Hak-hak kebendaan yang diatur dalam BK II KUH Perdata setelah berlakunya UUPA
dapat dibedakan sbb :
a. Hak-hak kebendaan yang bersifat memberi kenikmatan.
b. Hak kebendaan yang bersifat memberi jaminan, yaitu
Gadai sebagai jaminan benda bergerak
Hipotik sebagai jaminan benda-benda tetap
Adalah a :
1. Yang bersifat memberi kenikmatan atas benda miliknya sendiri, misal
a. Hak milik atas benda bergerak / benda yang bukan tanah
b. Bezit atas benda bergerak / benda yang bukan tanah
2. Yang bersifat memberi kenikmatan tapi atas benda milik orang lain, misal
a. Bezit atas benda bergerak / benda yang bukan tanah
b. Hak memungut hasil atas benda bergerak /benda yang bukan tanah
c. Hak pakai / mendiami atas benda bergerak/ benda yang bukan tanah
Didalam BK II KUH Perdata juga terdapat bentuk-bentuk yang bukan merupakan
hak kebendaan tetapi diatur dalam BK II KUH Perdata sejajar dengan hak-hak
kebendaan yang lain.
Hak-hak yang tidak termasuk hak kebendaan tapi diatur dalam Buku II KUH Perdata/BW :
HAK RETENTIE
Hak Retentie adalah hak yang menahan sesuatu benda sampai suatu piutang yang bertalian
dengan benda itu dilunasi.
Diatur dalam pasal-pasal :
567, 575, 576, 579, 834, 715, 725, 1159, 1756, 1616, 1729, 1812 KUHP.
Sifat-sifat hak Retentie :
a. Tidak dapat dibagi-bagi artinya kalau misalnya sebagian saja dari hutangnya itu yang
dibayar tidak lalu berarti harus mengembalikan sebagian dari barang yang ditahan.
Hutang seluruhnya harus dibayar lebih dulu, baru barang seluruhnya dikembalikan.
b. Tidak membawa serta hak boleh memakai terhadap barang yang ditahan itu, jadi hanya
boleh menahan saja tidak boleh memakai.
1. Hukum benda merupakan hukum pemaksa, artinya berlakunya aturan-aturan itu tidak
dapat disimpangi oleh para pihak, artinya hak-hak kebendaan tidak akab memberikan
wewenang yang lain dari yang sudah ditentukan dalam undang-undang , dengan kata
lain kehendak para pihak tidak dapat mempengaruhi isi hak kebendaan.
2. Dapat dipindahkan, kecuali hak pakai dan mendiami yang berhak itu tidak dapat
menentukan bahwa tidak dapat dipindahtangankan.
3. Azas Individualieteit
Objek dari non kebendaan selain barang yang dapat ditentukan , artinya orang hanya
dapat sebagai pemilik dari barang yang berwujud yang merupakan kesatuan, misal
rumah, meubel, hewan.
4. Azas Totaliteit / Totalitas
Hak kebendaan selalu meletak atas keseluruhan objeknya.
Siapa yang mempunyai hak kebendaan atas suatu benda ia mempunyai hak kebendaan
itu atas keseluruhan benda itu.
5. Azas tak dapat dipisahkan
Artinya yang berhak tidak dapat memindahtangankan sebagian daripada wewenang
yang termasuk suatu hak kebendaan yang ada padanya.
6. Azas Prioriteit / Prioritas
Semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang dari hak
eigendom sekalipun luasnya berbeda dan wewenangnya tergantung pada siapa yang
lebih dulu menutup perjanjian.
7. Azas percampuran
Jika hak membebani dan yang dibebani itu terkumpul dalam satu tangan, maka hak
yang membebani itu menjadi lenyap.
Contoh :
Jika ada orang yang mempunyai hak memungut hasil atas tanah terhadap membeli
tanah maka hak memungut hasil itu menjadi lenyap.
8. Perlakuan terhadap benda bergerak dan tidak bergerak itu berlainan :
Misal :
Aturan-aturan yang mengenai levering, pembebanan, bezit mengenai benda bergerak
dan tidak bergerak berlainan.
9. Azas Publiciteit / Publisitas
Untuk benda-benda tidak bergerak penyerahan dan pembebanannya berlaku
azas publiciteit, yaitu dengan pendaftaran di dalam register umum.
benda yang bergerak cukup dengan penyerahan nyata, tanpa pendaftaran dalam
register umum.
10. Sifat Perjanjiannya
Bahwa sifat hak kebendaan merupakan perjanjian yang zakelijk. Orang mengadakan
hak kebendaan , misal hak memungut hasil, gadai, hipotik sebetulnya mengadakan
perjanjian, dan sifat perjanjian merupakan perjanjian yang zakelijk, yaitu perjanjian
untuk mengadakan hak kebendaan.
Perjanjian yang bersifat obligator yaitu perjanjian yang menimbulkan verbintenis dan
perjanjian obligator bersifat causal, artinya dengan selesainya perjanjian tujuan pokok
dari perjanjian itu belum tercapai, hak belum beralih masih harus ada penyerahan lebih
dulu.
Contoh :
Jika membeli sebidang tanah muncul hak baru ( hak kebendaan ).
Dalam membicarakan hak milik kita harus mengingat berlakunya UUPA yang telah
mencabut semua hak-hak kebendaan yang berkaitan dengan tanah, termasuk hak milik atas
tanah. Selanjutnya hak milik atas tanah menjadi objek dari hukum agraria dan tidak lagi
merupakan hubungan keperdataan. Di dalam UUPA hak eigendom atas tanah disebut
dengan hak milik yang cara memperolehnya, peralihannya, pembebanannya, hapusnya dll
berlainan dengan KUHP.
Pengertian Hak Milik :
Pasal 570 KUH Perdata “ Hak milik adalah hak untuk menikmati suatu benda yang
sepenuhnya dan untuk menguasai benda itu dengan sebebas-bebasnya, asal tidak
digunakan bertentangan undang-undang / peraturan umum yang diadakan oleh kekuasaan
yang mempunyai wewenang untuk itu dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak
orang lain, kesemuanya itu dengan tidak mengurangi kemungkinan adanya pencabutan hak
itu untuk kepentingan umum dengan pembayaran ganti kerugian yang layak dan menurut
ketentuan undang-undang “.
Dulu hak milik itu merupakan “ droit inviolable et sacre “ yaitu yang tidak dapat diganggu
gugat, tetapi pada perkembangan sekarang hal ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi,
karena makin banyaknya tindakan-tindakan / peraturan-peraturan kemasyarakatan yang
bersifat membatasi hak milik, misal ;
1. Hukum Tata Usaha , terbukti makin banyaknya campur tangan dari penguasa terhadap
hak milik.
2. Pembatas oleh ketentuan-ketentuan dalam bertetangga.
3. penggunaanya tidak boleh menimbulkan gangguan bagi hak orang lain.
4. Pengguannya tidak boleh menyalahgunakan hak.
Pelanggaran terhadap hal-hal tersebut diatas dapat dikenai sanksi-sanksi tata usaha /
digugat dimuka hakim.
1. Hak milik selalu merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
2. Hak milik itu tetap sifatnya, artinya tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan yang lain.
3. Hak milik mengandung inti (benih) dari semua hak kebendaan yang lain.
Pasal 584 BW mengatur 5 (lima) cara untuk memperoleh hak milik atas benda, yaitu:
1. Pemilikan/pendakuan (Toeeigening)
Pendakuan diatur dalam Pasal 585 BW, yaitu tentang pemilikan dari barang-barang bergerak
yang belum ada pemiliknya/tidak ada pemiliknya (Res Nullius). Pada Pasal 586 BW, pendakuan
dari binatang-binatang liar dalam hutan-hutan, pendakuan dari ikan di sungai-sungai dan lain-
lain dan Pasal 587 BW, menentukan bahwa hak milik atas sesuatu harta karun adalah pada orang
yang menemukannya di tanah miliknya sendiri. Apabila harta karun itu ditemukan di tanah milik
orang lain, maka setengahnya adalah milik orang yang menemukan dan setengah lain milik si
pemilik tanah. Harta karun yang dimaksud adalah segala kebendaan tersembunyi atau
terpendam, yang tiada seorang pun dapat membuktikan hak miik terhadapnya dan ditemukan
karena kebetulan semata-mata.
2. Perlekatan (Natrekking)
Diatur dalam Pasal 500 sampai dengan 502 BW dan Pasal 586 sampai dengan Pasal 609 BW,
yaitu memperoleh benda itu karena benda itu mengikuti benda yang lain. Misalnya: hak atas
tanam-tanaman, mengikuti tanah yang sudah menjadi milik dari orang yang menanami itu.
Diatur dalam Pasal 610 BW dan lebih lanjut diatur dalam Buku IV BW Pasal 1955 jo. Pasal
1963 BW dan Pasal 1967 BW. Pasal 610 BW mengatur tentang hak milik atas sesuatu
kebendaan diperoleh karena kedaluwarsa, apabila seseorang telah memegang kedudukan
berkuasa atasnya selama waktu yang ditentukan undang-undang dan menurut syarat-syarat serta
cara membeda-bedakannya seperti termaktub dalam bab ketujuh buku keempat kitab ini.
Berdasarkan Pasal 1946 BW, ada 2 (dua) macam kedaluwarsa, yaitu:
1. Acquisitieve verjaring, kedaluwarsa untuk memperoleh sesuatu (hak milik).
2. Extinctieve verjaring, kedaluwarsa untuk dibebaskan dari suatu kewajiban.
Jadi, memperoleh hak milik dengan kedaluwarsa di sini yang dimaksudkan ialah acquisitieve
verjaring. Arti pentingnya dari lembaga acquisitieve verjaring itu terutama bukanlah sebagai
cara untuk memperoleh hak milik, melainkan untuk pembuktian yaitu untuk dipakai sebagai
bukti bahwa orang adalah pemilik, jadi ini perlu untuk kepastian hukum. Siapakah yang
sebenarnya pemilik benda itu. Semenjak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria, maka
ketentuan tentang kedaluwarsa ini sudah tidak berlaku lagi. Kedaluwarsa ini menentukan
tenggang waktu 20 tahun dengan rechtstitel (misalnya: jual-beli, hibah, dan lain-lain) dan 30
tahun tanpa alas hak, sedangkan Pasal 1967 BW menentukan tenggang waktu 30 tahun.
Sebenarnya di dalam Buku IV BW, dikenal satu macam lagi kedaluwarsa yang
disebut korteverjaring (kedaluwarsa pendek) diatur dalam Pasal 1968 sampai dengan 1975 BW,
tenggang waktunya antara satu sampai lima tahun.
4. Pewarisan (Erfopvolging)
Berdasarkan Pasal 611 BW bahwa cara memperoleh hak milik karena pewarisan menurut
undang-undang atau menurut surat wasiat, akan dibicarakan dalam bab kedua belas dan bab
ketigabelas buku II BW.
5. Penyerahan (Levering)
Penyerahan adalah penyerahan suatu benda oleh pemilik atau atas namanyakepada orang lain,
sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas benda itu. Hak milik atas barang itu baru
berpindah setelah adanya penyerahan. Jadi, penyerahan disini adalah merupakan perbuatan
yuridis dalam arti transferring of ownership. Mengenai bentuk-bentuk penyerahan akan
dijelaskan pada tulisan berikutnya.
Penyerahan
Menurut sistim BW, perjanjian obligatoir (perjanjian jaul beli, tukar menukar atau hibah)
belum mengakibatkan peralihan hak milik atas benda. Perjanjian obligatoir hanya menimbulkan
kewajiban untuk menyerahkan benda. Setelah penyerahan itu dilakukan barulah hak milik atas
benda beralih.
Menurut hukum, penyerahan ialah perbuatan hukum yang memindahkan hak milik. Dalam
bahasa se-hari2, penyerahan berarti tindakan penyerahan sesuatu barang yaitu dari tangan ke
tangan. Misalnya A membeli sebuah arloji dari B dan berdasarkan perjanjian jual-beli itu B
“serahkan” arloji itu lepada A.
Berdsrkan Psl. 612 ayat 1 BW, penyerahan benda bergerak dilakukan dengan penyerahan yg
nyata dari tangan ke tangan oleh atau atas nama pemilik sehingga penyerahan yuridis benda2
bergerak adalah sama (bertepatan) dengan penyerahan nyata dan dinamakan penyerahan nyata
. Akan tetapi pada benda2 tak bergerak penyerahan yuridis tidak bertepatan dengan penyerahan
nyata. Misalnya suatu persil (tanah deserta rumah diatasnya) : penyerahan yuridis dilakukan
dengan sebuah akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (P.P.A.T.),
sedangkan penyerahan nyata dilakukan dengan penyerahan kunci-kunci rumah tsb. Hanya
penyerahan yuridis yang memindahkan hak milik atas persil tsb.
Syarat-syarat penyerahan.
1. Harus ada perjanjian yang zakelijk, yaitu perjanjian yang menyebabkan pindahnya hak-hak
kebenedaan.
2. Penyerahan harus didasarkan atas sesuatu peristiwa perdata (rechtstilel) untuk memindahkan
hak milik. Dgn kata lain : penyerahan harus mempunyai sebab atau causa yang sah.
Pada umumnya sebab dari penyerahan ialah perjanjian jual-beli. Tetapi sebab atau peristiwa itu
bisa juga perjanjian hibah, perjanjian tukar menukar, suatu hibah wasiat (legaat : 957 db.), atau
suatu perbuatan melawan hukum (1365)
3. Penyerahan hrs dilakukan oleh orang yg berhak berbuat bebas terhadap benda.
Penyerahan hrs dilakukan oleh orang yg berhak berbuat bebas terhdp benda ini tidak berlaku
kalau benda yg diserahkan adalah benda bergerak yg tdk atas nama, yaitu berhbgan dgn
berlakunya azas dalam pasal 1977 BW. Mis. A pinjamkan arlojinya kepada B, kemudian B
menjual dan menyerahkan arloji itu kepada C, maka C menjadi pemilik meskipun penyerahan itu
dilakukan oleh seorang yang ”tidak berhak”, asal saja C beritikad baik. (tidak mengetahui atau
tidak dapat menduga bahwa B bukan pemilik).
4.Harus ada penyerahan nyata (feitelijk levering), yaitu penyerahan dari tangan ke tangan.
Cara-Cara penyerahan
Ada tiga pengecualian dimana hak milik beralih tanpa penyerahan nyata, yaitu :
Apabila benda yang harus diserahkan, dengan alasan hak lain telah dikuasai oleh orang yang
hendak menerimanya, maka penyerahan nyata tidak perlu dilakukan. (612 ayat 2).
Misalnya : A pinjamkan bukunya kpd B, kmd B membeli buku itu dan membyar harganya pd A. Dlm hal ini
memang logis bhw tidak perlu ada pe- nyerahan nyata oleh sebab buku tsb tlh berada dlm
kekuasaan B.
Sebenarnya B harus mengembalikan dahulu buku itu kepada A, lalu A menyerahkan kembali
kepada B. Tetapi hukum tidak mewajibkan formalitas ini dan mengikuti kebiasaan dalam
praktek. Traditio brevi manu berarti : penyerahan dengan tangan pendek, atau dengan kata lain :
penyerahan terjadi tanpa tangan diulurkan untuk penyerahan.
Apabila benda yang harus diserahkan, karena sesuatu perjanjian lain tetap berada dalam
kekuasaan orang yang harus menyerahkannya, maka hak milik beralih tanpa penyerahan nyata
(yurisprudensi).
Misalnya : A menjual bukunya kepada B yg sudah membayar harganya. Tetapi A, yang belum habis
membaca buku itu, pinjam buku itu dari B pada waktu itu juga.
Dalam hal ini juga tidak diwajibkan penyerahan nyata utk beralihnya hak milik.
Jadi pada constitutum possessorium sebenarnya terjadi dua perjanjian pada waktu yg bersamaan.
Dalam contoh diatas perjanjian jual-beli dan perjanjian pinjam - pakai.
Misalnya : A tlh menggadaikan arlojinya kpd B. Kmd A menjual arloji itu kpd C. Menurut hukum
yurisprudensi peralihan hak milik terjadi dgn pemberitahuan dari A kpd B bahwa hak milik telah
beralih kpd C.
Konsekwensi dari pemberitahuan ini ialah, adalah bahwa setelah hutang A lunas dibayar, maka
B harus menyerahkan arloji itu kepada C.
Penyerahan Utang-piutang.
Yang membedakan Piutang atas nama dengan Piutang yang berbentuk surat-order dan Piutang
yang berbentuk surat-toonder adalah bhw kedua piutang yg disebut belakangan ini adalah surat2
berharga atau surat2 perniagaan, yg tujuannya memang untuk mempermudah peralihan hak
tagihan kpd seorang lain. Suatu piutang atas nama tidak bertujuan untuk dialihkan kepada
seorang lain.
Namun hukum memungkinkan juga untuk menjual, menukarkan atau mengibahkan sesuatu
piutang atas nama. Penyerahan piutang atas na- ma dinamakan cessie, dan dilakukan dgn suatu
akta otentik atau diba-wah tangan dlm mana dinyatakan penyerahan piutang itu (613 ayat 1).
Agar supaya penyerahan berlaku terhdp yg berhutang, mk penyerahan itu harus diberitahukan
kpdnya atau yg berhutang mengakuinya secara tertulis (613 ayat 2). Tetapi dgn adanya akta
cessie, mk perpindahan hak tagihan sdh terjadi mskpun belum ada pemberitahuan kpd yg
berhutang.
- segi nilainya piutang itu sbg bahagian dari harta-kekayaan kreditur, atau dgn kata lain sbg ”benda
tak bertubuh”, yg dpt dialihkannya kpd seorang lain, maka tepatlah penempatan cessie dlm
Hukum Benda. Inilah sistim B.W.
- segi perhubungan hukumnya, yaitu sebagai perikatan antara kreditur dan debitur, maka peralihan
piutang itu sebenarnya adalah suatu pergantian kreditur dan tempatnya ialah dalam Hukum
Perikatan.
Penyerahan piutang yg berbentuk surat-toonder dilakukan dgn penyerahan surat tsb. (uang
kertas, cek-toonder, konossemen-toonder, saham-toonder, dsb).
1. Dapat secara originair (asli), yaitu memperoleh hak milik secara asli, tidak berasal dari orang
yang lebih dulu memiliki benda itu, misalnya melalui pendakuan.
2. Dapat secara derivatief (berasal dari orang lain), yaitu memperoleh hak milik berasal dari
orang yang lebih dulu berhak atas benda itu dengan bantuan dari orang yang mendahuluinya.
Pengertian : Dua orang atau lebih menjadi pemilik bersama dari suatu benda, sehingga terdapat
hak milik bersama atas suatu benda.
Perbedaan antara hak milik bersama yang bebas dan hak milik bersama yang terikat :
1. Para pemilik di dalam hak milik bersama yang bebas dapat meminta pemisahan dan
pembagian terhadap benda yang merupakan hak milik bersama.
2. Masing-masing orang mempunyai bagian yang merupakan harta kekayaan yang berdiri
sendiri (berwenang untuk menguasai dan berbuat apa saja terhadap benda bagiannya
tanpa memerlukan izin pemilik yang lain).
3. Tiap-tiap pemilik mempunyai bagian atas benda milik bersama itu.
1. Para pemilik di dalam hak milik bersama yang terikat, tidak dapat meminta pemisahan
dan pembagian terhadap benda yang merupakan milik bersama itu.
2. Masing-masing orang tidak dapat berbuat apa saja terhadap benda bagiannya, harus
mendapat izin dari pemilik-pemilik yang lain.
3. Tiap-tiap pemilik berhak atas seluruh bendanya.