Anda di halaman 1dari 17

Proposal Penelitian

Judul :

“Perlindungan Hukum Bagi Pemenang Lelang Objek Hak Tanggungan


Dalam Hal Eksekusi Terhalang Oleh Gugatan Menurut Hukum Jaminan”

Nama : Didin Hidayat

Stambuk : H1a118458

Kelas :I

Kosentrasi : Kosentrasi Hukum Perdata

Universitas Haluoleo

Fakultas Hukum Jurusan Ilmu Hukum

Kendari,2021/2022
KATA PENGNTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian yang berjudul “Perlindungan
Hukum Bagi Pemenang Lelang Objek Hak Tanggungan Dalam Hal Eksekusi Terhalang Oleh
Gugatan Menurut Hukum Jaminan” tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan proposal penelitian ini adalah salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Hukum. Pada kesempatan ini, penulis hendak menyampaikan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil sehingga
proposal penelitian ini dapat selesai. Ucapan terima kasih ini penulis tujukan kepada :

1. Ayah dan ibu serta kakakku yang telah memberikan doa, dorongan dan semangat selama
penyusunan proposal ini.
2. Teman-temanku satu bimbingan penelitian proposal yang telah berjuang bersama-sama penulis
dalam menyelesaikan proposal penelitian ini. Meskipun telah berusaha menyelesaikan proposal
penelitian ini sebaik mungkin, penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih ada
kekurangan.

Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca guna menyempurnakan segala kekurangan dalam penyusunan proposal penelitian ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga proposal penelitian ini berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan.

Kendari, 2 april 2022

Peneliti

DIDIN HIDAYAT

DAFTAR ISI
BAB I
PENAHULUAN

A. Latar belakang
Permasalahan hutang-piutang sering kali kita temukan tidak berjalan sesuai
dengan apa yang tertera dalam perjanjian kredit dan banyaknya debitur yang mengingkari
prestasinya membuat kreditur mengambil alih atas apa yang dijaminkan oleh debitur.
Perjanjian kredit yang terjadi antara kreditur dan debitur biasanya timbul karena adanya
kesepakatan dari para pihak kemudian pihak kreditur akan meminta jaminan kepada
debitur demi terpenuhinya asas kepercayaan antara kreditur dan debitur.
Pada prinsipnya pihak kreditur akan memberikan teguran sebanyak 3 kali dan
apabila debitur tidak memenuhi dengan baik maka kreditur memiliki kewajiban untuk
mengeksekusi jaminan melalui Pengadilan. Setelah jaminan tersebut sudah berada di
kreditur maka jaminan tersebut menjadi hak tanggungan pada prinsipnya tidak seluruh
jaminan disebut dengan hak tanggungan hal ini hanya dikhususkan pada objek seperti
tanah dan rumah. Hak tanggungan merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas
tanah dan dengan demikian menjadi tuntasnya unifikasi hukum tanah nasional yang
merupakan salah satu tujuan utama Undang-Undang Pokok Agraria.
Selain itu dari sekian banyak perangkat hukum dan peraturan yang diperlukan di
Negara Indonesia dan selalu melaksanakan pembangunan di segala bidang ialah Lembaga
Hak Jaminan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang “ Hak
Tanggungan Atas Tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah (Undang-
Undang Hak Tanggungan/UUHT). Segala penjelasan yang berhubungan dengan hak
tanggungan diatur pada UndangUndang tersebut dan Undang-Undang inilah yang
merupakan pelaksanaan mengenai lembaga Hak jaminan atas tanah dan di amanatkan
oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang “Peraturan Dasar Pokok-Pokok
Agraria (UUPA)” berdasarkan Pasal 51 yang berbunyi :“Hak Tanggungan dapat
dibebankan pada Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan tersebut dalam Pasal
25, 33 dan 39 diatur dengan UndangUndang.” Serta telah memuat beberapa ketentuan
dan menjadi terobosan penting di dalam pengaturan tentang Hak Tanggungan di
Indonesia.1

1
Dr. Burhan Sidabariba, S.H., M.H, Lelang Eksekusi Hak Tanggungan, (Depok, Papas Sinar Sinanti, 2019), hlm. 1
Pandangan dari Sudikno Mertokusumo, hukum itu bertujuan agar tercapai
ketertiban dalam masyarakat sehingga diharapkan kepentingan manusia akan terlindungi
untuk mencapai tujuannya dan bertugas membagi hak dan kewajiban antar perseorangan
dalam masyarakat, membagi wewenang dan mengutamakan pemecahan masalah hukum
serta memelihara kepastian.2 Hak tanggungan adalah jaminan yang adanya karena di
perjanjikan lebih dahulu antara kreditur dan debitur serta harus dibuat secara tertulis.
Perjanjian kredit secara tertulis dilakukan untuk menjamin kepastian hukum perikatan
tersebut sekaligus melindungi hak para pihak yang terkait dengan perjanjian kredit. Jika
suatu saat perjanjian kredit tersebut macet maka dapat dilakukan lelang eksekusi hak
tanggungan oleh kreditur.3 Umumnya di Indonesia kegiatan lelang masih jarang
dipergunakan oleh masyarakat secara sukarela, hal ini dikarenakan masyarakat indonesia
mempunyai pandangan yang negatif terhadap lelang. Masyarakat indonesia berpendapat
bahwa lelang selalu berhubungan dengan pengadilan, walaupun pada kenyataannya hal
itu tidak dapat di pungkiri bahwa sebagian besar proses lelang dilaksanakan karena
adanya putusan dari pengadilan terhadap pihak yang kalah dalam suatu perkara. Lelang
atau Penjualan di muka umum adalah suatu penjualan barang yang dilakukan didepan
khalayak ramai dimana harga barang-barang yang ditawarkan kepada pembeli setiap saat
semakin meningkat.4 Menurut Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
27/PMK.06/2016 Tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, “lelang adalah
penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis
dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi,
yang didahului dengan pengumuman Lelang. Menurut Standar Penilaian Indonesia,
karakteristik yang digunakan untuk dapat menilai tujuan lelang adalah Nilai Pasar dan
Nilai Likuidasi.
Penjual dapat menentukan Nilai Pasar (nilai maksimum) dan Nilai Likuidasi (nilai
minimum) agar dapat mengetahui sebuah limit. Nilai maksimum dapat diartikan sebagai
nilai tertinggi antara pembeli dan penjual dimana pemasarannya dilakukan secara benar
adanya sehingga kedua belah pihak mempunyai kehati-hatian dan tanpa paksaan.
Sedangkan nilai minimum dapat diartikan sebagai nilai terendah untuk dapat memenuhi

2
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum; Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Liberty, 1991), hlm. 19. 3 B
3
Burhan, op. cit, hlm.3
4
Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, (Jakarta :Rajawali Pers, 2011), hlm. 239.
jangka waktu pemasaran dalam definisi Nilai Pasar.5 Dalam hal utang piutang antara
debitur dan kreditur sering terjadi permasalahan diantaranya adalah saat kredit tersebut
mengalami kemacetan yang menyebabkan debitur tidak dapat melunasi utang nya dalam
kurun waktu yang telah ditetapkan. Jaminan yang di bebani hak tanggungan tersebut akan
dilelang sehingga pelunasan piutang kreditur terlaksana, Sebagaimana dalam studi kasus
Putusan Pengadilan Purwokerto Nomor 48/pdt.G/2019/PN pwt dimana seiring
berjalannya masa kredit atas fasilitas kredit, penggugat mengalami kesulitan
keuangan/krisis keuangan sejak bulan April 2017 sehingga mengakibatkan penggugat
tidak mampu untuk memenuhi kewajibannya yaitu membayar cicilan kredit sebesar Rp.
350.000.000 perbulannya meski begitu penggugat tetap melaksanakan itikad baiknya
dengan membayar cicilan pada Bank misalnya jika penggugat ada maka ia membayar
sebesar Rp 70.000.000, Rp 110.000.000, Rp 160.000.000 dan lainnya yang telah
terlampir pada putusan.
Tetapi selanjutnya Bank tetap melakukan lelang eksekusi pertama kali sesuai
dengan nilai pasar namun tidak laku terjual, dan karena sebelumnya tidak terjual sesuai
harga pasar selanjutnya bank langsung menetapkan harga lelang dengan nilai likuidasi
( nilai terendah ) dalam lelang eksekusi. Sedangkan sebaiknya jika jaminan tersebut tidak
terjual maka nilai limit akan diturunkan di penawaran yang kedua lalu apabila belum
terjual sebaiknya diturunkan hingga menyentuh nilai likuidasi (minimum). Adanya lelang
eksekusi yang dilakukan oleh PT. BANK CENTRAL ASIA dengan tidak mengupayakan
lelang tersebut terjual dengan nilai pasar sehingga mengakibatkan hasil lelang eksekusi
jumlahnya lebih kecil dari jumlah utang penggugat yang menyebabkan suatu saat sisa
utang mungkin akan di gugat kembali oleh kreditur. Pada Pasal 49 Peraturan Menteri
Keuangan No 27/PMK.06 tahun 2016 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, terdapat
pernyataan “Dalam pelaksanaan lelang eksekusi pasal 6 UUHT, lelang eksekusi fidusia,
dan lelang eksekusi harta pailit, nilai limit ditetapkan paling sedikit sama dengan nilai
likuidasi.” Dasar hukum untuk melakukan gugatan perdata karena hasil lelang tidak
cukup untuk melunasi seluruh utang adalah Pasal 1131 KUHPer yang berbunyi : “Segala
kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah

5
Jika Bank melelang harga jaminan dibawah pasar: 2017, Esther Roseline,S.H.,“
www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/It59ed9a0818cb5/jika-bank-melelang-barangjaminan-di-bawah-
harga-pasar/ (diakses pada tanggal 1 Juni 2020)
ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggung jawab untuk segala
perikatannya perseorangan.” Pernyataan ini tidak sama halnya dengan Putusan
Pengadilan Negeri Kudus Nomor 01/Pdt.G/2012/PN.Kds pada 26 Juni 2012 dalam
putusan tersebut menerapkan pelelangan eksekusi yang dilaksanakan oleh PT Bank
Pembangunan Daerah Jawa Tengah, yang membedakan antara putusan Pengadilan
Negeri Purwokerto ini dengan Putusan Pengadilan Negeri Kudus ialah pihak KPKNL
Semarang menetapkan lelang eksekusi sesuai dengan aturan yang berlaku, dimana lelang
dilakukan dengan melihat lebih dahulu harga pasar dengan kurun waktu tertentu yang
akan dicoba selama dua kali kemudian jika kurun waktu sudah lewat maka pihak KPKNL
bisa menurunkan lagi nilai objek lelang tetapi adapun nilai yang ditetapkan tidak
dijatuhkan dibawah nilai limit, sehingga hal ini tidak sepenuhnya merugikan debitur.
Kemudian, Jurnal Universitas Brawijaya yang berjudul “Kajian Yuridis Pembatalan
Lelang Eksekusi Karena Nilai Limit Rendah” dibuat oleh Ria Desmawati Rianto, Prija
Djatmika dan Siti Hamidah, Program Studi Magister Kenotariatan, Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Brawijaya, 6Jurnal ini menjelaskan tentang bagaimana pelelangan
terjadi kepada debitur dan lelang eksekusi tersebut dilakukan dengan nilai limit rendah
demi mencapai proses penjualan obyek lelang dapat lebih mudah walaupun tidak sesuai
dengan peraturan yang berlaku sehingga proses ekseku si lelang yang dilakukan dibawah
nilai limit mengakibatkan perbuatan melawan hukum karena dalam proses pelaksanaan
lelang menimbulkan kerugian pada pihak debitur, eksekusi lelang barulah dilakukan
sesuai dengan prosedur yang berlaku jika eksekusi lelang dilakukan tidak sesuai prosedur
maka dapat dijadikan dasar untuk membatalkan lelang dan dianggap batal demi hukum.
Selain itu, Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan yang berjudul
“Dasar Pertimbangan Penetapan Nilai Limit Objek Eksekusi Hak Tanggungan” dibuat
oleh Herzie Riza Fahmi, Tunggul Anshari Setia Negara dan Endang Sri, Program studi
Magister Kenotariatan, Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya, 7dalam
penelitian membahas dasar-dasar pelelangan objek hak tanggungan, nilai limit objek
eksekusi pelelangan agar menghindari kerugian antara debitur dan kreditur selain itu
menggunakan peraturan yang berlaku jika timbulnya suatu masalah di kemudian hari
peraturan ini dapat lebih dipertimbangkan oleh pihak Pengadilan. Perlindungan hukum
terhadap para pihak terkait dengan lelang eksekusi hak tanggungan bagi kredit yang telah
macet, sangat jelas dan kuat di atur oleh UUHT di antaranya sebagaimana di atur dalam
Pasal 6 UU Hak Tanggungan : “jika debitur cedera janji, pemagang Hak Tanggungan
pertama dapat segera dan langsung mengajukan lelang eksekusi Hak Tanggungan kepada
KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) serta mengambil pelunasan
piutangnya terlebih dahulu dari lelang tersebut.” Namun pada prakteknya banyak kreditur
tidak menetapkan nilai limit secara hati-hati dan bertanggung jawab yang tentu akan
menimbulkan kerugian pada debitur.
Karena apabila Pasal 1131 KUHPerdata tetap diberlakukan setelah terjadinya
perbuatan hukum lelang maka pihak penggugat (debitur) akan merasa dirugikan,
sehingga menimbulkan akibat hukum perbuatan melawan hukum yang tertera pada Pasal
1365 KUHPerdata yang melanggar hak pemilik dan dijual terlalu rendah sehingga tidak
sesuai dengan peraturan yang berlaku karena telah melaksanakan lelang yang terkait
harga lelang terlalu rendah/dibawah harga pasar sehingga melanggar hak yang dimiliki
oleh pemilik barang tersebut (debitur).

B. Rumuan masalah
1. Bagimanaa proses lelang terhadap objek hak tanggungan menurut hukum jaminan
Indonesia ?
2. bagaimana perlindungan hukum bagi pemenang lelang objek hak tanggungan ketika
eksekusi terhalang oleh gugatan menurut hukum jaminan

C. Tujuan penelitian
1. untuk mengetahui proses pelelangan terhadap objek hak tanggungan yang mengalami
kredit macet antara kreditur dan debitur menurut hukum jaminan Indonesia.
2. untuk mengetahui baaimana perlindunga hukum bagi pemenang lelang objek hak
tanggungan ketika eksekusi terhalang oleh gugatan menurut hukum jaminan.

D. Manfaat penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis
maupun secara teoritis sebagai berikut :
1. Manfaat secara praktis:
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan dan masukan bagi
masyarakat dalam hal proses pinjam meminjam antara lain kreditur dan debitur agar tidak
terjadinya pelelangan secara sepihak.
2. Manfaat secara teoritis
Dari hasil penelitian ini mudah-mudahan dapat memberikan sumbangan pikiran bagi
pengembangan kajian yaitu penelitian hukum perdata khususnya Hukum Perjanjian
mengenai Jaminan eksekusi terhalang.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. proses lelang terhadap objek hak tanggungan menurut hukum jaminan Indonesia ?
proses lelang objek hak tanggungn menurut hukum perdata indonesia tentang hukum
jaminan ialah sebagai berikut.
1. Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa “Hak Tanggungan
atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak
Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria,
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
milik, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.”
2. Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan
sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan bagian
tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan suatu perjanjian lainnya yang
menimbulkan utang tersebut, dan pemberian Hak Tanggungan tersebut dilakukan dengan
pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT (Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang¬-
undang No. 4 Tahun 1996).
3. Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan, dan sebagai bukti
adanya Hak Tanggungan, Kantor Pendaftaran Tanah menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan
yang memuat irah-irah DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA (Pasal 13 ayat (I), Pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
4. Sertifikat Hak Tanggungan mempunyai kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan apabila debitur cidera janji
maka berdasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan tersebut,
pemegang hak tanggungan mohon eksekusi sertifikat hak tanggungan kepada Ketua
Pengadilan Negeri yang berwenang. Kemudian eksekusi akan dilakukan seperti eksekusi
putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
5. Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak
Tanggungan dapat dilaksanakan dibawah tangan, jika dengan demikian itu akan diperoleh
harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak (Pasal 20 ayat (2) Undang-undang No.4
Tahun 1996).
6. Pelaksanaan penjualan dibawah tangan tersebut hanya dapat dilakukan setelah lewat 1 (satu)
bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pembeli dan/ atau pemegang Hak Tanggungan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat
kabar yang beredar di daerah yang bersangkutan dan/ atau media massa setempat, serta tidak
ada pihak yang menyatakan keberatan (Pasal 20 ayat (3) Undang-undang No. 4 Tahun 1996).
7. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib dibuat dengan akta notaris atau akta
PPAT, dan harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
8. tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain dari pada membebankan Hak
Tanggungan;
9. tidak memuat kuasa substitusi;
10. mencantumkan secara jelas obyek Hak Tanggungan, jumlah utang dan nama serta identitas
kreditornya, nama dan  identitas debitur apabila debitur bukan pemberi Hak Tanggungan;
11. Eksekusi hak tanggungan dilaksanakan seperti eksekusi putusan Pengadilan yang berkekuatan
hukum yang tetap.
12. Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan
Hak tanggungan.
13. Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak tanggungan dan uang hasil
lelang diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut
akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan secara bersih, dan bebas dan semua beban,
kepada pembeli lelang.
14. Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut, maka berlakulah ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 200 ayat (11) HIR.
15. Hal ini berbeda dengan penjualan berdasarkan janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri
berdasarkan Pasal 1178 ayat (2) BW, dan Pasal 11 ayat (2) e UU No. 4 Tahun 1996 yang juga
dilakukan melalui pelelangan oleh Kantor Lelang Negara atas permohonan pemegang hak
tanggungan pertama, Janji ini hanya berlaku untuk pemegang Hak tanggungan pertama saja.
Apabila pemegang hak tanggungan pertama telah membuat janji untuk tidak dibersihkan
(Pasal 1210 BW dan pasal 11 ayat (2) j UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan),
maka apabila ada Hak tanggungan lain-¬lainnya dan hasil lelang tidak cukup untuk
membayar semua Hak tanggungan yang membebani tanah yang bersangkutan, maka hak
tanggungan yang tidak terbayar itu, akan tetap membebani persil yang bersangkutan,
meskipun sudah dibeli oleh pembeli dan pelelangan yang sah. Jadi pembeli lelang
memperoleh tanah tersebut dengan beban-beban hak tanggungan yang belum terbayar.
Terlelang tetap harus meninggalkan tanah tersebut dan apabila ia membangkang, ia dan
keluarganya, akan dikeluarkan dengan paksa.
16. Dalam hal lelang telah diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri, maka lelang tersebut
hanya dapat ditangguhkan oleh Ketua Pengadilan Negeri dan tidak dapat ditangguhkan
dengan alasan apapun oleh pejabat instansi lain, karena lelang yang diperintahkan oleh Ketua
Pengadilan Negeri dan dilaksanakan oleh Kantor Lelang Negara, adalah dalam rangka
eksekusi, dan bukan merupakan putusan dari Kantor Lelang Negara.
17. Penjualan (lelang) benda tetap harus di umumkan dua kali dengan berselang lima belas hari di
harian yang terbit di kota itu atau kota yang berdekatan dengan obyek yang akan dilelang
(Pasal 200 ayat (7) HIR, Pasal 217 RBg).
Sumber:
- Pedoman Teknis Administrasi dan Teknis Peradilan Perdata Umum dan Perdata Khusus,
Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, Jakarta,  2008, hlm. 90-92.

Pengertian tentang eksekusi menurut pendapat para ahli hukum dapat disebutkan adalah sebagai
berikut : 49 M. Yahya Harahap, Ruang Lingkup Permasalahan Lelang Eksekusi Bidang Perdata,
Gramedia, 1991, Jakarta, hal. 1 Universitas Sumatera Utara 44

a. Eksekusi/ pelaksanaan putusan Pengadilan tidak lain adalah realisasi daripada apa yang
merupakan kewajiban dari pihak yang dikalahkan untuk memenuhi suatu prestasi yang
merupakan hak dari pihak yang dimenangkan, sebagaimana tercantum dalam putusan
pengadilan.

b. Pelaksanaan putusan hakim atau eksekusi pada hakekatnya adalah realisasi daripada
kewajiban pihak yang bersangkutan untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam putusan
tersebut.
c. Eksekusi sebagai tindakan hukum yang dilakukan oleh pengadilan kepada pihak yang kalah
dalam suatu perkara, merupakan aturan dan tata cara lanjutan dari proses pemeriksaan perkara,
oleh karena itu eksekusi tidak lain daripada tindakan yang berkesinambungan dan keseluruhan
proses hukum antara perdata. Jadi eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisahkan
dari pelaksanaan tata tertib berita acara yang terkandung dalam HIR atau RBg.

d. Hukum eksekusi mengatur cara dan syarat –syarat yang dipakai oleh alat-alat Negara guna
membantu pihak yang berkepentingan untuk menjalankan putusan Hakim, apabila yang kalah
tidak bersedia dengan sukarela memenuhi putusan yang tidak ditentukan dalam Undang-Undang
Putusan hakim yang diktumnya bersifat Condemnatoir saja yang dapat dimintakan eksekusi. Ada
tiga macam jenis pelaksanaan putusan (eksekusi), yaitu:

1. Eksekusi putusan yang menghukum pihak yang dikalahkan untuk membayar sejumlah uang.
Dalam eksekusi ini prestasi yang diwajibkan adalah membayar sejumlah uang. Eksekusi ini
diatur dalam pasal 196 HIR atau pasal 206 Rbg. Universitas Sumatera Utara 45

2. Eksekusi putusan yang menghukum orang untuk melakukan suatu perbuatan. Eksekusi ini
diatur dalam pasal 225 HIR atau pasal 259 Rbg. Orang tidak dapat dipaksa memenuhi prestasi
berupa perbuatan, akan tetapi pihak yang dimenangkan dapat meminta pada hakim agar
kepentingan yang akan diperolehnya dinilai dengan uang.

3. Eksekusi Riil yaitu pelaksanaan putusan hakim yang memerintahkan pengosongan benda
tetap. Dalam hal orang yang dihukum oleh hakim untuk mengosongkan benda tetap tidak mau
memenuhi perintah tersebut, maka hakim akan memerintahkan dengan surat kepada juru sita
supaya dengan bantuan Panitera pengadilan dan kalau perlu dengan bantuan alat kekuasaan
negara, agar barang tetap tersebut dikosongkan oleh orang yang dihukum beserta keluarganya.
Eksekusi ini diatur dalam pasal 1033 Rv. Sedangkan dalam HIR hanya mengenal eksekusi riil ini
dalam penjualan lelang, termuat dalam pasal 200 ayat 11 HIR/pasal 218 Rbg yang menyebutkan.

(1) Hak orang yang barangnya dilelang atas barang-barang tetap berpindah kepada pihak pembeli
berdasarkan penentuan bahwa ia yang menawar tertinggi, jika semua syarat-syarat jual-belinya
telah dipenuhi dan harga dilunasi atas pelunasan itu ia akan menerima tanda bukti tertulis dari
kantor lelang atau dari orang yang ditugaskan melaksanakan dan pelelangan. (Rv. 526, 532; IR.
20010.)
(2) Jika pemilik barang yang telah dilelang enggan untuk menyerahkan barang yang telah dijual
itu, maka ketua pengadilan negeri atau jaksa yang dikuasakan secara tertulis mengeluarkan surat
perintah kepada pejabat Universitas Sumatera Utara 46 yang bertugas memberitahukan untuk,
bila perlu dengan bantuan polisi, memaksa agar yang membangkang itu beserta keluarganya
meninggalkan dan mengosongkan barang itu. Pejabat yang bertugas menjalankan perintah
dibantu oleh panitera pengadilan negeri atau oleh seorang pegawai yang ditunjuk oleh ketua atau
oleh jaksa yang dikuasakan atau seorang kepala desa atau pegawai yang ditunjuk oleh ketua atau
oleh jaksa yang dikuasakan (Rv. 526, 1033; IR. 200)

(3) pelaksanaan hukum (eksekusi) perkara yang diputus oleh pengadilan negeri dalam tingkat
pertama dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan ketua pengadilan negeri.

(4) Jika putusan seluruhnya atau sebagian harus dilaksanakan di luar wilayah hukum jaksa di
tempat kedudukan pengadilan negeri atau ketua tidak ada di tempat itu, maka ketua dapat minta
secara tertulis perantaraan jaksa yang bersangkutan.

(5) Dalam hal putusan itu seluruhnya atau sebagian harus dilakukan di luar wilayah hukum
pengadilan negeri, maka ia secara tertulis minta perantaraan ketua pengadilan negeri yang
bersangkutan, juga jika pengadilan negeri ini ada di pulau Jawa dan Madura - ketua ini bertindak
serupa jika ternyata pelaksanaan harus dilakukan di luar wilayah hukum pengadilan negerinya.

(6) Bagi ketua pengadilan negeri yang diminta perantaraannya oleh rekannya di Jawa dan
Madura, berlaku ketentuan-ketentuan bab ini terhadap segala akibat tindakan-tindakan yang
dimintakan kepadanya. Universitas Sumatera Utara 47

(7) Ketua yang diminta perantaraannya secepatnya memberitahukan tentang tindakan-tindakan


yang dimintakan kepadanya dan kemudian memberitahukan hasilnya kepada pengadilan negeri
yang memutus perkaranya dalam tingkat pertama.

(8) perlawanan, juga yang datang dari pihak ketiga, berdasarkan hak milik yang diakui olehnya
yang disita untuk pelaksanaan putusan, juga semua sengketa mengenai upaya-upaya paksa yang
diperintahkan, diadili oleh pengadilan negeri yang mempunyai wilayah hukum di mana
dilakukan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan keputusan hakim.
(9) Tentang perselisihan-perselisihan yang timbul dan tentang keputusankeputusan yang telah
diambil, tiap-tiap kali harus segera, oleh ketua pengadilan negeri, diberitahukan kepada ketua
pengadilan negeri yang memutus dalam tingkat pertama. Eksekusi adalah pelaksanaan putusan
hakim. Tidak semua putusan hakim dapat dimintakan eksekusi, kecuali putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum yang tetap yang tidak mungkin dilawan dengan upaya hukum
verzet, banding maupun kasasi. Eksekusi merupakan realisasi kewajiban yang dikalahkan dalam
putusan hakim, untuk memenuhi prestasi yang tercantum dalam amar putusan hakim.

Dengan kata lain eksekusi terhadap putusan yang telah dimiliki kekuatan hukum tetap,
dimana proses ini merupakan tahap terakhir dalam porses acara Universitas Sumatera Utara 48
berperkara di pengadilan, terdapat tiga cara untuk melakukan eksekusi objek hak tanggungan :
50 1. Eksekusi melalui penjualan di bawah tangan (Pasal 20 UUHT) Eksekusi merupakan cara
yang mudah dan dapat diperjanjikan bersama oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan.
Tujuan dari penjualan objek hak tanggungan secara di bawah tangan adalah untuk mencari harga
tertinggi sehingga tidak merugikan debitur atau pemilik barang jaminan. Penjualan objek hak
tanggungan dilakukan melalui pelelangan umum maka harga jual jauh di bawah harga pasar.
Eksekusi objek hak tanggungan secara di bawah tangan dapat dilakukan jika sebelumnya telah
disepakati bersama oleh pemberi dan pemegang hak tanggungan. Eksekusi ini dalam Pasal 20
UUHT tidak diperjelaskan siapa yang melakukan penjualan, debitur sendiri atau kreditur.
Biasanya yang melakukan penjualan dalam arti menentukan harganya adalah kreditur. Untuk
melakukan tindakan tersebut kreditur mutlak harus membuat kesepakatan dengan debitur.
Eksekusi atas kekuasaan sendiri. Eksekusi ini sebagaimana dimaksud pada Pasal 6 UUHT.
Apabila debitur cidera janji, pemegang hak tanggungan pertama mempunyai hak untuk menjual
objek hak tanggungan atas kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan tersebut. Berdasarkan Pasal 6 UUHT dengan diperkuat
dengan Pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT, janji pemegang hak tanggungan pertama mempunyai
hak untuk menjual atas kekuasaan sendiri objek hak tanggungan apabila debitur cidera janji.

51 50 E. Liliawati Muljono, Tinjauan Yuridis Undang-Undang No. 4 tahun 1996 tentang


Hak Tanggungan Dalam Kaitannya Dengan Pemberian Kredit Oleh Perbankan, Harwarindo,
Jakarta, 2013, hal. 2 51 Retno Sutantio, Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan oleh Bank dalam
Menerima Hak Atas Tanah sebagai Objek Hak Tanggungan, Makalah, Bandung, 2013, hal. 53
catatan kaki

Universitas Sumatera Utara 49

2. Eksekusi berdasarkan title eksekutorial Terdapat pada sertipikat hak tanggungan,


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) UUHT dengan Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa yang dicantumkan dalam sertipikat hak tanggungan, dimaksudkan
untuk menegaskan adanya kekuatan eksekutorial. Jika debitur wanprestasi maka kreditur
langsung meminta kepada Pengadilan negeri agar dilaksanakan eksekusi berdasarkan sertipikat
hak tanggungan yang mempunyai title eksekutorial.

Eksekusi demikian didasarkan pada Pasal 224 HIR dan Pasal 258 KUH Perdata yang
mengatur eksekusi terhadap dokumen selain putusan pengadilan yang mempunyai title
eksekutorial. Eksekusi berdasarkan pada Pasal 224 HIR dilakukan oleh kreditur dengan cara
mengajukan permohonan kepada ketua Pengadilan Negeri agar sertipikat hak tanggungan dapat
dieksekusi. Permohonan yang diajukan oleh kreditur dengan menyerahkan sertipikat hak
tanggungan kepada Ketua Pengadilan Negeri agar diterbitkan fiat atau surat perintah sehingga
eksekusi dapat dijalankan secara paksa bahkan dengan bantuan aparat keamanan sekalipun.

3. Parate eksekusi (Pasal 6 dan Pasal 11 huruf c UUHT) Penjelasan Pasal 6 UUHT
menyebutkan bahwa hak untuk menjual hak tanggungan atas kekuasaan sendiri adalah salah satu
bentuk perwujudan dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai pemegang hak tanggungan.
UUHT memberikan landasan hukum untuk langsung melakukan eksekusi jaminan melakukan
eksekusi atau penjualan jaminan hutang melalui pelelangan umum tanpa fiat pengadilan yang
berdasarkan Pasal 14 yang memberikan penegasan bahwa Universitas Sumatera Utara 50
sertipikat hak tanggungan memiliki titel eksekutorial yang memuat irah-irah “Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan
pengadilan yang telah memiliki kekuatan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.

Sehingga dengan adanya titel eksekutorial maka apabila debitur cidera janji maka
kreditur dapat langsung melakukan eksekusi jaminan tanpa harus melakukan gugatan perdata
kepada debitur melalui Pengadilan Negeri. Tahapan dalam melaksanakan lelang, yaitu:
1. Tahap persiapan lelang : permohonan lelang disertai dengan dokumen yang
disyaratkan kepada Kantor Lelang.

2. Setiap peserta lelang menyetor uang jaminan penawaran lelang yang besarnya
ditentukan oleh penjual lelang.

3. Penentuan harga limit oleh penjual dan diserahkan kepada pejabat lelang sebelum
lelang dimulai.

4. Pemenang lelang disebut sebagai pembeli. Pembeli yang telah ditetapkan sebagai
pemenang lelang tidak memenuhi kewajibannya, tidak diperbolehkan mengikuti lelang di
seluruh wilayah RI selama 6 bulan

Anda mungkin juga menyukai