Anda di halaman 1dari 14

PEMBAHASAN MEA

A. Pengertian MEA

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan satu pasar tunggal

dikawasan Asia Tenggara, bertujuan untuk meningkatkan investasi asing di

kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia yang juga akan membuka arus

perdagangan barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara di Asia Tenggara.

Dalam kesepakatan tersebut terdapat lima hal yang tidak boleh dibatasi

peredarannya di seluruh negara ASEAN termasuk Indonesia, yaitu Arus barang,

Arus jasa, Arus modal, Arus investasi dan Arus tenaga kerja terlatih. Dalam

situasi dimaksud yang menjadi taruhan adalah daya saing, baik dari sisi produk

maupun SDM, karena apabila tidak disiapkan maka ada kemungkinan negeri

ini akan menjadi pasar dari produk asing dan masyarakat kita hanya sebagai

penonton, karena tidak mampu bersaing dengan tenaga asing yang lebih ahli.

B. Latar Belakang Lahirnya MEA

Pertemuan di Bali pada tahun 2003 yang dihadiri oleh negara-negara

anggota ASEAN gagasan untuk mewujudkan cita-cita kawasan yang memiliki

integritas ekonomi kuat mulai dirancang langkah awal dan diprediksikan akan

dimulai pada tahun 2020. Namun pada pertemuan di Filipina yang

diselenggarakan pada 13 Januari 2007, para negara- negara anggota ASEAN

sepakat untuk mempercepat pembentukan Masyarakat Ekonomi ASEAN

(MEA).
Pembentukan ini dilatarbelakangi oleh persiapan menghadapi

globalisasi ekonomi dan perdagangan melalui ASEAN Free Trade Area

(AFTA) serta menghadapi persaingan global terutama dari China dan India.

Percepatan keputusan negara ASEAN untuk membentuk MEA yang pada

awalnya akan dimulai pada 2020 menjadi 2015 membukyikan tekad besar negara

ASEAN untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing antar

sesama negara anggota ASEAN guna menghadapi persaingan global.

C. Tujuan MEA

Setiap negara di ASEAN yang memiliku tujuan dan kepentingan yang

sama perlu menciptakan sebuah wadah atau badan dimana mereka saling

berusaha untuk mewujudkan tujuan tersebut. Dan hal ini lah yang menjadi sebab

adanya tujuan dari sebuah organisasi. Tujuan dicerminkan oleh sasaran yang harus

dilakukan baik dalam jangka pendek, maupun jangka panjang.

Adapun tujuan dari MEA adalah :

1) Untuk meningkatkan stabilitas perekonomian di kawasan ASEAN,

membentuk kawasan ekonomi antar negara ASEAN yang kuat. Bahwa saat

ini di Amerika dan Eropa masih mengalami krisis ekonomi. Dan dengan

terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN diharapkan akan bisa mengatasi

masalah-masalah dalam bidang perekonomian antar negara ASEAN.

Sehingga kasus krisis ekonomi seperti di Indonesia pada tahun 1997 dulu

tidak terulang kembali.

2) Terciptanya kawasan pasar bebas ASEAN.


Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi pelaku usaha di negara

ASEAN. Persaingan produk dan jasa antar negara ASEAN akan diuji di sini.

Bagi pelaku usaha dan jasa hendaknya mulai sekarang meningkatkan

kualitas produk. Bagaimana produk itu agar dicintai konsumen. Dengan

membuat produk yang berkualitas serta harga terjangkau pasti akan bisa

bersaing dengan produk dari negara ASEAN lainnya. Hal ini juga dapat

meningkatkan pendapatan dari segi ekspor impor di kawasan ASEAN.

Tabel 1.1 Ekspor Dalam dan Luar ASEAN Periode 2011 (Dalam juta dollar
AS)

Ekspor Dalam ASEAN Ekspor Luar ASEAN


Negara Total
Pangsa Dalam Pangsa Dalam
Anggota Nilai Nilai Ekspor
Total Ekspor (%) Total Ekspor (%)
Brunei 1.72,1 13,9 10.641,2 86,1 12.362,3
Kamboja 833,7 12,4 5.876,8 87,6 6.710,6
Indonesia 42.098,9 20,7 161.397,8 79,3 203.496,7
Lao PDR 959,8 55,0 786,7 45,0 1.746,5
Malaysia 56.049,7 24,6 172.129,5 75,4 228.179,1
Myanmar 3.957,4 48,7 4.161,8 51,3 8.119,2
Filipina 8.635,3 18,0 39.406,9 82,0 48.042,2
Singapura 127.544,5 31,2 281.899,0 68,8 409.443,5
Thailand 72.226,6 31,6 156.594,1 68,4 228.820,7
Viet nam 13.504,8 14,2 81.860,7 85,8 95.365,6
ASEAN 327.531,8 26,4 914.754,6 73,6 1.242.286,4
Sumber: ASEAN database (www.asean.org)
D. Konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN

Sejalan dengan pesatnya dinamika hubungan antar-bangsa di berbagai

kawasan, ASEAN menyadari pentingnya integrasi negara-negara di Asia

Tenggara. Pada pertemuan informal para Kepala Negara ASEAN di Kuala

Lumpur tanggal 15 Desember 1997 disepakati ASEAN Vision 2020 yang

kemudian ditindaklanjuti dengan pertemuan di Hanoi yang menghasilkan Hanoi

Plan of Action (HPA). Visi 2020 termasuk HPA berisi antara lain: kondisi yang

ingin diwujudkan di beberapa bidang, seperti orientasi ke luar, hidup

berdampingan secara damai dan menciptakan perdamian internasional. Beberapa

agenda kegiatan yang akan dilaksanakan untuk merealisasikan Visi 2020 adalah

dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, ekonomi, lingkungan

hidup, sosial, teknologi, hak cipta intelektual, keamanan dan perdamaian, serta

turisme melalui serangkaian aksi bersama dalam bentuk hubungan kerjasama yang

baik dan saling menguntungkan diantara negaranegara anggota ASEAN.

Selanjutnya pada KTT ASEAN ke 9 di Bali pada tahun 2003 dihasilkan

Bali Concord II, yang enyepakati pembentukan ASEAN Community untuk

mempererat integrasi ASEAN. Terdapat tiga komunitas dalam ASEAN

Community yang disesuaikan dengan tiga pilar didalam ASEAN Vision 2020,

yaitu pada bidang keamanan politik (ASEAN Political-Security Community),

ekonomi (ASEAN Economic Community), dan sosial budaya (ASEAN Socio-

Culture Community). MEA adalah tujuan akhir integrasi ekonomi seperti yang

dicanangkan dalam ASEAN Vision 2020, adalah :


"To create a stable, prosperous and highly competitive ASEAN economic

goods, services, investment, skill labor economic development and reduced

poverty and socio-economic disparities in year 2020."

Untuk membantu tercapainya integrasi ekonomi ASEAN melalui AEC, maka

dibuatlah AEC Blueprint yang memuat empat pilar utama yaitu :

1) ASEAN sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal yang didukung

dengan elemen aliran bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terdidik dan

aliran modal yang lebih bebas.

2) ASEAN sebagai kawasan dengan daya saing ekonomi tinggi, dengan elemen

peraturan kompetisi, perlindungan konsumen, hak atas kekayaan intelektual,

pengembangan infrastruktur, perpajakan, dan e-commerce.

3) ASEAN sebagai kawasan dengan pengembangan ekonomi yang merata dengan

elemen pengembangan usaha kecil dan menengah, dan prakarsa integrasi

ASEAN untuk negara-negara Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam.

4) ASEAN sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh dengan perekonomian

global dengan elemen pendekatan yang koheren dalam hubungan ekonomi di

luar kawasan, dan meningkatkan peran serta dalam jejaring produksi global.

Dengan berlakunya MEA 2015, berarti negara-negara ASEAN

menyepakati perwujudan integrasi ekonomi kawasan yang penerapannya mengacu

pada ASEAN Economic Community (AEC) Blueprint. AEC Blueprint merupakan

pedoman bagi negaranegara Anggota ASEAN dalam mewujudkan AEC 2015.

E. Dampak MEA
Gambaran karakteristik utama MEA adalah pasar tunggal dan basis

produksi; kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi; kawasan dengan

pembangunan ekonomi yang adil; dan kawasan yang terintegrasi ke dalam

ekonomi global. Dampak terciptanya MEA adalah terciptanya pasar bebas di

bidang permodalan, barang dan jasa, serta tenaga kerja. Konsekuensi atas

kesepakatan MEA yakni dampak aliran bebas barang bagi negara-negara ASEAN,

dampak arus bebas jasa, dampak arus bebas investasi, dampak arus tenaga kerja

terampil, dan dampak arus bebas modal.

Dari karakter dan dampak MEA tersebut di atas sebenarnya ada peluang

dari momentum MEA yang bisa diraih Indonesia. Dengan adanya MEA

diharapkan perekonomian Indonesia menjadi lebih baik. Salah satunya pemasaran

barang dan jasa dari Indonesia dapat memperluas jangkauan ke negara ASEAN

lainnya. Pangsa pasar yang ada di Indonesia adalah 250 juta orang. Pada MEA,

pangsa pasar ASEAN sejumlah 625 juta orang bisa disasar oleh Indonesia. Jadi,

Indonesia memiliki kesempatan lebih luas untuk memasuki pasar yang lebih luas.

Ekspor dan impor juga dapat dilakukan dengan biaya yang lebih murah. Tenaga

kerja dari negara-negara lain di ASEAN bisa bebas bekerja di Indonesia.

Sebaliknya, tenaga kerja Indonesia (TKI) juga bisa bebas bekerja di negara-negara

lain di ASEAN.

Dampak Positif lainnya yaitu investor Indonesia dapat memperluas ruang

investasinya tanpa ada batasan ruang antar negara anggota ASEAN. Begitu pula

kita dapat menarik investasi dari para pemodal-pemodal ASEAN. Para pengusaha

akan semakin kreatif karena persaingan yang ketat dan para professional akan
semakin meningkatakan tingkat skill, kompetansi dan profesionalitas yang

dimilikinya.

Namun, selain peluang yang terlihat di depan mata, ada pula hambatan

menghadapi MEA yang harus kita perhatikan. Hambatan tersebut di antaranya :

pertama, mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, di mana hingga Febuari

2014 jumlah pekerja berpendidikan SMP atau dibawahnya tercatat sebanyak 76,4

juta orang atau sekitar 64 persen dari total 118 juta pekerja di Indonesia. Kedua,

ketersediaan dan kualitas infrastuktur masih kurang sehingga mempengaruhi

kelancaran arus barang dan jasa. Menurut Global Competitiveness Index (GCI)

2014, kualitas infrastruktur kita masih tertinggal dibandingkan negara Singapura,

Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand. .Ketiga, sektor industri yang rapuh

karena ketergantungan impor bahan baku dan setengah jadi. Keempat,

keterbatasan pasokan energi. Kelima, lemahnya Indonesia menghadapi serbuan

impor, dan sekarang produk impor Tiongkok sudah membanjiri Indonesia.

Apabila hambatan-hambatan tadi tidak diatasi maka dikhawatirkan MEA justru

akan menjadi ancaman bagi Indonesia.

F. MEA dan Kebijakan Pemerintah

Menjelang MEA yang sudah di depan mata, pemerintah Indonesia

diharapkan dapat mempersiapkan langkah strategis dalam sektor tenaga kerja,

sektor infrastuktur, dan sektor industri. Dalam menghadapi MEA, Pemerintah

Indonesia menyiapkan respon kebijakan yang berkaitan dengan Pengembangan

Industri Nasional, Pengembangan Infrastruktur, Pengembangan Logistik,

Pengembangan Investasi, dan Pengembangan Perdagangan. Selain hal tersebut


masing-masing Kementrian dan Lembaga berusaha mengantisipasi MEA dengan

langkah-langkah strategis.

Pemerintah berusaha mengubah paradigma kebijakan yang lebih mengarah

ke kewirausahaan dengan mengedepankan kepentingan nasional. Untuk bisa

menghadapi persaingan MEA, tidak hanya swasta (pelaku usaha) yang dituntut

harus siap namun juga pemerintah dalam bentuk kebijakan yang pro pengusaha.

Negara lain sudah berpikir secara entrepreneurial (wirausaha), bagaimana

agar pemerintah  berjalan dan berfungsi laksana sebuah

organisasi entrepreneurship yang berorientasi pada hasil. Maka dengan

momentum MEA ini sudah tiba saatnya pemerintah Indonesia mengubah pola

pikir lama yang cenderung birokratis dengan pola pikirentrepreneurship yang

lebih taktis, efektif dan efisien. Sebagai contohnya adalah kebijakan subsidi

Bahan Bakar Minyak (BBM) sebesar Rp 300 triliun (US$ 30 miliar) yang kurang

produktif diarahkan kepada pembiayayaan yang lebih produktif misalnya investasi

infrastruktur.

Dalam bidang pendidikan, Pemerintah juga dapat melakukan

pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Pendidikan

sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi jawaban

terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu meningkatkan standar

mutu sekolah menjadi keharusan agar lulusannya siap menghadapi persaingan.

Kegiatan sosialisasi pada masyarakat juga harus ditingkatkan misalnya dengan

Iklan Layanan Masyarakat tentang MEA yang berusaha menambah kesiapan

masyarakat menghadapinya.
Dalam bidang Perindustrian, Menteri Perindustrian Saleh Husin juga

memaparkan strategi Kementrian Perindustrian menghadapi MEA yaitu dengan

strategi ofensif dan defensif. Strategi ofensif yang dimaksud meliputi penyiapan

produk-produk unggulan. Dari pemetaan Kemenperin, produk unggulan dimaksud

adalah industri agro seperti kakao, karet, minyak sawit, tekstil dan produk tekstil,

alas kaki kulit, mebel, makanan dan minimum, pupuk dan petrokimia, otomotif,

mesin dan peralatan, serta produk logam, besi, dan baja. Adapun strategi

defensive dilakukan melalui penyusunan Standar Nasional Indonesia untuk

produk-produk manufaktur.

Menteri Perdagangan, Rachmat Gobel punya langkah-langkah yang akan

dilakukan untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2019. Salah

satunya adalah mencanangkan Nawa Cita Kementerian Perdagangan, dengan

menetapkan target ekspor sebesar tiga kali lipat selama lima tahun ke depan. Cara

tersebut bisa dilakukan dengan membangun 5.000 pasar, pengembangan Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta peningkatan penggunaan produk

dalam negeri. Adapun target ekspor pada 2015 dibidik sebesar US$192,5 miliar.

Selanjutnya pemerintah juga menyiapkan strategi subsititusi impor untuk

meningkatkan ekspor, dan memberi nilai tambah produk dalam negeri. Pada saat

ini 65 persen ekspor produk Indonesia masih mengandalkan komoditas

mentah.Pemerintah berusaha membalik struktur ekspor ini yaitu dari komoditi

primer ke manufaktur, dengan komposisi 35 persen komoditas dan 65 persen

manufaktur. Oleh karena itu, industri manufaktur diharapkan tumbuh dan fokus

pada peningkatan kapasitas produksi, untuk meningkatkan ekspor sampai 2019.


Pemerintah juga mendekati industri yang berpotensi menyumbang

peningkatan ekspor, misalnya industri otomotif. Diketahui, industri otomotif

berencana mengekspor 50 ribu sepeda motor ke Filipina. Kementerian

Perdagangan juga mendorong sektor mebel untuk semakin menggenjot ekspornya.

Selain itu, sektor perikanan juga memberikan optimisme terhadap peningkatan

ekspor Indonesia.

Tak hanya itu, pemerintah juga akan memperkuat produk UKM dengan

membina melalui kemasan, sertifikasi halal, pendaftaran merek, dan

meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Lalu, mereka juga memfasilitasi

pelaku UKM dalam pameran berskala internasional. Melalui fasilitas itu,

Kementerian Perdagangan berharap, produk serta merek yang dibangun oleh

pelaku UKM di Indonesia dapat dikenal secara global.

G. Posisi Indonesia Dalam MEA

Guna menyambut era perdagangan bebas ASEAN di ke-12 sektor yang

telah disepakati, Indonesia telah melahirkan regulasi penting yaitu UU No 7

Tahun 2014 tentang Perdagangan yang telah diperkenalkan ke masyarakat

sebagai salah satu strategi Indonesia membendung membanjirnya produk impor

masuk ke Indonesia. UU ini antara lain mengatur ketentuan umum tentang

perijinan bagi pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan perdagangan agar

menggunakan bahasa Indonesia didalam pelabelan, dan peningkatan penggunaan

produk dalam negeri. Melalui UU ini pula pemerintah diwajibkan mengendalikan

ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia. Kemudian

menentukan larangan atau pembatasan barang dan jasa untuk kepentingan

nasional misalnya untuk melindungi keamanan nasional.


Regulasi tersebut terasa penting bila mempertimbangkan kondisi

perdagangan Indonesia selama ini belum optimal memanfaatkan potensi pasar

ASEAN. Pada periode Januari-Agustus 2013 misalnya, ekspor Indonesia ke pasar

ASEAN baru mencapai 23% dari nilai total ekspor Hal ini antara lain karena

tujuan ekspor Indonesia masih terfokus pada pasar tradisional seperti Amerika

Serikat, Tiongkok dan Jepang. Tingkat utilitisasi preferensi tarif ASEAN yang

digunakan eksportir Indonesia untuk penetrasi ke pasar ASEAN baru mencapai

34,4%. Peringkat Indonesia menurut global competitivenes index masih berada

pada posisi ke-38 dari 148 negara. Sementara Singapura menempati posisi ke 2,

Malaysia di posisi ke 24, Thailand di posisi 37, Vietnam ke 70 dan Filipina di

posisi 59.

Ketatnya persaingan di pasar ASEAN lebih jauh dapat disimak dari

kinerja perdagangan Indonesia di tahun 2014. Sampai bulan Maret 2014,

transaksi perdagangan Indonesia surplus hingga 673,2 juta dolar AS. Surplus

didapat dari selisih antara nilai ekspor yang mencapai 15,21 miliar dengan impor

14,54 miliar dolar AS. Surplus Maret ini adalah yang kedua setelah bulan Februari

sebesar 843,4 juta dolar AS. Namun demikian, Indonesia perlu memberi perhatian

khusus terhadap transaksi dagang dengan Thailand yang akan bersama-sama

terlibat dalam MEA 2015. Pada Maret 2014 ini, Indonesia mengalami defisit

dagang dengan Thailand sampai 1,048 miliar dolar AS.

Lebih jauh lagi, surplus perdagangan Indonesia pada bulan 2014 ini belum

mencerminkan kekuatan struktur ekspor Indonesia. Industri pengolahan produk

ekspor masih bergantung pada bahan baku impor. Kondisi ini sangat rentan

karena berarti Indonesia sangat bergantung pada ketersediaan baku dunia. Karena
itu arah kebijakan ekonomi Indonesia mulai tahun 2015 harus lebih jelas seiring

dengan berlakunya pasar bebas ASEAN.

Karenanya, menghadapi MEA 2015, Indonesia masih mempunyai

berbagai pekerjaan rumah yang harus ditingkatkan agar tetap mempunyai daya

saing. Untuk pilar sosial budaya, Indonesia masih perlu kerja keras mengingat

masih banyak warga Indonesia yang belum mengetahui tentang ASEAN.

Padahal salah satu kunci keberhasilan MEA adalah konektivitas atau kontak

antara satu warga negara dengan warga negara ASEAN lainnya. Pemahaman

warga negara di Asia Tenggara terhadap MEA belum sampai 80 persen. Karena

itu, sosialisasi MEA menjadi sangat penting terhadap seluruh warga negara

Indonesia yang memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN. Kekuatiran yang

muncul adalah, Indonesia hanya akan menjadi pasar bagi produk sejenis dari

negara ASEAN lainnya.

Untuk pilar ekonomi, Indonesia juga masih harus meningkatkan daya

produk Indonesia. Indonesia masih harus mengembangkan industri yang berbasis

nilai tambah. Oleh karena itu Indonesia perlu kerja keras melakukan hilirisasi

produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi produsen yang dapat diandalkan

mulai dari pertanian, kelautan dan perkebunan. Tetapi semua produk tersebut

belum sampai ke hilir untuk mengurangi inpor barang jadi, sebab Indonesia telah

memiliki bahan baku yang cukup.

Dari sisi liberalisasi perdagangan, produk Indonesia praktis tidak terlalu

menghadapi masalah sebab hampir 80 persen perdagangan Indonesia sudah bebas

hambatan. Bahkan ekonomi yang berbasis kerakyatan (UMKM) berpeluang

menembus pasar negara ASEAN. Pemerintah telah melakukan upaya percepatan


pemerataan pembangunan sebagai bagian dari penguatan ekonomi kerakyatan.

Antara tahun 2011- 2013, investasi Indonesia banyak diarahkan pada wilayah-

wilayah di luar pulau Jawa dengan memberikan rangsangan tax holiday. Dengan

demikian, pusat pertumbuhan ekonomi di masa depan bukan hanya terpusat di

Jawa saja tetapi juga di luar Jawa. Usaha lain yang dilakukan pemerintah adalah

dengan membentuk kluster untuk pembinaan UMKM agar memiliki daya saing.

Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi tetapi juga peluang. Sektor-

sektor yang akan menjadi unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber

Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini

merupakan sektor terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-negara

ASEAN yang lain. Selain itu, dampak masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke

Indonesia harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

H. Kesimpulan

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan satu pasar tunggal

dikawasan Asia Tenggara, bertujuan untuk meningkatkan investasi asing di

kawasan Asia Tenggara. Pertemuan di Bali pada tahun 2003 yang dihadiri oleh

negara-negara anggota ASEAN gagasan untuk mewujudkan cita-cita kawasan

yang memiliki integritas ekonomi kuat mulai dirancang langkah awal dan

diprediksikan akan dimulai pada tahun 2020, namun dengan kesungguhan maka

MEA dimulai pada 2015. MEA selaku wadah bagi negara – negara ASEAN

memiliku tujuan umum untuk meningkatkan stabiitas perekonomian Asia

Tenggara dan juga membangan kawasan pasar bebas di Asia Tenggara. Kegiatan

besar ini memiliki berbagai dampak bagi seluruh yang terlibat mulai dari dampak

postif dan negatif bagi yang tidak mampu mengikuti dan tidak mampu bersaing
dengan negara lain. Indonesia harus memiliki kekuatan tersendiri guna

menghadapi MEA. Menghadapi perdagangan bebas ASEAN, langkah pertama

yang harus dilakukan pemerintah adalah meningkatkan daya saing produk

Indonesia mengingat jumlah penduduk Indoonesia yang sangat besar berpotensi

menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara tetangga. Peningkatan daya saing

ini mencakup baik produk unggulan maupun yang bukan unggulan. Di

samping itu, parlemen Indonesia dapat membantu tugas pemerintah dimaksud

dengan mempersiapkan berbagai regulasi yang bertujuan melindungi pasar

Indonesia dari serbuan barang produk negara-negara ASEAN. Langkah

semacam ini bukan dimaksudkan sebagai langkah proteksi terhadap pasar

Indonesia tetapi semata- mata untuk mencari keseimbangan antara ekspor dan

impor.

Anda mungkin juga menyukai