Anda di halaman 1dari 9

FENITOIN

A. Monografi Obat
1. Indikasi: terapi pada semua jenis epilepsi, kecuali petit mal; status epileptikus
2. Peringatan: hati-hati pada gangguan fungsi hati (dosis diturunkan), hindari pemutusan
obat dengan tiba-tlba, hindari pada porifiria.
3. Kategori risiko ibu hamil dan menyusui: D
4. Kategori risiko ibu menyusui: terdapat dalam air susu ibu (ASI). Sebaiknya dihindari.
5. Efeksamping: gangguan saluran cema, pusing, nyeri kepala, tremor, insomnia,
neuropati perifer, hipertrofi gingival, ataksia, bicara tak jelas, nistagmus, penglihatan
kabur, ruam, akne, hirsutisme, demam, hepatitis, lupus eritematosus, eritema
multiform, efek hematologik (leucopenia, trombositopenia, agranulositosis).
6. Dosis: oral: dosis awal 3-4 mg/kg/hari atau 150- 300 mg/hari, dosis tunggal atau
terbagi 2 kali sehari. Dapat dinaikkan bertahap. Dosis lazim: 300-400 mg/hari,
maksimal 600 mg/hari. Status epileptikus: i.v. lambat atau infus, 15 mg/kg, kecepatan
maksimal 50 mg/menit (loading dose). Dosis pemeliharaan sekitar 100 mg diberikan
sesudahnya, interval 6-8 jam. Monitor kadar plasma. Pengurangan dosis berdasar berat
badan.
7. ANAK: 5-8 mg/kg/hari, dosis tunggal/terbagi 2 kali sehari.

Departemen Kesehatan.2009. Pelayanan kefarmasian untuk orang dengan gangguan epilepsi. Jakarta: Departemen Kesehatan
B. PENDAHULUAN
• Fenitoin adalah senyawa hidantoin yang termasuk golongan barbiturat yang
digunakan untuk pengobatan kejang.
• Fenitoin merupakan antikonvulsan yang efektif untuk pengobatan kronis tonik-
klonik (grand mal) atau kejang parsial dan pengobatan akut .
• Fenitoin adalah antiaritmia tipe 1B dan juga digunakan dalam pengobatan
neuralgia trigeminal.
• Konsentrasi terapeutik serum fenitoin total (tidak terikat + terikat) untuk
pengobatan kejang adalah 10-20 μ / mL.
• Fenitoin terikat (~ 90%) ke albumin, sehingga rentan terhadap perpindahan
pengikatan protein plasma. Oleh karena itu, konsentrasi fenitoin tidak terikat atau
"bebas“ tersedia secara luas.

Author : Larry A Bauer


Daftar Pustaka : Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics (2 nd Ed). New York: Mc. Graw Hill Medical Companies. Inc.
BASIC CLINICAL PHARMACOKINETIC
PARAMETERS
• Fenitoin dimetabolisme oleh hati (> 95%).
• Sekitar 5% dari dosis fenitoin ditemukan dalam urin sebagai obat yang tidak berubah.
Fenitoin mengikuti persamaan Michaelis-Menten atau farmakokinetik jenuh. Ini
adalah jenisnya farmakokinetik nonlinier yang terjadi ketika jumlah molekul obat
berlebihan atau menjenuhkan kemampuan enzim untuk memetabolisme obat
• Implikasi klinis farmakokinetik Michaelis-Menten adalah nilai klirensnya tidak
konstan seperti pada farmakokinetik linier, tetapi konsentrasinya tergantung dosis
• Volume distribusi fenitoin (V = 0,7 L / kg) tidak dipengaruhi oleh metabolisme jenuh
dan masih ditentukan oleh volume fisiologis darah (VB) dan jaringan (VT) juga
dipngaruhi oleh konsentrasi obat yang tidak terikat dalam darah (fB) dan jaringan
(fT):
V = VB + (fB / fT) VT.
• Waktu paruh (t1/2) dipengaruhi oleh nilai klirens dan volume distribusi.
t1/2 = (0.693 ⋅ V) / Cl.

Author : Larry A Bauer


Daftar Pustaka : Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics (2 nd Ed). New York: Mc. Graw Hill Medical Companies. Inc.
• Bioavaibilitas fenitoin sangat baik untuk bentuk sediaan kapsul, tablet, dan
suspensi yaitu mendekati 100% .
• Dosis oral tunggal 800 mg atau lebih menghasilkan waktu yang lebih lama
untuk konsentrasi maksimal terjadi (Tmax) dan penurunan ketersediaan hayati.
• Jika fenitoin diberika secara oral,dosis total yang umum adalah 1000 mg
diberikan sebanyak 400 mg, 300 mg, dan 300 mg dipisahkan dengan interval
waktu 6 jam.
• Loading dose yang direkomendasikan untuk fenitoin adalah 15-20 mg / kg
dari 1000 mg untuk kebanyakan pasien dewasa.
• Dosis pemeliharaan awal yang biasa adalah 5–10 mg / kg / hari untuk anak-anak
(6 bulan-16 tahun) dan 4–6 mg / kg / hari untuk orang dewasa.
• Untuk orang dewasa yang paling banyak diresepkan dosisnya adalah 300-400
mg / hari fenitoin.

Author : Larry A Bauer


Daftar Pustaka : Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics (2 nd Ed). New York: Mc. Graw Hill Medical Companies. Inc.
PENGARUH KONDISI PENYAKIT TERHADAP
PARAMETER FARMAKOKINETIKA
• Orang dewasa tanpa penyakit , dengan fungsi hati dan ginjal normal serta pengikatan protein
plasma normal (~ 90%), memiliki rata-rata nilai Vmax 7 mg / kg / hari (kisaran: 1,5–14 mg / kg / hari)
dan Km 4 μg / mL (kisaran: 1–15 μg / mL) . Parameter Michaelis-Menten untuk anak kecil (6 bulan -
6 tahun) adalah Vmax = 12 mg / kg / d dan Km = 6 μg / mL Sedangkan untuk anak yang lebih besar
(7–16 tahun) Vmax = 9 mg / kg / d dan Km = 6 μg / mL.
• Pasien dengan sirosis hati atau hepatitis akut menyebabkan turunnya nilai klirens fenitoin,akibat
kerusakan sel hati. Rusaknya sel hati fungsional menyebabkan CYP2C9 dan CYP2C19 menurun
sehingga memetabolisme obat menurun. Volume distribusinya lebih besar karena berkurangnya
ikatan protein plasma. Pengikatan protein berkurang dan fraksi yang tidak terikat meningkat karena
hipoalbuminemia atau hiperbilirubinemia (terutama albumin ≤3 g / dL dan / atau bilirubin total ≥2
mg / dL).

Author : Larry A Bauer


Daftar Pustaka : Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics (2 nd Ed). New York: Mc. Graw Hill Medical Companies. Inc.
• Orang tua yang berusia di atas 65 tahun mengalami penurunan kapasitas untuk
bermetabolisme fenitoin, kemungkinan karena hilangnya parenkim hati terkait usia yang
mengakibatkan penurunan jumlah CYP2C9 dan CYP2C19.Pasien yang lebih tua juga
mungkin mengalami hipoalbuminemia dengan hasil penurunan ikatan protein plasma
dan peningkatan fraksi tidak terikat. Karena perubahan farmakokinetik dan
farmakodinamik ini , dokter cenderung meresepkan dosis awal fenitoin yang lebih
rendah untuk yang lebih tua pasien (~ 200 mg / hari).
• Pasien penyakit ginjal stadium akhir dengan klirens kreatinin <10–15 mL / menit
mengalami zat tak teridentifikasi dalam darah mereka yang menggantikan fenitoin dari
pengikatan terhadap protein plasma. Senyawa yang tidak diketahui ini tidak dapat
dihilangkan dengan dialisis. Oleh karena itu diperlukan pemantauan konsentrasi serum
fenitoin tidak terikat dalam menentukan kebutuhan dosis untuk pasien gagal ginjal.
• Hemodialisis tidak dapat menghilangkan cukup fenitoin jadi dalam beberapa kasus dosis
fenitoin tambahan mungkin diperlukan

Author : Larry A Bauer


Daftar Pustaka : Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics (2 nd Ed). New York: Mc. Graw Hill Medical Companies. Inc.
INTERAKSI OBAT

• Karena fenitoin dimetabolisme oleh CYP2C9 dan CYP2C19, menyebabkan


fenitoin rentan untuk berinteraksi dengan obat yang menghambat enzim
mikrosomal hati.
• Simetidin, asam valproik, amiodarone, choramphenicol, isoniazid,
disulfiram, dan omeprazole telah dilaporkan menghambat metabolisme
fenitoin dan meningkatkan konsentrasi serum fenitoin.
• Fenitoin juga merupakan penginduksi enzim hati berbasis luas yang
mempengaruhi sebagian besar sistem sitokrom P450. Obat dengan
rentang terapeutik sempit dapat meningkatkan metabolisme secara
bersamaan, seperti karbamazepin, fenobarbital, siklosporin, tacrolimus,
dan warfarin.
• Ketika terapi fenitoin ditambahkan ke rejimen pengobatan untuk seorang
pasien, tinjauan komprehensif untuk interaksi obat harus dilakukan.
Author : Larry A Bauer
Daftar Pustaka : Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics (2 nd Ed). New York: Mc. Graw Hill Medical Companies. Inc.
METODE PENENTUAN DOSIS AWAL
• Metode dosis farmakokinetik adalah metode yang paling fleksibel. Metode ini
memungkinkan konsentrasi serum target individual dipilih untuk pasien, dan
setiap parameter farmakokinetik dapat disesuaikan yang mencerminkan
keadaan dan kondisi penyakit tertentu yang ada pada pasien.
• Dosis yang direkomendasikan berdasarkan literatur adalah metode yang
sangat umum digunakan untuk meresepkan dosis awal fenitoin. Dosis
didasarkan pada dosis yang biasanya menghasilkan konsentrasi keadaan stabil
di ujung bawah kisaran terapeutik, meskipun terdapat variasi yang luas dalam
konsentrasi aktual untuk pasien tertentu.

Author : Larry A Bauer


Daftar Pustaka : Bauer, L.A. 2008. Applied Clinical Pharmacokinetics (2 nd Ed). New York: Mc. Graw Hill Medical Companies. Inc.

Anda mungkin juga menyukai