,MH
Disusun Oleh :
Kelas Reguler B - 2A
Pennyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
Buku II KUH Pdt atau BW terdari dari suatu bagian umum dan bagian khusus.
Bagian umum bab I sampai dengan bab IV, memuat peraturan-peraturan yang berlaku
bagi perikatan pada umumnya, misalnya tentang bagaimana lahir dan hapusnya
perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya. Buku III KUH Pdt menganut azas
“kebebasan berkontrak” dalam membuat perjanjian, asal tidak melanggar ketentuan
apa saja, asal tidak melanggar ketentuan Undang-Undang, ketertiban umum dan
kesusilaan. Azas ini dapat disimpulkan dari pasal 1338 KUH Pdt yang menyatakan
bahwa segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-Undang bagi
mereka yang membuatnya.Yang dimaksud dengan pasal ini adalah bahwa semua
perjanjian “mengikat” kedua belah pihak.
3
2. Penjelasan dasar hukum perjanjian.
4
BAB II
Menurut pasal 1320 KHUPer, untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat:
5
2.3 Cakap Untuk Membuat Suantu Perjanjian
Orang yang membuat perjanjian harus cakap menurut hukum.Pada asasnya, setiap
orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat pikirannya, adalah cakap menurut
hukum. Dalam pasal 1330 KUHPer, disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap
untuk membuat suatu perjanjian:
3. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh UU dan semua orang
kepada siapa UU telah melarang membuat perjanjian tertentu
Dari sudut rasa keadilan, perlulah bahwa orang yang membuat suatu perjanjian dan
nantinya akan terikat oleh perjanjian itu, mempunyai cukup kemampuan untuk
menginsyafi benar-benar akan tanggung jawab yang dipikulnya dengan perbuatannya
itu. Sedangkan dari sudut ketertiban hukum, karena seorang yang membuat suatu
perjanjian itu berarti mempertaruhkan kekayaannya, maka orang tersebut haruslah
seorang yang sungguh-sungguh bebas berbuah dengan harta kekayaannya.
Sebagai syarat ketiga disebutkan bahwa suatu perjanjian harus mengenai suatu
hal tertentu, artinya apa yang diperjanjikan hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak
jika timbul suatu perselisihan. Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit
harus ditentukan jenisnya.
6
2.5 Suatu Sebab Yang Halal
Syarat keempat untuk suatu perjanjian yang sah adalah adanya suatu sebab
yang halal.Yang dimaksudkan dengan sebab atau causa dari suatu perjanjian adalah isi
perjanjian itu sendiri, tidak boleh mengenai sesuatu yang terlarang.Misalnya, dalam
perjanjian jual beli dinyatakan bahwa si penjual hanya bersedia menjual pisaunya, kalau
si pembeli membunuh orang, maka isi perjanjian itu menjadi sesuatu yang terlarang.
Berbeda halnya jika seseorang membeli pisau ditoko dengan maksud untuk membunuh
orang dengan pisau tadi, jual beli pisau tersebut mempunyai suatu sebab atau causa
yang halal, seperti jual beli barang-barang lain.
Apabila syarat objektif tidak dipenuhi, perjanjian itu batal demi hukum.Artinya dari
semula tidak pernah dilahirkan suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu
perikatan.Tujuan para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut untuk melahirkan
suatu perikatan hukum, adalah gagal. Dengan demikian, maka tiada dasar untuk saling
menuntut di depan hakim. Dalam bahasa Inggris dikatakan bahwa perjanjian yang
demikian itu null and void.
Apabila syarat subjektif tidak dipenuhi, perjanjian bukan batal demi hukum, tetapi
salah satu pihak mempunyai hak untuk meminta supaya perjanjian itu dibatalkan.Pihak
yang dapat meminta pembatalan itu, adalah pihak yang tidak cakap atau pihak yang
memberikan sepakatnya (perizinannya) secara tidak bebas.
Jadi, perjanjian yang telah dibuat itu mengikat selama tidak dibatalkan (oleh
hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi.Dengan demikian,
nasib sesuatu perjanjian seperti itu tidaklah pasti dan tergantung pada kesediaan suatu
pihak yang mentaatinya.Perjanjian yang demikian dinamakan voidable.Ia selalu
diancam dengan bahaya pembatalan (canceling).
Yang dapat meminta pembatalan dalam hal seorang anak belum dewasa adalah
anak itu sendiri apabila ia sudah dewasa atau orang tua/walinya. Dalam hal seorang
yang berada di bawah pengampuan, pengampunya.Dalam hal seorang yang telah
memberikan sepakat atau perizinannya secara tidak bebas, orang itu sendiri.Bahaya
pembatalan itu berlaku selama 5 tahun menurut pasal 1454 KUHPer.
7
Bahaya pembatalan yang mengancam itu dapat dihilangkan dengan penguatan
(affirmation) oleh orang tua, wali atau pengampu tersebut. Penguatan yang demikian
itu, dapat terjadi secara tegas, misalnya orang tua, wali atau pengampu itu menyatakan
dengan tegas mengakui atau akan mentaati perjanjian yang telah diadakan oleh anak
yang belum dewasa ataupun dapat terjadi secara diam-diam, misalnya orang tua, wali
atau pengampu itu membayar atau memenuhi perjanjian yang telah diadakan oleh anak
itu. Ataupun orang yang dalam suatu perjanjian telah memberikan sepakatnya secara
tidak bebas, dapat pula menguatkan perjanjian yang dibuatnya, baik secara tegas
maupun secara diam-diam.
1) Perjanjian timbale balik dan perjanjian sepihak, perjanjian sepihak adalah perjanjian
yang memberikan kewajibannya kepada satu pihak dan hak kepada satu pihak dan hak
kepada pihak lainnya, misalkan hibah.
1 . Berdasarkan Isinya
Segi hukum
8
Segi batas wilayah
Segi kesehatan.
Contoh :
Perjanjian bersifat sederhana yang dibuat melalui dua tahap, yaitu perundingan
dan penandatanganan.
Contoh :
3. Berdasarkan Subjeknya
Contoh :
9
Kerjasama ASEAN dan MEE.
Perjanjian bilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh dua pihak. Bersifat
khusus (treaty contact) karena hanya mengatur hal-hal yang menyangkut
kepentingan kedua negara saja. Perjanjian ini bersifat tertutup, yaitu menutup
kemungkinan bagi pihak lain untuk turut dalam perjanjian tersebut.
Perjanjian Multilateral, adalah perjanjian yang diadakan oleh banyak pihak, tidak
hanya mengatur kepentingan pihak yang terlibat dalam perjanjian, tetapi juga
mengatur hal-hal yang menyangkut kepentingan umum dan bersifat terbuka yaitu
memberi kesempatan bagi negara lain untuk turut serta dalam perjanjian
tersebut, sehingga perjanjian ini sering disebut law making treaties.
Contoh :
Konvensi hukum laut tahun 1958 (tentang Laut teritorial, Zona Bersebelahan,
Zona Ekonomi Esklusif, dan Landas Benua), konvensi Wina tahun 1961 (tentang
hubungan diplomatik) dan konvensi Jenewa tahun 1949 (tentang perlindungan
korban perang).
Konvensi hukum laut (tahun 1958), Konvensi Wina (tahun 1961) tentang
hubungan diplomatik, konvensi Jenewa (tahun 1949) tentang Perlindungan
Korban Perang.
5. Berdasarkan Fungsinya
10
Treaty contract / perjanjian yang bersifat khusus, adalah perjanjian yang
menimbulkan hak dan kewajiban, yang hanya mengikat bagi negara-negara
yang mengadakan perjanjian saja (perjanjian bilateral).
Contoh :
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas
konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.Sedang yang
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak
antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
11
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah
ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya
kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi
diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak
peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah
saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai
patokan saat lahirnya kontrak.
12
2.8 Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
A. BATALNYA PERJANJIAN :
1. Batal demi hukum : suatu perjanjian menjadi batal demi hukum apabila syarat
objektif bagi sahnya suatu perjanjian tidak terpenuhi. Jadi secara yuridis
perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada.
2. Atas permintaan salah satu pihak : pembatalan dimintakan oleh salah satu pihak
misalnya dalam hal ada salah satu pihak yang tidak cakap menurut hukum.
Harus ada gugatan kepada Hakim. Pihak lainnya dapat menyangkal hal itu,
maka harus ada pembuktian.
*Asas konsensus yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPer tidak berlaku secara
keseluruhan tetapi ada pengecualiannya. Undang-undang menetapkan suatu
formalitas untuk perjanjian tertentu, misalnya hibah benda tak bergerak, maka harus
dibuatkan dengan akta notaris, perjanjian perdamaian harus dibuat tertulis, dll. Apabila
perjanjian dengan diharuskan dibuat dengan bentuk tertentu tersebut tidak dipenuhi
maka perjanjian itu BATAL DEMI HUKUM.
B. Pelaksanaan
Itikad baik dalam pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata merupakan ukuran objektif
untuk menilai pelaksanaan perjanjian, artinya pelaksanaan perjanjian harus
mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.Salah satunya untuk
memperoleh hak milik ialah jual beli.Pelaksanaan perjanjian ialah pemenuhan hak dan
kewajiban yang telah di perjanjikan oleh pihak-pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya.
13
Jadi perjanjian itu mempunyai kekuatan mengikat dan memaksa.Perjanjian yang telah
di buat secara sah mengikat pihak-pihak, perjanjian tersebut tidak boleh di atur atau
dibatalkan secara sepihak saja.
14
BAB III
Menurut Pasal 1313 KUH Perdata Perjanjian adalah Perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari
peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang
disebut Perikatan yang di dalamya terdapat hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Perjanjian adalah sumber perikatan
Sejumlah prinsip atau asas hukum merupakan dasar bagi hukum kontrak.Dari
sejumlah prinsip hukum tersebut perhatian dicurahkan kepada tiga prinsip atau asas
utama. Prinsip-prinsip atau asas-asas utama dapat memberikan sebuah gambaran
mengenai latar belakang cara berpikir yang menjadi dasar hukum kontrak.
15
Asas kekuatan mengikat dapat ditemukan landasannya dalam ketentuan Pasal
1374 ayat (1) BW (lama) atau Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata:
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.”
Di dalam Pasal 1339 KUH Perdata dimasukkan prinsip kekuatan mengikat ini:
“Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan atau undangundang.”
prinsip atau asas kebebasan berkontrak yakni di mana para pihak diperkenankan
membuat suatu persetujuan sesuai dengan pilihan bebas masing-masing dan setiap
orang mempunyai kebebasan untuk membuat kontrak dengan siapa saja yang
dikehendakinya, selain itu para pihak dapat menentukan sendiri isi maupun
persyaratan-persyaratan suatu persetujuan dengan pembatasan bahwa persetujuan
tersebut tidak boleh bertentangan dengan sebuah ketentuan undang-undang yang
bersifat memaksa, kesusilaan, dan ketertiban umum.
“Setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan-perikatan, jika ia oleh undang-
undang tidak dinyatakan tak cakap”.
bahwa:
“Hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian.”
16
“Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.
Ada beberapa azas yang dapat ditemukan dalam Hukum Perjanjian, namun ada dua
diantaranya yang merupakan azas terpenting dan karenanya perlu untuk diketahui,
yaitu:
1. Azas Konsensualitas, yaitu bahwa suatu perjanjian dan perikatan yang timbul
telah lahir sejak detik tercapainya kesepakatan, selama para pihak dalam
perjanjian tidak menentukan lain. Azas ini sesuai dengan ketentuan Pasal 1320
KUH Perdata mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian.
1. Azas Kebebasan Berkontrak, yaitu bahwa para pihak dalam suatu perjanjian
bebas untuk menentukan materi/isi dari perjanjian sepanjang tidak bertentangan
dengan ketertiban umum, kesusilaan dan kepatutan. Azas ini tercermin jelas
dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa semua perjanjian yang
dibuat secara sah mengikat sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya.
3.3 Kelalaian/Wanprestasi
Kelalaian atau Wanprestasi adalah apabila salah satu pihak yang mengadakan
perjanjian, tidak melakukan apa yang diperjanjikan.
Kelalaian/Wanprestasi yang dilakukan oleh salah satu pihak dapat berupa empat
macam, yaitu:
17
3.4 Hapusnya Perjanjian
a. Pembayaran
Adalah setiap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
secara sukarela. Berdasarkan pasal 1382 KUH Perdata dimungkinkan menggantikan
hak-hak seorang kreditur/berpiutang.Menggantikan hak-hak seorang kreditur/berpiutang
dinamakan subrogatie.Mengenai subrogatie diatur dalam pasal 1400 sampai dengan
1403 KUH Perdata.Subrogatie dapat terjadi karena pasal 1401 KUH Perdata dan
karena Undang-undang (Pasal 1402 KUH Perdata).
18
d. Perjumpaan utang atau Kompensasi
Menurut pasal 1429 KUH Perdata, perjumpaan utang ini dapat terjadi dengan
tidak membedakan darimana sumber utang-piutang antara kedua belah pihak itu telah
terjadi, kecuali:
(iii) Terdapat sesuatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah
dinyatakan tak dapat disita (alimentasi).
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
Menurut pasal 1439 KUH Perdata, Pembebasan utang adalah suatu perjanjian
yang berisi kreditur dengan sukarela membebaskan debitur dari segala kewajibannya.
Adalah jika barang tertentu yang menjadi obyek perjanjian musnah, tak lagi dapat
diperdagangkan, atau hilang, hingga sama sekali tak diketahui apakah barang itu masih
19
ada, maka hapuslah perikatannya, jika barang tadi musnah atau hilang di luar
kesalahan si berutang dan sebelum ia lalai menyerahkannya.
h. Batal/Pembatalan
Menurut pasal 1446 KUH Perdata adalah, pembatalan atas perjanjian yang telah
dibuat antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian, dapat dimintakan
pembatalannya kepada Hakim, bila salah satu pihak yang melakukan perjanjian itu
tidak memenuhi syarat subyektif yang tercantum pada syarat sahnya perjanjian.
(ii) Secara pembelaan maksudnya adalah menunggu sampai digugat di depan hakim
untuk memenuhi perjanjian dan baru mengajukan kekurangan dari perjanjian itu.
Menurut pasal 1265 KUH Perdata, syarat batal adalah suatu syarat yang apabila
terpenuhi, menghentikan perjanjian dan membawa segala sesuatu kembali pada
keadaan semula seolah-olah tidak penah terjadi perjanjian.
j. Lewat waktu
Menurut pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa atau lewat waktu adalah suatu
upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perjanjian dengan
lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-
undang.
Dalam pasal 1967 KUH Perdata disebutkan bahwa segala tuntutan hukum, baik
yang bersifat kebendaan, maupun yang bersifat perseorangan hapus karena daluwarsa
dengan lewatnya waktu tiga puluh tahun. Dengan lewatnya waktu tersebut, maka
perjanjian yang telah dibuat tersebut menjadi hapus.
20
3.5 STRUKTUR PERJANJIAN
Struktur atau kerangka dari suatu perjanjian, pada umumnya terdiri dari:
1. Judul/Kepala
3. Keterangan pendahuluan dan uraian singkat mengenai maksud dari para pihak
atau yang lazim dinamakan “premisse”.
Lisan
- Di bawah tangan/onderhands
- Otentik
A. Pengertian Akta
Akta adalah suatu tulisan yang memang dengan sengaja dibuat untuk dijadikan bukti
tentang suatu peristiwa dan ditandatangani pihak yang membuatnya.
Berdasarkan ketentuan pasal 1867 KUH Perdata suatu akta dibagi menjadi 2 (dua),
antara lain:
21
Pengertiannya antara lain :
Adalah akta yang dibuat tidak di hadapan pejabat yang berwenang atau
Notaris.Akta ini yang dibuat dan ditandatangani oleh para pihak yang membuatnya.
Apabila suatu akta di bawah tangan tidak disangkal oleh Para Pihak, maka berarti
mereka mengakui dan tidak menyangkal kebenaran apa yang tertulis pada akta di
bawah tangan tersebut, sehingga sesuai pasal 1857 KUH Perdata akta di bawah
tangan tersebut memperoleh kekuatan pembuktian yang sama dengan suatu Akta
Otentik.
(ii) Akta Waarmerken, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak untuk kemudian didaftarkan pada Notaris, karena hanya
didaftarkan, maka Notaris tidak bertanggungjawab terhadap materi/isi maupun tanda
tangan para pihak dalam dokumen yang dibuat oleh para pihak.
(iii) Akta Legalisasi, adalah suatu akta di bawah tangan yang dibuat oleh para pihak
namun penandatanganannya disaksikan oleh atau di hadapan Notaris,
Akta Otentik ialah akta yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang yang
memuat atau menguraikan secara otentik sesuatu tindakan yang dilakukan atau suatu
keadaan yang dilihat atau disaksikan oleh pejabat umum pembuat akta itu. Pejabat
umum yang dimaksud adalah notaris, hakim, juru sita pada suatu pengadilan, pegawai
pencatatan sipil, dan sebagainya.
22
Suatu akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna bagi para
pihak beserta seluruh ahli warisnya atau pihak lain yang mendapat hak dari para pihak.
Sehingga apabila suatu pihak mengajukan suatu akta otentik, hakim harus
menerimanya dan menganggap apa yang dituliskan di dalam akta itu sungguh-sungguh
terjadi, sehingga hakim itu tidak boleh memerintahkan penambahan pembuktian lagi.
(i) Akta itu harus dibuat oleh atau di hadapan seorang pejabat umum.
(ii) Akta itu harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang.
(iii) Pejabat umum oleh atau di hadapan siapa akta itu dibuat, harus mempunyai
wewenang untuk membuat akta itu.
1. Definisi Akta yang dibuat oleh atau Akta yang dibuat oleh dan
di hadapan Pejabat Umum ditandatangani para pihak
2. Materi
(a.l. Notaris)
Apa yang tercantum pada isi
3. Pembuktian
Apa yang tercantum pada akta di bawah tangan (tulisan
4. Penggunaannya isi Akta otentik berlaku atau tanda tangannya) dapat
sebagai sesuatu yang merupakan kekuatan bukti
5. Penyimpanan
benar (bukti sempurna), yang sempurna selama tidak
kecuali dapat dibuktikan disangkal oleh pihak-pihak
sebaliknya dengan alat yang menggunakan akta
bukti lain. tersebut.
23
akta itu tidak benar, danharus membuktikan bahwa
akta otentik mempunyaiakta itu adalah benar.
tanggal yang pasti.
Tidak pernah mempunyai
Dalam hal tertentukekuatan eksekutorial.
mempunyai kekuatan
Kemungkinan hilang lebih
eksekutorial.
besar.
Kemungkinan hilang lebih
kecil, sebab oleh Undang-
undang ditentukan, bahwa
Notaris diwajibkan untuk
menyimpan asli akta
secara rapi di dalam lemari
besi tahan api.
24
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari paparan di atas dapat kita tarik sebuah kesimppulan bahwa gambaran
secara umum tentang perjanjian atau perikatan adalah persetujuan yang dibuat oleh
dua pihak atau lebih, tertulis maupun lisan, masing-masing sepakat untuk mentaati isi
persetujuan yang telah dibuat bersama.
Perjanjian merupakan sumber terpenting dalam suatu perikatan. Menurut
Subekti, Perikatan adalah “suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain,
dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu”.
25
Daftar Pustaka
www.google .com
26