OLEH :
KELOMPOK 1
A10-B
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiratTuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya, sehingga makalah yang berjudul “Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit
Meningitis” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Adapun maksud dan tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai pedoman
bagi mahasiswa untuk mengetahui lebih dalam dan mampu menjelaskan tentang hal
tersebut serta dalam memenuhi tugas.
Disamping itu, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sebuah
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kami mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan di dalam
penulisan makalah ini. Demikian pula halnya, kami juga mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat konstruktif demi penyempurnaan makalah ini untuk selanjutnya dapat
menjadi lebih baik dan mempunyai potensi untuk dikembangkan.
Sebagai akhir kata, dengan selesainya makalah ini maka seluruh isi makalah ini
sepenuhnya menjadi tanggung jawab kami dan seberapapun sederhana peper ini, kami
harapkan mempunyai suatu manfaat bagi semua pihak.
Kelompok 1
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang....................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................. 2
1.3 Tujuan.................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Meningitis.............................................. 3
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................................ 32
3.2 Saran...................................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Universitas Sumatera Utara kontaminan), obat (NSAID, trimetoprim), Sarkoidosis,
sistemis lupus eritematosus (SLE), dan Bechet’s disease (Tidy,2009).
Meningitis juga dapat disebabkan oleh tindakan medis. 0,8 sampai 1,5% pasien
yang menjalani craniotomy mengalami meningitis. 4 sampai 17% pasien yang
memakai I.V. Cath. mengalami meningitis. 8% pasien yang memakai E. V. Cath.
mengalami meningitis. 5% pasien yang menjalani lumbar catheter mengalami
meningitis. Dan meningitis terjadi 1 dari setiap 50.000 kasus pasien yang menjalani
lumbar puncture (van de Beek, 2010). Secara keseluruhan, mortality rate pasien
meningitis adalah 21%, dengan kematian pasien pneumococcal meningitis lebih tinggi
dari pasien meningococcal meningitis (van de Beek, 2004). Di Afrika, antara tahun
1988 dan 1997, dilaporkan terdapat 704.000 kasus dengan jumlah kematian 100.000
orang. Diantara tahun 1998 dan 2002 dilaporkan adanya 224.000 kasus baru
meningococcal meningitis. Tetapi angka ini dapat saja lebih besar di kenyataan karena
kurang bagusnya sistem pelaporan penyakit. Sebagai tambahan, banyak orang
meninggal sebelum mencapai pusat kesehatan dan tidak tercatat sebagai pasien
meninggal dicatatan resmi (Centers for Disease Control and Prevention).
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Meningitis
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
c. Riwayat penyakit dahulu
Pengakajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan
adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi
pernahkah klien mengalami infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit, dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah saraf,
riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh imunologis pada masa
sebelmunya. Riwayat sakit TB paru perlu ditanyakan pada klien terutama
apabila adan keluhan batuk produktif dan pernah menjalani pengobatan obat
antituberkulosis yang sangat berguna untuk mengidentifikasi meningitis
tuberkulosa. Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,
sperti pemakaian obat kortikosteroid, pemakaian jenis-jenis antibiotik dan
reaksinya (untuk menilai resistensi pemakaian antibiotik) dapat menambah
komprehensifnya pengkajian. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung
pengkajian dari riwayat penyakit sekarang dan perupakan data dasar untuk
mengkaji lebih jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.
d. Riwayat kesehatan sekarang
1) Aktivitas
Gejala : Perasaan tidak enak (malaise). Tanda : ataksia, kelumpuhan,
gerakan involunter.
2) Sirkulasi
Gejala : Adanya riwayat kardiopatologi : endokarditis dan PJK. Tanda :
tekanan darah meningkat, nadi menurun, dan tekanan nadi berat, taikardi,
disritmia.
3) Eliminasi
Tanda : Inkontinensi dan atau retensi.
4) Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, sulit menelan. Tanda : anoreksia,
muntah, turgor kulit jelek dan membran mukosa kering.
5) Higiene
Tanda : Ketergantungan terhadap semua kebutuhan perawatan diri.
4
6) Neurosensori
Gejala : Sakit kepala, parestesia, terasa kaku pada persarafan yang terkena,
kehilangan sensasi, hiperalgesia, kejang, diplopia, fotofobia, ketulian dan
halusinasi penciuman. Tanda : letargi sampai kebingungan berat hingga
koma, delusi dan halusinasi, kehilangan memori, afasia,anisokor,
nistagmus,ptosis, kejang umum/lokal, hemiparese, tanda brudzinki positif
dan atau kernig positif, rigiditas nukal, babinski positif,reflek abdominal
menurun dan reflek kremastetik hilang pada laki-laki.
7) Nyeri/keamanan
Gejala : sakit kepala(berdenyut hebat, frontal). Tanda : gelisah, menangis.
8) Pernafasan
Gejala : riwayat infeksi sinus atau paru. Tanda : penin
e. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajia psikologis klien meningitis meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status
emosi, kognitif dan perilaku klien. Sebagian besar pengkajian ini dapat
diselesaikan melalui interaksi menyeluruh dengan klien dalam pelaksanaan
pengkajian lain dengan memberi pertanyaan dan tetap melakukan pengawasan
sepanjang waktu untuk menentukan kelayakan ekspresi emosi dan pikiran.
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk
menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan
peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya
dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Apakah ada dampak yang timbul pada klien, yaitu timbul seperti ketakutan atau
kecacatan, rasa cemas, rasa ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara
optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra tubuh).
Pengkajian mengenai mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan
klien selama masa stres meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan
5
masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan perilaku akibat
stres.
Karena klien harus menjalani rawat inap maka apakah keadaan ini
memberi dampak pada status ekonomi klien, karena biaya perawatan dan
pengobatan memerlukan dana yang tidak sedikit. Perawat juga memasukan
pengkajian terhadap fungsi neurologis dengan dampak gangguan neurologis
yang akan terjadi pada gaya hidup indivudu. Perspektif keperawatan dalam
mengkaji terdiri atas dua masalah, yaitu keterbatasan yang diakibatkan oleh
defisit neurologis dalam hubungannya dengan peran sosial klien dan rencana
pelayanan yang akan mendukung adaptasi pada gangguan neurologis didalam
sistem dukungan individu.
Pada pengkajian klien anak, perlu diperhatikan dampak hospitalisasi pada
anak dan family center. Anak dengan meningitis sangat rentan terhadap
tindakan invasif yang sering dilakukan untuk mengurangi keluhan, hal ini stres
anak dan menyebabkan anak stres dan kurang kooperatif terhadap tindakan
keperawatan dan medis. Pengkajian psikososial yang terbaik dilaksanakan saat
mengobservasi anak-anak bermain atau selama berinteraksi dengan orang tua.
Anak-anak sering kali tidak mampu untuk mengekspresikan perasaan mereka
dan cenderung untuk memperlihtakan masalah mereka melalui tingkah laku.
f. Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan
klien, pemeriksaan fisik sngat berguna untuk mendukung data dari pengkajian
anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)
dengan fokus pada pemeriksaan B3 (brain) yang terarah dan dihubungkan
dengan keluhan-keluhan dari klien.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital. Pada
klien meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh lebih dari normal,
yaitu 38-40oC, dimulai dari fase sistemik, kemerahan, panas, kulit kering,
berkeringat. Keadaan ini biasanya dihubungkan dengan proses inflamasi dan
6
iritasi meningen yang sudah menggangu pusat pengaturan suhu tubuh.
Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan tanda-randa penigkatan
TIK. Apabila disertai peningkatan frekuensi pernapasan sering berhubungan
dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya infeksi pada sistem
pernapasan sebelum mengalami meningitis. Tekanan darah biasanya normal
atau meningkat karena tanda-tanda peningkatan TIK.
1) B1 (breathing)
Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak nafas, penggunaan
otot bantu nafas, dan peninngkatan frekuensi pernafasan yang sering
didapatkan pada klien meningitis yang disertai adanya gangguan pada
sistem pernafasan. Palpasi thoraks hanya dilakukan apabila terdapat
deformitas pada tulang dada pada klien dengan efusi pleura masif (jarang
terjadi pada klien meningitis). Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti
ronchi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan penyebaran
primer dari paru.
2) B2 (blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler terutama dilakukan pada klien
meningitis pada tahap lanjut seperti apabila klien sudah mengalami
renjatan (syok). Infeksi fulminating terjadi pada sekitar 10% klien dengan
meningitis meningokokus, dengan tanda-tanda septikemia:demam tinggi,
yang tiba-tiba mucul, lesi, purpura yang menyebar (sekitar wajah dan
ekstremitas) syok dan tand-tanda koagulasi intravaskuler diseminata.
Kematian mungkin terjadi dalam beberapa jam stelah serangan infeksi.
3) B3 (brain)
Pengkajian brain merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap
dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
g. Tingkat kesadaran
7
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningtis biasanya berkisar pada
tingkat tinggi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma
maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan
bahan evaluasi memantau pemberian asuhan keperawatan.
h. Fungsi serebi
Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, lain gaya
bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas motorik yang pada klien
meningitis tahap lanjut biasanya status mental klien mengalami perubahan.
i. Pemeriksaan saraf kranial
1) Saraf I. Biasanya pada klien meningitis tidak ada kelainan dan fungsi
penciuman tidak ada kelainan.
2) Saraf II. Tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Pemeriksaan
papiledema mungkin didapatkan terutama pada meningitis supuratif
disertai abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK berlangsung lama.
3) Saraf III,IV,VI. Pemeriksaan fungsi dan reaksi pu[il pada klien meningitis
yang tidak disertai penurunan kesadaran biasanya tanpa kelainan. Pada
tahap lanjut meningitis yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan. Dengan alasan
yang berlebihan terhadap cahaya.
4) Saraf V. Pada klien meningitis umumnya tidak didapatkan paralisis pada
otot wajah dan refleks kornea biasanya tidak ada kelainan.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menalan baik.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot strenokleidomastoideus dan trapezius.
Adanya usaha dari klien untuk melakukan fleksi leher dan kaku kuduk
(ringiditan nukal).
9) Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada
fasikulasi Indra pengecap normal.
8
10) Sistem Motorik
Kekuatan otot menurun, kontrol keseimbangan dan koordinasi pada
meningitis tahap lanjut mengalami perubahan.
j. Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum atau
periasteum derajat refleks pada respon normal. Refleks patologis akan
didapatkan pada klien meningitis dengan tingkat kesadaran koma. Adanya
refleks Babisnkis (+) merupakan tanda adanya lesi UMN
k. Gerakan Involunter
Tidak menemukan adanya tremor, kedutan saraf, dan distonia. Pada keadaan
tertentu klien biasanya mengalami kejang umum, terutama pada anak dengan
meningitis disertai peningkatan suhu tubuh yang tinggi. Kejang dan
peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekunder
akibat area fokal kortikal yang peka.
l. Sistem sensorik
Pemeriksaan sensorik pada meningitis biasanya didapatkan sensasi raba, nyeri,
dan suhu normal, tidak ada perasaan abnormal di permukaan tubuh. Sensai
propriopseptif dan deskriminatif normal
m. Pemeriksaan fisik lainnya terutama yang berhubungan dengan peningkatan
TIK. Tanda-tanda peningktakan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan
edema serebri terdiri atas perubahan karakteristik tanda-tanda vital
( melebarnya tekan pulsa dan bradikardia ), pernapasan tidak teratur, sakit
kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.
Adanya ruam merupakan salah satu cirri yang menyolok pada meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis ). Sekitar setengah dari semua klien dengan
tipe meningitis mengalami lesi-lesi pada kulit di antaranya ruam petekia dengan
lesi purpura sampai ekimiosis pada daerah yang luas.
Iritasi meninge mengakibat sejumlah tanda yang mudah dikenali yang
umumnya terlihat pada semua tipe meningitis. Tanda tersebut adalah rigiditas
9
nukal, tanda kernig (+) dan adanya tanda Brudzinski, Kaku kuduk adalah tanda
awal. Adanya upaya untuk fleksi kepala mengalami kesukaran karena adanya
spasme otot-otot leher. Fleksi paksaan menyebabkan nyeri berat.
Pemeriksaa untuk melihat adanya tanda kaku kuduk ( ringditas nukal).
Bila leher ditekuk secara pasif akan terdapat tahanan, sehingga dagu tidak dapat
menempel pada dada. Pemeriksaan untuk melihat adanya tanda kering. Cara
pemeriksaan dengan fleksi tungkai atas tegak lurus kemudian dicoba untuk
diluruskan tungkai bawah pada sendi lutut. Hasil normal didapatkan apabila
tungkai bawah membentuk sudut 135o terhadap tungkai atas. Hasil kering (+) bila
didapatkan ekstensi lutut pasif terdapat hambatan karena ada nyeri.
1. Tanda Kerning positif : ketika klien dibaringkan dengan paha dalam keadaan
fleksi kea rah abdomen, kaki tidak akan dapat diekstensikan sempurna.
2. Tanda Brudzinski : Tanda ini didapatkan apabila leher klien difleksikan, maka
dihasilkan fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ektremitas
bawah pada salah satu sisi, maka gerakan yang sama terlihat pada sisi
ektremitas yang berlawanan.
10
9. Resiko Cedera berhubungan dengan peningkatan kontraksi akibat kejang
10. Resiko Infeksi berhubungan dengan daya tahan tubuh berkurang
2.2.3 Intervensi
11
1. Monitor kecepatan, ritme, 2. Melihat apakah ada obstruksi di salah
kedalaman dan usaha klien saat satu bronkus atau adanya gangguan pada
bernafas ventilasi
2. Catat pergerakan dada, simetris 3. Mengetahui adanya sumbatan pada
atau tidak, menggunakan otot bantu jalan napas.
pernafasan 4. Memonitor keadaan pernapasan klien
3. Monitor suara nafas seperti
wheezing, ronkhi.
4. Monitor pola nafas: bradypnea,
tachypnea, hiperventilasi, respirasi
kussmaul, respirasi cheyne-stokes.
Intervensi Rasional
NIC Label : Airway Management NIC Label : Airway Management
1. Auskultasi bunyi nafas tambahan; 1. Adanya bunyi ronchi menandakan
ronchi, wheezing. terdapat penumpukan sekret atau sekret
berlebih di jalan nafas.
2. Berikan posisi yang nyaman untuk
12
mengurangi dispnea. 2. posisi memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya pernapasan.
3. Bersihkan sekret dari mulut dan
trakea; lakukan penghisapan 3. Mencegah obstruksi atau aspirasi..
sesuai keperluan.
4. Mengoptimalkan keseimbangan
4. Anjurkan asupan cairan adekuat. cairan dan membantu mengencerkan
sekret sehingga mudah dikeluarkan
5. Ajarkan batuk efektif
5. Fisioterapi dada/ back massage dapat
6. Kolaborasi pemberian oksigen
membantu menjatuhkan secret yang ada
7. Kolaborasi pemberian dijalan nafas.
13
(SaO2 dan SvO2) dan status dilakukan tindakan suction
hemodinamik (MAP dan irama
4. untuk melindungai tenaga kesehatan
jantung) sebelum, saat, dan
dan pasien dari penyebaran infeksi dan
setelah suction
memberikan pasien safety
NIC Label : Respiratory Monitoring
5. aliran tinggi bisa mencederai jalan
1. Pantau rate, irama, kedalaman,
nafas
dan usaha respirasi
14
oksigen tubuh.
15
diperlukan. NIC: Temperature Regulation
1. Untuk mempertahankan cairan dan nutrisi
pasien dan mencegah terjadinya dehidrasi
dan penurunan asupan nutrisi.
2. Agar pasien dapat membatasi aktivitasnya
dan dapat mengatasi keletihannya.
3. Agar pasien mengetahui tanda-tanda
hipertermi dan cara pencegahan yang
mudah dilakukan.
16
elektrolit. kehilangan cairan dan elektrolit.
3. Monitor adanya mual, muntah, dan 3. Mengurangi risiko kekurangan voume
diare. cairan semakin bertambah.
NIC Fluid Management NIC Fluid Management
1. Monitor status hidrasi (membran 1. Mengetahui perkembangan rehidrasi
mukus, tekanan ortostatik, 2. Untuk menilai antara intake dan output
keadekuatan denyut nadi). terjadi keseimbangan atau tidak.
2. Monitor keakuratan intake dan output 3. TTV merupakan acuan untuk
cairan. mengetahui keadaan umum pasien.
3. Monitor vital signs pasien. 4. Untuk mengetahui keadaan rehidrasi
4. Monitor pemberian terapi IV cairan sudah berjalan sesuai terapi atau
tidak.
17
nutrisi yang tepat dan sesuai. 4. Informasi yang diberikan dapat
5. Anjurkan pasien untuk memotivasi pasien untuk meningkatkan
mengkonsumsi makanan tinggi zat intake nutrisi.
besi seperti sayuran hijau 5. Zat besi dapat membantu tubuh sebagai
6. Anjurkan pasien untuk makan zat penambah darah sehingga mencegah
selagi hangat terjadinya anemia atau kekurangan darah
7. Delegatif pemberian terapi 6. Makanan dalam kondisi hangat dapat
antiemetik (Ondansentron 2×4 (k/p) menurunkan rasa mual sehingga intake
dan Sucralfat 3×1 CI) nutrisi dapat ditingkatkan.
8. Diskusikan dengan keluarga dan 7. Antiemetik dapat digunakan sebagai
pasien pentingnya intake nutrisi dan terapi farmakologis dalam manajemen
hal-hal yang menyebabkan mual dengan menghamabat sekres asam
penurunan berat badan. lambung.
9. Timbang berat badan pasien jika 8. Membantu memilih alternatif pemenuhan
memungkinan dengan teratur. nutrisi yang adekuat.
9. Dengan menimbang berat badan dapat
memantau peningkatan berat badan.
18
3. Menunjukan fungsi sensori motorik kranial yang utuh : tingkat kesadaran membaik,
tidak ada gerakan-gerakan involunter
Intervensi Rasional
1. Monitor adanya daerah tertentu yang 1. Untuk mengetahui adanya gangguan
hanya peka terhadap sistem saraf
panas/dingin/tumpul 2. Untuk mengetaui tindakan yang akan
2. Instruksikan keluarga untuk dilakukan selanjutnya.
mengobservasi kulit jika ada isi atau 3. Untuk mencegah terjadinya infeksi
laserasi 4. Untuk mencegah terjadinya peningkatan
3. Gunakan sarung tangan untuk tekanan Intrakranial
proteksi 5. Untuk membantu mempercepat
4. Batas gerakan pada kepala, leher da penyembuhan pasien
punggung 6. Untuk mencegah terjadinya peningkatan
5. Kolaborasi pemberian analgetik tekanan intrakranial akibat gumpalan
6. Monitor adanya tromboplebitis darah
7. Diskusikan mengenai penyebab 7. Untuk mengetahui adanya gangguan
perubahan sensasi pada saraf cranial
19
2. Observasi reaksi ketidaknyaman rasa nyeri.
secara nonverbal. 4. Untuk mengetahui apakah nyeri yang
3. Gunakan strategi komunikasi dirasakan klien berpengaruh terhadap
terapeutik untuk mengungkapkan yang lainnya.
pengalaman nyeri dan penerimaan 5. Untuk mengurangi factor yang dapat
klien terhadap respon nyeri. memperburuk nyeri yang dirasakan
4. Tentukan pengaruh pengalaman klien.
nyeri terhadap kualitas hidup (nfsu 6. Pemberian “health education” dapat
makan, tidur, aktivitas,mood, mengurangi tingkat kecemasan dan
hubungan sosial). membantu klien dalam membentuk
5. Tentukan faktor yang dapat mekanisme koping terhadap rasa nyeri.
memperburuk nyeri dan lakukan 7. Untuk mengurangi tingkat
evaluasi dengan klien dan tim ketidaknyamanan yang dirasakan klien.
kesehatan lain tentang ukuran 8. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
pengontrolan nyeri yang telah bertambah.
dilakukan. 9. Agar klien mampu menggunakan teknik
6. Berikan informasi tentang nyeri nonfarmakologi dalam memanagement
termasuk penyebab nyeri, berapa nyeri yang dirasakan.
lama nyeri akan hilang, antisipasi 10. Pemberian analgetik dapat mengurangi
terhadap ketidaknyamanan dari rasa nyeri pasien.
prosedur.
7. Control lingkungan yang dapat
mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien (suhu
ruangan, cahaya dan suara).
8. Hilangkan faktor presipitasi yang
dapat meningkatkan pengalaman
nyeri klien (ketakutan, kurang
pengetahuan).
9. Ajarkan cara penggunaan terapi
20
non farmakologi (distraksi, guide
imagery, relaksasi).
10. Kolaborasi pemberian analgetik.
21
1. Klien terbebas dari cedera.
2. Klien mampu menjelaskan cara untuk mencegah cedera.
3. Klien mampu menjelaskan faktor penyebab cedera dari lingkungan.
Intervensi Rasional
1. Sediakan lingkungan yang aman 1. Mencegah terjadinya risiko cedera.
untuk klien. 2. Menentukn kebutuhan klien terhadap dan
2. Identifikasi kebutuhan keamanan keamanan dan menentukan intervensi yang
klien, sesuai dengan kondisi fisik tepat.
dn fungsi kognitif klien dan 3. Mencegah resiko cedera.
riwayat penyakit terdahulu. 4. Mencegah resiko cedera.
3. Memasang side rail tempat tidur 5. Menghindari resiko cedera.
4. Jauhkan objek yang berbahaya dari 6. Mengurangi keletihan pada klien yang
lingkungan klien. dapat menyebabkan resiko cedera.
5. Jauhkan dari panjanan yang tidak 7. Membantu petugas kesehatan mengurangi
diperlukan seperti mengerikan dan resiko cedera untuk klien dari kebiasaan
panas. yang dilakukan dan faktor-faktor
6. Batasi pengunjung. penyebabnya.
7. Identifikasi kebiasaan dan faktor 8. Mengurangi resiko cedera berulang pada
resiko yang mempengaruhi untuk pasien.
cedera. 9. Mengurangi resiko cedera.
8. Cari informasi riwayat cedera 10. Melatih klien untuk meminimalisir faktor
pasien dari keluarga. penyebab resiko cedera.
9. Kunci roda dari kursi roda, tempat
tidur saat memindahkan klien.
10. Ajarkan klien bagaimana cara
duduk, berdiri, dan berjalan yang
aman untuk meminimalkan cedera
bila diperlukan.
22
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … x jam resiko infeksi dapat
teratasi.
Kriteria hasil:
1. Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi (Nyeri, kemerahan, panas, bengkak)
2. Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi.
3. Jumlah leukosit dalam batas normal (4.500-10.000 sel/mm3)
Intervensi Rasional
1. Bersihkan lingkungan setelah 1. Meminimalkan risiko infeksi.
dipakai klien lain. 2. Meminimalkan patogen yang ada di
2. Instruksikan pengunjung untuk sekeliling pasien.
mencuci tangan saat berkunjung 3. Mengurangi mikroba bakteri yang dapat
dan setelah berkunjung. menyebabkan infeksi.
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah 4. Untuk mencegah terjadinya infeksi
tindakan keperawatan. nosocomial.
4. Gunakan universal precaution dan 5. Untuk mencegah terjadinya infeksi.
gunakan sarung tangan selma 6. Untuk mengetahui tanda dan gejala
kontak dengan kulit yang tidak infeksi.
utuh. 7. Hasil laboratorium WBC menetukan
5. Observasi dan laporkan tanda dan apakah klien mengalami suatu infeksi.
gejala infeksi seperti kemerahan, 8. Untuk mencegah terjadinya infeksi.
panas, nyeri, tumor. 9. Agar tidak terjadi infeksi dan terpapar
6. Catat dan laporkan hasil oleh kuman atau bakteri.
laboratorium, WBC. 10. Memandirikan klien dan keluarga.
7. Kaji warna kulit, turgor dan 11. Agar keluarga pasien mengetahui tanda
tekstur, cuci kulit dengan hati-hati. dan gejala dari infeksi.
8. Ajarkan keluarga bagaimana 12. Pemberian antibiotik untuk mencegah
mencegah infeksi. timbulnya infeksi
9. Rawat luka dengan konsep steril.
10. Ajarkan klien dan keluarga untuk
melakukan perawatan luka.
23
11. Berikan penjelasan kepada klien
dan keluarga mengenai tanda dan
gejala dari infeksi.
12. Kolaborasi pemberian antibiotik.
2.2.4 Implementasi
Setelah rencana keperawatan dibuat, kemudian dilanjutkan dengan pelaksanaan.
Pelaksanaan rencana asuhan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan
yang diberikan dengan menerapkan pengetahuan dan kemampuan klinik yang
dimilki oleh perawatberdasarkan ilmu – ilmu keperawatan dan ilmu – ilmu
lainnya yang terkait. Seluruh perencanaan tindakan yang telah dibuat dapat
terlaksana dengan baik.
2.2.5 Evaluasi
No
Diagnosa Keperawatan Evaluasi
Diagnosa
1. Pola Napas Tidak Efektif S = Data yang disampaikan langsung oleh
berhubungan dengan peningkatan klien/keluarga
volume cairan diinterstitial
O O= Frekuensi, irama, kedalaman
pernapasan dalam batas normal, Tidak
menggunakan otot-otot bantu pernapasan
,Tanda-tanda vital dalam rentang normal
tergantung dari batasan usia (tekanan darah,
nadi, pernafasan) (TD 100/60 – 130/99
mmHg, nadi 60-100 x/menit, RR : 12-24
x/menit, suhu 36,5 – 37,5 C)
24
A = Apakah kriteria hasil pada intervensi
tercapai, tercapai sebagian dan /atau
tidak tercapai
25
– 37,5 0C), Nadi dalam rentang normal
(60-100 x/menit), RR dalam rentang
normal (12-24 x/menit), Tidak ada
peruabahan warna kulit dan tidak ada
pusing.
26
tercapai, tercapai sebagian dan /atau
tidak tercapai
27
rentang yang diharapkan
‐ Tidak ada ortostatikhipertensi
‐ Tidak ada tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial
Mendemostrasi kemampuan kognitif
yang ditandai dengan:
‐ Berkomunikasi dengan jelas dan
sesuai dengan kemampuan
‐ Menunjukan perhatian, konsentrasi
dan orentasi
Menunjukan fungsi sensori motorik
kranial yang utuh : tingkat kesadaran
membaik, tidak ada gerakan-gerakan
involunter
28
nyeri berkurang, Skala Nyeri 0-1 dalam
rentang skala NRC, Mampu mengontrol
nyeri.
A = Apakah kriteria hasil pada intervensi
tercapai, tercapai sebagian dan /atau
tidak tercapai
29
O = Klien terbebas dari cedera, Klien mampu
menjelaskan cara untuk mencegah cedera,
Klien mampu menjelaskan faktor penyebab
cedera dari lingkungan
30
modifikasi intervensi
BAB III
PENUTUP
1.4 Kesimpulan
Meningitis adalah suatu reksi keradangan yang mengenai satu atau semua apisan
selaput yang membungkus jaringan otak dan sumsum tulang belakang, yang
menimbulkan eksudasi berupa pus atau serosa. Disebabkan oleh bakteri spesifik atau
nonspesifik atau virus.
Kasus meningitis harus ditangani secepatnya karena dianggap sebagai kondisi
medis darurat. Meningitis bisa menyebabkan septikema dan ini bisa berujung pada
kematian. Gejala yang biasanya di tampakkan oleh penderita Meningitis adalah sakit
kepala, demam, sakit otot-otot, dan lain-lain.
1.5 Saran
Dengan adanya makalah yang kami buat ini tentang Konsep Asuhan
Keperawatan Penyakit Meningitis diharapkan pembaca dapat memperoleh manfaat dari
makalah yang kami buat. Jika ada pengembangan yang bermanfaat mohon untuk
dilayangkan pada penulis makalah ini karena masukan dari pembaca atau bapak/ ibu
dosen sangat mendukung demi kesempurnaan makalah yang kami buat.
31
DAFTAR PUSTAKA
Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & NANDA NIC NOC Jilid 3. Yogjakarta: Mediaction
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan: Dewan Pusat Pengurus Pusat PPNI
Bulechek, Gloria M, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi ke – 6.
Singapore: Elsevier
Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi ke – 5.
Singapore: Elsevier
32