanpa seizing dari kreditur. Kreditur memperjanjikan
bahwa ia atau kuasanya sewaktu-waktu berhak untuk melihat adanya dan keadaan
22
Yurizal, Aspek Pidana Dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia,
Cet.10, Media Nusa Creative, 2015, hal. 37
23
J. Satrio, Hukum Jaminan Hak Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 129
27
dari benda fidusia, dan melakukan atau suruh melakukan sesuatu yang seharusnya
benda fidusia pada perusahaan asuransi yang disetujui atau ditunjuk oleh peminjam
pakai (pemilik asal), dengan syarat-syarat dan untuk suatu jumlah yang disetujui
Dalam hal asuransi tekah ditutupsebelum benda fidusia dijaminkan, maka kreditur
menyerahkan hak milik atas benda jaminan kepada kreditur tetapi kesemuanya
hanyalah dimaksudkan untuk dikuasai oleh kreditur sebagai jaminan saja. Hal itu
tampak dari klausula perjanjian penjaminannya dan dalam hal ada penjualan atas
benda fidusia. Kreditur berhak untuk mengambil pelunasan atas tagihannya dari
menyerahkan sisa hasil penjualan itu kepada debitur/pemberi penjamin. Hal ini
tetap menguasai bendanya, bukan barang baru karena hal seperti itu walaupun tidak
dikatakan secara tegas oleh undang-undang tetapi dapat diterima sebagai memang
dibenarkan dalam undang-undang. Para sarjana melihat Pasal 540 dan Pasal 1697
24
Ibid. hal. 132
25
Ibid.
28
diakui bahwa penyerahan seperti itu merupakan perkecualian atas ketentuan umum
yang diletakkan dalam Pasal 613 BW. Selanjutnya yang menjadi istimewa dalam
fidusia adalah karena benda yang diserahkan kepemilikannya oleh debitur secara
kepercayaan sebagai jaminan hutang adalah benda bergerak, yang dibiarkan ada
wajib menerima sertifikat jaminan fidusia dan tembusan diserahkan kepada debitur.
Di mana dengan adanya sertifikat jaminan fidusia kreditur mempunyai hak untuk
melakukan eksekusi terhadap benda yang dijadikan sebagai objek jaminan fidusia.
yang dijadikan objek jaminan fidusia. Dalam hal hasil eksekusi melebihi nilai
fidusia ulang terhadap benda yang sudah menjadi objek jaminan yang sudah
menyewakan kepada pihak lain terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia
yang sudah terdaftar kecuali ada suatu perjanjian tertulis dari penerima fidusia.
Sedangkan di pihak debitur wajib untuk menyerahkan benda yang menjadi objek
jaminan fidusia dalam rangka pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia dan menerima
kelebihan hasil eksekusi yang melebihi nilai jaminan, namun apabila setelah
pelaksanaan eksekusi tidak mencukupi untuk pelunasan utang, pihak debitur tetap
bertanggung jawab atas hutang yang belum terbayar. Melihat dari sisi struktur
hukumnya sering terjadi kasus yang dilaporkan kepada pihak kepolisian, di mana
29
masih banyak lembaga finance atau kreditur yang tidak dapat melampirkan
sertifikat fidusia padahal objek yang dilaporkan adalah merupakan objek jaminan
fidusia sehingga hal tersebut akan berimplikasi pada status hak kebendaan dan
undang fidusia ataukah penerapan pasal-pasal di dalam KUH Pidana atau bahkan
masih membutuhkan kejelasan status hak terlebih dahulu dengan mekanisme acara
perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara biasa hingga turunnya
B. Analisa Dan Pembahasan Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika
terjadi Wanprestasi
ruang lingkup yang lebih luas dibandingkan dengan perbuatan pidana. Perbuatan
bertujuan untuk melindungi dan memberikan ganti rugi kepada pihak yang
yang menimbulkan kerugian, dan kewajiban untuk melaksanakan janji yang telah
30
dibuat atau sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Tanggung jawab dalam
suatu perjanjian dapat timbul apabila terjadi suatu keadaan yang dinamakan
wanprestasi.
akibat dari pada tidak dipenuhinya perikatan hukum. Mengenai bentuk wanprestasi
dijanjikan;
debitur yang dimaksud adalah debitur harus membayar kembali kredit yang telah
dipinjamnya setelah jangka waktu tertentu. Pemberian jangka waktu itu penting
sebab jika tidak ditentukan batas sampai tanggal berapa debitur paling lambat harus
telah memenuhi prestasi maka debitur akan beranggapan bahwa kreditur akan
menerima prestasi yang ditetntukan setiap waktu dan waktu tersebut dapat diulur-
ulur sampai kapan saja tanpa adanya wanprestasi. Adanya tenggang waktu tersebut
betujuan untuk mencegah debitur yang beritikad tidak baik yang hendak menunda-
26
Iswi Hariyani, dan R. Serfianto D.P, Bebas Jeratan Utang Piutang, (Pustaka Yustisia,
Yogyakarta, 2010), hal.112
31
nunda pemenuhan prestasi tersebut. Jika dihubungkan dengan kredit macet, ada tiga
bunganya;
Debitur jika tetap tidak mau atau tidak mampu memenuhi perjanjian kredit,
maka debitur tersebut dapat digugat oleh pihak kreditur melalui Pengadilan Negeri
atas dasar wanprestasi. Dalam keaadaan tertentu, Bank sebagai kreditur juga dapat
melakukan Parate Eksekusi, yaitu eksekusi obyek jaminan tanpa melalui penetapan
Ketua Pengadilan Negeri. Agar Parate Eksekusi tersebut bisa berjalan dengan
lancar maka pada saat membuat perjanjian jaminan harus disertai klausul berupa
“janji” dari pihak debitur kepada pihak kreditur yang menyatakan bahwa pihak
debitur tidak akan keberatan terhadap pelaksanakan Parate Eksekusi apabila terjadi
kredit macet atau wanprestasi. Aturan tentang Parate Eksekusi di bidang Jaminan
Fidusia diatur dalam pasal 15 Undang- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia. Jadi, dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia apabila pihak
debitur cidera janji atau wanprestasi dan mengalami kredit macet maka dalam pasal
27
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit Suatu Tinjauan di Bidang Yuridis,( Rineka
Cipta, Jakarta, 2009), hal.163
32
dapat melakukan eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)
sepanjang frasa kekuatan eksekutorial dan frasa sama dengan putusan pengadilan
Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat
sepanjang tidak dimaknai terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan
sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur
hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan
Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai bahwa adanya cidera janji tidak ditentukan
33
secara sepihak oleh kreditur melainkan atas dasar kesepakatan antara kreditur
dengan debitur atau atas dasar upaya hukum yang menentukan telah terjadinya
Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang tidak dimaknai terhadap jaminan fidusia yang tidak ada
sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur
hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan
1. Para Pihak
007 Kel. Cirimekar, Kec Cibinong dalam hal ini memberikan kuasa kepada :
disebut sebagai
Penggugat………………………………………………………………………
……
Lawan
…………….Tergugat I;
Tergugat
II;……………………………………………………………………
III;
sebagai Tergugat
35
IV…………………………………………………………………………
……
…………………………………………………………………..
Business Park Kebon Jeruk Jakarta Barat, dalam hal ini diwakili oleh Sandi
Purwadi selaku kepala PT Artha Asia Finance dan telah memberi kuasa
Sarah Aljena, SH, masing-masing Advokad dan atau legal officer pada
Part Kebon Jeruk Jakarta Barat 11620, berdasarkan Surat Kuasa Subtitusi
……………………………………..Tergugat VI;
diwakili oleh Gita Puspa Kirana Darmawan selaku Diretur dan Engelbert
Rorong JR selaku Diretur dari PT Clipan Finance Indonesia Tbk dan telah
memberi kuasa kepada : Teguh Wiyono, SH, Romet Natarida Siboro, SH,
Indonesia, Tbk yang berkantor di Gedung Wisma Slipi Lt. 6, Jalan Letjen
……………………………..Tergugat VII;
-
2. Tentang Duduk Perkara
dengan CKB TRAKINDO selaku pemberi order dan juga kenal baik dengan
sbb:
Terguga6t
Tergugat VI
3) I Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS Tahun 2017 Warna Putih No.Pol B 9205
Tergugat VI
39
Tergugat VI
3) I(satu) Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS Tahun 2017 Warna Putih No.Pol
MERAPI INDONESIA :
Ratus Juta Empat Puluh Lima Ribu Seratus Delapan Belas Rupiah) ;
Juta Enam Ratus Dua Puluh Enam Ribu Rupiah) ; Sehingga total dana
Tujuh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Satu Seratus Delapan Belas
Rupiah) ;
13. Bahwa kemudian Tergugat 1 dan Tergugat II meminta Penggugat agar dana
II ;
14. Bahwa disamping Penggugat telah mentransfer biaya karoseri kepada istri
(Lima Ratus Empat Puluh Enam Juta Empat Ratus Tiga Puluh Enam Ribu
Rupiah);
16. Bahwa Tergugat V juga cerita kalau karoseri belum dibayar bahkan dia
Tergugat II dan menyatakan bahwa karoseri sudah dibayar namun tidak bisa
18. Mengetahui hal tersebut Penggugat merasa menjadi korban penipuan dan
20. Bahwa untuk unit dan/atau karoseri I(satu) Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS
Dua Puluh Tujuh Juta Rupiah) yang mana angka kerugian sebesar tersebut
Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Satu Seratus Delapan Belas Rupiah)
atau transfer dari Tergugat VI dimana hal ini juga diduga menyalahi
prosedur ;
43
Tujuh Puluh Satu Seratus Delapan Belas Rupiah) yang itu “diaku”dana dari
Tergugat VI ;
24. Bahwa tindakan Tergugat VII yang melaporkan Penggugat adalah kurang
menerima dana atau transfer dari Tergugat VII dimana hal ini juga diduga
menyalahi prosedur
25. Bahwa ketentuan dalam pasal 1365 KUH Perdata disebutkan bahwa:”tiap
26. Bahwa Berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata yang menyebutkan : “Tiaptiap
tersebut.”
27. Bahwa -Berdasarkan Pasal 1366 KUH Perdata juga mengatur “setiap orang
Puluh Enam Juta Empat Ratus Tiga Puluh Enam Ribu Rupiah); 28.
Empat Puluh Enam Juta Empat Ratus Tiga Puluh Enam Ribu
Ratus Delapan Puluh Tujuh Juta Sembilan Ratus Tujuh Puluh Satu
3. Tuntutan
Primair
46
seluruhnya;
Dua Rupiah)
47
putusan ini ;
aequo et bono )
4. Putusan
seluruhnya;
Pengadilan Negeri Depok, pada hari : SENIN, Tanggal 29 Juli 2019, terdiri dari :
masing sebagai Hakim Anggota, Putusan mana diucapkan dalam sidang yang
terbuka untuk umum pada hari : RABU, tanggal 31 Juli 2019, oleh Hakim Ketua
maka menurut Majelis Hakim yang menjadi Pokok permasalahan yang harus
Hukum?
mempertimbangkan apa yang menjadi pokok dalam perkara ini yang mana setelah
Majelis Hakim membaca dan mencermati surat gugatan Penggugat dan jawaban
49
Tergugat V, Tergugat VI dan Tergugat VII yang mana dalam posita surat gugatan
berupa I unit Isuzu Type GVZ 34 K (tractor Head) Jenis Kendaraan Trailer Tahun
No.Pol:B 9041 NEH yang dibeli melalui Tergugat IV dengan pembiayaan melalui
K(tractor Head) Jenis Kendaraan Trailer Tahun 2016 Warna Putih No.Mesin
Unit Isuzu FVC 34 T 285 PS Tahun 2017 Warna Putih No.Pol B 9205 NIN
mengakbiatkan kerugian bagi piahk Penggugat atau kah tindakan Para Tergugat
ke pihak kepolisian dengan alasan yang tidak jelas, dengan demikian Majelis Hakim
berpedapat bahwa surat gugatan yang diajukan oleh Penggguat kepada Tergugat I,
Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV, Tergugat V, Tergugat VI dan tergugat VII
tersebu tidak jelas dan kabur bahkan saling bertetangan antara posita dengan
Petitum dalam gugatan Penggugat. bahwa oleh karena dalam gugatan Penggugat
(Niet Ontvankelijke Verklaard), sehingga dalam hal ini tidak ada pihak yang
menang dan tidak ada pihak yang kalah, maka kepada Penggugat
Ontvankelijke Verklaard),
Dalam hal ini penulis sependapat dengan Majelis Hakim, mengenai tidak
dapat diterimanya gugatan tersebut Dari pokok masalah yang dipandang oleh
Majelis Hakim maka penulis dapat menguraikannya bahawa perjanjian yang dibuat
oleh para pihak sah secara hukum karena perjanjian tersebut merupakan perjanjian
sewa beli. Hal ini telah ditandatanganinya Perjanjian aquo tersebut diatas, sehingga
Tergugat VII dengan Penggugat tentunya telah memahami hak dan kewajibannya
masing-masing, atas dasar tersebut Tergugat VII dengan Penggugat harus tunduk
dan patuh dengan semua ketentuan yang diatur dalam Perjanjian, karena Perjanjian
sebagai konsekwensi hukumnya apabila salah satu pihak dalam perjanjian tidak
memenuhi isi dari perjanjian tersebut, maka pihak tersebut dapat dinyatakan
Dalam pelaksanaan gugatan dan masuk dalam konsep materi gugatan maka
dapat penulis katakan bahwa bahwa dalam petitum gugatan Penggugat yang mana
51
Penggugat mendalikan bahwa Tergugat I dan Tergugat II telah lalai karena tidak
Penggugat dalam menyusun dan menguraikan surat gugatannya tersebut tidak jelas
perjanjian kredit untuk mengambil beberapa unit kedaraan dan selain itu juga
Hukum yang dilakukan oleh Para Tergugat dalam gugatan Penggguat tersebut
Penggugat atau kah tindakan Para Tergugat (Tergugat V, Tergugat VI dan Tergugat
VII yang melaporkan perbuatan Penggugat ke pihak kepolisian dengan alasan yang
tidak jelas, Penulis juaga beranggapan bahwa berpedapat bahwa surat gugatan yang
diajukan oleh Penggguat kepada Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV,
Tergugat V, Tergugat VI dan tergugat VII tersebut tidak jelas dan kabur bahkan
Sehingga ketika majelis Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima baik
konvensi maupun rekovensi maka hal tersebut menguatkan pendapat dari penulis
bahawa hal tersebut benar adanya dan pendapat Majelis Hakim sudah cukup adil.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akta jaminan fidusia adalah akta yang mempunya sifat accesoir atau bersifat
tambahan. Akta ini mengikuti perjanjian pokoknya yaitu perjanjian kredit. Akta
utamanaya. Akta jaminan fidusia harus di buat secara otentik Pasal 5 ayat (1)
UUJF 2014. Langkah awal terjadinya akta jaminan fidusia ini adalah kreditur
baik bank atau pembiayaan lain dalam rangka memberikan fasilitas kreditkepada
kedua belah pihak. Konsep fidusia saat ini yang berfungsi sebagai jaminan,bukan
memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur ciderajanji
maka menjadi batal demi hukum. Dengan demikian, tidak terjadi peralihan
kepemilikan secara sempurna, akan tetapi yang muncul adalah hak jaminan atas
demikian jaminan fidusia juga marak melalui perjanjian di bawah tangan. Hal
ini disebabkan karena pembebanan melalui akta notaril dinilai memakan biaya
52
53
pembiayaan tidak begitu besar. Pembuatan akta jaminan fidusia juga marak
pihak. Selain itu, ada kecenderungan pengurusan Fidusia terpusat hanya pada
2. Analisa Dan Pembahasan Perjanjian Jual Beli dengan jaminan Fidusia Jika
terjadi Wanprestasi
kekuatan yang sama dengan putusan kehakiman, berarti bahwa apabila terjadi
wanprestasi yang dilakukan oleh kreditur kredit sebagai pemberi fidusia, maka
benda objek jaminan fidusia dapat dieksekusi secara langsung oleh debitur kredit
jaminan harus sesuai dengan yang ada pada Pasal 29 UUJF. apabila timbul
sengketa diantara para pihak dalam proses eksekusi terhadap benda jaminan
fidusia, maka eksekusi dapat dilakukan melalui jalur litigasi, dengan cara
antara kedua belah pihak, maka eksekusi terhadap benda jaminan fidusia hanya
bisa dilaksanakan apabila terdapat kesepakatan diantara para pihak, akan tetapi
54
apabila pihak pemberi fidusia tidak setuju dengan adanya eksekusi, maka proses
tetap.
Bahawa perjanjian dalam kasus ini sudah benar san ssah secara hukum. Aakan
tetapi dalam proses gugatan ada kesalahan dalam menerapkan isi gugatan sehingga
fatal diputuskan oleh Majelis Hakim. Dapat dikatakan bahwa surat gugatan yang
diajukan oleh Penggguat kepada Tergugat I, Tergugat II, Tergugat III, Tergugat IV,
Tergugat V, Tergugat VI dan tergugat VII tersebut tidak jelas dan kabur bahkan
Sehingga ketika majelis Hakim menyatakan gugatan tidak dapat diterima baik
konvensi maupun rekovensi maka hal tersebut menguatkan pendapat dari penulis
bahwa hal tersebut benar adanya dan pendapat Majelis Hakim sudah cukup adil.
55
B. Saran
Fidusia terutama hak dan kewajiban debitur yang termuat didalam perjanjian
tersebut. Karena dalam setiap perjanjian Jaminan Fidusia memuat bahwa objek
jaminan fidusia masih merupakan milik Kreditur atau penerima fidusia selama
kredit atas obyek tersebut belum dilunasi, sehingga jika debitur wanprestasi
atau cidera janji maka kreditur penerima fidusia memiliki hak mengeksekusi
benda yang menjadi objek jaminan fidusia dalam tangan siapapun atau yang di
2. Setiap pemberi pinjaman atau yang sering disebut dengan sebutan (kereditur)
itu harus ada perlindungan hukum sewaktu-waktu ada terjadi masalah antar
kereditur dan debitur maka pihak kereditur tidak takut untuk mengambil
keputusan dan melakukan tindakan jika terjadi masalah dalam perjanjian yang
sudah dibuat maka dari itu sangat penting adanya perlindungan hukum
A. Buku-buku
Hariyani,, Iswi dan R. Serfianto D.P, Bebas Jeratan Utang Piutang, (Pustaka
Rosakarya, 2001
Indonesia, 1998,
:Liberty, 1999
56
Soemitro, Ronny H., Metode Penelitian Hukum dan Jurumetri, Jakarta:
Bakti, 1999.
Alumnus,1982
B. Perundang-Undangan.
57
Fidusia” Supremasi: Jurnal Pemikiran dan Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Hukum, &
58