PENDAHULUAN
Suatu kegiatan bisnis tak jarang orang sering melupakan betapa pentingnya kontrak yang harus
dibuat sebelum bisnis itu sendiri berjalan di kemudin hari. Baik di Indonesia maupun di dunia
internasional, kerja sama bisnis di antara para pihak dirasaka lebih mempunyai kepastian hukum bisa
dengan suatu kontrak secara tertulis. Sebelum kontrak dibuat, biasanya akan didahului dengan
pembicaraan pendahuluan seterusnya pembicaraan berikutnya (negosiai/komunikasi) untuk
mematangkan kemungkinan yang terjadi, sehinngga kontrak yang akan ditandatangani telah betul-betul
matang (lengkap dan jelas). Sekalipun demikian selengkap-lengkapnya suatu kontrak (perjanjian), selalu
saja ada kekurangan-kekurangan di sana-sini. Demikian Pula halnya dengan si pembuat kontrak, selalu
ada pihak-pihak yang beritikad tidak baik, yang mengakibatkan terjadinya sengketa para pihak
yang membuat kontrak.
Dengan adanya sengketa dalam bisnis tentunya harus diselesaikan dengan segera, agar bisnis yang telah
berjalan tidak mengalami kerugiaqn besar. Menurut jalur hukum, ada 2 (dua) kemungkinan/cara yang
dapat ditempuh untuk menyelesaikannya, yaitu pertama, jalur pengadilan, dan kedua, jalur arbitrase
(perwasitan). Namun ada pula yang menambahkan cara penyelesaian sengketa dengan cara yang ketiga
yaitu melalui jalur negosiasi (perundingan). Kedua jalur hukum ini sudah sering dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari, maupun cara negosiasi seperti yang lazim dipergunakan.
Sedangkan dalam KUHP istilah perjanjian (kontrak) dibahas dalam buku III tentang perikatan, dalam
pasal 1313 merumuskan perjanjian sebagai berikut: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang lain atau lebih”.
Menurut pasal 1320 KUHP kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat sebagi berikut:
a. Syarat subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi:
1) Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
2) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.
b. Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, meliputi:
1) Suatu hal (objek) tertentu
2) Sesuatu sebab yang halal
Asas kepercayaan
Asas persamaan hak
Asas keseimbangan
Asas moral
Asas kepatutan
Asas kebiasaan
Asas kepastian hukum
Berikut ini beberapa contoh yang terjadi dalam praktek bisnis pada umumnya, antara lain:
1. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Risiko
Menurut Soebekti (2001:144), risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu
kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang di maksudkan dalam
kontrak. Disini berarti beban untuk memikul tanggung jawab dari risiko itu hanyalah kepada salah
satu pihak saja.
2. Wanprestasi
3. Keadaan memaksa
Menurut Soebekti (2001: 144), untuk dapat dikatakan suatu “keadaan memaksa” bila
keadaan itu:
Diluar kekuasaannya
Memaksa; atau
Tidak sapat diketahui sebelumnya.
Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak (absolute),contohnya, bencana alam seperti banjir,
gempa bumi, tanah longsor, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat tidak mutlak (relative), contohnya
berupa suatu keadaan dimana kontrak masih dapat dilaksanakan, tetapi dengan biaya yang lebih
tinggi, misalnya terjadi perubahan harga yang tinggi secara mendadak akibat dari regulasi
pemerintah terhadap produk tertentu; krisis ekonomi yang mengakibatkan ekspor produk terhenti
sementar; dan lain-lain.
Secara umum tentang pembatalan perjanjian tidak mungkin dilaksanakan, sebab dasar
perjanjian adalah kesepakatan tersebut. Namun demikian pembatalan perjanjian dapat dilakukan
apabila:
Adapaun prosedur pembatalan perjanjian adalah dengan cara terlebih dahulu kepada pihak yang
tersangkut dalam perjanjian tersebut diberitahukan, bahwa perjanjian atau kesepakatan yang telah
diikat akan dihentikan (dibatalkan), dalam hal ini harus diberitahukan alasan pembatalan. Setelah
waktu berlalu, maksudnya agar pihak yang tersangkut dalam perjanjian mempunyai waktu untuk
bersiap-siap menghadapi risiko pembatalan.
a) Jalur Pengadilan
Apabila terjadi sengketa dari sebuah kontrak (breachof contract),tentunya akan diselesaikan
secara perdata. Penyelesaian kasus ini tentunya harus didahului dengan adanya surat gugatan ke
pengadilan di wilayah hukum tergugat berada.
Proses di pengadilan ini pada umumnya akan diselesaikan melalui usaha perdamaian oleh hakim
pengadilan perdata. Perdamaian bias dilakukan di luar pengadilan . jika hal ini bisa dicapai, maka
akibatnya gugatan akan dicabut oleh penggugat dengan atau tanpa persetujuan tergugat. Tetapi
perdamaianpun dapat diselesaikan di muka pengadilan, kemungkinan ini diadakan atas anjuran
hakim. Jika perdamaian telah disepakati para pihak, maka sewaktu sidang berjalan akan dibuatkan
akta perdamaian, dalam hal ini kedua belah pihak dihukum untuk mentaati persetujuan yang dibuat.
Akta perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan suatu vonis hakim. Apabila
jalan perdamaian tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, proses penyelesaian selanjutnya akan
memakan waktu yang panjang.
b) Jalur Arbitrase
Dasar hukum arbitrase adalah bahwa menurut hukum dianggap wajar apabila dua orang atau
pihak yang terlibat dalam suatu sengketa mengadakan persetujuan dan mereka menunjuk seorang
pihak ketiga yang mereka berikan wewenang untuk memutus sengketa. Mereka pun berjanji untuk
tunduk kepada putusan yang akan diberikan oleh pihak ketiga tersebut.
Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh pihak yang bersengketa, putusan
arbitrase mengikat para pihak dan bersifat final.
Arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk
oleh pengadilan negeri atau lembaga arbitrase,untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu yang diserahkan penyelesaiannnya melalui arbitrase.
Penyelesaian perselisihan perjanjian (kontrak) bisnis melalui arbiter dilakukan atas dasar
kesepakatan para pihak yang berselisish kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk surat perjanjian
arbitrase, rangkap 3 dan masing masing pihak mendapatkan satu yang mempunyai kekuatan hukum
yang sama.
Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu
“suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih”. Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian
merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan
hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan.
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-
syarat tertentu, antara lain:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3. Mengenai suatu hal tertentu Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang
telah disetujui.
Pelaksanaan perjajian sendiri adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Sedangkan dalam
pembatalan sendiri terjadi karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan karena adanya wanprestasi
dari debitur.
Perjanjian (Kontrak) baik di dunia bisnis maupun non bisnis ialah hal yang sangat penting untuk
diperhatikan karena menyangkut sebuah kepastian, kejujuran, konsisten terhadap apa yang telah di
sepakati dan hasil apa yang telah disepakati berhubungan dengan rekan/pihak yang berkontrak
dengan kita, baik maupun buruk hasil kontrak terebut.