Anda di halaman 1dari 9

DILEMATIS EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN MELALUI PARATE

EXECUTIE DAN EKSEKUSI MELALUI GROSSE AKTA


Ananda Fitki Ayu Saraswati
(Mahasiswa S2 Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum UNS)

Abstract

of the deed of acknowledgment of debt by the head of the deed “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa” who has the power executorial. There is confusion between parate executie meaning and
execution based grosse deed. If in parate executie still had no command based on the determination of the
chairman of the court, then the sale is no longer “on its own power” but “on judicial powers” so that there is

study the execution encumbrance through execution parate executie and grosse deed require a court warrant
or not. Execution by Grosse deed had to be approved by the chairman of the district court is concerned in
advance. A grosse deed is as strong as a court decision that already have permanent legal force, then execution
submissive and obedient as the implementation of a court decision, which must be carried out on the orders of
the chairman of the district court. Although a lot of disagreement about the execution through executie parate,

is based on the Decision of the Supreme Court dated January 30, 1986.
Keywords: Parate Executie, Grosse Deed, Judgment of the Court.

Abstrak
Parate executie merupakan penyederhanaan eksekusi tanpa melibatkan pengadilan, sedangkan grosse akta
adalah salah salah satu salinan akta pengakuan utang dengan kepala akta “demi keadilan berdasarkan Ketuhanan
yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan eksekutorial. Terdapat kerancuan makna antara parate executie
dan eksekusi berdasarkan grosse akta. Jika di dalam parate executie masih harus ada perintah berdasarkan
penetapan ketua pengadilan, maka penjualan tersebut bukan lagi “atas kekuasaan sendiri” melainkan “atas
kekuasaan pengadilan” sehingga tidak ada bedanya lagi dengan eksekusi grosse akta. Dari permasalahan
diatas maka tujuan dalam penulisan ini hendak mengkaji eksekusi hak tanggungan melalui parate executie
dan eksekusi grosse akta memerlukan penetapan pengadilan atau tidak. Eksekusi berdasarkan Grosse Akta
memang harus mendapat persetujuan dari ketua pengadilan negeri yang bersangkutan lebih dahulu. Suatu
grosse akta mempunyai kekuatan seperti suatu putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum
tetap, maka eksekusinya tunduk dan patuh sebagaimana pelaksanaan suatu putusan pengadilan, yang harus
dilaksanakan atas perintah ketua pengadilan negeri. Meskipun banyak pertentangan pendapat tentang
pelaksanaan eksekusi melalui parate executie, di dalam praktek, kemudahan dan penyederhanaan eksekusi
yang ditawarkan melalui parate executie tidak bisa diperoleh karena kantor lelang tidak bersedia melakukan
penjualan jika tidak diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Hal ini didasarkan pada Putusan Mahkamah
Agung tanggal 30 Januari 1986.
Kata Kunci: Parate Executie, Grosse Akta, Penetapan Pengadilan.

A. Pendahuluan kegiatan industri dan perdagangan. Meningkatnya


kegiatan industri dan perdagangan mengakibatkan
Era Globalisasi mendorong terjadinya peningkatan dalam sektor dana. Sedangkan tidak
peningkatan pembangunan di segala bidang. Salah semua pengusaha memiliki dana yang cukup untuk
satu peningkatan pembangunan yang dapat kita mengembangkan usahanya, maka dari sinilah tercipta
lihat dan rasakan adalah semakin berkembangnya suatu transaksi kredit/ pinjaman.

51
Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 Juli - Desember 2015

Dalam perjanjian kredit, seringkali pihak kesatuan dengan tanah yang dijadikan jaminan.
kreditur berada dalam posisi yang tidak diuntungkan
Lahirnya lembaga hak tanggungan berdasarkan
ketika pihak debitur wanprestasi. Pada asasnya tidak
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
ada kredit yang tidak mengandung jaminan, karena
Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang
sesuai dengan Pasal 1131 KUHPerdata bahwa setiap
Berkaitan dengan Tanah, membawa angin segar
kebendaan milik debitur baik yang bergerak maupun
bagi para kreditur di Indonesia. Lembaga Hak
yang tak bergerak, baik yang sudan ada maupun yang
Tanggungan dinilai dapat membawa perubahan yang
baru akan ada dikemudian hari menjadi tanggungan
lebih baik dalam memberikan kepastian hukum bagi
atas utang-utangnya (J. Satrio, 1993 : 5).
kreditur.
Namun meskipun Undang-Undang telah
Sebagaimana pengaturan dalam Undang-
menentukan demikian, bukan berarti bahwa setiap
Undang Hak Tanggungan, jaminan pelunasan utang
proses pelunasan dengan objek jaminan akan berjalan
menggunakan Hak Tanggungan memberikan suatu
dengan lancar dan mudah, karena kenyataannya
keistimewaan pada krediturnya sebagai kreditur
pihak kreditur yang menghadapi persoalan kredit
preferen. Kreditur preferen adalah kreditur yang
macet (wanprestasi) selalu harus dihadapkan dengan
diistimewakan/ didahulukan dari kreditur lainnya
segala macam problem dan masalah dalam upaya
atas pelunasan uatang debitur apabila terjadi gagal
mengambil pelunasan piutangnya.
tagih. Pemegang Hak Tanggungan yang juga
Dalam praktek, jaminan yang bersifat umum merupakan kreditur separatis mempunyai kedudukan
belum memberikan perlindungan hukum untuk yang dipisahkan dari kreditur-kreditur lainnya dalam
menjamin kredit yang telah diberikan. Diperlukan hal terjadinya suatu keadaan pailit yang dialami oleh
jaminan yang ditunjuk dan diikat secara khusus debitur perorangan atau badan hukum sebagaimana
untuk menjamin hutang-hutang debitur. Jaminan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun
dikenal dengan jaminan khusus yang timbul karena 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
adanya perjanjian khusus antara kreditur dengan Pembayaran Utang.
debitur. Biasanya jaminan tersebut berupa tanah
Ketika seorang debitur cedera janji (wanprestasi),
yang kemudian dibebani dengan Hak Tanggungan.
maka jaminan yang dimiliki oleh debitur harus di
Jaminan ini untuk memberikan perlindungan bagi
eksekusi oleh kreditur. Menurut Kamus Besar Bahasa
kreditur apabila terjadi wanprestasi atau cidera janji.
Indonesia yang dimaksud dengan eksekusi adalah
Hak tanggungan itu sendiri adalah hak jaminan pelaksanaan putusan hakim, pelaksanaan hukuman
untuk pelunasan utang, dimana utang yag dijamin peradilan atau penjualan harta orang tua karena
harus suatu utang tertentu. Menurut ketentuan Pasal berdasarkan penyetaan.
1 ayat (1) UU No. 4 Tahun 1996 yang dimaksud
Ada 3 (tiga) macam Eksekusi Hak Tanggungan
dengan Hak Tanggungan adalah:
yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan
“Hak tanggungan atas tanah beserta benda-
yaitu:
benda yang berkaitan dengan tanah, yang
1. Parate Executie atau eksekusi atas kekuasaan
selanjutnya disebut Hak Tanggungan adalah
sendiri
hak jaminan yang dibebankan kepada hak atas
Eksekusi atas kekuasaan sendiri ini harus
tanah sebagaimana dimaksud dengan Undang-
diperjanjian dalam perjanjian sebelumnya.
Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Menurut Pasal 20 ayat (1) huruf (a) jo. Pasal
Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak
6 Undang-Undang Hak Tanggungan, apabila
berikut benda-benda lain yang merupakan satu
debitur wanprestasi maka kreditur pemegang
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan
hak tanggungan pertama mempunyai hak
utang tertentu, yang memberikan kedudukan
untuk menjual obyek hak tanggungan atas
yang diutamakan kepada Kreditur tertentu
kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum
terhadap Kreditur-Kreditur lainnya”.
dan mengambil pelunasan piutangnya dari hasil
Dari ketentuan di atas, maka Hak Tanggungan penjualan itu.
pada dasarnya hanya dibebankan kepada hak atas 2. Titel Eksekutorial
tanah dan juga sering kali terdapat benda-benda di Titel eksekutorial yaitu berdasarkan irah-
atasnya bisa berupa bangunan, tanaman, dan hasil- irah “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan
hasil lainnya yang secara tetap merupakan satu Yang Maha Esa” yang terdapat di dalam Grosse

52
Ananda Fitki Ayu Saraswati. Dilematis Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Parate Executie ...

(Yahya Harahap, 1988:113).


ketua pengadilan dengan menggunakan Pasal
Pendirian lembaga peradilan (Yurisprudensi)
224 HIR/258 Rbg.
yang kemudian ditindak lanjuti oleh keluarnya
3. Eksekusi Di bawah Tangan U n d a n g - U n d a n g N o m o r 4 Ta h u n 1 9 9 6
Eksekusi penjualan di bawah tangan tentang Jaminan Hak Tanggungan yang telah
obyek hak tanggungan diatur dalam Pasal 20 mencampuradukan antara pengertian parate executie
ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Hak dengan eksekusi grosse akta, hal ini menimbulkan
Tanggungan. Inti dasar dari pasal ini adalah kebingungan pada banyak kalangan terutama para
adanya kesepakatan antara pemberi dan pemegang jaminan (kreditur) yang sebelumnya telah
pemegang hak tanggungan bahwa penjualan memperjanjikan hak untuk melakukan penjualan
di bawah tangan obyek hak tanggungan objek jaminan atas kekuasaannya sendiri. Terlebih
akan memperoleh harga tertinggi yang akan lagi dengan adanya pertimbangan Putusan MA-RI
menguntungkan semua pihak. Penjualan di Nomor : 3201 K/Pdt/1984 yang menyatakan bahwa
bawah tangan hanya dapat dilakukan setelah penjualan objek jaminan tanpa melalui pengadilan
lewat 1 (satu) bulan sejak diberitahukan merupakan “perbuatan melawan hukum”, hal
secara tertulis oleh pemegang hak tanggungan tersebut telah menimbulkan ketakutan bagi para
kepada pihak-pihak yang berkepentingan pelaksana lelang untuk menerima permohonan
dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 pelelangan berdasarkan titel parate executie dari
(dua) surat kabar yang beredar pada daerah para pemegang jaminan pertama.
yang bersangkutan serta tidak ada pihak yang
menyatakan keberatan. Kasus antara Bank NISP (selaku kreditur)
dengan Koo Ay Tjen (debitur) tentang pelaksanaan
Beberapa alternatif di atas dapat menjadi lelang yang dilakukan pihak kreditur. Pihak debitur
pilihan bagi pemegang jaminan kebendaan untuk merasa keberatan terhadap proses pelaksanaan
melunasi hak-hak piutangnya, sejumlah utang lelang yang tidak melalui penetapan pengadilan.
pokok dan bunga. Kemudahan yang ditawarkan oleh Proses lelang hanya dilakukan melalui Kantor
Undang-Undang ternyata berbanding terbalik dengan Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).
kenyataan yang terjadi. Dalam kasus tersebut sangat jelas sekali kerancuan
Pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan sebagai terhadap proses eksekusi jaminan yang dibebani Hak
jaminan kredit masih ada beberapa kendala yang Tanggungan.
menjadi hambatan. Sering dijumpai debitur keberatan Secara logika, jika parate executie masih
dan tidak bersedia secara sukarela mengosongkan harus melalui fiat dari ketua pengadilan, maka
obyek Hak Tanggungan itu, bahkan berusaha dimana lagi letak parat-nya sebagai hak untuk
mempertahankan dengan mencari perpanjangan menjual atas kekuasaan sendiri, sedangkan parate
kredit atau melalui gugatan perlawanan eksekusi executie merupakan penyederhanakan eksekusi
Hak Tanggungan kepada Pengadilan Negeri yang tanpa melibatkan pengadilan. Jika di dalam parate
tujuannya untuk menunda eksekusi Hak Tanggungan executie masih harus ada perintah berdasarkan
tersebut, sikap seperti ini jelas mengganggu tatanan penetapan ketua pengadilan, maka penjualan tersebut
kepastian penegakkan hukum. bukan lagi “atas kekuasaan sendiri” melainkan
Selain permasalahan-permasalahan tersebut “atas kekuasaan pengadilan” sehingga tidak ada
diatas, terdapat juga permasalahan yang sering terjadi bedanya lagi dengan eksekusi grosse akta, hal ini
di dalam masyarakat antara lain adanya kerancuan pula yang mengakibatkan kerancuan antara parate
atau dilematis antara parate executie dan eksekusi executie dengan eksekusi grosse akta. Berdasarkan
berdasarkan grosse akta. Hal ini juga menyebabkan permasalahan-permasalahan yang telah diuraikan
parate executie mengalami pergeseran makna, di atas, maka tujuan dari penulisan ini adalah
karena dewasa ini penjualan objek jaminan dengan hendak mengkaji apakah eksekusi hak tanggungan
kekuasaan sendiri (parate executie) tidak dapat lagi melalui parate executie dan eksekusi grosse akta
dipergunakan oleh para kreditur pertama dalam membutuhkan penetapan pengadilan.
Jaminan Hak Tanggungan dengan alasan bahwa
setiap penjualan umum (lelang) terhadap objek

53
Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 Juli - Desember 2015

B. Parate Executie Penjelasan umum tersebut menjelaskan bahwa


maksud pembentuk UUHT menyatakan meskipun
Dal a m m enj a ri ng deb itur na kal y ang pada dasarnya eksekusi secara umum diatur oleh
wanprestasi, Bank seringkali mengalami kesulitan Hukum Acara Perdata, namun untuk membuktikan
untuk memperoleh pelunasan kreditnya. Jika salah satu ciri Hak Tanggungan terletak pada
ditempuh dengan cara gugatan melalui pengadilan, pelaksanaan eksekusinya adalah mudah dan pasti.
tentunya memerlukan waktu danb biaya yang Oleh karena itu secara khusus ketentuan ekskusi Hak
banyak, meskipun terdapat asas sederhana, cepat dan Tanggungan diatur lemabga parate executie.
biaya ringan. Sesungguhnya sejarah perbankan di
dunia telah mewariskan senjata yang paling ampuh Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan,
dan paling cepat dalam memberantas kredit macet dasar pijakan mengenai eksekusi Hak Tanggungan
yakni parate executie atau mengeksekusi sendiri diatur dalam pasal 20 ayat (1) huruf (a) UUHT
(melelang) agunan tanpa campur tangan pengadilan . Jadi pada Pasal 20 ayat (1) huruf (a) UUHT,
(Bachtiar Sibarani, 2001:22). dinyatakan bahwa apabila debitor cidera janji,
maka pemegang Hak Tanggungan pertama berhak
Menurut Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, parate untuk menjual obyek Hak Tanggungan sebagaimana
executie adalah (Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, dimaksud dalam Pasal 6 UUHT. Sedangkan Pasal
1980:32): 6 UUHT menjelaskan apabila debitor cidera janji,
“eksekusi yang dilaksanakan tanpa mempunyai pemegang Hak Tanggungan pertama mempunyai
titel eksekutorial (Grosse Akta Notaris, hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas
Keputusan Hakim) ialah dengan melalui kekuasaan sendiri melalui pelelangan umum serta
Parate Eksekusi (Eksekusi Langsung) yaitu mengambil pelunasannya dari hasil penjualan
pemegang Hak Tanggungan dengan adanya tersebut. Unsur- unsur yang terdapat dalam pasal
janji untuk menjual atas kekuasaan sendiri dapat 6 UUHT menunjukkan adanya 2 (dua) hak yang
melaksanakan haknya secara langsung tanpa penting manakal debitor wanprestasi, yaitu hak
melalui keputusan hakim atau Grosse Akta dan pelaksanaan hak bagi kreditor pemegang Hak
Notaris.” Tanggungan pertama (Herowati, 2013:199).
Menurut Rachmadi Usman, parate executie Kewenangan untuk menjual atas kekuasaaan
adalah pelaksanaan eksekusi tanpa melalui bantuan sendiri pada pasal 6 UUHT seperti halnya dalam
pengadilan (Rachmadi Usman, 1999:130). Hal ini pasal 1155 B.W. yang mengatur tentang parate
sejalan dengan pengertian parate executie yang executie pada obyek gadai telah diberikan ex lege.
dikemukakan oleh Bachtiar Sibarani, bahwa parate Hal tersebut jelas berbeda dengan hipotik, hak
executie adalah melakukan sendiri eksekusi tanpa kreditor pemegang hipotik pertama mempunyai hak
bantuan atau campur tangan pengadilan atau hakim parate executie apabila telah diperjanjikan antara
(Bachtiar Sibarani, 2001:5). Subekti juga berpendapat kreditor dengan debitor selaku pemberi jaminan.
bahwa parate executie adalah menjalankan sendiri
atau mengambil sendiri apa yang menjadi haknya, Tujuan pembentuk UUHT untuk membentuk
dalam arti tanpa perantara hakim (Subekti, 1989:47). lembaga parate executie, selain memberikan
sarana yang memang sengaja diadakan bagi
Dalam UUHT istilah parate executie secara kreditur pemegang Hak Tanggungan pertama untuk
implisit justru tersurat dan tersirat, khususnya diatur mendapatkan kembali pelunasan piutangnya dengan
dalam penjelasan umum angka 9 UUHT, yang cara mudah dan murah, dengan maksud untuk
menyebutkan : menerobos formalitas hukum acara, di satu sisi
“Salah satu ciri Hak Tanggungan yang tujuan pembentukan parate executie secara Undang-
kuat adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan Undang, dengan maksud untuk memperkuat posisi
eksekusinya, jika debitor cidera janji. Walaupun dari kreditor pemegang Hak Tanggungan pertama
secara umum ketentuan tentang eksekusi telah pada pihak-pihak yang mendapat hak dari padanya
diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku, (Herowati Poesoko, 2008:282).
dipandang perlu untuk memasukkan secara khusus Salah satu fasilitas atau ciri yang diberikan oleh
ketentuan tetnang eksekusi Hak Tanggungan dalam Undang-undang Hak Tanggungan bahwa apabila
Undang-undang ini, yaitu yang mengatur lembaga debitor cidera janji, maka eksekusinya mudah dan
parate executie sebagaimana dimaksud dalam pasal pasti, hal tersebut dapat dilaksanakan jika pemberi
224 HIR dan pasal 258 R.Bg.”

54
Ananda Fitki Ayu Saraswati. Dilematis Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Parate Executie ...

hak tanggungan (debitor) tidak memenuhi kewajiban Penjelasan Pasal 11 ayat (2) huruf e yang juga
sebagaimana yang telah diperjanjikan, demikian menyatakan “Untuk dipunyainya kewenangan
disebutkan dalam penjelasan angka 9 UUHT. Hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 di dalam
pemegang Hak Tanggungan pertama sebagaimana Akta Pemberian Hak Tanggungan dicantumkan
dimaksud di atas, telah pula dipertegas kembali di janji ini”, maka penulis sependapat dengan apa
dalam Pasal 20 ayat (1) UUHT. yang dikemukakan oleh Kartini Muljadi dan
Gunaan Widjaja yang menyatakan bahwa : Hak dari
Ketentuan yang diatur dalam Pasal 6 maupun
pemegang Hak Tanggungan untuk melaksanakan
Pasal 20 ayat (1) UUHT ini sebenarnya tidak saja
haknya berdasarkan ketentuan Pasal 6 Undang-
sejalan dan mempertajam apa yang telah diatur dalam
Undang Hak Tanggungan tersebut adalah hak
Pasal 11 ayat (2) atau apa yang diatur sebelumnya
yang semata-mata diberikan oleh undang-undang.
dalam Pasal 1178 ayat (2) Kitab Undang-undang
Walau demikian tidaklah berarti hak tersebut demi
Hukum Perdata tentang beding van eigenmachtige
hukum ada, melainkan harus diperjanjikan terlebih
verkoop pada lembaga hipotik/credietverband, tapi
dahulu oleh para pihak dalam Akta Pemberian Hak
juga bermakna bahwa Pasal 6 dan Pasal 20 ayat
Tanggungan atas hak atas tanah. (Kartini Muljadi
(1) huruf a UUHT ini menghendaki kewenangan
dan Gunawan Widjaja, 2006:32).
kreditor untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas
kekuasaan sendiri tersebut, dapat diartikan bukan Demi tercapainya suatu kepastian hukum
saja karena diperjanjikan, melainkan hak atau dalam rangka melindungi kepentingan pemegang
kewenangan kreditor tersebut ada padanya karena Hak Tanggungan pertama sesuai dengan uraian
memang undang-undang sendiri juga memberikan pemahaman tersebut di atas, haruslah dipandang
padanya atau menetapkannya demikian (ex lege). bahwa hak/kewenangan untuk menjual atas
kekuasaan sendiri tersebut diperoleh oleh kreditor/
Konsep Rancangan Undang-Undang terlihat
pemegang Hak Tanggungan pertama tidak semata-
adanya kehendak Pembentuk UUHT untuk
mata oleh karena diperjanjikan, tetapi juga karena
menjadikan hak pemegang Hak Tanggungan
undang-undang menetapkan demikian (setelah
pertama untuk menjual atas kekuasaan sendiri
terlebih dahulu diperjanjikan). Hal ini adalah
sebagai suatu hak yang timbul karena Undang-
untuk lebih menekankan bahwa undang-undang
Undang, bukan karena janji yang diberikan oleh
memberikan jaminan dalam aturan yang konkrit
pemberi Hak Tanggungan. Tetapi kemudian, setelah
sebagai norma yang mengikat bahwa “hak untuk
melalui pembahasan di DPR, terjadi perubahan
menjual atas kekuasaan sendiri” tersebut adalah
dengan ditambahkannya janji untuk menjual atas
sarana yang utama bagi kreditor/pemegang Hak
kekuasan sendiri ke dalam rangkaian janji-janji
Tanggungan pertama untuk mendapatkan kemudahan
yang disebutkan dalam Pasal 11 ayat (2). (Herowati
dalam rangka mendapatkan kembali pelunasan
Poesoko,2008:283)
piutangnya, yang merupakan salah satu perwujudan
Jika kita amati ketentuan yang dimuat dalam dari kedudukan yang diutamakan yang dipunyai
Penjelasan Pasal 6 UUHT yang menyatakan: olehnya sebagai pemegang Hak Tanggungan
Hak untuk menjual obyek Hak Tanggungan atas pertama.
kekuasaan sendiri merupakan salah satu perwujudan
parate executie
dari kedudukan diutamakan yang dipunyai oleh
dapat diketahui bahwa tidak hanya putusan hakim
pemegang Hak Tanggungan atau pemegang Hak
yang dapat dieksekusi, tetapi terdapat ketentuan yang
Tanggungan pertama dalam hal terdapat lebih dari
memberi hak kepada kreditur untuk melaksanakan
satu pemegang Hak Tanggungan. Hak tersebut
sendiri eksekusi tanpa perantara pengadilan apabila
didasarkan pada janji yang diberikan oleh pemberi
debitur wanprestasi. Hal ini berarti jika debitur
Hak Tanggungan bahwa apabila debitor cidera janji,
wanprestasi, kreditur dapat melaksanakan secara
pemegang Hak Tanggungan berhak untuk menjual
langsung penjualan barang milik debitur yang
obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan umum
dijadikan sebagai jaminan dengan perantara Kantor
tanpa memerlukan persetujuan lagi dari pemberi
Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Penjualan ini
Hak Tanggungan dan selanjutnya mengambil
dilakukan tanpa melalui pengadilan.
pelunasan piutangnya dari hasil penjualan ini lebih
dahulu daripada kreditor-kreditor yang lain. Sisa Lebih lanjut dapat dilihat apa yang dikemukakan
hasil penjualan tetap menjadi hak pemberi Hak oleh Sri Soedewi Masjchoen Sofyan bahwa
Tanggungan.” dapat disimpulkan bahwa hak untuk menjual atas

55
Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 Juli - Desember 2015

kekuasaan sendiri menguntungkan dalam dua hal, minta bantuan dan karenanya dengan seizin Ketua
yaitu (Sri Soedewi Masjchoen Sofyan, 1980:33) : Pengadilan (Pasal 225 HIR), termasuk kalau dasarnya
1. tidak membutuhkan titel eksekutorial dalam adalah Grosse Akta, semuanya dilakukan dengan
melaksanakan haknya/ eksekusi perintah dan dibawah pimpinan Ketua Pengadilan
2. dapat melaksanakan eksekusi sendiri secara ( J. Satrio, 1997:44).
langsung tak peduli adanya kepailitan dari
Akta pengakuan hutang merupakan salah
debitur karena dia tergolong separatis.
satu bentuk perbuatan hukum sepihak yang secara
Dalam ilmu hukum, pemberian kewenangan sukarela dibuat oleh debitor dalam rangka menjamin
mengenai parate executie ini didasarkan atas dan/atau menambah keyakinan kreditor dalam
doktrin yang antara lain menyatakan bahwa suatu perjanjian utang piutang (akan disebut dengan
perjanjian yang telah pasti atau tidak mengandung istilah grosse akta). Grosse akta ini biasanya dibuat
sengketa seperti piutang yang telah pasti (fixed debitor baik dalam bentuk akta otentik maupun dalam
loan) semestinya dapat dilaksanakan sendiri oleh bentuk akta dibawah tangan. Keberadaan grosse
pihak yang berkepentingan tanpa campur tangan akta ini dalam hukum jaminan mempunyai peran
pengadilan. besar, khususnya dibidang perkreditan. Hal ini dapat
diwujudkan dengan cara debitor membuat grosse
Menurut J. Satrio, hak untuk menjual atas
baik dengan akta otentik maupun akta dibawah
kekuasaan sendiri obyek hak tanggungan kalau
tangan yang memberikan hak-hak istimewa kepada
debitur wanprestasi merupakan pelaksaan hak
kreditor untuk melakukan tindakan hukum (eksekusi)
eksekusi yang disederhanakan, yang sekarang
terhadap suatu benda tertentu yang secara khusus
diberikan oleh undang-undang sendiri kepada
disebutkan dalam grosse akta tersebut.
kreditur pemegang hak tanggungan pertama.
Dalam arti bahwa pelaksanaan hak seperti itu tidak Diterangkan dalam pasal 1 angka 11 UU No. 30
usah melalui pengadilan dan tidak perlu memakai tahun 2004 Jo. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014
prosedur hukum acara karena pelaksanaannya hanya tentang Jabatan Notaris, grosse akta adalah salah salah
digantungkan pada syarat “debitur wanprestasi” satu salinan akta pengakuan utang dengan kepala
padahal kreditur sendiri baru membutuhkan kalau akta “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang
debitur wanprestasi. Kewenangan seperti itu tampak Maha Esa” yang mempunyai kekuatan eksekutorial.
sebagai hak eksekusi yang selalu siap ditangan kalau Terhadap akta pengakuan hutang yang dibuat
dibutuhkan (J. Satrio, 1997:232). debitor dihadapan seorang notaris, maka kekuatan
hukumnya adalah sempurna dalam arti mempunyai
Akan tetapi dalam perkembangannya, ternyata
kekuatan sama dengan putusan pengadilan yang
pengertian parate executie menjadi kabur sebagai
telah mempunyai kekuatan hukum tetap (inkrack
akibat dari adanya putusan pengadilan yang
van gewisjde). Hal ini sebagaimana dinyatakan pasal
menerapkan ketentuan eksekusi dengan penetapan
55 ayat (3) UU No. 30 tahun 2004 tentang Jabatan
pengadilan.
Notaris dinyatakan bahwa; grosse akta sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) pada bagian kepala
C. Eksekusi Grosse Akta akta memuat frasa “Demi Keadilan Berdasarkan
Titel eksekutorial adalah kekuatan untuk Ketuhanan Yang Maha Esa” dan pada bagian akhir
dilaksanakan secara paksa dengan bantuan alat-alat atau penutup akta memuat frasa “diberikan sebagai
negara, sedangkan yang dapat mempunyai kekuasaan grosse pertama” dengan menyebutkan nama orang
eksekutorial adalah Grosse Keputusan Hakim, yang memintanya dan untuk siapa grosse dikeluarkan
Grosse akta Hipotik dan Grosse Akta Pengakuan dan tanggal pengeluarannya.
Hutang yang dibuat oleh seorang Notaris. Jadi pada Kekuatan ekskutorial grosse akta memberikan
asasnya, yang dapat dieksekusi adalah keputusan kedudukan istimewa bagi pihak kreditor dalam
pengadilan dan akta otentik tertentu (J. Satrio, hal pelaksanaan eksekusinya, bilamana debitor
1997:43). wanprestasi dalam melaksanakan prestasi yang
Grosse adalah salinan dari suatu minute yang di diperjanjikannya. Kreditor dalam menagih hutang
atasnya diberi irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan debitor mendapat hak-hak yang diistimewakan oleh
Ketuhanan Yang Maha Esa”. Pelaksanaan isi surat- undang-undang, hal ini disebabkan jaminan yang
surat seperti tersebut di atas, dilakukan dengan secara khusus disebutkan dalam grosse akta akan
didahulukan dari pada kreditor-kreditor lainnya.

56
Ananda Fitki Ayu Saraswati. Dilematis Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Parate Executie ...

Dikatakan mempunyai kedudukan istimewa dengan suatu putusan. Kedudukan istiemewa


dibanding dengan kreditor-kreditor lain, oleh karena dari grosse akta pengakuan hutang tidak boleh
selain mempunyai hak didahulukan, satu-satunya menghapus kewenangan pengadilan dalam hal
akta otentik yang bukan putusan pengadilan yang kewenangan untuk pelaksanaan eksekusi terhadap
mempunyai titel eksekutorial. Jadi keistimewaan grosse akta pengakuan hutang.
grosse akta pengakuan hutang disebabkan adanya
Dengan demikian untuk pelaksanaan eksekusi
“frase demi keadilan berdasarkan Ketuhanan yang
suatu grosse akta pengakuan hutang diperlukan suatu
maha Esa”, karena dengan kata-kata ini, maka
mempunyai kekuatan sama dengan kekuatan
Herowati Pusoko; bahwa pengaturan esekusi menurut
pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
pasal 224 HIR adalah eksekusi yang ditujukan kepada
Dalam hal yang demikian menurut hukum dapat
grosse akta hipotik dan grosse akta pengakuan
dilakukan sita eksekusi dalam rangka pemenuhan
hutang. Kedua grosse akta tersebut dimaksudkan,
hutang-hutang debitur tanpa harus terlebih dahulu
memang mempunyai hak eksekutorial, yang berarti
melakukan gugatan ke pengadilan.
kedua grosse akta tersebut mempunyai kekuatan
Sehubungan dengan eksekusi grosse pengakuan sebagai putusan pengadilan yang mempunyai
hutang yang masih sering bermasalah, maka menurut kekuatan hukum yang tetap. Maka eksekusinya
M. Yahya Harahap harus diperhatikan hal-hal penting tunduk dan patuh sebagaimana pelaksanaan suatu
agar eksekusi grosse akta pengakuan hutang berjalan putusan pengadilan, yang harus dilaksanakan atas
lancar. Hal dimaksud antara lain adalah syarat sahnya perintah ketua pengadilan negeri (Herowati Poesoko,
grosse akta pengakuan hutang, yaitu (M. Yahya 2008:9).
Harahap, 1993:305) :
a. Syarat formal, syarat formal dimaksud disini D. Parate Executie dan Eksekusi Grosse
adalah grosse akta harus dibuat dalam bentuk Akta
akta notaril (otentik).
b. Syarat materil, merupakan syarat yang Titel eksekutorial yang berbunyi ”DEMI
menyangkut rumusan dan isi yang harus KETUHANAN YANG MAHA ESA” memang
dipenuhi oleh grosse akta tersebut. merupakan simbol bahwa suatu dokumen atau
naskah memiliki kekuatan eksekusi (pelaksanaan
Jadi, apabila debitur cidera janji, maka secara paksa) dengan bantuan alat negara. Dokumen
berdasarkan titel ekekutorial yang terdapat dalam atau naskah tersebut bisa dalam bentuk putusan
grosse akta, kreditur dapat mengeksekusi obyek hak pengadilan, grosse akta hipotik, sertifikat hak
tanggungan. Jika mengacu pada ketentuan Pasal 224 tanggungan, sertifikat fidusia, surat paksa yang
HIR/258 Rbg, untuk dapat dikatakan mempunyai dikeluarkan oleh PUPN maupun grosse akta
kekuatan eksekutorial yang sama dengan putusan pengakuan utang. Atas adanya titel eksekutorial
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tersebut si pemegangnya dapat mengajukan
tetap, maka diperlukan titel eksekutorial sehingga permohonan pelaksanaan secara paksa kepada
pengadilan dan pengadilan akan melaksanakannya
bukti adanya hak tanggungan, dibubuhkan irah-irah melalui prosedur eksekusi.
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa”. Ada anggapan bahwa parate executie dijalankan
berdasarkan titel eksekutorial yang tercantum dalam
Akan tetapi, dalam praktek eksekusi terhadap
jaminan kredit yang dibebani hak tanggungan fidusia, padahal kekuatan untuk melaksanakan
berdasarkan grosse Akta yang dibuat oleh Notaris, parate executie bukan didasarkan atas suatu titel
tidak dapat dilakukan secara serta merta oleh eksekutorial melainkan didasarkan atas kuasa mutlak
kreditur. Meskipun Grosse Akta tersebut memakai yang diberikan oleh si pemberi jaminan (debitur)
irah-irah ”Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan kepada si pemegang jaminan (kreditur) dalam bentuk
Yang Maha Esa” seperti halnya putusan pengadilan. mandat. Sebagai bukti sederhana adalah pada jaminan
Perlu penegasan dari kata mempunyai kekuatan gadai, meskipun pada jaminan gadai tanpa adanya
sama dengan putusan pengadilan yang telah inkracht titel eksekutorial namun pemegang jaminan tetap
van gewijsde ini artinya pelaksanaan eksekusinya dapat melakukan parate eksekusi jika batas waktu
penebusan telah terlewati, sehingga ada atau tidaknya

57
Jurnal Repertorium, ISSN:2355-2646, Volume II No. 2 Juli - Desember 2015

titel eksekutorial sama sekali tidak berhubungan executie (Pasal 1178 ayat 2 KUHPerdata) dengan
dengan ada atau tidaknya kewenangan kreditur menjual melalui Grosse akta. Menjual berdasarkan
pemegang jaminan pertama untuk melakukan Grosse Akta memang harus mendapat persetujuan
penjualan atas kekuasaannya sendiri. dari ketua pengadilan negeri yang bersangkutan
lebih dahulu. Suatu grosse akta mempunyai
Dalam Undang-Undang Hak Tanggungan
kekuatan seperti suatu putusan pengadilan yang
maupun Undang-Undang Fidusia pada bab yang
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan
mengatur tentang eksekusi telah dirumuskan secara
pelaksanaannya harus melalui dan dibawah pimpinan
terpisah antara eksekusi dengan menggunakan titel
ketua pengadilan. Kalau menjual berdasarkan parate
eksekutorial dengan parate eksekusi berdasarkan hak
executie juga harus melalui persetujuan pengadilan,
untuk melakukan penjualan atas kekuasaan sendiri.
maka apa bedanya dengan menjual berdasarkan
Jadi sebenarnya aturan hukum yang ada sudah cukup
grosse akta, dimana letak “parate”nya dari parate
jelas walaupun disatu sisi dan lainnya terdapat
executie tersebut (J. Satrio, 1997:233).
kesimpangsiuran pengertian antara parate executie
dengan eksekusi grosse akta, sehingga keragu- Seharusnya pelaksanaan parate executie tidak
raguan selama ini karena adanya pendapat bahwa mendasarkan pada Pasal 224 HIR/258 Rbg, seperti
pelaksanaan penjualan umum objek jaminan tanpa yang dinyatakan dalam Penjelasan Umum Angka
9 UUHT. Melainkan pelaksanaan parate executie
hukum sudah mulai dijawab dengan keluarnya
beberapa Surat Edaran Badan Urusan Piutang dan Negeri (Rahmani Eka Putri, 2014:33).
Lelang Negara (BUPLN) No. SE-21/PN/1998 jo
Penjelasan Umum Angka 9 UUHT bukan
SE-23/PN/2000/ tentang Petunjuk Pelaksanaan
merupakan penjelasan dari materi parate executie
Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan Nomor
yang diatur dalam Pasal 6 UUHT, sehingga
4 Tahun 1996.
pelaksanaan parate executie tidak seharusnya
Akan tetapi pelelangan umum hak tanggungan menggunkan prosedur Hukum Acara Perdata dan
berdasarkan Pasal 6 jo Pasal 20 UUHT bukanlah tidak pula diperlukan izin atau perintah dari Ketua
parate e xe cutie ta pi merupaka n e ksekusi Pengadilan Negeri, melainkan cukup dilaksanakan
beradasarkan titel eksekutorial yang terdapat dalam melalui pelelangan umum yang dilakukan oleh
Kantor Lelang Negara, yang saat ini dikenal
hanya dalam Pasal 6 UUHT dikhususkan pada dengan nama Kantor Pelayanan Kekayaan Negara
pemegang hak tanggungan pertama. Pandangan ini dan Lelang (KPKNL), baik melalui ataupun tidak
berdasarkan argumentasi bahwa pelelangan obyek melalui jasa pra lelang yang dapat diberikan oleh
hak tanggungan berdasar Pasal 6 UUHT baru dapat Balai Lelang Swasta (Yordan, 2011:85).
dilaksanakan jika sudah ada akta pembebanan hak
Akan tetapi dalam praktek, kemudahan dan
tanggungan dan sertifikat hak tanggungan yang
penyederhanaan eksekusi yang ditawarkan melalui
berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
parate executie tidak bisa diperoleh karena kantor
Yang Maha Esa”. Karena itu berdasarkan Pasal 26
lelang tidak bersedia melakukan penjualan jika tidak
UUHT jo. 224 HIR/258 Rbg menurut pandangan
diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Hal ini
ini pelelangan hak tanggungan pertama juga harus
didasarkan pada Putusan Mahkamah Agung tanggal
dengan perintah dan dibawah pimpinan Ketua
30 Januari 1986 dalam perkara 3210/Pdt/1984 yang
Pengadilan Negeri (Bachtiar Sibarani, 2001:10).
menyatakan bahwa pelaksanaan lelang pada pasal
Menurut Sudikno Mertokusumo (dalam 224 HIR atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua
Rahmadi Usman), kurang tepat jika eksekusi Pasal Pengadilan.
224 HIR seperti yang dikatakan dalam UUHT
merupakan parate executie. Sebetulnya, eksekusi E. Penutup
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 HIR tersebut
didasarkan pada titel eksekutorial yang terdapat Terdapat 3 (tiga) macam Eksekusi Hak
Tanggungan yang diatur dalam Undang-Undang Hak
1999: 130). Tanggungan yaitu : Parate Executie atau eksekusi atas
kekuasaan sendiri, Titel Eksekutorial dan Eksekusi
J. Satrio mengemukakan bahwa jelas disini Dibawah Tangan. Beberapa alternatif tersebut
ada kekacauan antara menjual berdasarkan parate dapat menjadi pilihan bagi pemegang jaminan

58
Ananda Fitki Ayu Saraswati. Dilematis Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Parate Executie ...

kebendaan untuk melunasi hak-hak piutangnya, ______________. 2008. Parate Executie Obyek Hak
sejumlah utang pokok dan bunga. Akan tetapi,
kemudahan yang ditawarkan oleh Undang-Undang dan Kesesatan Penalaran dalam Undang-
ternyata berbanding terbalik dengan kenyataan Undang Hak Tanggungan). Cetakan II.
yang terjadi. Permasalahan yang sering terjadi di Yogyakarta: LaksBang Pressindo
dalam masyarakat antara lain adanya kerancuan
J. Satrio. 1997. Hukum Jaminan, Hak Jaminan
atau dilematis antara parate executie dan eksekusi
Kebendaan, Hak Tanggungan, Buku I.
berdasarkan grosse akta. Jelas ada kekacauan
Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti
antara eksekusi berdasarkan parate executie dengan
eksekusi melalui Grosse akta. Eksekusi berdasarkan _______. 1993. Parate Eksekusi sebagai Sarana
Grosse Akta memang harus mendapat persetujuan Mengatasi Kredit Macet. Bandung: PT. Citra
dari ketua pengadilan negeri yang bersangkutan Aditya Bhakti
lebih dahulu. Suatu grosse akta mempunyai
kekuatan seperti suatu putusan pengadilan yang Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja. 2006. Hak
Tanggungan. Jakarta: Kencana
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap, maka
eksekusinya tunduk dan patuh sebagaimana M. Yahya Harahap. 1993. Perlawanan terhadap
pelaksanaan suatu putusan pengadilan, yang Grosse Akta serta Putusan Pengadilan dan
harus dilaksanakan atas perintah ketua pengadilan Arbitrase dan Standar Hukum Eksekusi.
negeri. Namun, jika eksekusi berdasarkan parate Bandung: PT. Citra Aditya Bhakti
executie juga harus melalui persetujuan pengadilan,
maka apa bedanya dengan menjual berdasarkan ______________. 1988. Ruang Lingkup Masalah
grosse akta, dimana letak “parate”nya dari parate Eksekusi Bidang Perdata. Jakarta: Gramedia
executie tersebut. Meskipun banyak pertentangan Rachmadi Usman. 1999. Pasal-Pasal tentang Hak
pendapat tentang pelaksanaan eksekusi melalui Tanggungan Atas Tanah. Jakarta: Djambatan
parate executie, di dalam praktek, kemudahan dan
penyederhanaan eksekusi yang ditawarkan melalui Rahmani Eka Putri. 2014. “Pengaturan Parate
parate executie tidak bisa diperoleh karena kantor Executie dalam Undang-Undang Hak
lelang tidak bersedia melakukan penjualan jika tidak Tanggungan”. Jurnal Repertorium Edisi 1,
diperintahkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Hal ini Januari-Juni 2014
didasarkan pada Putusan Mahkamah Agung tanggal
Sri Soedewi Masjchoen Sofyan. 1980. Hukum
30 Januari 1986 dalam perkara 3210/Pdt/1984 yang
Jaminan di Indonesia, Pokok-Pokok
menyatakan bahwa pelaksanaan lelang pada pasal Hukum Jaminan dan Jaminan Perorangan.
224 HIR atas perintah dan dibawah pimpinan Ketua Yogyakarta: Liberty
Pengadilan.
Subekti. 1989. Hukum Acara Perdata. Bandung:
Bina Cipta
Daftar Pustaka Yordan. 2011. “Pelaksanaan Parate Eksekusi Hak
Tanggungan sebagai Alternatif Penyelesaian
Bachtiar Sibarani. 2001. “Haircut atau Parate Kredit Bermasalah di PT. Bank Permata Tbk”.
Eksekusi”. Jurnal Hukum Bisnis Tesis. Universitas Indonesia

Herowati Poesoko. 2013. Parate Executie Obyek Hak


Tanggungan. Yogyakarta: Aswaja Pressindo

59

Anda mungkin juga menyukai