Penulis:
Nim : 10114254
BAB I
HUKUM JAMINAN
Kata “jaminan” Dalam peraturan perundang-undangan dijumpai pada Pasal 1131 KUH
Perdata dan Penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, namun dalam peraturan tersebut
tidak menjebak,apa yang dimaksud dengan jaminan.Meskipun demikian dari ketentuan diatas
dapat diketahui,bahwa jaminan erat hubunganya dengan masalah utang.Biasanya dalam
perjanjian pinjam-meminjam uang pihak kreditur meminta kepada debitur agar menyediakan
jaminan berupa sejumlah harta kekayaannya untuk kepentingan pelunasan hutang apabila setelah
jangka waktu yang diperjanjikan ternyata debitur tidak melunasinya.Sesuai dengan
tujuannya,barang jaminan bukan untuk dimiliki kreditur karena perjanjian utang piutang bukan
perjanjian jual beli yang mengakibatkan perpindahan hak milik atas barang.Barang jaminan
dipergunakan untuk melunasi hutang,dengan cara yang ditetapkan oleh oleh peraturan yang
berlaku,yaitu barang di jual secara legal.Hasilnya digunakan untuk melunasi utang debitur,dan
apabila masih ada sisanya dikembalikaan kepada debitur.Barang jaminan pada prinsipnya harus
milik debitur, tetapi undang-undangjuga memperbolehkan barang milik pihak ke tiga di
pergunakan sebagai jaminan,asalkan pihak yang bersangkutan merelakan barangnya
dipergunakan sebagai jaminan utang debitur.Dari uaraian diatas,dapat disimpulkn.bahwa
jaminan adalah suatu perjanjian antara kreditur dengan debitur,dimana debitur memperjanjikan
sejumlah hartanya untuk kepentingan pelunasan utang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, apabila dalam waktu yang ditentukan terjadi kemacetan pembayaran
utang debitur.
Istilah sumber hukum dipergunakan dalam 3 pengertian yang berbeda satu dengan yang
lainnya,meskipun sebenarnya antara pengertian yang satu dengan yang lainnya mempunyai
hubungan yang erat,bahkan menyangkut subtansi yang sukar dipisahkan,yakni.
1. Ada dan Hapusnya Perjanjian jaminan itu tergantung dan ditentukan oleh perjanjian
pendahuluannya;
2. Bila perjanjian pendahuluanya itu batal,maka dengan sendirinya perjanjian jaminan sebagai
perjanjian tambahan juga menjadi batal;
3. Bila perjanjian pendahuluannya beralih atau di alihkan,maka dengan sendirinya perjanjian
jaminan ikut beralih;
4. Bila perjanjian pendahuluanya beralih karena cessie,subrogatie,maka perjanjian jaminan
ikut beralih tanpa penyerahan khusus;
5. Bila perjanjian jaminanya berakhir atau hapus,maka perjian pendahuluanya tidak dengan
sendirinya berakhir atau hapus pula.
Untuk dapat mengetahui tentang macam-macam jaminan utang maka harus diketahui lebih
dulu tentang sumber hukumnya . Ada dua sumber hukum,yaitu hukum tertulis dan hukum tidak
tertulis. Untuk sumber hukum tertulis,negara kita masih memakai KUH Perdata dan peraturan
perundang-undangan lainya.Sedangkan sumber hukum tidak tertulis berupa hukum kebiasaan
sekarang yang sudah ditinggalkan.Dari sejumlah peraturannya di dalam KUHPerdata dapat
disimpulkan terdapat 2 macam jaminan,yaitu jaminan umum dan jaminan khusus.
1. Jaminan Umum
Untuk jaminan umum di atur dalam pasal 1131 KUH Perdata yang menyebutkan: segala
barang-barang milik debitur,baik yang sudah ada maupun akan ada,menjadi jaminan
untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu. Dari rumusan ketentuan tersebut
terlihat bersifat umum karena objek yang dapat menjadi jaminan utang dapat berupa apa
saja baik yang ada sekarang maupun yang aka nada di kemudian hari.
2. Jaminan Khusus
Pada jaminan umum tidak jelas apa saja yang di jaminkan sehingga kreditur merasa
kurang aman terhadap piutangnya.Berbeda dengan jaminan khusus,dengan objek jaminan
yang jelas,perjanjiannya jelas,dan semata-mata untuk kepentingan pelunasan utang
apabila debitur tidak memenuhi janjinya.
1. Asas Publicitet,yaitu asas bahwa semua hak,baik hak tanggungan,hak fidusia, dan hipotek
harus didaftarkan;
2. Asas Specialitet,yaitu bahwa hak tanggungan,hak fidusia,dan hipotek hanya dapat
dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang
tertentu;
3. Asas tak dapat dibagi-bagi,yaitu asas dapat dibaginya hutang tidak dapat mengakibatkan
dapat dibaginya hak tanggungan,hak fidusia,hipotek,dan hak gadai walaupun telah
dilakukan pembayaran sebagian;
4. Asas Inbezittstelling,yaitu barang jaminan(gadai)harus berada pada penerima gadai;
5. Asas horizontal,yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan satu kesatuan.
BAB II
HAK KEBENDAAN PADA UMUMNYA
B. Hak kebendaan
Hak kebendaan sebagai bagian dan hak keperdataan mempunyai ciri-ciri tertentu, yang
membedakannya dengan hak perseorangan yang juga bagian dan hak keperdataan.
a. Bersifat mutlak, hak kebendaan dapat dikuasai oleh siapapun juga dan dapat dipertahankan
terhadap siapa punjuga yang bermaksud mcngganggu pelaksanaan hak kebendaan itu;
b. Hak kcbendaan tetjadinya karena adanya hubunganseseorang terhadap sesuatu benda, karena
itupemenuhannya tidak secepat jika dibandingkan dengan hak perseorangan;
c. Scialu mengikuti benda ,hak kebendaan itu mengikuti bendanya. di dalam tangan siapa pun
benda itu berada, walaupun kebendaan tersehut diasingkan kepada pihak ketiga atau lain;
d. Mengenal tingkatan atau pertingkatan, hak kebendaan yang Iebih tua menduduki peringkat
yang Iebth tinggi daripada hak kebendaan yang timbul kemudian setelahnya;
f. Setiap pemegang hak kebendaan dapat mengajukan gugatkebendaan terhadap siapa punjuga
yang mengganggu atauberlawanan dengan hak kcbendaan yang dipegangnya;
g. Dapat dipindahkan atau diasingkan, hak kebendaan itu dapat dipindahkan atau diasingkan
secara penuh kepada siapa pun juga jika dibandingkan dengan hak perseorangan yang terbatas,
dan Pembedaan Hak Kebendaan.
Hak-Hak yang berhubungan dengan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 16, Pasal 49 dan
Pasal 51 UndangUndang Nomor 5 Tahun 1960, sebagal berikut:
a. Hak-hak atas tanah:
1) Hak milik;
2) Flak guna usaba;
3) Hak guna bangunan;
4) Hakpakai;
5) Hak sewa untuk hangunan;
6) Hak membuka tanah;
7) Hak memungut basil hutan;
8) Hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak diatas yang akan ditctapkan dengan
undang-undang;
a) Hak-hak yang sifatnya sementara:
b) Hak gadai;
c) Hak usaha bagi basil;
d) Hak menumpang
e) Hak sewa tanah pcrtanian;
b. Hak-hak atas air dan ruang angkasa:
1) Hak guna air
2) Hak pemeliharaan dan penangkapan Ikan;
3) Hak guna ruang angkasa;
d. Hak tanggungan. Sehubungan dengan hak kebendaan,ketentuan dalam Pasal 528 KUHPerdata
menvatakan: Atas sesuatu kebendaan. seorang dapat mempunyai baik suatu kedudukan berkuasa,
baik hak milik, baik hak waris, baik hak pakai basil, baik hak pengabdian tanah, baik gadai atau
hipotek.Berdasarkan ketentuan dalam Pasa1 528 KUH Perdata, hak-hak kebendaan yang dapat
diperoleh dan suatu keendaan, bisa:
Sernentara itu hak-hak kebendaan yang bertalian dengan tanah yang tidak berlaku lagi dan
Buku 11 KUHPerdata, yaitu:
C.Perjanjian Kebendaan
Perjanjian kebendaan (Zakeljke Oze’ree,s Koinsi) adalah perjanjian yang dibuat dengan
mengindahkan ketentuan perundang-undangan; timbul karena kesepakatan dañ dua pihak atau
lebih yang saling mengikatkan diri dan ditujukan untuk menimbulkan beralih, berubah, atau
berakhimya suatu hak kebendaan.
Menurut ketentuan l’asal 54 KUHL’erdata, hak milik atas sesuatu kebendaan tidak dapat
diperoleh dengan cara lain tetapi dengan cara:
1. Pemilikan;
2. Perlekatan;
3. Daluarsa;
4. Pewarisan, balk menurut undang-undang maupun surat wasiat; dan karena
5. Penunjukan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak.
Sebagaimaria kita ketahui, untuk bcralihnya (hak milik) atas suatu kebendaan hanis dipenuhi
tiga syarat, yaitu:
D.Pembagian Benda
Menurut Ketentuan Buku II KUH Perdata Pembagian Benda Yaitu:
BAB III
GADAI
A. Istilah Dan Perumusan Gadai
Dalam KUHIPerdata dikenal adanya hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan dan
hak kebendaan yang bersifat memberikan iaminan. Hak kebendaan yang bersifat memberikan
jaminan senantiasa tertuju kepada benda milik orang lain, benda milik orang lain dapat berupa
benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Untuk benda jaminan milik orang lain yang
berupa benda bergerak maka hak kebendaan tersehut adalah hak gadai, sedangkan benda jaminan
miLik orang lain yang berupa benda tidak bergerak maka hak kebendaan tersebut adalah hipotik
(sekarang Hak Tanggungan). Gadai merupakan jarninan dengan menguasai bendanya. Jarninan
dengan menguasai bendanya bagi kreditor akan lebih aman karena mengingat pada benda
bergerak mudah untuk dipindahtangankan dalam arti di jual lelang jika debitor wanprestasi,
walaupun mudah untuk berubah nilainya.
Gadai, yang pengertian dan persyaratannya scbagai pand merupakan lembaga hak aminan
kebendaan bagi kebendaan bergerak yang diatur di dalam KUH Perdata. Perumusan gadal
diberikan dalam Pasal 1150 KUH Perdata yang bunyinya sebagai berikut: Cadai adalah suatu
hak yang diperoich seorang berpiutang atas suatu harang bergerak, yang diserahkan kepadanya
oleh seorang berutang atau oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan
kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dan barang tersebut secara d idahulukan
daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya untuk melelang barang
tersebut dan biaya yang tclah dikcluarkan untuk mcnyclamatkan setelab barang itu adigadaikan,
biava-hiaya mana harus didahulukan.
B. Sifat Dan Ciri-Ciri Gadai
Berdasarkan ketentuan dalam Pasa! 1150 dan pasal-pasal Iainnya dan KUII Perdata, dapat
disimpulkan sifat dan cini-ciri yang melekat pada hak gadai itu sebagai berikut:
1. Obek atau barang-barang yang gadai adalah kcbendaan yang bergerak, baik kebendaan
bergerak yang berwulud maupun kebendaan bergerak yang tidak berwujud (Pasa! 1150, Pasal
1153 KUH Perdata);
2. Gadal merupakan hak kebendaan atas kebendaan atau barang barang yang bergerak milik
seseorang (Pasal 1152 ayat (3) juncto Pasa! 528 KUH Perdata), karenanya walaupun barang
barang yang digadaikan tersebut beralih atau dialihkan kepada orang lain, barang-harang yang
digadaikan tersebut tetap atau tenus mengikuti kepada siapa pun obk barang barang yang
digadaikan ¡tu berada (droit de suite). Apabila barang-barang yang digadaikan hilang atau dicuri
orang lain, maka kreditor pemegang gadai berhak untuk menuntut kembali.
3. Flak gadai memberikan kedudukan diutamakan (hak preferensi atau droit de preference)
kepada kreditor pernegang hak gadai (Pasal 1133, Pasal 1150 KUH Perdata);
4. Kebendaan atau barang-barang yang digadaikan harus berada di bawah penguasaan kreditor
pemegang hak gadai atau pihak ketiga untuk dan atas nama pernegang hak gadai(Pasal 1150,
Pasal 1152 KUH Perdata);
5. Gadai bersifat acessoir pada perjanjian pokok atau pendahuluan tertentu, seperti perjanjian
pinjam-meminjam uang, utang piutang, atau pcij anjian kredit (Pasa! 1150 KUH Pcrdata);
6. gadai mempunyai sifat tidak dapat di bagi-bagi (ondeelbaar)yaitu membebani secara utuh
objek kebendaan atau barang-barang yang digadaikan dan setiap hagian daripadanya,dengan
ketentuan bahwa apahil4ì telah dilunasinya sebagian dan utang yang dijamin. maka tidak berarti
terbebasnya pula sebagian kebendaan atau barang-barang digadaikan dan
beban hak gadai. melainkan hak gadai itu tetap membebani seluruh objek kebendaan atau
barang-barang yang digadaikanuntuk sisa utang yang belum dilunasi (Pasal 1160 KUHPerdata).
E. Larangan Gadai
Dalam membuat perjanjian gadai baik pihak pemberi maupun pemegang gadai perlu
memperhatikan Iarangannya.Larangan gadai diatur dalam Pasa! 1154 KUHPerdata yang
menyebutkan. “Kreditur tidak diperkenankan merniliki barang yang digadaikan, apabila debitur
tidak memenuhi kewajiban kewajihannya. Begitu pu1a jika terdapat janji yang bertentangan
dengan larangan tersebut, mengakibatkan perjanjian gadai menjadi batal, dan dianggap tidak
pernah terjadi gadai.”
memperoleh hak milik suatu barang hanya ada tiga macam, yaitu dengan:
1. Perjanjian (jual beli, tukar-menukar, dan hibah)
2. Warisan
3. Putusan pengadilan dalam sengketa kepemilikan barang.
Dengan mengetahui tentang cara memperoleh hak milik suatu barang tersehut maka
memperkuat alasan mengapa di dalam perjanjian gadai dilarang memperjanjikan objek gadai
dimiliki oleh kreditur apabila debitur tidak membayar utangnya.
F. Eksekusi Gadai
lstilah eksckusi gadai masih terasa asing di telmga masyarakat, padahal istilah itu yang
tepat digunakan. Selama ini istilah yang telah memasyarakat adalah penjualan barang gadai. hal
ini tidak salah karena maksudnya sama dengan ekcekusi gadal. Dengan istilah eksekusi gadai
tertuju kepada pelaksanaan gadai untuk memenuhi perjanjian pokoknya. Apabila debitur tidak
mcmenuhi anjinya membayar utang, maka krcðitur berhak mengeksekusi gadai dengan cara
melakukan penjualan harang yang digadaikan. Dalam KUH Perdata terdapat dua macam cara
bersifat alternatif yang dapat dilakukan kreditur untuk kepentingan tersebut, yaitu:
1. Dengan menyuruh debitur menjual barang tersebut di muka urnum menu rut kebiasaan-
kcbiasaan setempat serta syarat-syarat yang lazim berlaku (Pasal 1155 KU[1 Perdata).
2. Kreditur dapat menuntut melalui perkara perdata di pengadilan negeri supaya barang tersehut
dijual menurut cara yang ditetapkan oleh hakim (Pasal 1156 KU1-I Perdata).
G. Hapusnya Gadai
Ari Hutagalung mengemukakan 5 cara hapusnya hak gadai yaitu:
1. Hapusnya perjanjlan pokok yang dljamin dengan gadat
2. Terk’pasnya knda gadai dad kekuasaan penerima gadal
3. Musnahnya barang gadai
4. Dilepaskannya benda gada secara sukarela
5. Dan campuran (penerima gadai menjadi pemilik benda gadai (hak tanggungan dan
fldusia).
Perjanjian pokok dalam perjanjian gadai adalah pejanjian pinjam meminjam uang dengan
jaminan gadai. Apabila debitur telah membayar pinjamannya kepada penerima gadai, maka sejak
saat itulah hapusnya perjanjian gadai.
Hapusnya gadai menurut Purwahid Patrik dan Kashadi yaitu:
BAB IV
Perumusan pengertian hipotek dinyatakan dalam Pasal 1162 KUH Perdata, yang bunyinya:
Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tidak bergerak. untuk mengambil
penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan. Dan bunvi ketentuan dalam Pasal 1162
KUH Perdata, tampaknva hak hipotek mirip dengan hak gadai. yaitu sama-sama sebagai hak
jaminan kebendaan; sedang bedanya, hak gadai merupakan hak jaminan yang dibebankan kepada
kebendaan bergerak, dan hak hipotek merupakan hak jaminan yang dibebankan kepada
kebendaan tidak bergerak. Dari suatu perumusan yang baik,kita boleh mengharapkan adanya
gambaran yang haik dan apa yang dirumuskan, melaiui ciri-ciri khas yang menonjol yang ada
dalam perumusan tersebut. Dalam hal ini para sanana rupanya menganggap perumusan yang
diberikan oleh undang-undang tentang hipotek kurang lengkap dan karenanya pada umumnya
membenikan perumusan yang lain; Paul Schoiten dengan tegas mengatakan bhwa perumusan
undang-undang di atas kurang lengkap, sedang Pitio tanpa komentar langsung memberikan saja
perumusan lain, yang mengandung ciri-ciri yang tidak disebutkan dalam perumusan Pasal 1162
KUH Perdata tersebut dan demikian pula Veegens Oppenhcim.
1. Hipotek merupakan suatu hak kebendaan atas benda-benda yang tidak bergerak (benda tetap)
jadi benda jaminan hipotek yang menjadi objek hipotek itu kebendaan yang tidak bergerak(benda
tetap), kebendaan selain benda tidak bergerak atau benda bergerak tidak dapat dibebani dengan
hipotek; benda benda yang disebutkan terakhir tersebut hanya dapat dibebankan dengan gadai
(pasal 1162,1164 dan 1167 KUH Perdata);
2. Hipotek merupakan lembaga hak jaminan untuk pelunasan utang (sejumlah uang) tertentu
yang sebelumnya diperjanjikan dalarn suatu akta, karenanya pemegang hipotek tidak berhak
untuk menguasai dan memiliki kebendaan jaminan ¡tu, semata-mata benda-benda tidak bergerak
tersebut sebagai jaminan bagi pelunasan sejumlah utang tertentu (Pasal 1162 KIJH Perdata);
3. Walaupun pemegang hipotek tidak diperkenankan untuk menguasai dan memiliki kebendaan
jaminan yang dihipotekkan tersebut, namun diperkenankan untuk diperjanjikan menjual atas
kekuasaan scndiri berdasarkan parate eksekusi kebendaan jaminannya jika debitur wanprestasi
(Pasal 1178 KUH Pcrdata);
4. Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegang hipotek (Pasal-
Pasal 1133, 1134 ayat (2),1198), bahwa jika debitur cedera janji, kreditor (Pemegang Hipotek)
berhak menjual kebendaan jaminan, dengan hak mendahulu daripada kreditor-kreditor yang lain;
6. Kalau demikian sama halnya dengan gadal. fuga hipotek menurut sifatnya merupakan
accessoir pada suatu piutang.
Artinya, pejanjian jaminan kebendaan hipotek ini akan ada,apabila sebelumnva telah ada
perjanjian pokøknva. Yaitu perjanjian yang menumbuhkan huhungan hukum utang piutang yang
dijamin pelunasannya dengan kebendaan yang tidak bergerak. Peranjian utang piutang atau
perjanjian lainnya yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang tersebut harus dituangkan
atau ditetapkan dalam suatu akta. Jelaslah,bahwa tujuan pembebanan hipotek untuk memberikan
kepastian hukum yang kuat bagi kreditor-kreditor (Pemegang Hipotek),. dengan menjamin
pelunasan piutangnya dan kebendaan yang dihipotekkan, jika debitur cedera janji.Dengan
demikian, hipotek merupakan hak kebendaan yang bersifat memberi ¡aminan bagi pelunasan
utang tertentu yang timbul dan hubungan hukum utang piutang sebagai perikatan pokoknya.
B. Sifat-Sifat Hipotek
Kebendaan yang memberi jaminan atas kebendaan tidak bergerak, sifat-sifat yang melekat
pada hipotek itu, adalah:
Hipotek atas kapal taut, dapat ditakukan Iebih dan satu kali. Artinya terhadap kapal taut
yang sama dapat dibebani lebih dan satu hipotek. sehingga alcan terdapat beberapa Pemtgang 1-
lipotek atas kapal laut yang sama. Kedudukan hak mendahulu mereka didasarkan kepada tanggal
pendaftaran ikatan hipotek atas kapal lautnya. Terhadap hipotek kapal taut yang didautarkan
pada tanggal sama, maka nwreka mempunyai tingkat yang sama secara bersama-sama. Hal ini
dapat ditaisirkan dañ ketentuan dalam Pasal 315 KUH Dagang, yang bcrhunyi: Tingkat diantara
segala hipotek satu sama lain, ditentukan oleh han pembukuan. Hipotek-hipotek yang dibukukan
pada han yang sama, mempunyai tingkat yang sama puta. Datam peristiwa ada pemasangan
hipotek lebih dan satu kati, maka hipotek yang didaftarkan paling awal sesuai dengan ciri dan
hak kebendaan lahir lebih dahulu dan mempunyai kedudukan yang Iehih tinggi daripada yang
timbul kemudian. Di samping itu, perlu diingat bahwa jaminan hipotek yang kedua, bisa
diberikan, balk kepada kreditor yang sama maupun kreditor lain. Dan ketentuan ¡tu juga
tersimpul. bahwa hipotek lahir pada saat pendaftarannya.
BAB V
JAMINAN FIDUSIA
A. Pengertian Fidusia
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak
kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Fidusia adalah Istilah Pengalihan Kepemilikan Suatu Benda, Berikut Contoh fidusia adalah
ketika Anda melakukan kredit motor, maka pihak pemberi kredit yang membeli ke dealer
merupakan pemilik dari motor tersebut, meskipun registrasi hak miliknya dialihkan atau
diatasnamakan pada Anda (BPKB).
B. Obyek Fidusia
Sebelum Undang-undang ini dibentuk, pada umumnya Benda yang menjadi objek
Jaminan Fidusia adalah benda bergerak yang terdiri dari benda dalam persediaan
(inventory), benda dagangan, piutang, peralatan mesin, dan kendaraan bermotor. Oleh
karena itu, guna memenuhi kebutuhan masyarakat yang terus berkembang.
Pembangunan ekonomi, sebagai bagian dari pembangunan nasional, merupakan salah
satu upaya untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan
yang berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah maupun masyarakat,
baik perseorangan maupun badan hukum, memerlukan dana yang besar. Seiring dengan
meningkatnya kegiatan pembangunan, meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan,
yang sebagian besar dana yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh
melalui kegiatan pinjam meminjam
Selama ini, kegiatan pinjam-meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau
hak jaminan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Undang-undang Pokok Agraria, dan sekaligus sebagai pengganti dari
lembaga Hipotek atas tanah dan credietverband. Di samping itu, hak jaminan lainnya
yang banyak digunakan pada dewasa ini adalah Gadai, Hipotek selain tanah, dan Jaminan
Fidusia. Undang-undang yang berkaitan dengan Jaminan Fidusia adalah Pasal 15
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yang
menentukan bahwa rumah-rumah yang dibangun di atas tanah yang dimiliki oleh pihak
lain dapat dibebani dengan Jaminan Fidusia. Selain itu, Undang-undang Nomor 16 Tahun
1985 tentang Rumah Susun mengatur mengenai hak milik atas satuan rumah susun yang
dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai
atas tanah negara.
Berdasarkan pengertian sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
yang menjadi objek jaminan fidusia adalah:
a.Benda bergerak yang berwujud.
b.Benda bergerak yang tidak berwujud.
c.Benda tidak bergerak, khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan.
d.Benda-benda yang dikecualikan dari objek jaminan fidusia dengan dengan ketentuan
sebagai berikut:
1.Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan sepanjang peraturan
perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda tersebut wajib
didaftar.
2.Hipotek atas kapal yang terdaftar denga nisi kotor berukuran 20 M3 atau lebih.
3.Hipotek atas pesawat terbang.
Suatu perjanjian penjaminan hak kebendaan memiliki kedua ciri tersebut. Walaupun
para pihak bebas menyusun klausulnya, perjanjian itu wajib memuat beberapa unsur
yang ditentukan undang-undang. Hal ini jelas terlihat dalam Pasal 14 ayat (3) UU No.42
Tahun 1999 Tentang Fidusia yang berbunyi jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang
sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia.
a.Tidak ada kepastian hukum khususnya bagi pihak ketiga yang beritikad baik untuk
memiliki benda tersebut.
c.Tidak ada asas publisitas dan spesialitas sehingga pihak ketiga/masyarakat tidak tahu
benda tersebut telah dijaminkan kepada pihak lainnya.
d.Cara meminta eksekusinya pun berbeda. Kreditur tidak bisa menggunakan titel
eksekutorial yang lazimnya dinikmati kreditur pemegang Fidusia (sesuai Pasal 29 UU
Fidusia). Kreditur tersebut hanya dapat mengajukan gugatan perdata terhadap Debitur.
D. Ciri-Ciri Jaminan Fidusia
Jaminan fidusia memiliki ciri-ciri yang diantaranya:
a.Memberikan hak yang didahulukan kepada kreditor.
b.Memungkinkan kepada pemberi jaminan fidusia agar tetap menguasai objek jaminan
utang.
c.Memberi kepastian hukum.
d.Mudah dieksekusi.
e.Memberi hak kebendaan
BAB VI
HAK TANGGUNGAN
A. Definisi Hak Tanggungan
Pasal 1 butir (1) Undang-undang No. 4 Tahun 1996 menyebutkan bahwa “Hak
Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang
selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah jaminan yang dibebankan pada hak atas
tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain
yang merupakan satu kesatuan dengan tanah milik, untuk pelunasan utang tertentu,
yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap
kreditor-kreditor lain.”