2. Benda Bergerak
• Karena sifatnya, ialah benda yang tidak bergabung dengan tanah atau tidak
dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan.
• Karena ditetapkan oleh undang-undang
HAK KEBENDAAN
c. Pembedaan Hak-hak Kebendaan
Di dalam Buku II KUHPer diatur macam-macam hak kebendaan, akan
tetapi dalam membicarakan macam-macam hak kebendaan dalam Buku II
KUHPdt harus diingat berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Undang-Undang Pokok Agraria. Dengan demikian, hak-hak kebendaan yang
diatur dalam Buku II KUHPdt (yang sudah disesuaikan dengan berlakunya UUPA
No. 5/1960) dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
a. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan meliputi :
1) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri,
misalnya: hak eigendom, hak bezit.
2) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain,
misalnya: hak opstal, hak erfpacht, hak memungut hasil, hak pakai, hak
mendiami.
b. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk
zakerheidsrechf). Misalnya: hak gadai (pand), hipotik. Di samping itu, ada
pula hak-hak yang diatur dalam Buku II KUHPdt, tetapi bukan merupakan
hak kebendaan, yaitu privilege dan hak retentie. Namun, hak-hak ini dapat
pula digolongkan dalam hak kebendaan.
1. Hak Bezit
a. Pengertian Bezit
1) Menurut KUHPdt
Bezit diterjemahkan dengan kedudukan berkuasa, yaitu kedudukan
seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri sendiri
maupun dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau
menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan itu (pasal 529
KUHPdt).
2) Menurut Prof Subekti, SH
Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda
seolah – olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum diperlindungi, dengan
tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.
3) Menurut Prof Dr. Sri Soedewi Macjchoen Sofwan, SH
Dengan mengacu pada Pasal 529 KUHPdt, maka bezit ialah keadaan
memegang atau menikmati sesuatu benda di mana seseorang menguasainya,
baik secara sendiri ataupun perantaraan orang lain, seolah – olah itu adalah
kepunyaan sendiri.
b. Syarat – syarat adanya bezit
Untuk adanya suatu bezit, haruslah dipenuhi syarat – syarat , yaitu :
Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan
dengan bendanya
Adanya Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus
dikehendaki oleh orang tersebut.
Dengan demikian, untuk adanya bezit harus ada dua unsur yaitu kekuasaan
atas suatu benda dan kemauan untuk memilikinya benda tersebut. Dalam hal
ini, bezit harus dibedakan dengan “detentie”, dimana seseorang menguasai
suatu benda berdasarkan hubungan hukum tertentu dengan orang lain
(pemilik dari benda itu). Jadi. Seorang detentor tidak mempunyai kemauan
untuk memiliki benda itu bagi dirinya sendiri.
c. Fungsi bezit
Pada dasarnya, bezit mempunyai dua fungsi, yaitu :
1) Fungsi polisionil
Bezit itu mendapat perlindungan hukum tanpa mempersoalkan hak milik
atas benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang membezit
sesuatu benda, maka ia mendapat perlindungan dari hukum sampai terbukti
bahwa ia sebenarnya tidak berhak. Dengan demikian , bagi yang merasa
haknya dilanggar, maka ia harus meminta penyelesaiannya melalui polisi
atau pengadilan. Inilah yang dimaksud dengan fungi polisionil yang ada
pada setiap bezit.
2) Fungsi zakkenrectelijk
Bezitter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan untuk
beberapa waktu tertentu tanpa adanya proses dari pemilik sebelumnya,
maka bezit itu berubah menjadi hak milik melalui lembaga verjaring
(lewat waktu / daluwarsa). Inilah yang dimaksud dengan fungsi
zakenrectelijk dan fungsi ini tidak ada pada setiap bezit.
d. Cara memperoleh bezit
Menurut ketentuan Pasal 538 KUHPdt, bezit (kedudukan berkuasa) atas
sesuatu kebendaan diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik
kebendaan itu dalam kekuasaannya, dengan maksud mempertahankannya
untuk diri sendiri. Menurut ketentuan Pasal 540 KUHPdt, cara-cara
memperoleh bezitdapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1) dengan jalan occupation
Memperoleh bezit jalan dengan occupatio ( pengambilan benda ) artinya ia
memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu.
Jadi bezit diperoleh karena perbuatannya sendiri yang mengambil barang
secara langsung.
2) dengan jalan tradition
Memperoleh bezit dengan jalan tradition (pengoperan) artinya
ialah memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang membezit lebih
dahulu. Jadi bezit diperoleh karena penyerahan dari orang lain yang sudah
menguasainya terlebih dahulu.
2. Hak Eigendom/Hak Milik
a. Pengertian Eigendom
1) Menurut KUHPdt
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan
dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya
itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan
pembayaran ganti-rugi (Pasal 570 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, SH
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seseorang
yang mempunyai hak eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa
saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan
merusak), asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen So/wan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 570 KUHPdt, hak milik adalah hak untuk
menikmati suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu
dengan sebebas-bebasnya, asal tak dipergunakan bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang
mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan
terhadap hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi
kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan
pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-
undang.
b. Ciri-ciri hak milik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang merupakan ciri-ciri dari
hak milik itu ialah :
Hak milik itu selalu merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan
yang lain. Sedangkan hak-hak kebendaan yang lainnya yang bersifat
terbatas itu berkedudukan sebagai hak anak terhadap hak milik.
Hak milik itu ditinjau dari kuantitetnya merupakan hak yang selengkap-
lengkapnya.
Hak milik itu tetap sifatnya. Artinya, tidak akan lenyap terhadap hak
kebendaan yang lain. Sedang hak kebendaan yang lain dapat lenyap jika
menghadapi hak milik.
Hak milik itu mengandung inti (benih) dari semua hak kebendaan yang lain.
Sedang hak kebendaan yang lain itu hanya merupakan onderdeel (bagian)
saja dari hak milik. Menurut ketentuan Pasal 574 KUHPdt, tiap pemilik
sesuatu benda, berhak menuntut kembali bendanya dari siapa saja yang
menguasainya berdasarkan hak miliknya itu.
c. Cara memperoleh hak milik
Menurut Pasal 584 KUHPdt, hak eigendom dapat diperoleh dengan jalan :
Pendahuluan ( toeeigening)
Ikutan
Lewat waktu
Pewarisan ( erfopvolging), baik menurut undang – undang maupun menurut
surat wasiat
Penyerahan (levering) berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk
memindahkan hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat
bebas terhadap benda itu.
d. Memperoleh hak milik dengan lewat waktu (Verjaring)
Lewat waktu adalah salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu
benda. Lewat waktu (verjaring) ini ada dua macam, yaitu :
1. Acquisitieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk memperoleh
hak-hak kebendaan (di antaranya hak milik).
2. Extinctieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk dibebaskan dari
suatu perutangan.
Untuk memperoleh hak milik dengan lewat waktu (acquisitieve
verjaring) adalah :
Harus ada bezit sebagai pemilik;
Bezitnya itu harus te goeder trouw;
Membezitnya itu harus terus-menerus dan tak terputus;
Membezitnya harus tidak terganggu;
Membezitnya harus diketahui oleh umum;
Membezitnya harus selama waktu 20 tahun atau 30 tahun;
20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah, 30 tahun dalam al tidak ada alas
hak.
e. Memperoleh hak milik dengan penyerahan (Levering)
Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud dengan penyerahan ialah penyerahan
suatu benda oleh pemilik atau atas namanya - kepada orang lain, sehingga
orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu. Sedangkan menurut Prof.
Subekti, per kataan penyerahan mempunyai dua arti, yaitu :
Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering).
Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang
lain (juridische levering).
Menurut sistem KUHP suatu pemindahan hak terdiri atas dua macam, yaitu :
a) Perjanjian obligatoir ialah perjanjian yang bertujuan memindahkan hak,
misalnya: perjanjian jual-beli, dan sebagainya.
b) Perjanjian zakelijk ialah perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak
kebendaan, misalnya: hak milik, bezit, dan sebagainya.
f. Hak milik bersama (Medeeigendom)
Biasanya, sebuah benda hanya dimiliki oleh seorang pemilik. Tetapi ada
kemungkinan lain, bahwa benda itu dapat dimiliki oleh dua orang atau lebih.
Kalau benda itu dimiliki oleh lebih dari seorang, maka hak ini disebut dengan
hak milik bersama atas sesuatu benda. Mengenai hak milik bersama ini
menurut KUHPdt dapat dibagi menjadi dua macam , yaitu :
Hak milik bersama yang bebas
Hak milik bersama yang terikat
g. Hapusnya hak milik
Pada dasarnya seseorang yang dapat kehilangan hal miliknya apabila :
seseorang memperoleh hak milik itu melalui salah satu cara untuk
memperoleh hak milik
Binasanya benda itu
Pemilik hak milik (eigenaar) melepaskan benda itu
4. Hak Opstal
a. Pengertian hak postal
Prof. Subekti mengutarakan pendapatnya tentang pengertian
hak opstal dengan mengacu pada Pasal 711 KUHPdt, yaitu adalah suatu hak
untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya
orang lain. Sebaliknya menurut Pasal 711 KUHPdt, hak opstal disebut juga
dengan hak numpang-karang, yaitu adalah suatu hak kebendaan untuk
mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman di atas
pekarangan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang
dimaksud dengan hak opstaladalah hak untuk memiliki bangunan-bangunan
atau tanaman di atas tanah orang lain.
Hak opstal ini dapat dipindahkan pada orang lain atau dapat dipakai
sebagai hipotik dan atau hak tanggungan, di mana hak ini diperoleh karena
perbuatan perdata (Pasal 713 KUHPdt).
7. Hak Gadai
a. Pengertian hak gadai
1) Menurut KUHPdt
Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang berpiutang atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau
oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya
untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus
didahulukan (Pasal 1150 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPdt, pandrecht adalah suatu hak
kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang semata-
mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan tujuan
untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu,
lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Gadai ialah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,
yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk
menjamin suatu utang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk
mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur
lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus
didahulukan.
b. Sifat-sifat hak gadai
Hak gadai ini bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari
perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang. Ini dimaksudkan untuk
menjaga jangan sampai si ber-utang itu lalai membayar kembali utangnya.
Menurut Pasal 1160 KUHPdt, hak gadai ini tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, se-
bagian hak gadai itu tidak menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang.
Gadai tetap meletak atas seluruh benda-nya.
8. Hak Hipotik
a. Pengertian hipotik
1) Menurut KUHPdt,
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan (Pasal 1162).
2) Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu dari Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan
atas suatu benda tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang
dari (pendapatan penjualan) benda itu.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan
atas benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi
pelunasan suatu perutangan {verbintenis).
Di luar Pasal 1164 KUHPer yang dapat dibebani hipotik ialah bagian yang tak
dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan hak milik bersama
(hak milik bersama yang bebas). f 2) Kapal (diatur dalam KUHD). Selanjutnya
menurut Pasal 1167 KUHPdt, benda bergerak tidak dapat dibebani dengan
hipotik.
d. Syarat-syarat hipotik
Cara untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1) Harus dengan akta notaris, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk
undang-undang (Pasal 1171 KUHPdt).
2) Harus didaftarkan ke Kantor Balik Nama (Pasal 1179 KUHPdt).
e. Asas-asas hipotik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ada dua asas dalam hipotik, yaitu:
1) Asas publiciteit
Yaitu asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan pada pegawai
pembalikan nama, yaitu pada kantor kadaster. Yang didaftarkan ialah akte dari
hipotik itu.
2) Asas specialiteit
Yaitu asas yang menghendaki, bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-
benda yang ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai tanggungan.
f. Hapusnya hipotik
Menurut Pasal 1209 KUHPdt, hak hipotik dapat hapus karena:
1) Hapusnya perikatan pokoknya.
2) Si berpiutang melepaskan hipotiknya.
3) Penetapan tingkat oleh hakim.
a. Pengaturan privilege
Pada dasarnya banyak yang tidak setuju apabWa privilege di-atur dalam
Buku II KUHPdt. Menurut mereka, privilege bu-kan merupakan hak kebendaan
dan hanya merupakan hak untuk lebih mendahulukan dalam
pelunasan/pembayaran piutangnya. Lebih lanjut menurut
mereka, privilege sebaiknya bisa diatur di luar KUHPer atau diatur dalam hukum
acara perdata (dalam hal pelelangan dan kepailitan).
Menurut Prof. Subekti, meskipun privilege mempunyai sifat-sifat yang
menyerupai pand dan hypotheek, tetapi kita belum dapat menamakannya suatu
hak kebendaan, karena privilege itu barulah timbul apabila suatu kekayaan yang
telah disita ternyata tidak cukup untuk melunasi semua utang dan
karena privilege itu tidak memberikan sesuatu kekuasaan terhadap suatu benda.
Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
karena privilege ini sekalipun bukan merupakan hak kebendaan dalam satu dua
hal mempunyai sifat kebendaan juga, dalam satu dua hal menunjukkan sifat droit
de suite. Privilege ini sedikit banyak memberikan jaminan juga, oleh karena itu,
maka menurut sistem hukum KUHPdt, privilege ini diatur bersama dengan
pengaturan pand dan hipotik. Lebih lanjut menurut beliau, privilege bukan
jaminan yang bersifat kebendaan dan bukan jaminan yang bersifat perorangan,
tetapi memberi jaminan juga. Privilege adalah hak terhadap benda, yaitu terhadap
benda debitur. Jika perlu benda itu dapat dilelang untuk melunasi piutangnya.
Sedangkan hak kebendaan itu adalah hak atas sesuatu benda. Jadi,
adanya privilege itu diberikan oleh undang-undang, bukan diperjanjikan seperti
gadai dan hipotik. Sedangkan menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPdt, gadai dan
hipotik mempunyai kedudukan yang lebih tinggi darfpada hak istimewa, kecuali
dalam hal-hal di mana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.
c. Macam-macam privilege
Menurut undang-undang, privilege ini ada 2 (dua) macam, yaitu:
1) Privilege khusus
Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu (Pasal
1139 KUHPdt).
2) Privilege umum
Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap semua harta benda (Pasal
1149 KUHPdt).
Menurut ketentuan Pasal 1138 KUHPdt, privilege yang khusus ini
didahulukan dariipada privilege yang umum.
10. Hak Reklame
Hak reklame ini diatur dalam Pasal 1145-1146a KUHPdt dan . dalam
KUHD (Pasal 230 dan seterusnya). Yang dimaksud dengan . hak reklame adalah
hak yang diberikan kepada si penjual untuk meminta kembali barangnya yang
telah diterima oleh si pembeli ' setelah pembeli membayar tunai. Jadi, jikalau
penjualan telah dilakukan dengan tunai, maka si penjual mempunyai kekuasaan
menuntut kembali barang-barangnya, selama barang-barang ini masih berada di
tangan si pembeli, asal saja penuntutan kembali ini dilakukan dalam jangka waktu
30 hari setelah penyerahan barang kepada si pembeli (Pasal 1145 ayat 1
KUHPdt).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hak reklame ini mempunyai
unsur yang dimiliki dalam hak kebendaan, yaitu ;memberikan kekuasaan langsung
pada bendanya dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga. Oleh karena hak
reklame ini ada miripnya dengan hak kebendaan, maka ia diatur dalam Buku II
KUHPdt.
11. Hak Retentie
Hak retentie ini juga diatur dalam Buku II KUHPdt, karena mengandung
persamaan dengan gadai. Hak retentie ini juga memberikan jaminan dan juga
bersifat accessoir. Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang dimaksud
dengan hak retentie adalah hak untuk menahan sesuatu benda, sampai suatu
piutang yang bertalian dengan benda itu dilunasi.
Sedangkan menurut H.F.A. Vollmar, hak menahan (hak retentie) adalah
hak untuk tetap memegang benda milik orang lain sampai piutang si pemegang
mengenai benda tersebuttelah lunas. Hak retentie ini mempunyai sifat yang tak
dapat dibagi-bagi. Artinya, pembayaran atas sebagian utang saja, tidak berarti ha-
pusnya hak retentie (harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan).
Hak retentie hapus apabila seluruh utang telah dibayar lunas.
BAB IV
A. Hak Kebendaan Menurut Undang-Undang Pokok Agraria
Menurut Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, hak-
hak atas tanah adalah sebagai berikut:
a. Hak milik
Adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 20
ayat 1 UUPA).
b. Hak guna usaha
Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara,
dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan
atau peternakan (Pasal 28 ayat 1 UUPA).
c. Hak guna bangunan
Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35
ayat 1 UUPA).
d. Hak pakai
Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanah nya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan undang-undang ini
(Pasal 41 ayat 1 UUPA).
e. Hak sewa untuk bangunan
Adalah hak seseorang atau suatu badan hukum mempergunakan tanah milik
orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya
sejumlah uang sebagai sewa (Pasal 44 ayat 1 UUPA).
f. Hak membuka hutan dan memungut hasil hutan
Adalah hak membuka tanah dan memungut hasil hutan yang hanya dapat
dipunyai oleh warganegara Indonesia. Dengan mempergunakan hak memungut
hasil hutan secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu
(Pasal 46 UUPA).
g. Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
Adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air
itu di atas tanah orang lain (Pasal 47 ayat 1 UUPA).
h. Hak guna ruang angkasa
Adalah hak untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa, guna memelihara, memperkembangkan kesuburan bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal lainnya yang bersangkutan
dengan itu (Pasal 48 (1).
i. Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial
Adalah hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan
dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang
cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial (Pasal
49 ayat 1 UUPA).