Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit campak dan rubella masih merupakan penyakit serius yang
disebabkan oleh virus.Penyakit ini dapat mengakibatkan hingga ke arah
kematian.Pandemi campak sudah dikenal di masa sebelum masehi. National
Geographic Indonesia menyebut campak sebagai salah satu penyakit menular paling
mematikan di dunia dengan korban jiwa mencapai 200 juta orang di seluruh
dunia.Penyakit campak pertama kali diidentifikasi lewat catatan tertulis pertama
mengenai virus tersebut dari kalangan ilmuwan Persia pada abad ke-9. Wabah ini
pertama kali mengemuka di lingkup komunitas global pada 1912, ketika Amerika
Serikat mengumumkan campak sebagai peristiwa nasional.(Aria, 2020)
Sebelum pengenalan vaksin pada tahun 1963 dan vaksinasi yang meluas,
epidemi besar terjadi kira-kira setiap 2-3 tahun dan dapat menyebabkan sekitar 2,6
juta kematian setiap tahun.Kejadian penyakit campak masih umum di banyak negara
berkembang, terutama di beberapa bagian Afrika dan Asia. WHO pada tahun 2017
melaporkan angka kejadian rubella di dunia mencapai 16.112 kasus. Negara dengan
kasus rubella tertinggi pada tahun 2017 terjadi di Indonesia yaitu sebanyak 4.327
kasus, selanjutnya India dengan jumlah kasus sebanyak 2.946, dan Cina dengan
jumlah kasus sebanyak 1.601.Lebih dari 140.000 orang meninggal karena campak
pada tahun 2018. Sebagian besar (lebih dari 95%) kematian akibat campak terjadi di
negara-negara dengan pendapatan per kapita rendah dan infrastruktur kesehatan yang
lemah.Lebih dari 140.000 orang meninggal karena campak pada tahun 2018 dan
kebanyakan anak-anak di bawah usia 5 tahun.(WHO, 2019)
Dalam kurun waktu tahun 2010-2015, diperkirakan terdapat 23.164 kasus
Campak dan 30.463 kasus Rubella. Dalam kurun waktu 2015-2017 juga terjadi kasus
Rubella di beberapa provinsi di Indonesia.Rubella pada tahun 2017 dilaporkan di 19
provinsi dengan frekuensi sebanyak 79 kali.Pada tahun 2020 penyebaran kasus suspek
campak hampir terdapat di seluruh provinsi Indonesia, hanya 4 provinsi yang tidak
terdapat kasus suspek campak. Pada tahun 2020, terdapat 3.382 kasus suspek campak,
menurun jika dibandingkan tahun 2019 yaitu sebesar 8.819 kasus. Kasus suspek
campak terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Tengah (680 kasus), DKI Jakarta (596
kasus), dan DI Yogyakarta (408 kasus). Proporsi kasus suspek campak terbesar
terdapat pada kelompok umur >14 tahun (28%), sedangkan proporsi kasus suspek
terendah terdapat pada kelompok umur 10-14 tahun sebesar 11,6% dan suspek dengan
umur yang tidak diketahui, dengan persentase 1,4%.(Hardhana, Sibuea and
Widiantini, 2021)
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menjadi provinsi dengan prevalensi
kejadian campak terbesar di Indonesia pada tahun 2017 yaitu sebesar 58,10 per
100.000 penduduk dengan jumlah kasus 2.186.Kejadian Rubella meningkat sejak
2014, Kulonrprogo memiliki insiden tertinggi, peningkatan kasus terjadi pada musim
kemarau, 64,6% kasus Rubella berusia di bawah lima belas tahun, dan meningkat
dengan status sosial ekonomi dan populasi padat.Data Profil Dinas Kesehatan DIY
tahun 2017 menunjukkan jumlah kejadian campak mengalami fluktuasi dari tahun
2015-2017.Pada tahun 2015 terdapat 49 kasus campak baru, tahun 2016 kasus
campak mengalami kenaikan sebanyak 864 kasus, tahun 2017 turun menjadi 536
kasus, dengan kejadian tertinggi di Kabupaten Sleman dengan jumlah 177 kasus
campak dan paling rendah di Kabupaten Gunungkidul yaitu 35 kasus.(Kesehatan,
2018)
Penyakit campak dan rubella ini ditandai dengan adanya gejala yang hampir
sama seperti demam,flu,batuk,timbul ruam kemerahan.Komplikasi pada penyakit
rubella seperti penyakit jantung hingga cacat lahir yang serius lebih sering terjadi jika
seorang wanita terinfeksi di awal kehamilannya, terutama pada trimester pertama.
Cacat lahir yang parah ini dikenal sebagai sindrom rubella kongenital (CRS).Campak
juga dapat menjadi masalah serius untuk semua kelompok umur. Akan tetapi anak
berusia di bawah 5 tahun dan dewasa lebih dari 20 tahun lebih sering mengalami
komplikasi. Komplikasi yang sering terjadi adalah infeksi telinga yang dapat
menyebabkan gangguan pendengaran, serta diare (1 dari 10 anak). Beberapa dapat
mengalami komplikasi berat berupa pneumonia (1 dari 20 anak) yang merupakan
penyebab kematian tersering pada campak, dan ensefalitis (1 dari 1000 anak) yang
dapat berakhir dengan kematian. Setiap 1000 anak yang menderita campak, 1 atau 2
di antaranya meninggal dunia.(Victor Trismanjaya Hulu et al., 2020)
Sebelum vaksin dikenalkan pada tahun 1963 dan digunakan secara luas,
infeksi virus campak hampir universal selama masa kanak-kanak, dan hampir 90%
kebal saat berusia 15 tahun. Campak dan rubella masih merupakan penyakit fatal di
negara berkembang.Namun dengan adanya vaksinasi,penyakit ini dapat mencegah
sekitar 23,2 juta kematian, menjadikan vaksin sebagai salah satu pembelian terbaik
dalam kesehatan masyarakat. Program vaksinasi menghasilkan penurunan 73%
kematian akibat campak antara tahun 2000 dan 2018 di seluruh dunia.Pada tahun
2018, sekitar 86% anak-anak di dunia menerima satu dosis vaksin pada ulang tahun
pertama mereka melalui layanan kesehatan rutin – naik dari 72% pada tahun 2000.
Vaksinasi rutin untuk anak-anak, dikombinasikan dengan kampanye imunisasi massal
dengan kasus dan tingkat kematian yang tinggi.(WHO, 2019)
Adanya program imunisasi campak dan rubella merupakan strategi kesehatan
masyarakat utama untuk mengurangi kematian akibat campak global. Vaksin campak
telah digunakan selama hampir 60 tahun. Ini aman, efektif dan murah. Imunisasi Di
Indonesia sampai saat ini pencegahan penyakit campak dan rubella dilakukan dengan
vaksinasi secara rutin yaitu diberikan pada bayi berumur 9 –15 bulan. Keberhasilan
program imunisasi dapat diukur dari penurunan jumlah kasus dari waktu ke
waktu.Hingga sekarang program vaksin masih tetap berjalan meskipun kejadian
penyakit campak dan rubella di masa sekarang lebih teratasi.Semua upaya yang
dilakukan tersebut ditujukan untuk memperoleh herd imunity (kekebalan) yang dapat
menangkal kasus infeksi ini.Anak anak yang sehat dan terbebas dari penyakit adalah
asset bangsa dalam menyongsong bonus demografi yang berpotensi untuk diperoleh
Indonesia di masa depan.(Kementerian Kesehatan RI, 2018)

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja isi dari tinjauan teori penyakit campak dan rubella?
2. Bagaimana langkah-langkah dalam penyelidikan wabah campak dan rubella?
3. Bagaimana penjelasan mengenai rekomendasi penyakit campak dan rubella
berdasarkan hasil temuan dan hasil review?
4. Bagaimana peran yang dapat dilakukan bidan pada kegiatan tersebut?
5. Apa saja pelajaran yang dapat diambil oleh bidan dari kasus penyakit campak dan
rubella?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui isi tinjauan teori penyakit campak dan rubella.
2. Untuk mengetahui langkah-langkah penyelidikan wabah campak dan rubella.
3. Untuk mengetahui penjelasan mengenai rekomendasi penyakit campak dan
rubella berdasarkan hasil temuan dan hasil review.
4. Untuk mengetahui peran yang dapat dilakukan bidan pada kegiatan tersebut.
5. Untuk mengetahui pelajaran yang dapat diambil oleh bidan dari kasus penyakit
campak dan rubella.

DAFTAR PUSTAKA

Aria, P. (2020) ‘Virus Corona dan 5 Pandemi Paling Mematikan di Dunia’.

Hardhana, B., Sibuea, F. and Widiantini, W. (eds) (2021) ‘Profil Kesehatan Indonesia 2020’,
in Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Available at:
https://doi.org/10.1524/itit.2006.48.1.6.

Kementerian Kesehatan RI (2018) ‘Infodatin: Situasi Campak dan Rubella di Indonesia


2018’, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 3(2), pp. 2–6.

Kesehatan, D. (2018) ‘Profil Kesehatan Kabupaten Sleman Tahun 2018’.

Victor Trismanjaya Hulu et al. (2020) Epidemiologi Penyakit Menular: Riwayat, Penularan
dan Pencegahan, Paper Knowledge . Toward a Media History of Documents. Yayasan Kita
Menulis.

WHO (2019) No Title.

Anda mungkin juga menyukai