Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

PERUNDANG-UNDANGAN & ETIKA PROFESI APOTEKER


“JUAL BEBAS OBAT PSIKOTROPIKA, APOTEK DI
YOGYAKARTA DITUTUP”

Oleh:

SITI NOOR ASYIKIN HAQQI


2241012078

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
PENDAHULUAN

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoatif melalui pangaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat digunakan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. Psikotropika mempunyai
potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan dan digolongkan menjadi kelompok :

1. Psikotropika Golongan 1
Kegunaan psikotropika golongan 1 hanya ditujukan untuk ilmu pengetahun,
dilarang diproduksi, dan tidak digunakan untuk terapi pengobatan dikarenakan potensi
ketergantungan yang sangat kuat. Contohnya : Ekstasi, shabu, metilen dioksi
metamfetamin, Lisergid Acid Diathylamine (LSD), dan lain-lain.
2. Psikotropika Golongan 2
Merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Amfetamin, metamfetamin,
metakualon.
3. Psikotropika Golongan 3
Merupakan psikotropik yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Flunitrazepam, pentobarbital,
amobarbital, fenobarbital.
4. Psikotropika Golongan 4
Merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Apprazolam,
diazepam, klobazam, klorazepam, bromazepam, lorasepam.

Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan yang diatur dalam
Undang-Undang No.5 Tahun 1997. Penyaluran psikotropika menurut pasal 12 hanya dapat
dilakukan oleh :
a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan.
b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan.
c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit Pemerintah,
puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah.

Penyerahan psikotropika menurut Undang-Undang No.5 Tahun 1997 Pasal 14 dalam


rangka peredaran hanya dapat dilakukan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai
pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada
apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada
pengguna/pasien. Penyerahan psikotropika oleh rumah sakit, balai pengobatan, puskesmas
dilakukan kepada pengguna /pasien. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit,
puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Psikotropika yang
diserahkan dokter hanya dapat diperoleh dari apotek.
CONTOH KASUS
Jual Bebas Obat Psikotropika, Apotek di Yogyakarta Ditutup

Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, menutup satu


apotek yang beroperasi di Jalan Parangtritis karena telah melakukan pelanggaran dengan
menjual bebas obat-obatan psikotropika. Penutupan sementara apotek yang dilakukan pada
awal Juni 2019 ini, karena pemilik apotek menjual secara bebas obat psikotropika tersebut
tanpa apa resep dokter serta tidak melakukan pencatatan terhadap siapa obat-obatan itu dijual.
Sanksi terhadap apotek yang menjual bebas obat psikotropika berupa penutupan usaha tiga
bulan itu merupakan sanksi terpanjang (lama penutupan) bagi pemilik apotek, dan untuk
selanjutnya pengusaha akan mendapat pembinaan.
Informasi penjualan obat psikotropika sebelum dilakukan penutupan apotek itu
berawal dari laporan pihak distributor farmasi yang mencurigai pembelian obat-obatan jenis
prikotropika oleh apotek tersebut dalam jumlah banyak. Namun, ketika dikonfirmasi kepada
pengelola apotek mereka tidak bisa menunjukkan resep obat-obatan tersebut, sehingga apotek
yang sudah beroperasi sekitar dua tahun tersebut melanggar prosedur dalam menjual obat-
obatan. Setelah tiga bulan menjalani sanksi, apotek tersebut tetap diperbolehkan membuka
usaha kembali dengan catatan sebelumnya harus mengikuti tata cara pengelolaan obat-obatan
psikotropika dan narkotika dari Dinas Kesehatan.

ANALISIS KASUS
Dalam kasus diatas terjadi pelanggaran berupa pemberian obat psikotropika secara
bebas tanpa resep dokter, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1997
pasal 14 ayat (4) yang menyatakan bahwa “Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter”
Pelanggaran lain yang dilakukan apotek pada kasus tersebut adalah tidak memiliki
catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika, hal ini bertentangan
dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1997, pasal 33 yang menyatakan “Pabrik obat,
pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan,
wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang
berhubungan dengan psikotropika”.
Sanksi yang diberikan pada apotek pada kasus diatas berupa penutupan sementara
selama 3 bulan, menurut saya sanksi tersebut tidak cukup dikarena pemberian psiotropika
secara bebas tentunya membahayakan konsumen obat. Menurut Undang-Undang No.5 Tahun
1997, pasal 60 ayat (4), pemberian psikotropika secara bebas tanpa resep dokter dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 60.000.000 (Enam puluh juta rupiah).

Anda mungkin juga menyukai