Oleh:
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2022
PENDAHULUAN
Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang
berkhasiat psikoatif melalui pangaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan
perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat digunakan
untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau ilmu pengetahuan. Psikotropika mempunyai
potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan dan digolongkan menjadi kelompok :
1. Psikotropika Golongan 1
Kegunaan psikotropika golongan 1 hanya ditujukan untuk ilmu pengetahun,
dilarang diproduksi, dan tidak digunakan untuk terapi pengobatan dikarenakan potensi
ketergantungan yang sangat kuat. Contohnya : Ekstasi, shabu, metilen dioksi
metamfetamin, Lisergid Acid Diathylamine (LSD), dan lain-lain.
2. Psikotropika Golongan 2
Merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh : Amfetamin, metamfetamin,
metakualon.
3. Psikotropika Golongan 3
Merupakan psikotropik yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang
mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Flunitrazepam, pentobarbital,
amobarbital, fenobarbital.
4. Psikotropika Golongan 4
Merupakan psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas
digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: Apprazolam,
diazepam, klobazam, klorazepam, bromazepam, lorasepam.
Peredaran psikotropika terdiri dari penyaluran dan penyerahan yang diatur dalam
Undang-Undang No.5 Tahun 1997. Penyaluran psikotropika menurut pasal 12 hanya dapat
dilakukan oleh :
a. Pabrik obat kepada pedagang besar farmasi, apotek, sarana penyimpanan sediaan
farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga
pendidikan.
b. Pedagang besar farmasi kepada pedagang besar farmasi lainnya, apotek, sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit, dan lembaga penelitian
dan/atau lembaga pendidikan.
c. Sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah kepada rumah sakit Pemerintah,
puskesmas dan balai pengobatan Pemerintah.
ANALISIS KASUS
Dalam kasus diatas terjadi pelanggaran berupa pemberian obat psikotropika secara
bebas tanpa resep dokter, hal ini bertentangan dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1997
pasal 14 ayat (4) yang menyatakan bahwa “Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah
sakit, puskesmas, dan balai pengobatan dilaksanakan berdasarkan resep dokter”
Pelanggaran lain yang dilakukan apotek pada kasus tersebut adalah tidak memiliki
catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika, hal ini bertentangan
dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1997, pasal 33 yang menyatakan “Pabrik obat,
pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, apotek, rumah
sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan,
wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan masing-masing yang
berhubungan dengan psikotropika”.
Sanksi yang diberikan pada apotek pada kasus diatas berupa penutupan sementara
selama 3 bulan, menurut saya sanksi tersebut tidak cukup dikarena pemberian psiotropika
secara bebas tentunya membahayakan konsumen obat. Menurut Undang-Undang No.5 Tahun
1997, pasal 60 ayat (4), pemberian psikotropika secara bebas tanpa resep dokter dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan pidana denda paling banyak
Rp. 60.000.000 (Enam puluh juta rupiah).