Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Suatu kegiatan bisnis tak jarang orang sering melupakan betapa pentingnya kontrak yang harus
dibuat sebelum bisnis itu sendiri berjalan di kemudin hari. Baik di Indonesia maupun di dunia
internasional, kerja sama bisnis di antara para pihak dirasaka lebih mempunyai kepastian hukum bisa
dengan suatu kontrak secara tertulis. Sebelum kontrak dibuat, biasanya akan didahului dengan
pembicaraan pendahuluan seterusnya pembicaraan berikutnya (negosiai/komunikasi) untuk
mematangkan kemungkinan yang terjadi, sehinngga kontrak yang akan ditandatangani telah betul-betul
matang (lengkap dan jelas). Sekalipun demikian selengkap-lengkapnya suatu kontrak (perjanjian), selalu
saja ada kekurangan-kekurangan di sana-sini. Demikian Pula halnya dengan si pembuat kontrak, selalu
ada pihak-pihak yang beritikad tidak baik, yang mengakibatkan terjadinya sengketa para pihak 
yang membuat kontrak.

Dengan adanya sengketa dalam bisnis tentunya harus diselesaikan dengan segera, agar bisnis yang telah
berjalan tidak mengalami kerugiaqn besar. Menurut jalur hukum, ada 2 (dua) kemungkinan/cara yang
dapat ditempuh untuk menyelesaikannya, yaitu pertama, jalur pengadilan, dan kedua, jalur arbitrase
(perwasitan). Namun ada pula yang menambahkan cara penyelesaian sengketa dengan cara yang ketiga
yaitu melalui jalur negosiasi (perundingan). Kedua jalur hukum ini sudah sering dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari, maupun cara negosiasi seperti yang lazim dipergunakan.

1.2. Rumusan Masalah

 Apakah pengertian dari perjanjian?


 Apa saja syarat sahnya perjanjian?
 Apa saja asas dalam perjanjian?
 Apa yang dimaksud dengan sumber hukum perjanjian?
 Apa saja macam-macam perjanjian?
 Bagaimanakah penyelesaian sengketa perjanjian?
 Apa yang dimaksud dengan Risiko, Wanprestasi & Keadan memaksa?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Perjanjian (Kontrak)


Kontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeenkomst (dalam bahasa Belanda).  Kontrak
adalah suatu perjanjian (tertulis) antara dua atau lebih orang (pihak) yang menciptakan hak dan
kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan suatu hal tertentu. 

Pengertian perjanjian dikemukakan pakar dan referensi lainnya di bawah ini:


Subekti mengartikan perjanjian (kontrak) dengan suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan suatu hal (Subekti: 1984:
1).

Sedangkan dalam KUHP istilah perjanjian (kontrak) dibahas dalam buku III tentang perikatan, dalam
pasal 1313 merumuskan perjanjian sebagai berikut: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan
mana satu orang lain atau lebih”.

Menurut Satrio, unsur-unsur perjanjian ada 6, yaitu:


a. Ada pihak-pihak
b. Ada persetujuan antara para pihak
c. Ada tujuan yang akan dicapai suatu perjanjian
d. Ada prestasi yang dilaksanakan
e. Ada bentuk tertentu 

2.2. Syarat Sahnya Perjanjian (kontrak)

Menurut pasal 1320 KUHP kontrak adalah sah bila memenuhi syarat-syarat sebagi berikut:
a. Syarat subjektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontrak dapat dibatalkan, meliputi:
1) Kecakapan untuk membuat kontrak (dewasa dan tidak sakit ingatan);
2) Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya.

b. Syarat objektif, syarat ini apabila dilanggar maka kontraknya batal demi hukum, meliputi:
1) Suatu hal (objek) tertentu
2) Sesuatu sebab yang halal 

2.3. Asas-Asas Dalam Perjanjian (kontrak)

Berbagai asas dalam berkontrak adalah sebagai berikut:


a) Asas kebebasan berkontrak (open system)
Asas kebebasan berkontrak adalah setiap orang boleh mengadakan perjanjian apa saja dan dengan
siapa saja. Isi dari perjanjian juga terserah para pihak yang akan melakukan perjanjian (kontrak).
b) Asas konsensual atau asas kekuasaan bersepakat
Asas konsensual adalah perjanjian itu ada sejak tercapai kata sepakat antara pihak yang
mengadakan perjanjian.
c) Asas facta sun servanda
Perjanjian (kontrak) itu merupakan undang-undang bagi para pihak yang membuatnya (mengikat
para pihak). 
Di samping itu, beberapa asas lain dalam standar kontrak:

 Asas kepercayaan
 Asas persamaan hak
 Asas keseimbangan
 Asas moral
 Asas kepatutan
 Asas kebiasaan
 Asas kepastian hukum 

2.4. Sumber Hukum Perjanjian (kontrak)

Sumber hukum perjanjian (kontrak) bersumber dari undang-undang dijelaskan:

a) persetujuan para pihak (kontrak)


b) undang-undang, selanjutnya yang lahir dari UU ini dapat di bagi:
 1) undang-undang saja,
 2) undang-undang karena suatu perbuatan, selanjutnya yang lahir dari undang-undang karena
suatu perbuatan dapat dibagi:
 yang dibolehkan
 yang berlawanan dengan hukum (Abdul R. Saliman: 2004: 14).

2.5. Macam Macam Perjanjian (Kontrak) Dalam Bisnis

Berikut ini beberapa contoh yang terjadi dalam praktek bisnis pada umumnya, antara lain:

1. Perjanjian Kredit
Perjanjian kredit dibedakan menjadi dua, yaitu:

 Perjanjian uang (contoh: perjanjian kartu kredit)


 Perjanjian kredit barang (contoh: perjanjian sewa beli, perjanjian sewa guna usaha). (Abdul
R. Saliman: 2005: 49).

2. Perjanjian leasing (kredit barang)


Perjanjian leasing adalah perjanjian yang pembayarannya dilakukan secara angsurannya lunas
dibayar.

3. Keagenan  dan Distributor


Keagenan perjanjian adalah hubungan hukum antara pemegang merek(principal) dan suatu
perusahaan dalam penunjukan untuk melakukan perakitan / pembuatan / manufaktur serta
penjualan / distribusi barang modal atau produk industri tertentu.

4. Perjanjian franchising dan lisensi


Franchising adalah pemilikan dari sebuah merek dagang, nama dagang, sebuah rahasia dagang,
paten, atau sebuah produk yang memberikan lisensi ke pihak lain (biasa disebut “franchisee”) untuk
menjual atau memberi pelayanan dari produk di bawah nama franchisor.

2.6. Risiko, Wanprestasi & Keadan memaksa

1. Risiko

Menurut Soebekti (2001:144), risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian jika ada suatu
kejadian di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang di maksudkan dalam
kontrak. Disini berarti beban untuk memikul tanggung jawab dari risiko itu hanyalah kepada salah
satu pihak saja.

2. Wanprestasi

Dalam perjanjian (kontrak) terkadang ada perselisihan-perselisihan, perselisihan ini


dikarenakan ada salah satu pihak yang tidak melaksanakan apa yang diatur dalam perjanjian
(kontrak), dan ini disebut wanprestasi. Bentuk-bentuk wanprestasi:
1. tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya.
2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian (kontrak) tidak boleh dilakukannya. 
Akibat dari wanprestasi itu biasanya dapat dikenakan sanksi berupa ganti rugi, pembatalan
kontrak, peralihan risiko, maupun membayar biaya perkara. 

3. Keadaan memaksa

Menurut Soebekti (2001: 144), untuk dapat dikatakan suatu “keadaan    memaksa” bila
keadaan itu:

 Diluar kekuasaannya
 Memaksa; atau
 Tidak sapat diketahui sebelumnya.

Keadaan memaksa ada yang bersifat mutlak (absolute),contohnya, bencana alam seperti banjir,
gempa bumi, tanah longsor, dan lain-lain. Sedangkan yang bersifat tidak mutlak (relative), contohnya
berupa suatu keadaan dimana kontrak masih dapat dilaksanakan, tetapi dengan biaya yang lebih
tinggi, misalnya terjadi perubahan harga yang tinggi secara mendadak akibat dari regulasi
pemerintah terhadap produk tertentu; krisis ekonomi yang mengakibatkan ekspor produk terhenti
sementar; dan lain-lain. 

2.7. Berakhirnya kontrak

Secara umum tentang pembatalan  perjanjian tidak mungkin dilaksanakan, sebab dasar
perjanjian adalah kesepakatan tersebut. Namun demikian pembatalan perjanjian dapat dilakukan
apabila:

 Jangka waktu perjanjian telah berakhir


 Salah satu pihak menyimpang dari apa yang diperjanjikan, dan
 Jika ada bukti kelancaran dan bukti penghianatan(penipuan).

Adapaun prosedur pembatalan perjanjian adalah dengan cara terlebih dahulu kepada pihak yang
tersangkut dalam perjanjian tersebut diberitahukan, bahwa perjanjian atau kesepakatan yang telah
diikat akan dihentikan (dibatalkan), dalam hal ini harus diberitahukan  alasan pembatalan. Setelah
waktu berlalu, maksudnya agar pihak yang  tersangkut dalam perjanjian mempunyai waktu untuk
bersiap-siap menghadapi risiko pembatalan.

Sedangkan dalam praktek bisnis berakhirnya kontrak dapat disebabkan :


a) Pembayaran
b) Penawaran tunai diikuti oleh penyimpangan produk yang hendak dibayarkan itu di suatu tempat
c) Pembauran utang
d) Kompensasi
e) Percampuran utang pembebasan utang
f) Hapusnya produk yang dimakudkan dalam kontrak
g) Pembatalan kontrak
h) Akibat berlakunya suatu syarat pembatalan
i) Lewat waktu

2.8.penyelesaian sengketa perjanjian

a) Jalur Pengadilan

Apabila terjadi sengketa dari sebuah kontrak (breachof contract),tentunya akan diselesaikan
secara perdata. Penyelesaian kasus ini tentunya harus didahului dengan adanya surat gugatan ke
pengadilan di wilayah hukum tergugat berada.

Proses di pengadilan ini pada umumnya akan  diselesaikan melalui usaha perdamaian oleh hakim
pengadilan perdata. Perdamaian bias dilakukan di luar pengadilan . jika hal ini bisa dicapai, maka
akibatnya gugatan akan dicabut oleh penggugat dengan atau tanpa persetujuan tergugat. Tetapi
perdamaianpun dapat diselesaikan di muka pengadilan, kemungkinan ini diadakan atas anjuran
hakim. Jika perdamaian telah disepakati para pihak, maka sewaktu sidang berjalan akan dibuatkan
akta perdamaian, dalam hal ini kedua belah pihak dihukum untuk mentaati persetujuan yang dibuat.
Akta perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan suatu vonis hakim. Apabila
jalan perdamaian tidak dapat diselesaikan oleh para pihak, proses penyelesaian selanjutnya akan
memakan waktu yang panjang.

b) Jalur Arbitrase 

Dasar hukum arbitrase adalah bahwa menurut hukum dianggap wajar apabila dua orang atau
pihak yang terlibat dalam suatu sengketa mengadakan persetujuan dan mereka menunjuk seorang
pihak ketiga yang mereka berikan wewenang untuk memutus sengketa. Mereka pun berjanji untuk
tunduk kepada putusan yang akan diberikan oleh pihak ketiga tersebut.

Arbitrase adalah cara penyelesaian  suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang didasarkan
pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara  tertulis oleh pihak yang bersengketa, putusan
arbitrase mengikat para pihak dan bersifat final.

Arbiter  adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk
oleh pengadilan negeri atau lembaga arbitrase,untuk memberikan putusan mengenai sengketa
tertentu yang diserahkan  penyelesaiannnya melalui arbitrase.

Syarat untuk ditetapkan menjadi arbiter:

 Beriman dan bertakwa kepada kepada Tuhan Yang maha Esa


 Cakap melakukan tindakan hukum
 Warga Negara Indonesia
 Berumur sekurang kurangnya 45 tahun
 Berpendidikan sekurang kurangnya SI
 Berbadan sehat menurut keterangan dokter
 Mengetahui peraturan perundang undangan ketenagakerjaan yang dibuktikan dengan
sertifikat atau bukti kelulusan telah mengikuti ujian arbitrase
 Memiliki pengalaman dibidang hubungan industrial sekurang kurangnya 5 tahun.

Penyelesaian  perselisihan perjanjian (kontrak) bisnis melalui arbiter dilakukan atas dasar
kesepakatan para pihak yang berselisish kesepakatan tersebut dibuat dalam bentuk surat perjanjian
arbitrase, rangkap 3 dan masing masing pihak mendapatkan satu yang mempunyai kekuatan hukum
yang sama.

Adapun surat perjanjian arbitrase sekurang kurangnya memuat:


1. Nama lengkap dan alamat atau tempat kedudukan para pihak yang berselisih
2. Pokok-pokok persoalan yang menjadi perselisihan dan yang diserahkan arbitrase untuk
diselesaikan dan diambil putusan 
3. Jumlah arbiter yang disepakati
4. Pernyataan para pihak yang berselisih untuk tunduk dan menjalankan keputusan arbitrase
5. Tanggal dan tempat pembuatan surat perjanjian, dan tanda tangan para pihak yang berselisih.

Penyelesaian perselisihan perjanjian (kontrak) melalui arbitrase, arbiter harus mengupayakan


perdamaian kedua belah pihak yang berselisih. Apabila perdamaian terjadi, maka arbiter wajib
membuat akta perdamaian yang ditandatangani oleh para pihak yang berselisish dan arbiter atau
majlis arbiter. 
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kontrak adalah peristiwa di mana dua orang atau lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak
melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya secara tertulis. Suatu perjanjian adalah suatu
peristiwa di mana seorang berjanji kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan suatu hal.

Perjanjian diatur dalam pasal 1313 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu
“suatu perbuatan yang mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih”. Berbeda dengan perikatan yang merupakan suatu hubungan hukum, perjanjian
merupakan suatu perbuatan hukum. Perbuatan hukum itulah yang menimbulkan adanya hubungan
hukum perikatan, sehingga dapat dikatakan bahwa perjanjian merupakan sumber perikatan. 

Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat, maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-
syarat tertentu, antara lain:
1.      Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya.
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan.
3.      Mengenai suatu hal tertentu Secara yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang
telah disetujui.

Pelaksanaan perjajian sendiri adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah
diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Sedangkan  dalam
pembatalan sendiri terjadi karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan  karena adanya wanprestasi
dari debitur.

Perjanjian (Kontrak) baik di dunia bisnis maupun non bisnis ialah hal yang sangat penting untuk
diperhatikan karena menyangkut sebuah kepastian, kejujuran, konsisten terhadap apa yang telah di
sepakati dan hasil apa yang telah disepakati berhubungan dengan rekan/pihak yang berkontrak
dengan kita, baik maupun buruk hasil kontrak terebut.

Anda mungkin juga menyukai