Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH EPIDEMIOLOGI

“KEGIATAN PENYELIDIKAN WABAH”

Dosen Pengampu: Wafi Nur Muslihatun, S.SiT., M.Kes(Epid)

OLEH:

 Yosevita Ramadhan S. (P07124219031)


 Tiara Ayu Eka Pertiwi (P07124219032)
 Dyah Ayu Rahmawati (P07124219034)
 Windie Aprilia (P07124219036)
 Amaly Salsabila (P07124219037)
 Inas Nafi'ah (P07124219038)
 Rizka Anggun R (P07124219039)
 Lailya Nur Istiqomah (P07124219040)
 Estu Nur Hidayah (P07124219041)

PROGRAM STUDI STR KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKAERTA
2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Pertama segala puji bagi Allah yang telah memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Kegiatan Penyelidikan Wabah” tepat
pada waktu yang ditentukan.

Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi penugasan mata kuliah Epidemiologi.
Terimakasih kepada Ibu Wafi Nur Muslihatun, S.SiT., M.Kes (Epid) selaku dosen mata kuliah
Epidemiologi.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini.
Oleh karena itu penulis akan sangat menghargai kritikan dan saran untuk membangun karya
ilmiah setelah ini lebih baik lagi. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.

Yogyakarta, 13 Agustus 2022

penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.................................................................................................................................4
BAB I..........................................................................................................................................................5
PENDAHULUAN......................................................................................................................................5
A. Latar Belakang...................................................................................................................5
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................7
C. Tujuan Penelitian...............................................................................................................8
BAB II.............................................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................................................9
A. Tinjauan teori penyakit yang dilakukan penyelidikan KLB/wabah Kekerasan Pada
Anak................................................................................................................................................9
B. Langkah-langkah penyelidikan KLB/wabah.....................................................................15
C. Rekomendasi menurut Anda berdasarkan hasil temuan dan hasil review....................19
D. Peran yang dapat dilakukan oleh bidan.............................................................................23
E. Pelajaran yang dapat diambil oleh bidan dari kasus........................................................24
BAB III.........................................................................................................................................25
PENUTUP....................................................................................................................................25
A. Kesimpulan...........................................................................................................................25
B. Saran......................................................................................................................................25

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Perjalanan Klinis Kasus Campak………………………………………………13

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Penyakit campak dan rubella masih merupakan penyakit serius yang disebabkan
oleh virus.Penyakit ini dapat mengakibatkan hingga ke arah kematian.Pandemi campak
sudah dikenal di masa sebelum masehi. National Geographic Indonesia menyebut
campak sebagai salah satu penyakit menular paling mematikan di dunia dengan korban
jiwa mencapai 200 juta orang di seluruh dunia.Penyakit campak pertama kali
diidentifikasi lewat catatan tertulis pertama mengenai virus tersebut dari kalangan
ilmuwan Persia pada abad ke-9. Wabah ini pertama kali mengemuka di lingkup
komunitas global pada 1912, ketika Amerika Serikat mengumumkan campak sebagai
peristiwa nasional.(Aria, 2020)

Sebelum pengenalan vaksin pada tahun 1963 dan vaksinasi yang meluas, epidemi
besar terjadi kira-kira setiap 2-3 tahun dan dapat menyebabkan sekitar 2,6 juta kematian
setiap tahun.Kejadian penyakit campak masih umum di banyak negara berkembang,
terutama di beberapa bagian Afrika dan Asia. WHO pada tahun 2017 melaporkan angka
kejadian rubella di dunia mencapai 16.112 kasus. Negara dengan kasus rubella tertinggi
pada tahun 2017 terjadi di Indonesia yaitu sebanyak 4.327 kasus, selanjutnya India
dengan jumlah kasus sebanyak 2.946, dan Cina dengan jumlah kasus sebanyak
1.601.Lebih dari 140.000 orang meninggal karena campak pada tahun 2018. Sebagian
besar (lebih dari 95%) kematian akibat campak terjadi di negara-negara dengan
pendapatan per kapita rendah dan infrastruktur kesehatan yang lemah.Lebih dari 140.000
orang meninggal karena campak pada tahun 2018 dan kebanyakan anak-anak di bawah
usia 5 tahun.(WHO, 2019)

Dalam kurun waktu tahun 2010-2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus


Campak dan 30.463 kasus Rubella. Dalam kurun waktu 2015-2017 juga terjadi kasus
Rubella di beberapa provinsi di Indonesia.Rubella pada tahun 2017 dilaporkan di 19
provinsi dengan frekuensi sebanyak 79 kali.Pada tahun 2020 penyebaran kasus suspek
campak hampir terdapat di seluruh provinsi Indonesia, hanya 4 provinsi yang tidak
terdapat kasus suspek campak. Pada tahun 2020, terdapat 3.382 kasus suspek campak,

5
menurun jika dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 8.819 kasus. Kasus suspek campak
terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah (680 kasus), DKI Jakarta (596 kasus), dan DI
Yogyakarta (408 kasus). Proporsi kasus suspek campak terbesar terdapat pada kelompok
umur >14 tahun (28%), sedangkan proporsi kasus suspek terendah terdapat pada
kelompok umur 10-14 tahun sebesar 11,6% dan suspek dengan umur yang tidak
diketahui, dengan persentase 1,4%.(Hardhana, Sibuea and Widiantini, 2021)

Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan prevalensi kejadian


campak terbesar di Indonesia pada tahun 2017 yaitu sebesar 58,10 per 100.000 penduduk
dengan jumlah kasus 2.186.Kejadian Rubella meningkat sejak 2014, Kulonrprogo
memiliki insiden tertinggi, peningkatan kasus terjadi pada musim kemarau, 64,6% kasus
Rubella berusia di bawah lima belas tahun, dan meningkat dengan status sosial ekonomi
dan populasi padat.Data Profil Dinas Kesehatan DIY tahun 2017 menunjukkan jumlah
kejadian campak mengalami fluktuasi dari tahun 2015-2017.Pada tahun 2015 terdapat 49
kasus campak baru, tahun 2016 kasus campak mengalami kenaikan sebanyak 864 kasus,
tahun 2017 turun menjadi 536 kasus, dengan kejadian tertinggi di Kabupaten Sleman
dengan jumlah 177 kasus campak dan paling rendah di Kabupaten Gunungkidul yaitu 35
kasus.(Kesehatan, 2018)

Penyakit campak dan rubella ini ditandai dengan adanya gejala yang hampir sama
seperti demam,flu,batuk,timbul ruam kemerahan.Komplikasi pada penyakit rubella
seperti penyakit jantung hingga cacat lahir yang serius lebih sering terjadi jika seorang
wanita terinfeksi di awal kehamilannya, terutama pada trimester pertama. Cacat lahir
yang parah ini dikenal sebagai sindrom rubella kongenital (CRS).Campak juga dapat
menjadi masalah serius untuk semua kelompok umur. Akan tetapi anak berusia di bawah
5 tahun dan dewasa lebih dari 20 tahun lebih sering mengalami komplikasi. Komplikasi
yang sering terjadi adalah infeksi telinga yang dapat menyebabkan gangguan
pendengaran, serta diare (1 dari 10 anak). Beberapa dapat mengalami komplikasi berat
berupa pneumonia (1 dari 20 anak) yang merupakan penyebab kematian tersering pada
campak, dan ensefalitis (1 dari 1000 anak) yang dapat berakhir dengan kematian. Setiap
1000 anak yang menderita campak, 1 atau 2 di antaranya meninggal dunia.(Victor
Trismanjaya Hulu et al., 2020)

6
Sebelum vaksin dikenalkan pada tahun 1963 dan digunakan secara luas, infeksi
virus campak hampir universal selama masa kanak-kanak, dan hampir 90% kebal saat
berusia 15 tahun. Campak dan rubella masih merupakan penyakit fatal di negara
berkembang.Namun dengan adanya vaksinasi,penyakit ini dapat mencegah sekitar 23,2
juta kematian, menjadikan vaksin sebagai salah satu pembelian terbaik dalam kesehatan
masyarakat. Program vaksinasi menghasilkan penurunan 73% kematian akibat campak
antara tahun 2000 dan 2018 di seluruh dunia.Pada tahun 2018, sekitar 86% anak-anak di
dunia menerima satu dosis vaksin pada ulang tahun pertama mereka melalui layanan
kesehatan rutin – naik dari 72% pada tahun 2000. Vaksinasi rutin untuk anak-anak,
dikombinasikan dengan kampanye imunisasi massal dengan kasus dan tingkat kematian
yang tinggi.(WHO, 2019)

Adanya program imunisasi campak dan rubella merupakan strategi kesehatan


masyarakat utama untuk mengurangi kematian akibat campak global. Vaksin campak
telah digunakan selama hampir 60 tahun. Ini aman, efektif dan murah. Imunisasi Di
Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dan rubella dilakukan dengan
vaksinasi secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 –15 bulan. Keberhasilan
program imunisasi dapat diukur dari penurunan jumlah kasus dari waktu ke
waktu.Hingga sekarang program vaksin masih tetap berjalan meskipun kejadian penyakit
campak dan rubella di masa sekarang lebih teratasi.Semua upaya yang dilakukan tersebut
ditujukan untuk memperoleh herd imunity (kekebalan) yang dapat menangkal kasus
infeksi ini.Anak anak yang sehat dan terbebas dari penyakit adalah asset bangsa dalam
menyongsong bonus demografi yang berpotensi untuk diperoleh Indonesia di masa
depan.(Kementerian Kesehatan RI, 2018)

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam Makalah Epidemiologi yaitu antara lain:

1. Apa saja isi dari tinjauan teori penyakit campak dan rubella?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam penyelidikan wabah campak dan rubella?

7
3. Bagaimana penjelasan mengenai rekomendasi penyakit campak dan rubella
berdasarkan hasil temuan dan hasil review?
4. Bagaimana peran yang dapat dilakukan bidan pada kegiatan tersebut?
5. Apa saja pelajaran yang dapat diambil oleh bidan dari kasus penyakit campak dan
rubella?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui isi tinjauan teori penyakit campak dan rubella.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah penyelidikan wabah campak dan rubella.
3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai rekomendasi penyakit campak dan rubella
berdasarkan hasil temuan dan hasil review.
4. Untuk mengetahui peran yang dapat dilakukan bidan pada kegiatan tersebut.
5. Untuk mengetahui pelajaran yang dapat diambil oleh bidan dari kasus penyakit
campak dan rubella.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan teori penyakit yang dilakukan penyelidikan KLB/wabah Kekerasan Pada


Anak
1) Pengertian
Campak atau yang disebut juga dengan rubeola, morbilli, atau measles adalah
penyakit sangat menular baik melalui droplet ataupun kontak dengan penderita yang
disebabkan oleh virus. Indonesia termasuk ke dalam 10 negara dengan jumlah kasus
campak terbesar di dunia.(Global MR Initiative.org, 2016).
Rubela adalah penyakit akut dan mudah menular yang sering menginfeksi
anak dan dewasa muda yang rentan. Akan tetapi yang menjadi perhatian dalam
kesehatan masyarakat adalah efek teratogenik apabila rubella ini menyerang pada
wanita hamil pada trimester pertama. Infeksi rubella yang terjadi sebelum konsepsi
dan selama awal kehamilan dapat menyebabkan abortus, kematian janin atau sindrom
rubella kongenital (Congenital Rubella Syndrome/CRS) pada bayi yang dilahirkan.
2) Angka kejadian
Pada tahun 1980 sebelum imunisasi campak dilakukan secara global
diperkirakan lebih dari 20 juta orang terkena penyakit campak dan 2,6 juta kematian
setiap tahun yang sebagian besar anak-anak di bawah usia lima tahun. Sejak tahun
2000, lebih dari satu miliar anak di negara-negara berisiko tinggi telah mendapatkan
imunisasi campak, sehingga pada tahun 2013 kematian akibat campak global telah
mengalami penurunan sebesar 75%.
Sebelum dilakukan imunisasi rubella, insidens CRS bervariasi antara 0,1-
0,2/1000 kelahiran hidup pada periode endemik dan antara 0,8-4/1000 kelahiran
hidup selama periode epidemi rubella. Angka kejadian CRS pada negara yang belum
mengintroduksi vaksin rubella diperkirakan cukup tinggi. Pada tahun 1996
diperkirakan sekitar 22.000 anak lahir dengan CRS di regio Afrika, sekitar 46.000 di
regio Asia Tenggara dan 12.634 di regio Pasifik Barat. Insiden CRS pada regio yang
telah mengintroduksi vaksin rubella selama tahun 1996-2008 telah menurun.

9
Angka penemuan kasus dan kematian karena campak dan rubela di Indonesia
pada tahun 2014-2018 yang dilaporkan adalah 89.127 suspek campak dengan 22
kematian , sedangkan hasil laboratorium adalah 19.392 positif campak dan 14.192
positif rubela. (Kemenkes, 2019) Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 89% kasus
campak diderita oleh anak usia di bawah 15 tahun. Sedangkan untuk rubela, kurang
lebih 77% penderita merupakan anak usia di bawah 15 tahun.

3) Etiologi
Penyakit campak disebabkan oleh virus dengan rantai tunggal RNA dari genus
Morbillivirus dari keluarga Paramyxoviridae. Virus tersebut mudah mati karena panas
dan cahaya. Manusia merupakan satu-satunya pejamu alami bagi penyakit ini
Rubela adalah penyakit yang disebabkan oleh togavirus jenis rubivirus dan
termasuk golongan virus RNA. Virus rubela cepat mati oleh sinar ultra violet, bahan
kimia, bahan asam dan pemanasan. Virus rubela dapat menembus sawar placenta dan
menginfeksi janin. Akibat hal tersebut dapat terjadi gangguan pertumbuhan janin,
antara lain: abortus, lahir mati atau cacat berat kongenital (birth defects) yang dikenal
sebagai penyakit Congenital Rubella Syndrome (CRS).
4) Faktor risiko
1. Campak
a. Riwayat imunisasi
Riwayat imunisasi BIAS campak berpengaruh terhadap kejadian campak anak
usia sekolah dasar. Siswa yang tidak melakukanimunisasi BIAS campak
memiliki peluang13,716 kali untuk terkena campak.
b. Riwayat kontak dengan penderita campak
Riwayat kontak dengan penderita campak berpengaruh terhadap kejadian
campak anak usia sekolah dasar. Siswa yang memiliki riwayat kontak dengan
penderita campak memiliki peluang 4,141 kali untuk terkena campak.
c. Kepadatan hunian
Kepadatan hunian berpengaruh terhadap kejadian campak anak usia sekolah
dasar. Anak yang tinggal dirumah kepadatan hunian yang padat memiliki
peluang 1,379 kali untuk terkenacampak.

10
d. Ventilasi rumah
Ventilasi rumah berpengaruh terhadap kejadian campak anak usia sekolah.
Siswa tinggal dirumah dengan ventilasi kurang memiliki peluang 1,279 kali
untuk terkena campak.
2. Rubella
a. Anggota keluarga lebih dari lima
Anak-anak yang tinggal dengan lebih dari lima anggota keluarga memiliki
kemungkinan 2,4 kali lebih besar untuk terinfeksi rubella dibandingkan mereka
yang memiliki lebih sedikit anggota keluarga.
b. Ventilasi rumah
Kemungkinan terinfeksi rubella untuk anak-anak yang tinggal di rumah yang
tidak berventilasi baik adalah 3,4 kali lebih tinggi daripada anak-anak yang
tinggal di rumah yang berventilasi baik.
c. Kontak dengan orang dengan ruam
Melakukan kontak dengan orang dengan ruam meningkatkan kemungkinan
infeksi rubella sebesar 2,2 jika dibandingkan dengan mereka yang tidak
memiliki riwayat kontak.
d. Diare
Tidak diare dalam 14 hari terakhir mencegah risiko infeksi rubella sebesar 25%
dibandingkan dengan diare.
e. Vitamin A
Kemungkinan terinfeksi rubella untuk anak-anak yang tidak menerima vitamin
A dalam enam bulan terakhir adalah 2,9 kali lebih tinggi daripada anak-anak
yang menerimanya
5) Perjalanan penyakit
1. Campak
Virus campak ditularkan melalui droplet yang keluar dari hidung, mulut atau
tenggorokan orang yang terinfeksi virus campak pada saat bicara, batuk, bersin
atau melalui sekresi hidung. Masa penularan adalah empat (4) hari sebelum timbul
rash sampai dengan empat (4) hari setelah timbul rash.

11
Infeksi campak dibagi menjadi 4 fase yaitu: inkubasi, prodormal (kataral),
eksentematosa (ruam), dan fase penyembuhan. Masa inkubasi adalah sekitar 8-12
hari dari saat pajanan sampai terjadinya gejala atau 14 hari setelah pajanan sampai
terjadinya ruam. Manifestasi klinis yang terjadi pada 3 hari fase prodormal adalah
batuk, pilek, konjungtivitis, dan tanda patogonomonik bercak Koplik (Koplik
Spof) (bintik putih keabuan, di mukosa bukal sisi berlawanan dari molar bawah)
yang dapat ditemukan hanya terjadi selama 12-24 jam. Pada konjungtiva timbul
garis radang transversal sepanjang pinggir kelopak mata (garis Stimson). Gejala
klasik campak berupa batuk, pilek, dan konjungtivitis yang makin berat timbul
selama viremia sekunder dari fase eksantematosa yang seringkali diikuti dengan
timbulnya demam tinggi (40°C – 45°C). Ruam makular mulai timbul di kepala
(seringkali di bagian bawah garis rambut) dan menyebar kesebagian besar tubuh
dalam waktu 24 jam dengan arah distribusi dari servikal ke kaudal. Ruam
seringkali berkonfluensi. Ruam akan menghilang dengan pola yang sama. Tingkat
keparahan penyakit dikaitkan dengan luasnya penyebaran ruam. Kadangkala
disertai dengan adanya petekie ataupun perdarahan (campak hitam/black measles).
Saat ruam menghilang terjadi perubahan warna ruam menjadi kecoklatan
kemudian mengalami deskuamasi.
Limfadentis servikal, splenomegali, limfadenopati mesenterika, yang disertai
nyeri abdomen, dapat ditemukan bersamaan dengan timbulnya ruam. Otitis media,
pneumonia dan diare lebih sering terjadi pada bayi. Gangguan liver lebih sering
ditemukan pada pasien dewasa.
Puncak penularan pada saat gejala awal (fase prodromal), yaitu pada 1-3 hari
pertama sakit.Masa inkubasi penyakit campak adalah 7 – 18 hari, ratarata 10 hari.

12
Gambar 1. Perjalanan Klinis Kasus Campak
2. Rubella
Viremia rubella terjadi pada 4–7 hari setelah virus masuk tubuh. Masa
penularan diperkirakan terjadi pada 7 hari sebelum hingga 7 hari setelah rash.
Masa inkubasi penyakit rubela berkisar antara 14–21 hari. Penyakit rubella
ditularkan melalui saluran pernapasan saat batuk atau bersin. Virus dapat
berkembang biak di nasofaring dan kelenjar getah bening regional, dan viremia
terjadi pada 4 – 7 hari setelah virus masuk tubuh.
Masa penularan diperkirakan terjadi pada 7 hari sebelum hingga 7 hari setelah
rash. Masa inkubasi rubella berkisar antara 14 – 21 hari. Gejala dan tanda rubella
ditandai dengan demam ringan (37,2°C) dan bercak merah/rash makulopapuler
disertai pembesaran kelenjar limfe di belakang telinga, leher belakang dan sub
occipital.
Konfirmasi laboratorium dilakukan untuk diagnosis pasti rubella dengan
melakukan pemeriksaan serologis atau virologis. IgM rubella biasanya mulai
muncul pada 4 hari setelah rash dan setelah 8 minggu akan menurun dan tidak
terdeteksi lagi, dan IgG mulai muncul dalam 14-18 hari setelah infeksi dan
puncaknya pada 4 minggu kemudian dan umumnya menetap seumur hidup. Virus
rubella dapat diisolasi dari sampel darah, mukosa hidung, swab tenggorok, urin

13
atau cairan serebrospinal. Virus di faring dapat diisolasi mulai 1 minggu sebelum
hingga 2 minggu setelah rash.
Rubella pada anak sering hanya menimbulkan gejala demam ringan atau
bahkan tanpa gejala sehingga sering tidak terlaporkan. Sedangkan rubella pada
wanita dewasa sering menimbulkan arthritis atau arthralgia. Rubella pada wanita
hamil terutama pada kehamilan trimester 1 dapat mengakibatkan abortus atau bayi
lahir dengan CRS.
6) Tanda dan gejala
1. Campak
Gejala penyakit campak ditandai dengan:
a. Suhu tubuh seringkali hingga > 38°C selama 3 hari atau lebih, disertai salah
satu atau lebih gejala batuk, pilek, mata merah atau mata berair;
b. Bercak kemerahan/rash/ruam yang dimulai dari belakang telinga berbentuk
makulopapular selama 3 hari atau lebih, beberapa hari kemudian (4-7 hari)
akan menyebar ke seluruh tubuh;
c. Tanda khas (patognomonis) ditemukan Koplik’s spot atau bercak putih
keabuan dengan dasar merah di pipi bagian dalam (mucosa bucal)
d. Bercak kemerahan makulopapular setelah 7 – 30 hari akan berubah menjadi
kehitaman (hiperpigmentasi) dan disertai kulit bersisik. Untuk kasus yang
telah menunjukkan hiperpigmentasi maka perlu dilakukan anamnesis dengan
teliti, dan apabila pada masa akut (permulaan sakit) terdapat gejala-gejala
yang telah disebutkan sebelumnya maka kasus tersebut merupakan kasus
suspek campak.
2. Rubella
Gejala penyakit rubela ditandai dengan demam ringan (37,2°C) dan bercak
merah/rash/ruam makulopapuler disertai dengan pembengkakan kelenjar getah
bening (limfe) di belakang telinga, leher belakang dan sub occipital. Rubela pada
anak biasanya hanya menimbulkan gejala demam ringan atau bahkan tanpa gejala
sehingga sering tidak dilaporkan. Sedangkan rubela pada wanita dewasa sering
menimbulkan arthritis atau arthralgia.

14
B. Langkah-langkah penyelidikan KLB/wabah
1. Konfirmasi Awal KLB
Petugas surveilans puskesmas/kabupaten kota melakukan konfirmasi awal untuk
memastikan terjadinya KLB suspek campak-rubela: - Gejala klinis, jumlah kasus dan
periode kejadian memenuhi kriteria KLB suspek campak-rubela - Konfirmasi ke
petugas surveilans untuk mengetahui adanya kasus tambahan
2. Pelaporan Segera KLB
a. Puskesmas : Apabila petugas surveilans puskesmas telah mengidentifikasi adanya
KLB suspek campak/rubela maka dilaporkan dalam waktu 1 x 24 jam ke Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota melalui SMS/telepon/WA/Email yang disertai laporan
W1.
b. Kabupaten/Kota: Setelah laporan KLB diterima dari Puskesmas, dalam waktu 1 x
24 jam Dinas Kesehatan Kabupaten/kota melaporkan ke Dinas Kesehatan
Provinsi melalui SMS/ telepon/WA/E-mail yang disertai laporan W1.
c. Provinsi: Setelah laporan KLB diterima dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota,
Dinas Kesehatan Provinsi meneruskan laporan tersebut ke Subdit Surveilans, Dit.
Surkarles, Ditjen P2P Kementrian Kesehatan melalui Public Healt
Emergency/Operation Centre (PHEOC) Kemenkes dalam waktu 1 x 24 jam
melalui SMS/telepon/WA/Email yang disertai laporan
3. Persiapan Penyelidikan Epidemiologi
a. Membentuk tim penyelidikan epidemiologi yang terdiri dari petugas surveilans,
petugas imunisasi, petugas gizi, medis/paramedis, sanitarian, dan analis
laboratorium, serta dokter spesialis jika dibutuhkan
b. Persiapan logistik : - obat-obatan: antibiotik, antipiretik, dan vitamin A - form
penyelidikan epidemiologi (Form MR-01, MR-05, dan MR-06) - alat pengambil
spesimen - specimen carrier - APD
c. Menginformasikan adanya penyelidikan epidemiologi KLB suspek campak/rubela
kepada masyarakat, tokoh masyarakat, lurah, RT, RW, dl

15
4. Mengumpulkan Informasi Faktor Risiko
Informasi faktor risiko dikumpulkan agar dapat diketahui penyebab terjadinya
KLB menggunakan formulir MR-06 (Form MR-06) yang meliputi :
a. Cakupan imunisasi campak-rubela di tingkat puskesmas dan desa terjangkit
selama 3 tahun terakhir
b. Informasi keterjangkauan ke pelayanan kesehatan
c. Ketenagaan, ketersediaan vaksin dan penyimpanan vaksin
d. Status gizi masyarakat secara umum, daerah kumuh/ padat, daerah pengungsi, dan
bencana
5. Tatalaksana Kasus
Tata laksana kasus pada penyakit campak-rubela dilakukan oleh tim investigasi yang
meliputi:
a. Pengobatan simptomatis penderita yang tidak komplikasi Bagi penderita yang
tidak ada komplikasi maka beri pengobatan simptomatik seperti antipiretik untuk
menurunkan suhu tubuh penderita, minta orang tua dianjurkan untuk merawat
anaknya di rumah dan terus menyusui bagi bayi yang masih mendapatkan ASI
serta memberikan makanan cukup gizi dan memberi minum air putih
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi Vitamin A dosis tinggi diberikan pada penderita
sesuai dengan usia, dengan ketentuan
c. Pengobatan penderita dengan komplikasi. Penderita dengan komplikasi maka
dianjurkan untuk berobat ke Puskesmas dan diberikan obat antibiotika yang
disesuikan dengan jenis komplikasi.
d. Rujuk penderita ke Rumah Sakit Penderita harus segera dirujuk ke RS apabila
keadaan penderita cukup berat, antara lain menunjukkan gejala:
1) Kondisi secara umum memburuk
2) Nafas cepat atau susah bernafas
3) Diare berat yang menunjukkan gejala dehidrasi, tidak mau minum
4) Nadi cepat, mulut merah, semua makanan dimuntahkan
5) Penderita kejang
6) Mata nyeri dan kabur atau perubahan penglihatan

16
Untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial maka perlu dipastikan tatalaksana
kasus dan pencegahan penularan virus campak-rubela sesuai dengan pedoman
pengendalian dan pencegahan infeksi (PPI).

6. Penyelidikan Menyeluruh (Fully Investigated)


a. Kunjungan Rumah ke Rumah
1) Bertujuan untuk mencari kasus tambahan dan mereview status imunisasi
campak-rubela.
2) Jelaskan kepada orang tua penderita tentang maksud kedatangan, gejala,
bahaya dan cara pencegahan campak-rubela (imunisasi).
3) Luas wilayah yang dikunjungi seluas perkiraan terjadinya transmisi
berdasarkan kajian epidemiologi. Jika KLB terjadi di sekolah, dan penderita
berasal dari beberapa wilayah, maka dilakukan kunjungan disekitar penderita
tinggal sesuai perkiraan penyebaran kasus secara epidemiologis.
4) Penentuan luas wilayah penyelidikan tergantung berbagai faktor seperti :
mobilitas, kepadatan penduduk, dan kondisi yang membatasi wilayah.
5) Semua rumah sesuai kriteria diatas harus dikunjungi walaupun tidak ada kasus
suspek campak/rubela, untuk memastikan tidak ada kasus yang lolos.
b. Pencatatan individu menggunakan formulir MR-01
1) Tanyakan apakah ada anak yang menderita campakrubela selama 1 bulan
terakhir dengan menyebutkan gejala klinis suspek campak-rubela, tambahkan
kasus tersebut kedalam formulir MR-01 yang sudah ada di Puskesmas pada
bulan kejadian.
2) Usia dan status imunisasi anggota keluarga yang tidak sakit dicatat di formulir
MR-06 untuk menghitung efikasi vaksin guna identifikasi adanya masalah
dalam penyelenggaraan imunisasi.
3) Tanyakan apakah ada ibu hamil trimester 1 dan 2 di wilayah terjangkit KLB
(tidak termasuk wilayah yang terisiko). Jika ada, maka spesimen serum ibu
hamil di wilayah terjangkit KLB tersebut harus diambil dan diperiksa. Ini
penting dilakukan mengingat 50% ibu hamil yang terinfeksi rubela tidak
mempunyai gejala. Jadi total spesimen yang diambil saat KLB adalah 10
spesimen serum supek campak-rubela ditambah specimen serum ibu hamil.

17
c. Pengambilan Spesimen
1) Ambil 10 spesimen serum dan lima (5) spesimen urin kasus (untuk lebih
jelasnya lihat Bab VIII mengenai Jejaring Kerja Laboratorium)
2) Ambil spesimen serum ibu hamil trimester 1 dan 2 di wilayah terjangkit KLB.
7. Pengolahan dan Analisa Data
Setiap selesai melakukan penyelidikan epidemiologi KLB, dilakukan pengolahan dan
analisa data untuk mengambil kesimpulan dan rekomendasi tindak lanjut.
8. Penulisan Laporan KLB
Setelah selesai melakukan penyelidikan KLB maka buat laporan tertulis tentang hasil
investigasi dan perkembangan KLB yang mencakup:
a. Latar Belakang yang mencakup riwayat KLB dan gambaran umum daerah
terserang (Urban, rural, sarana pelayanan kesehatan, ketenagaan, status gizi
masyarakat secara umum).
b. Metodologi
c. Analisa kasus campak-rubela: - Distribusi kasus menurut waktu, tempat dan
orang. - Kurva epidemi kasus, pemetaan kasus, grafik kasus menurut kelompok
umur dan status imunisasi - Attack rate menurut kelompok umur - Attack rate
perdesa - Menghitung vaksin efikasi
d. Analisa pelaksanaan penyelenggaraan imunisasi (manajemen, logistik, cakupan)
e. Upaya yang sudah dilakukan seperti pengobatan, pemberian vitamin A,
penyuluhan maupun pemeriksaan laboratorium.
f. Laporan respon KLB
g. Kesimpulan dan rekomendas
9. Pelaporan KLB
a. Laporan segera (W1) dalam waktu 1x24 jam dikirim secara berjenjang dari
Puskesmas ke Kabupaten/ Kota ke Provinsi dan kemudian ke PHEOC
Kementerian Kesehatan.
b. Laporan akhir penyelidikan
1) Puskesmas:

18
a) Tim investigasi puskesmas terus memantau perkembangan KLB sampai 2
kali masa inkubasi terpanjang atau rata-rata 1 bulan setelah kasus terakhir,
jika tidak ada kasus baru, maka KLB dinyatakan berakhir.
b) Apabila ditemukan kasus baru maka diinformasikan ke Dinkes Kab/Kota
dan catat dalam formulir MR-01.
c) Laporan hasil investigasi yaitu formulir MR-01 dan MR-06 segera dikirim
ke Dinkes Kab/Kota setelah investigasi selesai dilaksanakan.
2) Kabupaten/Kota:
a) Data dari formulir MR-01 direkap ke dalam formulir MR-02, kemudian
direkap kembali ke formulir MR-05.
b) Laporan hasil investigasi (disertai dengan form MR-01, form MR-05 dan
form MR-06) segera dikirim ke Dinkes Provinsi setelah investigasi selesai
dilaksanakan.
c) Membuat laporan tertulis yang lengkap setelah KLB dinyatakan berakhir
(setelah 2 kali masa inkubasi terpanjang atau rata-rata 1 bulan setelah
kasus terakhir).
3) Provinsi:
a) Data dari formulir MR-02 direkap ke formulir MR-05.
b) Laporan hasil investigasi (disertai dengan form MR-01, form MR-05 dan
form MR-06) segera dikirim ke Pusat (melalui PHEOC dan ditembuskan
ke Subdit Surveilans dan Subdit Imunisasi) melalui WA atau email .
c) Membuat laporan tertulis yang lengkap setelah KLB dinyatakan berakhir
(setelah 2 kali masa inkubasi terpanjang atau rata-rata 1 bulan setelah
kasus terakhir).
10. Diseminasi informasi hasil penyelidikan KLB
Hasil penyelidikan KLB dilaporkan kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota, Kepala
Dinas Provinsi, Pemerintah Daerah (Bupati/Walikota) untuk mendapatkan dukungan
dalam penanggulangan dan pengendalian KLB.

C. Rekomendasi menurut Anda berdasarkan hasil temuan dan hasil review


1. Penyelidikan KLB Campak dan Rubella dengan merumuskan tindakan untuk

19
mengakhiri KLB pada situasi yang dihadapi (penanggulangan).
Upaya pencegahan campak dan rubella dilakukan dengan cara menghindari
kontak dengan penderita, meningkatkan daya tahan tubuh dan vaksinasi. Dalam
penanggulangan KLB campakdan rubella didasarkan pada analisis dan rekomendasi
hasil penyelidikan KLB campak dan rubella, dilakukan sesegera mungkin agar
transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak meluas serta menurunkan jumlah
kasus dan kematian. Tata laksana kasus di lapangan meliputi :
a. Pengobatan simptomatis penderita yang tidak ada komplikasi.
Bagi penderita yang tidak ada komplikasi maka beri
pengobatan simptomatik seperti antipiretik untuk menurunkan suhu
tubuh penderita, minta orang tua dianjurkan untuk merawat anaknya di
rumah dan terus menyusui bagi bayi yang masih mendapatkan ASI
serta memberikan makanan cukup gizi dan memberi minum air putih
b. Pemberian vitamin A dosis tinggi sesuai usia.
Bila ada komplikasi pada mata atau penderita dengan gizi
buruk, maka berikan vitamin A dosis ketiga, 2 minggu kemudian,
sesuai dosis diatas Bagi penderita campak-rubela yang berumur < 6
bulan yang mendapatkan ASI dari ibu pada masa nifas mendapatkan
vitamin A, tidak perlu diberikan vitamin A, karena kebutuhan vitamin
A sudah terpenuhi melalui ASI. Jika ibu pada masa nifas tidak
mendapat vitamin A, maka penderita berumur < 6 bulan tetap
diberikan vitamin A sesuai tabel diatas.
c. Pengobatan komplikasi di Puskesmas (pemberian antibiotik).
Penderita dengan komplikasi maka dianjurkan untuk berobat
ke Puskesmas dan diberikan obat antibiotika yang disesuikan dengan
jenis komplikasi.
d. Apabila keadaan penderita cukup berat, segera dirujuk ke rumah sakit
Penderita harus segera dirujuk ke RS apabila keadaan penderita
cukup berat, antara lain menunjukkan gejala seperti kondisi secara
umum memburuk, nafas cepat atau susah bernafas, diare berat yang
menunjukkan gejala dehidrasi, dan penderita kejang

20
Respon imunisasi pada KLB campak berdasarkan kajian cakupan imunisasi
maupun faktor lain yang mempengaruhi terjadinya kasus campak dan rubella
dengan dua strategi :

1. Imunisasi selektif, dilakukan pada daerah dengan risiko sedang yaitu


bila cakupan imunisasi > 90 %, dengan sasaran balita yang tidak
mempunyai riwayat imunisasi dan desa terjangkit dan sekitarnya.
2. Imunisasi massal, dilakukan pada daerah dengan risiko tinggi, dimana
cakupan imunisasi rendah < 80 %, mobilitas penduduk tinggi, daerah
rawan gizi, daerah pengungsi maupun padat dan kumuh. Penyuluhan
dilakukan dengan mengingatkan masyarakat akan bahaya penyakit
campak dan pentingnya imunisasi dan makanan cukup
Penanggulangan KLB suspek campak-rubela didasarkan analisis dan
rekomendasi hasil penyelidikan KLB, dilakukan sesegera mungkin untuk
meminimalisasi jumlah penderita. Tujuan Penanggulangan:

1. Memutuskan rantai penularan KLB di wilayah terjangkit dan


wilayah sekitarnya
2. Mencegah komplikasi dan kematian
3. Memperpendek periode KLB
4. Mencari penyebab/faktor risiko terjadinya KLB
5. Menentukan langkah-langkah penanggulangan
6. Untuk pengambilan keputusan dalam penanggulangan dan
pengendalian
2. Penyelidikan KLB Campak dan Rubella dengan mencegah terulangnya KLB di masa
mendatang(pengendalian)
Mencegah terulangnya bisa dengan menggunakan vaksin Campak dan Rubella
dalam program imunisasi rutin di negaranya, dan meningkat menjadi 130 negara pada
tahun 2009. Hingga saat ini, lebih dari 141 negara telah menggunakan vaksin Campak
dan Rubella. Indonesia sudah melaksanakan pemberian imunisasi campak secara rutin
untuk anak usia 9 bulan. Dalam kurun waktu 3 dasawarsa program imunisasi rutin
campak ini berjalan, cakupan yang dicapai secara nasional sudah cukup tinggi namun

21
tidak merata di seluruh wilayah sehingga masih ada daerah kantong yang berpotensi
terjadi penularan yang masif atau kejadian luar biasa contohnya KLB Campak di
Asmat pada awal tahun 2018.
Di sisi lain, dengan mempertimbangkan situasi beban penyakit Rubella dan
CRS di Indonesia, maka dilaksanakan introduksi (pengenalan) vaksin Rubella ke
dalam program imunisasi rutin. Vaksin Rubella dikemas dalam bentuk kombinasi
dengan vaksin Campak menjadi vaksin Measles Rubella (MR) dan mulai digunakan
pada tahun 2017 lalu di 6 provinsi (pulau Jawa), dan saat ini mulai digunakan di 28
provinsi lainnya luar pulau Jawa
Berdasarkan hasil kajian terhadap situasi di Indonesia oleh Kemenkes
bersama para ahli dari WHO dan akademisi dari beberapa Fakultas Kedokteran dan
Fakultas Kesehatan Masyarakat di Indonesia pada Oktober 2014 lalu, maka
direkomendasikan agar dilakukan kampanye imunisasi MR dengan sasaran usia 9
bulan sampai dengan Imunisasi merupakan satu-satunya pencegahan yang paling
efektif dan cost efektif. Tentu kita tidak ingin ada anak Indonesia yang harus
menderita dan menjadi beban keluarga dan negara di masa depannya. Untuk itu,
negara berkewajiban hadir untuk melindungi generasi penerus bangsa dari ancaman
penyakit berbahaya yang sebenarnya bisa dicegah dengan imunisasi.

Imunisasi MR Massal di Pulau Jawa pada 2017 Berhasil Turunkan Kasus


Campak dan Rubella Pelaksanaan imunisasi MR massal ini merupakan fase kedua
setelah fase kesatu imunisasi MR massal sukses dilaksanakan pada Agustus-
September tahun 2017 lalu di 6 provinsi di Pulau Jawa dengan cakupan mencapai
100,98% melebihi target minimal yang diharapkan yakni 95%.
Cakupan imunisasi yang tinggi terbukti berhasil membawa dampak positif,
yakni berupa penurunan kasus Campak dan Rubella di Pulau Jawa yang dilaporkan
pasca pelaksanaan dibandingkan kurun waktu yang sama di tahun sebelumnya. Data
Kemenkes pada Januari s.d Juli 2017 mencatat sebanyak 8.099 suspek Campak
Rubella (2.535 positif Campak dan 1.549 positif Rubella). Apabila kita bandingkan
dengan laporan kasus pasca pelaksanaan imunisasi massal di Pulau Jawa, laporan
kasus mengalami penurunan menjadi 1.045 suspek Campak Rubella (38 positif
Campak dan 176 positif Rubella).

22
Pelaksanaan Imunisasi MR di Luar Pulau Jawa
Secara nasional, sampai dengan tanggal 17 September 2018 rata-rata cakupan
pemberian imunisasi MR mencapai 45,98% masih jauh di bawah target yang
diharapkan per tanggal tersebut (83,98%). Hingga 17 September 2018, baru satu
provinsi yang dapat mencapai, yaitu Papua Barat (89,25%).

Beberapa provinsi yang hingga saat ini capaian imunisasinya masih berada di
bawah rata-rata nasional, antara lain: Aceh, Riau, Sumatera Barat, Nusa Tenggara
Barat, Bangka Belitung, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, dan
Kalimantan Timur.

D. Peran yang dapat dilakukan oleh bidan

Peran bidan yang dapat dilakukan adalah upaya preventif dalam pengendalian
kasus campak yang terjadi dengan pemberian imunisasi campak. Imunisasi merupakan
pemberian kekebalan tubuh yang secara terus-menerus dan menyeluruh harus dilakukan
sesuai standar, sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan memeutus
mata rantai penularan. Program imunisasi berhasil menekan angka kesakitan dan
kematian pada tujuh penyakit di Indonesia, antara lain tuberkulosis, polio, difteri, tetanus,
pertusis, campak dan hepatitis B. Tujuan diberikannya imunisasi campak ini sendiri
adalah untuk memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak, measles atau
rubella adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus campak Sesuai dengan
rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) dan Kementerian Kesehatan, anak
berusia 9 bulan bisa menerima imunisasi campak / MR. Sebaik nya di lakukan imunisasi
ulangan pada usia 18 bulan (vaksin MR), dan pada usia 5 – 6 tahun atau 6 – 7 tahun saat
BIAS.

Imunisasi campak pada anak di atas 1 tahun dapat di berikan imunisasi


kombinasi berupa vaksin MMR (measles, mumps, rubella). Selain itu perlu adanya
penyuluhan terkait Perilaku Hidup bersih dan sehat (PHBS) pada anggota keluarga dalam
penanggulangan penyakit akibat virus dan infeksi dari kuman yang bisa saja menyebar
dari tempat-tempat yang tidak terlihat ataupun dari makanan yang kita konsumsi setiap
hari. Bidan juga dapat memberikan penyuluhan terkait konsumsi makan-makanan yang

23
bernutrisi dan memiliki gizi seimbang yang nantinya diharapkan dapat memenuhi gizi
anak sehingga anak lebih sehat dan tidak mudah terserang penyakit.

E. Pelajaran yang dapat diambil oleh bidan dari kasus

Pelajaran yang dapat diambil dari kasus campak dan rubella tersebut adalah
sebagai bidan tentunya kita harus semakin semangat dalam menggencarkan program
imunisasi campak dan rubella atau imunisasi MR sebagai salah satu cara untuk mencegah
terjadinya penyakit tersebut. Dalam upayanya bidan harus lebih telaten dan sabar dalam
mensosialisasikan imunisasi campak dan rubella karena dapat kita ketahui dimasa
sekarang pun masih terdapat beberapa orang tua yang tidak ingin anaknya diimunisasi,
maka dari itu peran bidan dalam mensosialisasikan imunisasi MR sangat dibutuhkan.
Tidak hanya tentang imunisasi MR, bidan juga harus memberikan edukasi tentang
menjaga kebersihan lingkungan dan asupan gizi yang dikonsumsi setiap hari.

Peran bidan juga diperlukan dalam mendata tentang anak yang ikut imunisasi,
yang tidak imunisasi, dan jika ada data tentang anak yang terkena penyakit campak dan
rubella, karena hal ini penting kaitannya dengan surveilans campak dan rubella.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit campak dan rubella masih merupakan penyakit serius yang disebabkan oleh
virus.Penyakit ini dapat mengakibatkan hingga ke arah kematian.Pandemi campak sudah
dikenal di masa sebelum masehi. Angka penemuan kasus dan kematian karena campak dan
rubela di Indonesia pada tahun 2014-2018 yang dilaporkan adalah 89.127 suspek campak
dengan 22 kematian , sedangkan hasil laboratorium adalah 19.392 positif campak dan
14.192 positif rubela. (Kemenkes, 2019) Dari jumlah kasus tersebut sebanyak 89% kasus
campak diderita oleh anak usia di bawah 15 tahun. Sedangkan untuk rubela, kurang lebih
77% penderita merupakan anak usia di bawah 15 tahun.

Dengan adanya kasus ini kita sebagai bidan bisa melakukan upaya preventif dalam
pengendalian kasus campak yang terjadi dengan pemberian imunisasi campak. Imunisasi
merupakan pemberian kekebalan tubuh yang secara terus-menerus dan menyeluruh harus
dilakukan sesuai standar, sehingga mampu memberikan perlindungan kesehatan dan
memeutus mata rantai penularan. Dan dalam upayanya bidan harus lebih telaten dan sabar
dalam mensosialisasikan imunisasi campak dan rubella karena dapat kita ketahui dimasa
sekarang pun masih terdapat beberapa orang tua yang tidak ingin anaknya diimunisasi, maka
dari itu peran bidan dalam mensosialisasikan imunisasi MR sangat dibutuhkan. Peran bidan
juga diperlukan dalam mendata tentang anak yang ikut imunisasi, yang tidak imunisasi, dan
jika ada data tentang anak yang terkena penyakit campak dan rubella, karena hal ini penting
kaitannya dengan surveilans campak dan rubella.

B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh dari
kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada
banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka dari itu penulis mengharapkan
kritik dan saran mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.

25
DAFTAR PUSTAKA

Aria, P. (2020) ‘Virus Corona dan 5 Pandemi Paling Mematikan di Dunia’.

Ardhiansyah, Ferry dkk. 2019. Faktor Risiko Campak Anak Sekolah Dasar pada Kejadian Luar
Biasa diKabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung. Jurnal Epidemiologi Kesehatan
Komunitas (2), 64-72. Semarang: UNIVERSITAS DIPONEGORO.

Abdulkadir, Abdulbari dan Tsegaye Tewelde Gebrehiwot. 2018. Risk Factors for Rubella
Transmission in Kuyu District, Ethiopia, 2018: A Case-Control Study. Hindawi
Interdisciplinary Perspectives on Infectious Diseases Volume 2019, Article ID
4719636, 8 pages

DE, BONG STEVANA. 2013. Pengaruh Reaksi Imunisasi Campak Terhadap Sikap Dan Perilaku
Ibu Dalam Pelaksanaan Imunisasi Campak di Kota Semarang. KARYA TULIS
ILMIAH. Semarang: UNIVERSITAS DIPONEGORO.

Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit. 2017. Petunjuk Teknis Kampanye
Imunisasi Measles Rubella (MR). Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit. 2020. Pedoman Surveilans Campak-
Rubela. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Hardhana, B., Sibuea, F. and Widiantini, W. (eds) (2021) ‘Profil Kesehatan Indonesia 2020’, in
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Available at:
https://doi.org/10.1524/itit.2006.48.1.6.

Kementerian Kesehatan RI (2018) ‘Infodatin: Situasi Campak dan Rubella di Indonesia 2018’,
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 3(2), pp. 2–6.

Kesehatan, D. (2018) ‘Profil Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2018’.

Victor Trismanjaya Hulu et al. (2020) Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan dan
Pencegahan, Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents. Yayasan
Kita Menulis.

WHO (2019) No Title.

26
27

Anda mungkin juga menyukai