Anda di halaman 1dari 26

HUKUM BENDA DAN ASAS-ASAS HUKUM BENDA

A. Pengertian Hukum Benda


Benda adalah segala obyek hukum yang dapat dihaki oleh subyek hukum
yakni orang atau badan hukum. Dalam sistem hukum perdata Barat (BW)
pengerian benda sebagai objek hukum tidak hanya meliputi benda yang
berwujudyang dapat ditangkap dengan pancaindera, tetapi juga benda yang tidak
berwujudyakni hak-hak atas benda yang berwujud.
Benda berarti semua barang yang dapat menjadi alat atau hasil manusia,
yaitu semua barang, hewan dan hak-hak yang dapat dimilliki oleh orang atau
badan hukum. Sedangkan KUHS menetapkan, bahwa benda adalah semua barang
dan hak yang dapat dikuasai oleh hak milik. (Pasal 499 BW) Menurut paham
undang-undang yang dinamakan kebendaan ialah tiap-tiap barang dan tiap-tiap
hak, yang dapat dikuasai oleh hak milik.

B. Pembagian Benda Menurut Hukum


 benda yang dapat diganti dan yang tidak dapat diganti
 benda yang dapat diperdagangkan dan yang tidak dapat diperdagangkan
 benda yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
 benda tetap dan benda bergerak.

1.      Benda Tetap/Tidak Bergerak


Benda tetap menurut sifatnya ialah segala sesuatu yang secara langsung
atau tidak langsung baik karena perbuatan alam atau karena perbuatan manusia,
digabungkan erat menjadi satu dengan tanah.
Benda tetap menurut tujuan pemakaiannya ialah segala benda yang
meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau
bangunan dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk jangka
waktu yang lama sesuai dengan tujuan pemakaiannya dan selama masih melekat
dengan tanah/bangunan tersebut.
Benda tetap karena telah ditentukan oleh UU
•         c.1. segala hak atau penagihan yang mengenai suatu
barang tetap
misalnya hak servituut, HGB
•         c.2. kapal yang berbobot mati lebih dari 20m3
dipersamakan dengan benda tetap.

2.      Benda Bergerak
•         Karena sifatnya, ialah benda yang tidak bergabung dengan tanah atau tidak
dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan.
•         Karena ditetapkan oleh undang-undang

HAK KEBENDAAN

a. Pengertian Hak Kebendaan


Hak kebendaan (zakelijk recht) adalah suatu hak yang memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat dipertahankan terhadap tiap
orang. Menurut Prof. L.J. van Apeldoorn, hak-hak kebendaan adalah hak-hak
harta benda yang memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda. Kekuasaan
langsung berarti bahwa ada terdapat sesuatu hubungan yang langsung antara
orang-orang yang berhak dan benda tersebut. Demikian juga menurut Prof. Sri
Soedewi Masjchoen Sofwan, hak kebendaan (zakelijkrecht) ialah hak mutlak atas
suatu benda di mana hak itu memberikan kekuasaan langsung atas sesuatu benda
dan dapat dipertahankan terhadap siapapun juga. Menurut KUH Perdataa buku
kedua tentang kebendaan, pasal 499 kebendaan adalah tiap-tiap barang dan tiap-
tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik.
Dari rumusan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa, hak kebendaan
merupakan suatu hak mutlak yang memberikan kekuasaan langsung atas suatu
benda yang dapat dipertahankan setiap orang dan mempunyai sifat melekat.

b. Ciri-ciri Hak Kebendaan


Pada dasarnya, ciri-ciri dari suatu hak kebendaan itu adalah sebagai berikut :
a. Merupakan hak mutlak
Hak kebendaan merupakan hak yang mutlak, yaitu dapat dipertahankan
terhadap siapa pun juga.
b. Mempunyai zaaks gevolg atau droit de suite.
Hak kebendaan mempunyai zaaks gevolg (hak yang mengikuti), artinya hak itu
terus mengikuti bendanya di mana pun juga (dalam tangan siapa pun juga)
barang itu berada. Hak itu terus saja mengikuti orang yang mempunyainya.
c. Mempunyai system
Sistem yang terdapat pada hak kebendaan ialah mana yang lebih dulu
terjadinya, tingkatnya adalah lebih tinggi daripada yang terjadi kemudian.
Misalnya: seorang pemilik tanah menghipotikkan tanahnya, kemudian tanah
tersebut diberikan kepada orang lain dengan hak memungut hasil, maka dalam
hal ini, hak hipotik mempunyai tingkat yang lebih tinggi daripada hak
memungut hasil yang baru terjadi kemudian
d. Mempunyai droit de preference
Hak kebendaan mempunyai droit de preference, yaitu hak yang lebih
didahulukan daripada hak lainnya.
e. Mempunyai macam-macam actie
Pada hak kebendaan ini, orang mempunyai macam-macam actie jika terdapat
gangguan atas haknya, yaitu berupa penuntutan kembali, gugatan untuk
menghilangkan gangguan-gangguan atas haknya, gugatan untuk pemulihan
dalam keadaan semula, gugatan untuk penggantian kerugian dan sebagainya.
Pada hak kebendaan, gugatnya itu disebut dengan gugat kebendaan. Gugatan-
gugatan ini dapat dilaksanakan terhadap siapapun yang menganggu
haknya.Mempunyai cara pemindahan yang berlainan Kemungkinan untuk
memindahkan hak kebendaan itu dapat secara sepenuhnya dilakukan.
Sedangkan menurut Prof. Subekti, hak-hak kebendaan mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
a) Memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda.
b) Dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
c) Mempunyai sifat "melekat", yaitu mengikuti benda bila
inidipindahtangankan {"droit de suite").
d) Hak yang lebih tua selalu dimenangkan terhadap yang lebih muda.

c. Pembedaan Hak-hak Kebendaan
Di dalam Buku II KUHPer diatur macam-macam hak kebendaan, akan
tetapi dalam membicarakan macam-macam hak kebendaan dalam Buku II
KUHPdt harus diingat berlakunya Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang
Undang-Undang Pokok Agraria. Dengan demikian, hak-hak kebendaan yang
diatur dalam Buku II KUHPdt (yang sudah disesuaikan dengan berlakunya UUPA
No. 5/1960) dapat dibedakan atas dua macam, yaitu:
a. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan meliputi :
1) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas bendanya sendiri,
misalnya: hak eigendom, hak bezit.
2) Hak kebendaan yang memberikan kenikmatan atas benda orang lain,
misalnya: hak opstal, hak erfpacht, hak memungut hasil, hak pakai, hak
mendiami.
b. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan (zakelijk
zakerheidsrechf). Misalnya: hak gadai (pand), hipotik. Di samping itu, ada
pula hak-hak yang diatur dalam Buku II KUHPdt, tetapi bukan merupakan
hak kebendaan, yaitu privilege dan hak retentie. Namun, hak-hak ini dapat
pula digolongkan dalam hak kebendaan.

MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN

1. Hak Bezit
a. Pengertian Bezit
1) Menurut KUHPdt
Bezit diterjemahkan dengan kedudukan  berkuasa, yaitu kedudukan
seseorang yang menguasai suatu kebendaan baik dengan diri sendiri
maupun dengan perantaraan orang lain dan yang mempertahankan atau
menikmatinya selaku orang yang memiliki kebendaan itu (pasal 529
KUHPdt).
2) Menurut Prof Subekti, SH
Bezit adalah suatu keadaan lahir, dimana seorang menguasai suatu benda
seolah – olah kepunyaannya sendiri yang oleh hukum diperlindungi, dengan
tidak mempersoalkan hak milik atas benda itu sebenarnya ada pada siapa.
3) Menurut Prof Dr. Sri Soedewi Macjchoen Sofwan, SH
Dengan mengacu pada Pasal 529 KUHPdt, maka  bezit ialah keadaan
memegang atau menikmati sesuatu benda di mana seseorang menguasainya,
baik secara sendiri ataupun perantaraan  orang lain, seolah – olah  itu adalah
kepunyaan sendiri.
b. Syarat – syarat adanya bezit
Untuk adanya suatu bezit, haruslah dipenuhi syarat – syarat , yaitu :
 Adanya Corpus, yaitu harus ada hubungan antara orang yang bersangkutan
dengan bendanya
 Adanya Animus, yaitu hubungan antara orang dengan benda itu harus
dikehendaki  oleh orang tersebut.
Dengan demikian, untuk adanya bezit harus ada dua unsur yaitu kekuasaan
atas suatu benda dan kemauan untuk memilikinya benda tersebut. Dalam hal
ini, bezit harus dibedakan dengan “detentie”, dimana seseorang menguasai
suatu benda berdasarkan hubungan hukum tertentu dengan orang lain
(pemilik dari benda itu). Jadi. Seorang detentor tidak mempunyai kemauan
untuk memiliki benda itu bagi dirinya sendiri.
c. Fungsi bezit
Pada dasarnya, bezit mempunyai dua fungsi, yaitu :
1) Fungsi polisionil
Bezit itu mendapat perlindungan hukum tanpa mempersoalkan hak milik
atas benda tersebut sebenarnya ada pada siapa. Jadi siapa yang membezit
sesuatu benda, maka ia mendapat perlindungan dari hukum sampai terbukti
bahwa ia sebenarnya tidak berhak. Dengan demikian , bagi yang merasa
haknya dilanggar, maka ia harus meminta penyelesaiannya melalui polisi
atau pengadilan. Inilah yang dimaksud dengan fungi polisionil yang ada
pada setiap bezit.
2) Fungsi zakkenrectelijk
Bezitter yang telah membezit suatu benda dan telah berjalan untuk
beberapa waktu tertentu tanpa adanya proses dari pemilik sebelumnya,
maka  bezit itu berubah menjadi hak milik melalui lembaga  verjaring
(lewat waktu / daluwarsa). Inilah yang dimaksud dengan fungsi
zakenrectelijk dan fungsi  ini tidak ada pada setiap bezit.
d. Cara memperoleh bezit
Menurut ketentuan Pasal 538 KUHPdt, bezit (kedudukan berkuasa) atas
sesuatu kebendaan diperoleh dengan cara melakukan perbuatan menarik
kebendaan itu dalam kekuasaannya, dengan maksud mempertahankannya
untuk diri sendiri. Menurut ketentuan Pasal 540 KUHPdt, cara-cara
memperoleh bezitdapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
1) dengan  jalan occupation
Memperoleh bezit jalan dengan occupatio ( pengambilan  benda ) artinya ia
memperoleh bezit tanpa bantuan dari orang yang membezit lebih dahulu.
Jadi bezit diperoleh karena perbuatannya sendiri yang mengambil barang
secara langsung.
2) dengan jalan tradition
Memperoleh bezit dengan jalan tradition (pengoperan) artinya
ialah  memperoleh bezit dengan bantuan dari orang yang membezit lebih
dahulu. Jadi bezit diperoleh karena penyerahan dari orang lain yang sudah
menguasainya terlebih dahulu.
2. Hak Eigendom/Hak Milik
a. Pengertian Eigendom
1) Menurut KUHPdt
Hak milik adalah hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan
dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan
kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-undang
atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang berhak
menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya
itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi
kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan
pembayaran ganti-rugi (Pasal 570 KUHPdt).
2) Menurut Prof. Subekti, SH
Eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Seseorang
yang mempunyai hak  eigendom (milik) atas suatu benda dapat berbuat apa
saja dengan benda itu (menjual, menggadaikan, memberikan, bahkan
merusak), asal saja ia tidak melanggar undang-undang atau hak orang lain.
3) Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen So/wan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 570 KUHPdt, hak milik adalah hak untuk
menikmati suatu benda dengan sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu
dengan sebebas-bebasnya, asal tak dipergunakan bertentangan dengan
undang-undang atau peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan yang
mempunyai wewenang untuk itu dan asal tidak menimbulkan gangguan
terhadap hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi
kemungkinan adanya pencabutan hak itu untuk kepentingan umum, dengan
pembayaran pengganti kerugian yang layak dan menurut ketentuan undang-
undang.
b. Ciri-ciri hak milik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang merupakan ciri-ciri dari
hak milik itu ialah :
 Hak milik itu selalu merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan
yang lain. Sedangkan hak-hak kebendaan yang lainnya yang bersifat
terbatas itu berkedudukan sebagai hak anak terhadap hak milik.
 Hak milik itu ditinjau dari kuantitetnya merupakan hak yang selengkap-
lengkapnya.
 Hak milik itu tetap sifatnya. Artinya, tidak akan lenyap terhadap hak
kebendaan yang lain. Sedang hak kebendaan yang lain dapat lenyap jika
menghadapi hak milik.
 Hak milik itu mengandung inti (benih) dari semua hak kebendaan yang lain.
Sedang hak kebendaan yang lain itu hanya merupakan onderdeel (bagian)
saja dari hak milik. Menurut ketentuan Pasal 574 KUHPdt, tiap pemilik
sesuatu benda, berhak menuntut kembali bendanya dari siapa saja yang
menguasainya berdasarkan hak miliknya itu.
c. Cara memperoleh hak milik
Menurut Pasal 584 KUHPdt, hak eigendom dapat diperoleh dengan jalan :
 Pendahuluan ( toeeigening)
 Ikutan
 Lewat waktu
 Pewarisan ( erfopvolging), baik menurut undang – undang maupun menurut
surat wasiat
 Penyerahan (levering) berdasarkan suatu peristiwa perdata untuk
memindahkan  hak milik, dilakukan oleh seseorang yang berhak berbuat
bebas terhadap benda itu.
d. Memperoleh hak milik dengan lewat waktu (Verjaring)
Lewat waktu adalah salah satu cara untuk memperoleh hak milik atas suatu
benda. Lewat waktu (verjaring) ini ada dua macam, yaitu :
1. Acquisitieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk memperoleh
hak-hak kebendaan (di antaranya hak milik).
2. Extinctieve verjaring, yaitu lewat waktu sebagai alat untuk dibebaskan dari
suatu perutangan.
Untuk memperoleh hak milik dengan lewat waktu (acquisitieve
verjaring) adalah :
 Harus ada bezit sebagai pemilik;
 Bezitnya itu harus te goeder trouw;
 Membezitnya itu harus terus-menerus dan tak terputus;
 Membezitnya harus tidak terganggu;
 Membezitnya harus diketahui oleh umum;
 Membezitnya harus selama waktu 20 tahun atau 30 tahun;
 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah, 30 tahun dalam al tidak ada alas
hak.
e. Memperoleh hak milik dengan penyerahan (Levering)
Menurut Hukum Perdata, yang dimaksud dengan penyerahan ialah penyerahan
suatu benda oleh pemilik atau atas namanya - kepada orang lain, sehingga
orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu. Sedangkan menurut Prof.
Subekti, per kataan penyerahan mempunyai dua arti, yaitu :
 Perbuatan yang berupa penyerahan kekuasaan belaka (feitelijke levering).
 Perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak milik kepada orang
lain (juridische levering).
Menurut sistem KUHP suatu pemindahan hak terdiri atas dua macam, yaitu :
a) Perjanjian obligatoir ialah perjanjian yang bertujuan memindahkan hak,
misalnya: perjanjian jual-beli, dan sebagainya.
b) Perjanjian zakelijk ialah perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak
kebendaan, misalnya: hak milik, bezit, dan sebagainya.
f. Hak milik bersama (Medeeigendom)
Biasanya, sebuah benda hanya dimiliki oleh seorang pemilik. Tetapi ada
kemungkinan lain, bahwa benda itu dapat dimiliki oleh dua orang atau lebih.
Kalau benda itu dimiliki oleh lebih dari seorang, maka hak ini disebut dengan
hak milik bersama atas sesuatu benda. Mengenai hak milik bersama ini
menurut KUHPdt dapat dibagi menjadi dua macam , yaitu :
 Hak milik bersama yang bebas
 Hak milik bersama yang terikat
g. Hapusnya hak milik
Pada dasarnya seseorang yang dapat kehilangan hal miliknya apabila :
 seseorang memperoleh hak milik itu melalui salah satu cara untuk
memperoleh hak milik
 Binasanya benda itu
 Pemilik hak milik (eigenaar) melepaskan benda itu

3. Hak Servituut ( Perkarangan)


a. Pengertian hak servituut
1. Menurut KUHPdt
Hak servituut disebut juga dengan pengabdian pekarangan, yaitu suatu beban
yang diberikan kepada pekarangan milik orang yang satu, untuk digunakan
bagi dan demi kemanfaatan pekarangan milik orang yang lain (Pasal 674 ayat
1 KUHPdt).
2. Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Yang dimaksud dengan "erfdienstbaarheitf atau "ser-vituut" ialah suatu
beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan suatu
pekarangan lain yang berbatasan.
b. Macam-macam hak pekarangan
Menurut Pasal 677-678 KUHPer, hak pekarangan (servituut)  ini dapat
dibedakan :
 Hak pekarangan abadi, yaitu hak tersebut dapat dilangsung-kan secara terus-
menerus, tanpa bantuan orang lain atau manusia, misalnya: hak mengalirkan
air, hak atas peman-dangan ke luar, dan sebagainya.
 Hak pekarangan tak abadi, yaitu hak tersebut dalam peng-gunaannya
memerlukan sesuatu perbuatan manusia, misalnya: hak melintas
pekarangan, hak mengambil air, dan sebagainya.
 Hak pekarangan yang nampak, yaitu hak terhadap suatu benda yang
nampak, misalnya: pintu, jendela, pipa air, dan sebagainya.
 Hak pekarangan yang tak nampak, yaitu hak terhadap tanda-tanda yang tak
nampak, misalnya: larangan untuk mendirikan bangunan di sebuah
pekarangan.
c. Syarat-syarat hak pekarangan
Hak pekarangan (servituut) baru dianggap sah, apabila telah memenuhi syarat-
syarat sebagai berikut :
 Harus ada dua halaman, yang letaknya saling berdekatan, dibangun atau
tidak dibangun dan yang dimiliki oleh berbagai pihak.
 Kemanfaatan dari hak pekarangan itu harus dapat dinikmati atau dapat
berguna bagi berbagai pihak yang memiliki halaman tadi.
 Hak pekarangan harus bertujuan untuk meninggalkan kemanfaatan dari
halaman penguasa.
 Beban yang diberatkan itu harus senantiasa bersifat menanggung sesuatu.
 Kewajiban-kewajiban yang timbul dalam hak pekarangan itu hanya dapat
ada dalam hal membolehkan sesuatu, atau tidak membolehkan sesuatu.
d. Timbulnya hak pekarangan
Menurut Pasal 695 KUHPdt, hak pekarangan timbul karena :
 Suatu perbuatan perdata
 Lewat waktu.
e. Hapusnya hak pekarangan
Hak pekarangan hapus karena :
 Kedua pekarangan itu jatuh ke tangan satu orang (Pasal 706 KUHPdt).
 Selama 30 tahun berturut-turut tidak dipergunakan (Pasal 707 KUHPdt).

4. Hak Opstal
a. Pengertian hak postal
Prof. Subekti mengutarakan pendapatnya tentang pengertian
hak opstal dengan mengacu pada Pasal 711 KUHPdt, yaitu adalah suatu hak
untuk memiliki bangunan-bangunan atau tanaman-tanaman di atas tanahnya
orang lain. Sebaliknya menurut Pasal 711 KUHPdt, hak opstal disebut juga
dengan hak numpang-karang, yaitu adalah suatu hak kebendaan untuk
mempunyai gedung-gedung, bangunan-bangunan dan penanaman di atas
pekarangan orang lain. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang
dimaksud dengan hak opstaladalah hak untuk memiliki bangunan-bangunan
atau tanaman di atas tanah orang lain.
Hak opstal ini dapat dipindahkan pada orang lain atau dapat dipakai
sebagai hipotik dan atau hak tanggungan, di mana hak ini  diperoleh karena
perbuatan perdata (Pasal 713 KUHPdt).

b.      Hapusnya hak opstal


Menurut Pasal 718-719 KUHPdt, hak opstal dapat hapus karena:
1)      Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.
2)      Musnahnya pekarangan.
3)      Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4)      Waktu yang diperjanjikan telah lampau.
5)      Diakhiri oleh pemilik tanah. Pengakhiran ini hanya dapat dilakukan setelah hak
tersebut paling sedikit sudah dipergunakan selama 30 tahun, dan harus didahului
dengan suatu pemberitahuan paling sedikit 1 tahun sebelumnya.
5. Hak Erfpacht
a.      Pengertian hak erfpacht
Menurut Pasal 720 ayat (1) KUHPdt itu sendiri adalah suatu hak kebendaan
untuk menikmati sepenuhnya akan kegunaan suatu barang tak bergerak milik
orang lain, dengan kewajiban akan membayar upeti tahunan kepada si pemilik
sebagai pengakuan akan kepemilikannya, baik berupa uang, baik berupa hasil atau
pendapatan. Prof. Subekti mengutarakan pendapat-nya tentang pengertian
hak erfpacht dengan mengacu pada Pasal 720 KUHPer, yaitu suatu hak
kebendaan untuk menarik penghasilan seluas-luasnya untuk waktu yang lama dari
sebidang tanah milik orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau
penghasilan tiap-tiap tahun, yang dinamakan "pachf atau "canon".
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan
hak erfpacht (hak guna usaha) adalah hak kebendaan untuk menikmati
sepenuhnya untuk waktu yang lama dari sebidang tanah milik orang lain, dengan
kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun.
Hak erfpacht ini dapat juga dijual atau dipakai sebagai jaminan hutang (hipotik).

b.      Berakhirnya hak erfpacht


Hak erfpacht ini berpindah pada para ahli warisnya apabila orang yang
mempunyai hak meninggal. Sama seperti berakhirnya hak opstal, maka menurut
Pasal 736 KUHPdt, hak erfpacht ini dapat hapus karena :
1)  Hak opstal jatuh ke dalam satu tangan.
2)  Musnahnya pekarangan.
3)  Selama 30 tahun tidak dipergunakan.
4)  Waktu yang diperjanjikan telah lampau.
5)  Diakhiri oleh pemilik tanah.

6.  Hak Pakai Hasil


a.      Pengertian hak pakai hasil
1)    Menurut KUHPdt
Hak pakai hasil adalah suatu hak kebendaan, dengan mana seorang diperbolehkan
menarik segala hasil dari sesuatu kebendaan milik orang lain, seolah-olah dia
sendiri pemilik kebendaan itu, dengan kewajiban memeliharanya sebaik-baiknya
(Pasal 756 KUHPdt).
2)      Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt, vruchtgebruik adalah suatu hak
kebendaan untuk menarik penghasilan dari suatu benda orang lain, seolah-olah
benda itu kepunyaannya sendiri, dengan kewajiban menjaga supaya benda
tersebut tetap dalam keadaannya semula.
3)      Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 756 KUHPdt, hak memungut hasil ialah suatu hak
untuk memungut hasil dari barang orang lain seolah-olah seperti eigenaar dengan
kewajiban untuk memelihara barang itu supaya tetap adanya.
Dari uraian isi pasal 756 KUHPdt ini tampaklah, bahwa hak memungut
hasil (yruchtgebruik) tidak hanya memberikan hak untuk menarik penghasilan
saja, melainkan juga hak untuk memakai benda itu.
b.      Cara memperoleh hak pakai hasil
Menurut Pasal 759 KUHPdt, hak pakai hasil ini diperoleh karena:
1)  Undang-undang.
2)  Kehendak si pemilik.
c.       Kewajiban si pemakai hasil
Menurut ketentuan Pasal 783-784 KUHPdt, kewajiban-kewajiban daripada
orang yang mempunyai hak pakai hasil (vruchtgebruiker) adalah sebagai berikut:
1.             Membuat catatan/daftar pada waktu ia menerima haknya. Menanggung segala
biaya pemeliharaan dan perbaikan yang biasa.
2.             Memelihara benda itu sebaik-baiknya dan menyerahkannya dalam keadaan
yang baik apabila hak itu berakhir. Apabila ia melalaikan kewajibannya tersebut,
maka ia dapat dituntut untuk mengganti kerugian.
d.      Hapusnya hak pakai hasil
Menurut Pasal 807 KUHPdt, hak pakai hasil (hak memungut hasil) hapus
karena:
1)   Meninggalnya si pemakai.
2)   Tenggang waktu yang diberikan telah lewat waktu atau telah terpenuhkan.
3)   Percampuran, yaitu apabila hak milik dan hak pakai hasil berada di tangan satu
orang.
4)   Pelepasan hak oleh si pemakai kepada pemilik.
5)   Kadaluwarsa yaitu apabila si pemakai selama 30 tahun tak mempergunakan
haknya.
6)   Musnahnya benda itu seluruhnya.

7.  Hak Gadai
a.      Pengertian hak gadai
1)      Menurut KUHPdt
Gadai adalah suatu hak kebendaan yang diperoleh seorang berpiutang atas
suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau
oleh seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si
berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara
didahulukan daripada orang-orang berpiutang lainnya; dengan kekecualian biaya
untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk
menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus
didahulukan (Pasal 1150 KUHPdt).
2)      Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1150 KUHPdt, pandrecht adalah suatu hak
kebendaan atas suatu benda yang bergerak kepunyaan orang lain, yang semata-
mata diperjanjikan dengan menyerahkan bezit atas benda tersebut, dengan tujuan
untuk mengambil pelunasan suatu hutang dari pendapatan penjualan benda itu,
lebih dahulu dari penagih-penagih lainnya.
3)      Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Gadai ialah suatu hak yang diperoleh kreditur atas suatu barang bergerak,
yang diberikan kepadanya oleh debitur atau orang lain atas namanya untuk
menjamin suatu utang, dan yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk
mendapat pelunasan dari barang tersebut lebih dahulu dari kreditur-kreditur
lainnya, terkecuali biaya-biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang
telah dikeluarkan untuk memelihara benda itu, biaya-biaya mana harus
didahulukan.
b.      Sifat-sifat hak gadai
Hak gadai ini bersifat accessoir, yaitu merupakan tambahan saja dari
perjanjian pokok yang berupa perjanjian pinjaman uang. Ini dimaksudkan untuk
menjaga jangan sampai si ber-utang itu lalai membayar kembali utangnya.
Menurut Pasal 1160 KUHPdt, hak gadai ini tidak dapat dibagi-bagi. Artinya, se-
bagian hak gadai itu tidak menjadi hapus dengan dibayarnya sebagian dari utang.
Gadai tetap meletak atas seluruh benda-nya.

c.       Syarat-syarat timbulnya hak gadai


Hak gadai lahir dengan penyerahan kekuasaan atas barang yang dijadikan
tanggungan pada pemegang gadai. Hak atas barang gadai ini dapat pula ditaruh di
bawah kekuasaan seorang pihak ketiga atas persetujuan kedua belah pihak yang
berkepentingan (Pasal 1152 ayat 1 KUHPdt). Selanjutnya menurut Pasal 1152
ayat (2) KUHPdt, gadai tidak sah jika bendanya dibiarkan tetap berada dalam
kekuasaan si pemberi gadai (si berutang).

d.      Obyek hak gadai


Yang dapat dijadikan obyek dari hak gadai ialah semua benda yang bergerak,
yaitu:
1)      Benda bergerak yang berwujud.
2)      Benda bergerak yang tak berwujud, yaitu berupa pelbagai hak untuk
mendapatkan pembayaran utang, yaitu yang berwujud:
a)  Surat-surat piutang atas pembawa.
b)  Surat-surat piutang atas tunjuk.
c)  Surat-surat piutang atas nama.

e.       Hak si pemegang hak gadai


Hak-hak dari si pemegang hak gadai adalah sebagai berikut:
1)      Si pemegang gadai berhak untuk menggadaikan lagi barang gadai itu, apabila
hak itu sudah menjadi kebiasaan, seperti halnya dengan penggadaian surat-surat
sero atau obligasi (Pasal 1155 KUHPdt).
2)      Apabila si pemberi gadai (si berutang) melakukan wanprestasi, maka si
pemegang gadai (si berpiutang) berhak untuk menjual barang yang digadaikan itu;
dan kemudian mengambil pelunasan utang dari hasil penjualan barang itu.
Penjualan barang itu dapat dilakukan sendiri atau dapat juga meminta perantaraan
hakim (Pasal 1156 ayat 1 KUHPdt).
3)      Si pemegang gadai berhak untuk mendapatkan ganti biaya-biaya yang telah ia
keluarkan untuk menyelamatkan barang yang digadaikan itu (Pasal 1157 ayat 2).
4)      Si pemegang gadai berhak untuk menahan barang yang digadaikan sampai pada
waktu utang dilunasi, baik yang mengenai jumlah pokok maupun bunga (Pasal
1159 ayat 1 KUHPer).

f.       Kewajiban si pemegang gadai


Seorang pemegang gadai mempunyai kewajiban-kewajiban sebagai berikut:
1)      Si pemegang gadai wajib memberitahukan pada orang yang berutang apabila ia
hendak menjual barang gadainya (Pasal 1156 ayat 2 KUHPdt).
2)      Si pemegang gadai bertanggung jawab atas hilangnya atau merosotnya harga
barang yang digadaikan, jika itu semua terjadi karena kelalaiannya (Pasal 1157
ayat 1 KUHPdt).
3)      Si pemegang gadai harus memberikan perhitungan ten-tang pendapatan
penjualan itu dan setelah ia mengambil pelunasan utangnya, maka ia harus
menyerahkan kelebihannya pada si berutang (Pasal 1158 KUHPdt).
4)      Si pemegang gadai harus mengembalikan barang gadai, apabila utang pokok,
bunga dan biaya untuk menyelamatkan barang gadai telah dibayar lunas (Pasal
1159 KUHPdt). Apabila si pemberi gadai (si beutang) tidak memenuhi kewajiban-
kewajibannya, maka tak diperkenankanlah si berpiutang memiliki barang yang
digadaikan. Segala janji yangbertentangan dengan ini adalah batal (Pasal 1154 ).

g.      Hapusnya hak gadai


Pada dasarnya, hak gadai dapat hapus karena:
1)  Seluruh utangnya sudah dibayar lunas.
2)  Barang gadai hilang/musnah.
3)  Barang gadai ke luar dari kekuasaan si penerima gadai.
4)  Barang gadai dilepaskan secara sukarela.

8.                      Hak Hipotik

a.      Pengertian hipotik
1)      Menurut KUHPdt,
Hipotik adalah suatu hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk
mengambil penggantian daripadanya bagi pelunasan suatu perikatan (Pasal 1162).
2)      Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu dari Pasal 1162 KUHPdt, hipotik  adalah suatu hak kebendaan
atas suatu benda tak bergerak, bertujuan untuk mengambil pelunasan suatu utang
dari (pendapatan penjualan) benda itu.
3)      Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1162 KUHPdt, hipotik adalah suatu hak kebendaan
atas benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian daripadanya bagi
pelunasan suatu perutangan {verbintenis).

b.      Sifat dari hipotik


Sama seperti halnya dengan hak gadai, hipotik sifatnya
adalah accessoir, yaitu adanya tergantung pada perjanjian pokok. Pada dasarnya,
hipotik mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1)      Hipotik lebih didahulukan pemenuhannya dari piutang yang lain atau droit
depreference (Pasal 1133 KUHPdt).
2)      Hipotik itu tak dapat dibagi-bagi dan meletak di atas seluruh benda yang
menjadi obyeknya (Pasal 1163 ayat 1 KUHPdt).
3)      Hak hipotik itu senantiasa mengikuti bendanya dalam tang-an siapa benda itu
berada atau droit de suite (Pasal 1163 ayat 2 KUHPdt).
4)      Obyek hipotik adalah benda-benda tetap, yaitu yang dapat dipakai sebagai
jaminan adalah benda-benda tetap, baik yang berwujud maupun yang berupa hak-
hak atas tanah (Pasal 1164 KUHPdt).
5)      Hak hipotik hanya berisi hak untuk pelunasan utang saja dan tidak mengandung
hak untuk menguasai/memiliki bendanya.

c.       Subyek dan obyek hipotik


Suatu hipotik hanya dapat diberikan oleh pemilik benda itu (Pasal 1168
KUHPdt). Sedangkan yang dapat dijadikan obyek hipotik adalah benda yang tak
bergerak. Menurut Pasal 1164 KUHPdt, yang dapat dibebani dengan hipotik
adalah:
1)      Benda-benda tak bergerak.
2)      Hak pakai hasil atas benda tersebut.
3)      Hak opstal dan hak erfpacht.
4)      Bunga tanah.
5)      Bunga sepersepuluh.
6)      Pasar-pasar yang diakui oleh Pemerintah beserta hak istimewa yang melekat
padanya.

Di luar Pasal 1164 KUHPer yang dapat dibebani hipotik ialah bagian yang tak
dapat dibagi-bagi dalam benda tak bergerak yang merupakan hak milik bersama
(hak milik bersama yang bebas). f 2) Kapal (diatur dalam KUHD). Selanjutnya
menurut Pasal 1167 KUHPdt, benda bergerak tidak dapat dibebani dengan
hipotik.

d.      Syarat-syarat hipotik
Cara untuk mengadakan hipotik harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1)      Harus dengan akta notaris, kecuali dalam hal-hal yang dengan tegas ditunjuk
undang-undang (Pasal 1171 KUHPdt).
2)      Harus didaftarkan ke Kantor Balik Nama (Pasal 1179 KUHPdt).

e.       Asas-asas hipotik
Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, ada dua asas dalam hipotik, yaitu:
1)      Asas publiciteit
Yaitu asas yang mengharuskan bahwa hipotik itu harus didaftarkan pada pegawai
pembalikan nama, yaitu pada kantor kadaster. Yang didaftarkan ialah akte dari
hipotik itu.
2)      Asas specialiteit
Yaitu asas yang menghendaki, bahwa hipotik hanya dapat diadakan atas benda-
benda yang ditunjukkan secara khusus untuk dipakai sebagai tanggungan.
f.       Hapusnya hipotik
Menurut Pasal 1209 KUHPdt, hak hipotik dapat hapus karena:
1)  Hapusnya perikatan pokoknya.
2)  Si berpiutang melepaskan hipotiknya.
3)  Penetapan tingkat oleh hakim.

g.      Perbedaan antara gadai dan hipotik


Pada dasarnya, antara gadai dengan hipotik terdapat perbedaan, yaitu
antara lain:
1)      Pada gadai, benda jaminannya adalah benda bergerak, sedangkan pada hipotik
adalah benda tak bergerak.
2)      Gadai harus disertai dengan penyerahan kekuasaan atas benda yang dijadikan
gadai, sedangkan pada hipotik syarat yang demikian tidak ada.
3)      Perjanjian gadai dapat dibuat secara bebas dan tidak terikat pada bentuk
tertentu, sedangkan pada perjanjian hipotik harus dibuat dengan akte otentik.
4)      Pada gadai, lazimnya benda jaminan hanya digadaikan satu kali, sedangkan
pada hipotik, benda yang dipakai sebagai jaminan dapat dihipotikkan lebih dari
satu kali.

Dari penguraian tentang hipotik ini, jika dikaitkan dengan pembebanannya


atas tanah dan benda-benda yang ada di atas tanah, sejak berlakunya Undang-
undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996, dinyatakan tidak berlaku lagi
ketentuan yang mengatur tentang hipotik tersebut yang terdapat dalam KUHPdt,
kecuali seperti pesawat terbang dan kapal laut, dapat dipedomani ketentuan
KUHPdt tersebut.
9.                      Hak Istimewa (Privilege)

a.      Pengaturan privilege
Pada dasarnya banyak yang tidak setuju apabWa privilege di-atur dalam
Buku II KUHPdt. Menurut mereka, privilege bu-kan merupakan hak kebendaan
dan hanya merupakan hak untuk lebih mendahulukan dalam
pelunasan/pembayaran piutangnya. Lebih lanjut menurut
mereka, privilege sebaiknya bisa diatur di luar KUHPer atau diatur dalam hukum
acara perdata (dalam hal pelelangan dan kepailitan).
Menurut Prof. Subekti, meskipun privilege mempunyai sifat-sifat yang
menyerupai pand dan hypotheek, tetapi kita belum dapat menamakannya suatu
hak kebendaan, karena privilege itu barulah timbul apabila suatu kekayaan yang
telah disita ternyata tidak cukup untuk melunasi semua utang dan
karena privilege itu tidak memberikan sesuatu kekuasaan terhadap suatu benda.
Sedangkan menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan,
karena privilege ini sekalipun bukan merupakan hak kebendaan dalam satu dua
hal mempunyai sifat kebendaan juga, dalam satu dua hal menunjukkan sifat droit
de suite. Privilege ini sedikit banyak memberikan jaminan juga, oleh karena itu,
maka menurut sistem hukum KUHPdt, privilege ini diatur bersama dengan
pengaturan pand dan hipotik. Lebih lanjut menurut beliau, privilege bukan
jaminan yang bersifat kebendaan dan bukan jaminan yang bersifat perorangan,
tetapi memberi jaminan juga. Privilege adalah hak terhadap benda, yaitu terhadap
benda debitur. Jika perlu benda itu dapat dilelang untuk melunasi piutangnya.
Sedangkan hak kebendaan itu adalah hak atas sesuatu benda. Jadi,
adanya privilege itu diberikan oleh undang-undang, bukan diperjanjikan seperti
gadai dan hipotik. Sedangkan menurut Pasal 1134 ayat (2) KUHPdt, gadai dan
hipotik mempunyai kedudukan yang lebih tinggi darfpada hak istimewa, kecuali
dalam hal-hal di mana oleh undang-undang ditentukan sebaliknya.

b.      Pengertian hak istimewa


1)      Menurut KUHPdt
Hak istimewa ialah suatu hak yang oleh undang-undang diberikan kepada seorang
berpiutang sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada orang berpiutang lainnya,
semata-mata berdasarkan sifatnya piutang (Pasal 1134 ayat 1 KUHPdt).
2)      Menurut Prof. Subekti, S.H.,
Dengan mengacu pada Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, yang dimaksudkan
dengan privilege ialah suatu kedudukan istimewa dari seorang penagih yang
diberikan oleh undang-undang melulu berdasarkan sifat piutang.
3)      Menurut Prof. Dr. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, S.H., Dengan mengacu pada
Pasal 1134 ayat (1) KUHPdt, privilege adalah suatu hak yang diberikan oleh
undang-undang kepada kreditur yang satu di atas kreditur lainnya semata-mata
berdasarkan sifat dari piutangnya.

c.       Macam-macam privilege
Menurut undang-undang, privilege ini ada 2 (dua) macam, yaitu:
1)      Privilege khusus
Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap benda-benda tertentu (Pasal
1139 KUHPdt).
2)      Privilege umum
Adalah piutang-piutang yang diistimewakan terhadap semua harta benda (Pasal
1149 KUHPdt).
Menurut ketentuan Pasal 1138 KUHPdt, privilege yang khusus ini
didahulukan dariipada privilege yang umum.

10.                 Hak Reklame

Hak reklame ini diatur dalam Pasal 1145-1146a KUHPdt dan . dalam
KUHD (Pasal 230 dan seterusnya). Yang dimaksud dengan . hak reklame adalah
hak yang diberikan kepada si penjual untuk meminta kembali barangnya yang
telah diterima oleh si pembeli ' setelah pembeli membayar tunai. Jadi, jikalau
penjualan telah dilakukan dengan tunai, maka si penjual mempunyai kekuasaan
menuntut kembali barang-barangnya, selama barang-barang ini masih berada di
tangan si pembeli, asal saja penuntutan kembali ini dilakukan dalam jangka waktu
30 hari setelah penyerahan barang kepada si pembeli (Pasal 1145 ayat 1
KUHPdt).

Menurut undang-undang, hak si penjual ini gugur/tidak dapat dilaksanakan


apabila:
1)      Barang-barang yang telah diterima pembeli, ternyata telah disewakan (Pasal
1146).
2)      Barang-barang tersebut oleh pembeli telah dibeli pihak ketiga dengan itikad
baik dan telah diserahkan kepada pihak ketiga tersebut (Pasal 1146a KUHPdt).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa hak reklame ini mempunyai
unsur yang dimiliki dalam hak kebendaan, yaitu ;memberikan kekuasaan langsung
pada bendanya dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun juga. Oleh karena hak
reklame ini ada miripnya dengan hak kebendaan, maka ia diatur dalam Buku II
KUHPdt.

11.                 Hak Retentie

Hak retentie ini juga diatur dalam Buku II KUHPdt, karena mengandung
persamaan dengan gadai. Hak retentie ini juga memberikan jaminan dan juga
bersifat accessoir. Menurut Prof. Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, yang dimaksud
dengan hak retentie adalah hak untuk menahan sesuatu benda, sampai suatu
piutang yang bertalian dengan benda itu dilunasi.
Sedangkan menurut H.F.A. Vollmar, hak menahan (hak retentie) adalah
hak untuk tetap memegang benda milik orang lain sampai piutang si pemegang
mengenai benda tersebuttelah lunas. Hak retentie ini mempunyai sifat yang tak
dapat dibagi-bagi. Artinya, pembayaran atas sebagian utang saja, tidak berarti ha-
pusnya hak retentie (harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan).
Hak retentie hapus apabila seluruh utang telah dibayar lunas. 
BAB IV
A.      Hak Kebendaan Menurut Undang-Undang Pokok Agraria
Menurut Pasal 16 Undang-Undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960, hak-
hak atas tanah adalah sebagai berikut:

a.      Hak milik
Adalah hak turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas
tanah, dengan mengingat semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial (Pasal 20
ayat 1 UUPA).
b.      Hak guna usaha
Adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara,
dalam jangka waktu paling lama 25 tahun, guna perusahaan pertanian, perikanan
atau peternakan (Pasal 28 ayat 1 UUPA).
c.       Hak guna bangunan
Adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah
yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun (Pasal 35
ayat 1 UUPA).
d.      Hak pakai
Adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang
dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi
wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh
pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik
tanah nya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan
tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan undang-undang ini
(Pasal 41 ayat 1 UUPA).
e.       Hak sewa untuk bangunan
Adalah hak seseorang atau suatu badan hukum mempergunakan tanah milik
orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar kepada pemiliknya
sejumlah uang sebagai sewa (Pasal 44 ayat 1 UUPA).
f.       Hak membuka hutan dan memungut hasil hutan
Adalah hak membuka tanah dan memungut hasil hutan yang hanya dapat
dipunyai oleh warganegara Indonesia. Dengan mempergunakan hak memungut
hasil hutan secara sah, tidak dengan sendirinya diperoleh hak milik atas tanah itu
(Pasal 46 UUPA).
g.      Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
Adalah hak memperoleh air untuk keperluan tertentu dan/atau mengalirkan air
itu di atas tanah orang lain (Pasal 47 ayat 1 UUPA).
h.      Hak guna ruang angkasa
Adalah hak untuk mempergunakan tenaga dan unsur-unsur dalam ruang
angkasa, guna memelihara, memperkembangkan kesuburan bumi, air, dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dan hal lainnya yang bersangkutan
dengan itu (Pasal 48 (1).
i.        Hak-hak tanah untuk keperluan suci dan sosial
Adalah hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang
dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial diakui dan
dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang
cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial (Pasal
49 ayat 1 UUPA).

B.        Hak Tanggungan Menurut Undang-Undang Hak Tanggungan


a.    Pengertian hak tanggungan
Mengenai hak tanggungan ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 Tahun
1996 tentang "hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan
dengan tanah" dan disingkat dengan Undang-Undang Hak Tanggungan (UUHT).
Maksud  hak tanggungan adalah hak jaminan atas tanah yang dibebankan pada
hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu
kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu yang memberikan
kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur
yang lain (Pasal 1 angka 1 UUHT).
Kehadiran Undang-Undang Hak Tanggungan ini adalah bertujuan untuk:
a.       Menuntaskan unifikasi tanah nasional, dengan menyatakan tidak berlaku lagi
ketentuan Hipotik dan Credietverband (Pasal 29 UUHT).
b.      Menyatakan berlakunya UUHT dan Hak Tanggungan dinyatakan sebagai satu-
satunya hak jaminan atas tanah. Oleh karena itu, tidak berlaku lagi Fidusia sebagai
hak jaminan atas tanah.

b. Sifat-sifat hak tanggungan


Pada dasarnya, hak tanggungan ini mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1)             Kreditur pemegang hak tanggungan diutamakan (droit de
preference) daripada kreditur-kreditur lainnya dalam rangka pelunasan atas
piutangnya (Pasal 1 angka 1 UUHT).
2)             Tidak dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan oleh kreditur dan debitur
dilaksanakan roya partial (Pasal 2 UUHT).
3)             Obyek hak tanggungan dapat dibebani lebih dari satu hak tanggungan (Pasal
5 UUHT).
4)             Hak tanggungan tetap mengikuti obyeknya ditangan siapa pun obyektersebut
berada (Pasal 7 UUHT).
5)             Hak tanggungan hanya dapat diberikan oleh yang berwenang atau yang
berhak atas obyek hak tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8 ayat 2 UUHT).
6)             Hak tanggungan dapat beralih kepada kreditur lain apabila perjanjian
kreditnya dipindahkan kepada kreditur yang bersangkutan karena cessie atau
subrograsi (Pasal 16 UUHT).
7)             Pemegang hak tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang
diperolehnya menurut UUHT, apabila pemberi hak Tanggungan dinyatakan pailit
(Pasal 24 UUHT).

c. Obyek hak tanggungan


Menurut Pasal 4 UUHT, obyek dari hak tanggungan adalah sebagai berikut:
1)   Hak Milik (Pasal 25 UUPA), Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA), dan Hak Guna
Bangunan (Pasal 39 UUPA).
2)   Hak Pakai atas tanah Negara, yang memenuhi syarat sebagai berikut:
a)  Bersertifikat
b)  Dapat diperjual-belikan
3) Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas Satuan Riimah Susun, yang
berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang
diberikan oleh Negara (UU No. 16/1985 tentang Rumah Susun).
Pemberi dan pemegang hak tanggungan Pemberi hak tanggungan adalah
orang atau badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan
perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan (Pasal 8
ayat 1 UUHT). Sedangkan pemegang hak tanggungan adalah orang atau badan
hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang (kreditur). Sebagai
pemegang hak tanggungan, dapat berstatus Warganegara Indonesia, Badan
Hukum Indonesia, Wargane-gara Asing atau Badan Hukum Asing, baik yang
berkedudukan di Indonesia maupun di luar negeri, sepanjang kredit
yangbersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan di wilayah
negara Republik Indonesia (Pasal 9 UUHT).

d. Lahirnya hak tanggungan


Hak tanggungan lahir sejak tanggal hari ketujuh (hari kerja ketujuh), setelah
penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran hak
tanggungan dinyatakan lengkap oleh Kepala Seksi Pendaftaran Tanah di Kantor
Pertanahan yang bersangkutan.
                                 
e. Hapusnya hak tanggungan
            Menurut Pasal 18 UUHT, hak tanggungan hapus karena hal-hal sebagai
berikut:
1)      Hapusnya piutang yang dijamin dengan hak tanggungan.
2)      Dilepaskannya hak tanggungan oleh kreditur pemegang hak tanggungan.
3)      Pembersihan hak tanggungan berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri
atas permohonan pembeli obyek hak tanggungan.
4)      Hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak tanggungan.

Anda mungkin juga menyukai