Anda di halaman 1dari 25

USULAN PENELITIAN HUKUM

A. JUDUL :

“BAGAIMANA PENYELESAIAN SENGKETA PENCABUTAN ROYA


HAK TANGGUNGAN ATAS JAMINAN KREDIT AKIBAT
HILANGNYA SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DIHUBUNGANKAN
DENGAN UNDANG-UNDANG NO 4 TAHUN 1996”

B. PELAKSANA

NAMA : ANISA
NIM : 018330026

C. BIDANG ILMU : Hukum Perdata

1
2

D. BENTUK PENULISAN : Skripsi

E. LATAR BELAKANG PEMILIHAN

Perkembangan dunia perbankan dan lembaga pembiayaan


saat ini mengalami peningkatan yang sangat signifikan.
Menurut S. Mantayborbir dan Jauhari Imam:
hal tersebut dipicu oleh peningkatan kebutuhan
masyarakat terutama dalam bidang perkreditan. Untuk
menjamin pengembalian fasilitas kredit yang diberikan,
pihak perbankan dan lembaga keuangan biasanya
meminta jaminan kepada calon debitur. Bagi Debitur
dengan adanya benda jaminan itu dapat memperoleh
fasilitas kredit demikian pula sebaliknya bagi Kreditur
tidak merasa takut dan khawatir tidak dikembalikannya
modal tersebut. Menurut S.Mantayborbir dan Jauhari
Imam, dengan adanya jaminan yang diberikan debitur
kepada kreditur akan memberikan motivasi bagi debitur
untuk melunasi hutangnya dan akan memberikan
kepastian hukum bagi kedua belah pihak.1

Dalam perjanjian kredit biasanya diikuti dengan perjanjian


1
S. Mantayborbir dan Jauhari Imam, Hukum Pengurusan Piutang
Negara Indonesia, Pustaka Bangsa, Jakarta, 2003, hlm. 21.
3

pengikatan jaminan, perjanjian kredit sifatnya pokok sedangkan


perjanjian jaminan bersifat ikutan atau assesoir artinya ada dan
berakhirnya perjanjian jaminan tergantung dari perjanjian
pokok. Menurut Rachmadi Usman:
Perjanjian Jaminan tidak dapat berdiri sendiri tanpa
adanya perjanjian pendahuluan atau pokok yang
mendahuluinya. Sebagai perjanjian asesor (assesoir),
eksistensi perjanjian jaminan ditentukan oleh ada dan
hapusnya perjanjian pendahuluan atau perjanjian
pokoknya.2
Pengikatan terhadap jaminan yang diberikan debitur
kepada kreditur akan berbeda tergantung kepada benda yang
dijadikan jaminan. Untuk jaminan berupa benda tidak bergerak
(benda tetap) berupa tanah akan dilakukan pengikatan jaminan
dengan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT), sedangkan
untuk jaminan berupa benda bergerak akan dilakukan
pengikatan jaminan gadai dan Fidusia.
Jaminan kebendaan mempunyai posisi paling penting dan
strategis dalam penyaluran kredit bank. Jaminan kebendaan
yang paling banyak diminta oleh bank adalah berupa tanah
karena secara ekonomi tanah mempunyai prospek yang
menguntungkan. Jaminan yang oleh lembaga perbankan
dianggap paling efektif dan aman adalah tanah dengan jaminan
hak tanggungan. Perspektif tersebut didasari oleh adanya
kemudahan dalam mengidentifikasi objek hak tanggungan, serta
jelas dan pasti dalam eksekusinya. Perspektif yang lain bahwa
hutang yang dijamin dengan hak tanggungan harus dibayar
terlebih dahulu dari tagihan lainnya dengan uang hasil
pelelangan tanah yang menjadi objek hak tanggungan.
Pertimbangan lainnya yaitu karena sertipikat hak
tanggungan mempunyai title eksekutorial, dan yang lebih
2
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika,
Jakarta, 2016, hlm. 86.
4

penting adalah hak tanggungan telah diatur dalam undang-


undang, serta harga dari tanah yang menjadi objek hak
tanggungan cenderung terus meningkat. Dalam perbankan,
perjanjian kredit yang tidak diikuti dengan perjanjian hak
tanggungan akan mempunyai risiko yang tinggi terhadap bank
itu sendiri (kreditur).
Kreditur pemegang hak tanggungan merupakan kreditur
separatis yang mempunyai preferensi terhadap hak tanggungan
yang dipegangnya. Dalam perjanjian hak tanggungan disebutkan
bahwa apabila debitur wanprestasi, kreditur dengan kekuasaan
sendiri dapat menjual objek hak tanggungan, sebagai salah satu
ciri dan preferensi hak tanggungan dan merupakan perwujudan
dari asas droit de preference. Asas ini berlaku bagi hipotik yang
telah digantikan oleh hak tanggungan sepanjang yang
menyangkut tanah.
Dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun
1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan Dengan Tanah, dijelaskan bahwa :
Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan
pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan
Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan
tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang
memberikan kedudukan yang diutamakan kepada
kreditur tertentu terhadap kreditur- kreditur lain.

Menurut Pendapat Boedi Harsono Hak tanggungan sebagai


hak penguasaan atas tanah, yang berisikan kewenangan bagi
kreditor untuk berbuat sesuatu mengenai tanah yang dijadikan
agunan, tetapi bukan untuk dikuasai secara fisik dan
digunakan, melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera
janji (wanprestasi) dan mengambil hasilnya, baik seluruh atau
5

sebagian sebagai pembayaran lunas utang debitor kepadanya.3


Hak tanggungan sebagai salah satu hak penguasaan atas
tanah yang bersifat perseorangan terdapat dua pihak yang
menguasai tanah, yaitu pihak debitur menguasai tanahnya
secara fisik, sedangkan pihak kreditur menguasai tanah secara
yuridis atas tanah yang dijaminkan oleh debitur. Pada hak
tanggungan, pihak kreditur mempunyai hak untuk menjual
lelang untuk mengambil pelunasan utang jika debitur cedera
janji (wanprestasi). Menurut Pendapat Urip Santoso Hak-hak
atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
hak tanggungan harus memenuhi dua syarat yang ditentukan
oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, yaitu :
1. Hak atas tanah tersebut menurut ketentuan yang
berlaku wajib didaftarkan.
2. Hak atas tanah tersebut menurut sifatnya dapat
dipindah tangankan.
Kedua syarat tersebut diatas bersifat kumulatif,
artinya apabila salah satu syarat tidak dipenuhi, maka
hak atas tanah tersebut tidak dapat dijadikan jaminan
utang dengan dibebani hak tanggungan.4

Hak Tanggungan merupakan jaminan utang yang


pembebanannya untuk kepentingan kreditur (pemegang hak
tanggungan), hal tersebut adalah logis bila Hak Tanggungan
hanya dapat dihapuskan oleh kreditur. Sesuai dengan sifat Hak
Tanggungan yang accessoir, Hak Tanggungan bergantung kepada
adanya piutang yang dijamin pelunasannya dengan hak tersebut.
Oleh sebab itu apabila piutang itu hapus karena pelunasan atau
karena sebab-sebab lainnya, dengan sendirinya Hak Tanggungan
yang bersangkutan menjadi hapus, hal tersebut diatur dalam

3
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan
Undang-Undang Pokok Agraria, Isi, dan pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta,
2008, hlm. 24.
4
Urip Santoso, Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Kencana
Prenada Media Group, Jakarta, 2010, hlm. 412
6

Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang


Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang
Berkaitan Dengan Tanah.
Menurut Waskito dan Hadi Arnowo Penghapusan Hak
Tanggungan adalah berdasarkan ketentuan Pasal 18 UU No.
4/1996 yaitu :
1. Hak Tanggungan hapus karena hal-hal sebagai
berikut :
a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan.
b. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang
Hak Tanggungan.
c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan
penetapan peringkat oleh Ketua Pengadilan
Negeri.
d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan.
2. Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh
pemegangnya dilakukan dengan pemberian
pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak
Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan
kepada pemberi Hak Tanggungan.
3. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak
Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat oleh
Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan
pembeli hak atas tanah yang dibebani Hak
Tanggungan tersebut agar hak atas tanah yang
dibelinya itu dibersihkan dari beban Hak Tanggungan
sebagaimana diatur dalam Pasal 19.
4. Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas
tanah yang dibebani Hak Tanggungan tidak
menyebabkan hapusnya utang yang dijamin.5

Menurut Irwansyah Lubis :


Hapusnya Hak Tanggungan membawa akibat administratif,
yaitu menghapuskan beban hak tanggungan pada buku
tanah dan sertipikat hak atas tanah yang menjadi objek
hak tanggungan oleh Kantor Pertanahan setempat
berdasarkan surat pernyataan tertulis mengenai
dilepaskannya Hak Tanggungan dari pemegang Hak
5
Waskito dan Hadi Arnowo, Pertanahan, Argaria, dan Tata Ruang,
Kencana, Jakarta, 2017, hlm. 212-213.
7

Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan sehubungan


dengan pelunasan utangnya oleh debitur pemberi Hak
Tanggungan. Buku tanah dan Sertipikat Hak Tanggungan
ditarik dan dinyatakan tidak berlaku lagi oleh Kantor
Pertanahan.6

Menurut Pendapat Waskito dan Hadi arnowo :


Pencoretan hak tanggungan atau biasa disebut roya,
merupakan tindakan administratif yang perlu dilakukan
agar data mengenai tanah selalu sesuai dengan kenyataan
yang ada. Hak Tanggungan bukan hapus karena roya,
tetapi justru karena hak tanggungan sudah hapus, maka ia
perlu diikuti dengan pengroyaan, pencoretan beban hak
tanggungan pada buku tanah dan sertipikat hak atas tanah
yang bersangkutan.7

Hapusnya Hak Tanggungan berdasarkan ketentuan Pasal


18 ayat (1) mengharuskan dilakukannya roya terhadap Hak
Tanggungan, Roya Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 22
Undang-Undang Hak Tanggungan. Roya adalah pencoretan Hak
Tanggungan pada buku hak atas tanah dan sertipikatnya. Roya
dilakukan apabila utang yang dijamin dalam perjanjian pokoknya
telah lunas. Setelah utang atau pinjaman debitur telah lunas.
Maka hak tanggungan tersebut dihapus dengan cara meroya pada
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Sertipikat hak tanggungan
tersebut diperlukan pada saat akan diroya atau dicoret dan
disertakan pula sertipikat hak atas tanahnya serta surat roya dari
kreditur bahwa utang debitur telah lunas serta mengembalikan
agunan berupa sertipikat hak atas tanah dan sertipikat hak
tanggungannya.

Ada kalanya dalam praktik sertipikat hak tanggungan


tersebut hilang sebelum diroya disebabkan kelalaian dari

6
Irwansyah Lubis dkk., Profesi Notaris Dan Pejabat Pembuat Akta
Tanah, Mitra Wacana Media, Sinar Grafika, Jakarta, 2018, hlm 76.
7
Ibid hlm. 212-213.
8

pemegang hak tanggungan (kreditur), pencurian, tercecer,


maupun rusak akibat force majeur. Hilangnya sertipikat hak
tanggungan tersebut tidak hanya ketika berada pada pemegang
hak tanggungan (kreditur) sebelum utang debitur lunas, tetapi
bisa juga terjadi ketika berada ditangan debitur setelah utangnya
lunas, tetapi belum dilakukan roya. Sertipikat hak tanggungan
adalah bukti sebuah perjanjian jaminan terhadap hak
tanggungan yang telah didaftarkan di Badan Pertanahan. Hal itu
juga mengikat bagi pihak ketiga yang akan memiliki kepentingan
terhadap objek hak tanggungan tersebut. Hilangnya sertipikat
hak tanggungan tersebut mengakibatkan ketidakjelasan
pengikatan hak tanggungan dan kedudukan para pihak setelah
utang debitur lunas. Untuk menjelaskan atau memberikan
keterangan mengenai Sertipikat Hak Tanggungannya yang hilang,
maka dalam praktek biasanya dibuat akta izin roya hak
tanggungan atau konsen roya secara notarial oleh notaris.

Akta izin roya/konsen roya merupakan salah satu akta


otentik yang dibuat notaris atas permintaan kreditur sebagai
pihak yang berisi pernyataan pihak kreditur bahwa sertipikat hak
tanggungan debitor yang berada dalam kekuasaannya telah
hilang. Akta izin roya/konsen roya hak tanggungan adalah surat
keterangan yang dibuat oleh Notaris kemudian diberikan kepada
Badan Pertanahan sebagai pengganti sertipikat hak tanggungan
yang hilang yang mana menjadi syarat untuk proses roya hak
tanggungan. Tetapi jika dilihat dari segi normatif akta izin
roya/konsen roya secara spesifik tidak ada diatur dalam Undang-
Undang atau aturan manapun.

Walaupun dalam praktek ditemukan akta izin roya/konsen


roya ini tetapi hanya beberapa notaris khususnya yang pernah
9

membuat akta tersebut yang mengetahui tentang akta izin


roya/konsen roya. Demikian juga banyak notaris dan/atau
masyarakat yang belum mengetahui tentang akta izin
roya/konsen roya ini. Bahkan kedudukan dari akta izin roya ini
juga dipertanyakan, apakah akta izin roya adalah akta yang
khusus dibuat sebagai pengganti hilangnya sertipikat hak
tanggungan atau bisa juga sebagai surat keterangan kehilangan
untuk hal lainnya. Selain itu dalam prakteknya tidak mudah
meminta akta izin/konsen roya ini apabila yang menghilangkan
sertipikat hak tanggungan tersebut dari pihak debitur, karena
akta ini dibuat atas permintaan pihak kreditur.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk


mengangkat dan meneliti permasalahan ini dengan memilih judul
“BAGAIMANA PENYELESAIAN PENCABUTAN ROYA HAK
TANGGUNGAN ATAS JAMINAN KREDIT AKIBAT HILANGNYA
SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN DIHUBUNGANKAN DENGAN
UNDANG-UNDANG NO 4 TAHUN 1996”

F. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat
dirumuskan identifikasi masalahnya sebagai berikut :
1. Bagaimana penyelesaian sengketa pencabutan roya hak
tanggungan atas jaminan kredit akibat hilangnya sertipikat
hak tanggungan dihubungankan dengan undang-undang no
4 tahun 1996 ?
2. Bagaimana perlindungan hukum bagi debitor yang
kehilangan sertipikat hak tanggungan oleh kreditor ?

G. KERANGKA PEMIKIRAN
10

Untuk menganalisis masalah tersebut diatas, peneliti akan


menggunakan beberapa teori hukum.
Grant Theorynya adalah teori Kepastian Hukum.
Menurut Van Apeldoorn sebagaimana dikutip oleh Peter
Mahmud Marzuki:
kepastian hukum berarti dapat ditentukan hukum apa
yang berlaku untuk masalah-masalah yang konkret.
Dengan ditentukannya peraturan hukum untuk masalah
masalah yang kongkrit, pihak-pihak yang berperkara
sudah dapat mengetahui sejak awal ketentuan-ketentuan
apakah yang akan dipergunakan dalam penyelesaian
sengketa tersebut.8

Teori Kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian


yaitu pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat
individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan, dan kedua berupa keamanan hukum bagi individu
dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan
hukum yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa
saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap
individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal
dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam
putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan
putusan hakim lainnya untuk kasus yang serupa yang telah
9
diputuskan.
Menurut Dominikus Rato, hukum harus mengandung 3
(tiga) nilai identitas, yaitu sebagai berikut :
a. Asas kepastian hukum (rechtmatigheid)
Asas ini meninjau dari sudut yuridis. Asas keadilan
hukum (gerectigheit). Asas ini meninjau dari sudut
filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak
untuk semua orang di depan pengadilan.

8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Predana Media
Grup, Jakarta, 2010, hlm. 68.
9
Ibid hlm. 158.
11

b. Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid atau


doelmatigheid atau utility).
Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah
kepastian hukum dan kemanfaatan hukum. Kaum
Positivisme lebih menekankan pada kepastian
hukum, sedangkan Kaum Fungsionalis
mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya
dapat dikemukakan bahwa “summum ius, summa
injuria, summa lex, summa crux” yang artinya adalah
hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan
yang dapat menolongnya, dengan demikian
kendatipun keadilan bukan merupakan tujuan
hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang
paling substantif adalah keadilan.10

Menurut Pendapat Dominikus Rato Ajaran kepastian


hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan
pada aliran pemikiran positivistis di dunia hukum, yang
cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang
mandiri, karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain
hanya kumpulan aturan. Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum
tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum.
Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya
yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat umum.
Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa
hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau
kemanfaatan, melainkan semata mata untuk kepastian.11
Menurut Pendapat Soerjono Soekanto Efektif atau tidaknya
hukum tertulis atau ketentuan perundang-undangan ditentukan
oleh lima faktor. Kelima faktor ini secara integrative dan tersistem
akan menentukan apakah sebuah aturan itu dapat efektif
berlaku di masyarakat atau tidak. Faktor-faktor tersebut
merupakan satu kesatuan yang harus yang menjadi elemen
10
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami
Hukum, Laksbang Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm. 59.
11
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan
Sosiologis), Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm. 82-83.
12

kinerjanya hukum, yaitu faktor hukumnya sendiri, faktor


penegak hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat
dan yang terakhir adalah faktor kebudayaan.12
Dalam hal ini adanya ketentuan tentang penghapusan roya
hak tanggungan diatur dalam berbagai peraturan tentang
pertanahan UUPA, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang
Berkaitan dengan Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun
1997 tentang pendaftaran tanah, Peraturan Menteri Agraria
Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.
Berdasarkan peraturan tersebut penulis akan menganalisa,
apakah dalam pelaksanaannya Penggunaan Akta Konsen Roya
Sebagai Akibat Hilangnya Sertipikat Hak Tanggungan Pada
Kantor Pertanahan Kabupaten Sukabumi sudah memenuhi
Standar Layanan yang telah ditetapkan.
Terkait Middle Theory penulis menggunakan teori
Perlindungan Hukum Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan
hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi
manusia (HAM) yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu
di berikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-
hak yang diberikan oleh hukum. Hukum dapat difungsikan
untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya tidak sekedar
adaptif dan fleksibel, melainkan juga prediktif dan antisipatif.
Hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat
secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan
sosial.13

12
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan
Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 8.
13
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000,
hlm. 54.
13

Menurut pendapat Phillipus M. Hadjon bahwa perlindungan


hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat
preventif dan represif. Perlindungan hukum yang preventif
bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang
mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam
pengambilan keputusan bwedasarkan diskresi, dan perlindungan
yang represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa,
termasuk penangananya di lembaga peradilan.14
Sesuai dengan uraian diatas dapat dikatakan bahwa fungsi
dari perlindungan hukum adalah untuk melindungi rakyat dari
bahaya maupun ancaman kejahatan yang dapat merugikan
dirinya sendiri Perlindungan huku merupaka suatu hal
melindungi subyek-subyek hukum melalui peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan dipaksakan pelaksanaannya dengan
suatu sanksi. Perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi 2
yaitu :
a. Perlindungan Hukum Preventif
Perlindungan yang diberikan oleh pemerintah dengan
tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan
perundang-undangan dengan maksud untuk
mencegahsuatu pelanggaran serta memberikan rambu-
rambu atau balasan-balasan dalam melakukan sudatu
kewajiban.
b. Perlindungan Hukum Represif
Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan
akhir berupa sanksi seperti denda, penjara dan
hukuman tambahan yang diberikan apabila sudah
terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu
pelanggaran.

Untuk Applied Theory Penulis akan menggunakan teori


Tannggung Jawab Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung

14
Phillipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT.
Bina Ilmu, Surabaya: 1987. hlm.29.
14

jawab dalam perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi


menjadi beberapa teori, yaitu :
a. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum
yang dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability),
tergugat harus sudah melakukan perbuatan
sedemikian rupa sehingga merugikan penggugat atau
mengetahui bahwa apa yang dilakukan tergugat akan
mengakibatkan kerugian.
b. Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum
yang dilakukan karena kelalaian (negligence tort
lilability), didasarkan pada konsep kesalahan (concept of
fault) yang berkaitan dengan moral dan hukum yang
sudah bercampur baur (interminglend).
c. Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar
hukum tanpa mempersoalkan kesalahan (stirck
liability), didasarkan pada perbuatannya baik secara
sengaja maupun tidak sengaja, artinya meskipun
bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas
kerugian yang timbul akibat perbuatannya.

Sebuah konsep yang berkaitan dengan konsep kewajiban


hukum adalah konsep tanggung jawab (pertanggung jawaban)
hukum. Bahwa seseorang bertanggung jawab secara hukum atas
perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul tanggung jawab
hukum, artinya dia bertanggung jawab atas suatu sanksi bila
perbuatannya bertentangan dengan peraturan yang berlaku.
Menurut Hans Kelsen dalam teorinya tentang tanggung jawab
hukum menyatakan bahwa seseorang bertanggung jawab secara
hukum atas suatu perbuatan tertentu atau bahwa dia memikul
tanggung jawab hukum, subjek berarti bahwa dia bertanggung
jawab atas suatu sanksi dalam hal perbuatan yang
bertentangan.15
Teori tanggung jawab berdasarkan perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh orang lain tersebut dapat dibagi
dalam 3 (tiga) ketegori sebagai berikut :
15
Hans Kalsen, Teori Umum tentang Hukum dan Negara, PT. Raja
Grafindo Persada, Bandung, 2006, hlm. 95.
15

1. Tanggung jawab atasan.


2. Tanggung jawab pengganti yang bukan dari atasan
orang-orang dalam tanggungannya.
3. Tanggung jawab pengganti dari barang-barang yang
berada di bawah tanggungannya.16

Menurut Pendapat M.A. Moegni Djojodirdjo perbuatan


melawan hukum menjadi lebih luas dengan adanya keputusan
Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919 dalam perkara Lindebaum
lawan Cohen. Hoge Raad telah memberikan pertimbangan yaitu :
“bahwa dengan perbuatan melawan hukum (onrechmatige daad)
diartikan suatu perbuatan atau kealpaan, yang atau bertentangan
dengan hak orang lain, atau bertentangan dengan kewajiban
hukum si pelaku atau bertentangan, baik dengan kesusilaan, baik
pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda, sedang barang
siapa karena salahnya sebagai akibat dari perbuatannya itu telah
mendatangkan kerugian pada orang lain, berkewajiban membayar
ganti kerugian. 17
Perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur
dalam Pasal 1365 s/d Pasal 1380 KUH Perdata. Gugatan perbuatan
melawan hukum didasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata yang
berbunyi: “setiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa
kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena
salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.
Pasal 1365 tersebut biasanya dikaitkan dengan Pasal 1371 ayat (1)
KUH Perdata yang berbunyi: “penyebab luka atau cacatnya sesuatu
badan atau anggota badan dengan sengaja atau kurang hati-hati,
memberikan hak kepada si korban untuk, selain penggantian biaya

16
Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan konsumen, PT. Sinar
Grafika, Jakarta, 2008, hlm 92
17
M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, cet.2, (Jakarta :
Pradnya Paramita, 1982), hlm. 25-26.
16

pemulihan, menuntut ganti kerugian yang disebabkan oleh luka


cacat tersebut”. Menurut Munir Faudy :
perbuatan melawan hukum adalah sebagai suatu kumpulan
dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk
mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk
memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit
dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi
terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.18

Menurut Pendapat Gatot Supramono Jaminan adalah suatu


perikatan antara kreditur dengan debitur, dimana debitur
memperjanjikan sejumlah hartanya untuk pelunasan utang
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku apabila
dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran
utang si debitur.19 Jaminan adalah aset pihak peminjaman yang
dijanjikan kepada pemberi pinjaman jika peminjam tidak dapat
mengembalikan pinjaman tersebut. jaminan merupakan salah
satu unsur dalam analisis pembiayaan.
Oleh karena itu, barang-barang yang diserahkan nasabah
harus dinilai pada saat dilaksanakan analisis pembiayaan dan
harus berhati-hati dalam menilai barang-barang tersebut karena
harga yang dicantumkan oleh nasabah tidak selalu menunjukkan
harga yang sesungguhnya (harga pasar pada saat itu). Dengan
kata lain, nasabah kadang- kadang menaksir barang-barang yang
digunakannya diatas harga yang sesungguhnya.
Penilaian yang terlalu tinggi bisa berakibat lembaga
keuangan berada pada posisi yang lemah.jika likuiditas/penjualan
barang agunan tidak dapat dihindarkan, keadaan tersebut dapat
membawa lembaga keuangan kepada kerugian karena hasil
penjualan agunan biasanya akan lebih rendah dari pada harga
18
Munir Faudi, Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2002), hlm. 3.
19
Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, hlm. 75.
17

semula maupun harga pasar pada saat agunan akan dijual


sehingga tidak dapat menutupi kewajiban nasabah lembaga
keuangan.20
Hak Tanggungan Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang
Hak Tanggungan (sealnjutnya disebut UUHT), hak tanggungan
adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah
sebagaimana yang dimaksud dalam Undang- Undang Nomor 5
Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan hutang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur
21
terhadap kreditur-kreditur lainnya.

Menurut, para ahli, Prof :


Mengartikan Hak Tanggungan adalah penguasaan hak atas
tanah, berisi kewenangan bagi kredittur untuk berbuat
sesuatu mengenai tanah yang dijadikan agunan. Tetapi
bukan untuk dikuasai secara fisik dan digunakan,
melainkan untuk menjualnya jika debitur cedera janji, dan
mengambil dari hasilnya seluruhnya atau sebagian sebagai
pembayaran lunas hutang debitur kepadanya.22

Menurut Pendapat Tan Thong Kie Roya secara umum adalah


pencoretan Hak Tanggungan yang melekat pada buku tanah yang
menjadi objek Hak Tanggungan, karena hapusnya Hak
Tanggungan yang membebani atas tanah. Roya hipotek adalah
suatu ikhitiar (daya upaya) untuk mencatat dalam daftar umum
hipotek bahwa suatu hipotek telah hapus. Untuk mencapai itu
kreditor harus menulis dan menandatangani grosse surat hipotek:
“sudah dibayar lunas dan menyetujui roya hipotek’’. Keterangan

20
Ibid hlm. 666-667.
21
Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak
Tanggungan.
22
Ibid hlm. 97
18

ini dioper oleh kepala Kadaster atas minuta akta hipotek dan atas
23
grossenya.
Pada prinsipnya, kegiatan Roya Hak Tanggungan sudah
diatur dalam ketentuan pasal 22 (ayat 1) Undang-undang Nomor 4
Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-
Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (Undang-Undang Hak
Tanggungan (UUHT). Walaupun dalam prakteknya Roya Hak
Tanggungan wajib dilaksanakan apabila debitur telah melunasi
hutangnya pada kreditur (Bank), tetapi tidak ada aturan yang
tegas menyatakan bahwa pihak yang tidak segera melakukan Roya
akan diberikan sanksi. Oleh karena itulah, Kantor Pertanahan
selaku pihak yang berwenang melakukan Roya Hak Tanggungan
dapat menemui kendala dalam pelaksanaan Roya tersebut.
Permohonan Roya diajukan kepada instansi yang berwenang yaitu
Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Hak Tanggungan hapus karena hal-hal, yang terdapat
dalam pasal 18 ayat (1) sebagai berikut :
1. Hapusnya utang yang dijamin dengan hak tanggungan;
2. Dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak
Tanggungan;
3. Pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan
peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri;
4. Hapusnya Hak Atas Tanah yang dibebani Hak
Tanggungan.

Berdasarkan Pasal 22 ayat (4) Undang-Undang no. 4 tahun


1996 tentang Hak tanggungan. Prosedur Pelaksanaan Roya
sebagai berikut :

23
Tan Thong Kie, Studi Notariat & Serba-Serbi Praktek Notaris, PT.
Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2013, hlm. 212.
19

“Permohonan pencoretan sebagaimana dimaksud pada ayat


(1) diajukan oleh pihak yang berkepentingan dengan
melampirkan Sertifikat Hak Tanggungan yang telah diberi
catatan oleh kreditor bahwa Hak Tanggungan hapus karena
piutang yang dijamin pelunasannya dengan Hak
Tanggungan itu sudah lunas, atau pernyataan tertulis dari
kreditor bahwa Hak Tanggungan telah hapus karena piutang
yang dijamin pelunasannya dengan Hak Tanggungan itu
telah lunas atau karena kreditor melepaskan Hak
Tanggungan yang bersangkutan.’’( pasal 22 ayat (4) UUHT
tentang hak tanggungan).

H. MAKSUD DAN TUJUAN PENELITIAN


Berdasarkan pokok permasalahan diatas, maka maksud dan
tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan hukum akibat
hilangnya sertipikat hak tanggungan.
2. Untuk mengetahui bagaimana untuk penghapusan roya
berdasarkan akta konsen roya.
3. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai syarat kelulusan
Sarjana Hukum di STH Pasundan.

I. KEGUNAAN PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan khususnya dalam bidang hukum, kegunaan
penelitian ini dapat dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Kegunaan Teoritis
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan dan pemikiran bagi pengembangan ilmu
hukum khususnya yang berkaitan dengan penyelesaian
jaminan kredit akibat hilangnya sertipikat hak
tanggungan.
b) Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
kepustakaan di dalam bidang hukum pada fakultas
20

hukum STH pasundan.


2. Kegunaan Praktis
Memberikan bukti-bukti empiris mengenai teori yang kita
gunakan. Hasil penelitian ini dapat sebagai bahan pegangan
dan rujukan bagi mahasiswa khususnya dalam bidang
hukum mengenai penyelesaian jaminan kredit dan
hapusnya hak tanggungan serta sebagai sumbangan
pemikiran bagi pihak pihak yang terkait dengan masalah
dalam penelitian ini.

J. METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Menururt Pendapat Mukti Fajar dan Yulianto achmad :
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris
yaitu suatu penelitian hukum yang memperoleh datanya dari
data primer atau data yang diperoleh dari masyarakat. 24
Menurut Pendapat Soerjono Soekanto :
Spesifikasi penelitian ini adalah penelitian yang bersifat
deskriptif analitis, yaitu suatu bentuk penelitian
diharapkan mampu memberikan gambaran secara rinci,
sistematis dan menyeluruh mengenai segala hal yang
berhubungan dengan Pencoretan Hak Tanggungan Pada
Sertipikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Dalam Hal
Sertipikat Hak Tanggungan Hilang di disukabumi.
Penelitian ini melakukan analitis hanya sampai pada
tahap deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta
secara sistimatis sehingga dapat lebih mudah untuk
dipahami dan disimpulkan. Penelitian dengan spesifikasi
penguraian secara deskriptif analitis, dimaksudkan untuk
memberi data seteliti mungkin tentang suatu keadaan
atau gejala-gejala lainnya.25
2. Bahan Penelitian

24
Mukti Fajar dan Yulianto achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Empiris. Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010, hlm.153.
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia,
Jakarta, 2005, hlm.10.
21

a. Bahan Hukum Primer


Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang
mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat,
seperti peraturan dasar, peraturan perundang-
undangan, jurnal, dan bahan hukum tidak tertulis yang
tentunya berhubungan dengan tema penulisan skripsi
ini. Adapun bahan-bahan hukum primer itu antara lain:
1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer).
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang
Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria.
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda
Yang Berkaitan dengan Tanah.
4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
Tentang Pendaftaran Tanah.
5. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak
Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang
menjelaskan bahan hukum primer misalnya buku-buku
mengenai literatur, jurnal hukum yang berkaitan
dengan tema penelitian ini.
c. Bahan Hukum Tersier
Menurut Pendapat Nico Ngani :
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap hukum primer
dan sekunder. Contohnya adalah kamus, ensiklopedia,
22

dan majalah hukum yang berkaitan dengan


permasalahan yang dibahas oleh penulis.26
3. Teknik Pengumpulan Data
Menurut Pendapat P. Joko Subagyo:
Teknik dalam melakukan pengumpulan data dalam
skripsi ini adalah studi literatur atau studi kepustakaan
yang merupakan bagian penting yang tidak terlupakan
dalam penulisan skripsi. Studi Kepustakaan (library
research) adalah kegiatan penelusuran kepustakaan
untuk mengetahui lebih detil dan memberikan
kerangka berfikir, khususnya referensi relevan yang
berasal dari teori-teori tanpa memperdulikan apakah
penelitian yang dilakukannya menggunakan data
primer atau sekunder.27

K. WAKTU DAN LOKASI PENELITIAN


3. Waktu Penelitian
Dalam rangka penyusunan skripsi ini langkah-langkah yang
akan dipergunakan dalam penelitian diperkirakan akan
selesai selama 3 (tiga) bulan atau selama 90 (sembilan
puluh) hari yaitu dengan rincian dibawah ini :
a) Tahap persiapan dan tahap pengumpulan data selama
30 (tiga puluh) hari kerja;
b) Tahap pengelolaan data selama 30 (tiga puluh) hari
kerja;
c) Tahap penulisan laporan penelitian selama 30 (tiga
puluh) hari kerja.
4. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Kantor Notaris & PPAT HJ. Lilis
Supartini, S.H.,M.Kn. di Jalan RS Syamsudin Nomor 72B,
Cikole , Kecamatan. Cikole, Kota Sukabumi, Jawa Barat.

26
Nico Ngani, Metodologi Penelitian Dan Penulisan Hukum , Pustaka
Yustisia, Jakarta, 2012, hlm. 7.
27
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Praktek , Jakarta:
PT.Rineka Cipta, Cetakan keempat, 2004, hlm.109.
23

L. SISTEMATIKA PENULISAN HUKUM


c. Bagian awal terdiri dari

1. Halaman judul
2. Halaman pernyataan
3. Halaman pengesahan panitia sidang ujian sarjana
4. Halaman persetujuan dosen wali
5. Halaman RINGKASAN
6. Halaman KATA PENGANTAR
7. Halaman DAFTAR ISI
8. Halaman DAFTAR LAMPIRAN

d. Bagian substansi terdiri dari 5 (Lima) BAB yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang penelitian


B. Identifikasi masalah
C. Tujuan penelitian
D. Kegunaan penelitian
E. Kerangka pemikiran
F. Metode penelitian
G. Waktu dan lokasi penelitian
24

H. Sistematika penulisan

BAB II PELAKSANAAN HAK TANGGUNGAN

A. Tinjaun Tentang Hak Tanggungan


B. Tinjauan Tentang Akta
C. Tinjaun Tentang Roya Hak Tanggungan
BAB III MEKANISME PEMBUATAN JAMINAN KREDIT
A. Profile Debitur
B. Prosedur dan Tata Cara Pembuatan Akta
Notaril Perjanjian Kredit
C. Prosedur Pembuatan Akta Konsen
Roya/Izin Roya
BAB IV PENYELESAIAN JAMINAN KREDIT AKIBAT
HILANGNYA SERTIPIKAT HAK TANGGUNGAN
A. Prosedur untuk mendapatkan hak
tanggungan yang hilang sebagai bukti
untuk pelunasan utang debitor.
B. Kedudukan akta konsen roya sebagai
pengganti Sertipikat Hak Tanggungan
yang hilang dalam hal pelunasan kredit.
C. Perlindungan hukun bagi debitor yang
kehilangan sertipikat hak tanggungan oleh
kreditor.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
25

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai