Pemenuhan Kebutuhan eliminasi terdiri atas dua yakni eliminasi urine (kebutuhan buang air kecil) dan
eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar).
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ retroperitoneal (di belakang selaput perut) yang terdiri atas ginjal sebelah
kanan dan kiri tulang punggung. Ginjal berperan sebagai pengatur komposisi clan volume cairan dalam,
tubuh. Ginjal juga menyaring bagian dari darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa
yang tidak diperlukan oleh tubuh. Bagian ginjal terdiri atas nefron, yang merupakan unit dari struktur
ginjal yang berjumlah kurang lebih satu juta nefron. Melalui nefron, urine disalurkan ke dalam bagian
pelvis ginjal kemudian disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
3. Uretra
merupakan organ yang berfungsi untuk menyalurkan urine ke bagianluar. Fungsi uretra pada wanita
mempunyai fungsi berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria, uretra digunakan tempat
pengaliran urine dan sebagai sistem reproduksi berukuran panjang 13,7-16,2 cm dan terdiri atas tiga
bagian yaitu prostat, selaput (membran) dan bagian, yang berongga (ruang). Pada wanita, uretra memiliki
panjang 3,7-6,2 cm dan hanya untuk berfungsi menyalurkan urine ke bagian luar tubuh.
Saluran perkemihan dilapisi membran mukosa, dimulai dari meatus uretra hingga ginjal. Meskipun
mikroorganisme secara normal tidak ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, namun membran
mukosa ini pada keadaan patologis yang terns menerus akan menjadikannya sebagai media yang baik
untuk pertumbuhan beberapa patogen.
Komposisi Urine:
1. Air (96 %).
2. Larutan (4 %).
a. Larutan organik:
Urea, ammonia, kreatin, dan asam urat
b. Larutan anorganik
Natrium (sodium), klorida, kalium (potasium), sulfat, magnesium, fosfor Natrium klorida merupakan
garam anorganik yang paling banyak.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaga hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap
tersedianya fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena
meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya
tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan
tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
6. Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi polo berkemih. Hal tersebut dapat
ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan untuk mengontrol buang air kecil.
Namun denganbertambahnya usia kemampuan dalam mengontrol buang air kecil meningkat.
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya kultur pada
masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tcmpat tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet, biasanya mengalami kesulitan untuk berkemih
dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
11. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat menyebabkan penurunan jumlah
produksi urine karena dampak dari pemberian obat anestesi.
12. Pengobatan
Pembcriantindakanpengobatandapatberdampakpadaterjadinyapeningkatan atau penurunan proses
perkemihan. Misalnya pemberian diuretik dapat meningkatkan jumlah urine, sedangkan pemberian obat
antikolinergik dan antihipertensi dapat menyebabkan retensi urine.
2. Inkontinensia Urine
Adalah ketidakmampuan otot sfingter eksternal sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi
urine. Secara umum penyebab dari inkontinensia urine adalah: proses penuaan (aging process),
pembesaran kelenjar prostat, penurunan kesadaran, penggunaan obat narkotik dan sedatif.
3. Enuresis
Enuresis merupakan ketidaksanggupan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak mampu
mengontrol spingter eksterna enuresis biasanya tcrjadi pada anak atau orang jompo. Umumnya terjadi
pada malam hari (nocturnal enuresis).
Faktor penyebab enuresis
a. Kapasitas vesika urinaria lebih besar dari normal.
b. Anak-anak yang tidurnya bersuara dan tanda-tanda dari indikasi kcinginan
bcrkemih tidak diketahui, yang mengakibatkan terlambatnya bangun tidur untuk ke
kamar mandi.
c. Vesika urinaria peka rangsang dan seterusnya tidak dapat menampung urines
dalam jumlah besar.
d. Suasana cmosional yang tidak menycnangkan di rumah (misalnya persaingan
dengan saudara kandung atau cekcok dengan orangtua).
e. Orang tua yang mempunyai pendapat bahwa anaknya akan mengatasi kebiasaannya
tanpa dibantu untuk mcndidiknya.
f. Infeksi saluran kcmih atau perubahan fisik atau neurologic sistem perkemihan.
Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi 3
Lihat blog tentang materi perkuliahan kesehatan di http://www.materi-kesehatan.blogspot.com
email: materikesehatan@gmail.com
g. Makanan yang banyak mengandung garam dan mineral.Anak yang takut jalan gclap
untuk ke kamar mandi.
b. Urgensi
Adalah perasaan seseorang yang takut mengalami inkontinensia jika tidak bcrkemih. pada umumnya,
anak kecil memiliki kemampuan yang buruk dalam mengontrol sfingter eksternal. perasaan segera
ingin bcrkemih biasanya tcrjadi pada anak karena kcmampuan sfingter untuk mengontrol berkurang.
c. Disuria
Disuria adalah rasa sakit dan kesulitan dalam bcrkemih. Hal ini scring ditcmukan pada penyakit
infeksi saluran kemih, trauma, dan striktur uretra.
d. Poliuria
Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar olch ginjal, tanpa adanya
peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya dapat ditemukan pada penyakit diabetes melitus dan
penyakit ginjal kronis.
e. Urinaria supresi
Urinaria. supresi adalah berhentinya produksi urine secara mendadak. Secara normal urine
diproduksi oleh ginjal secara terus-menerus pada kecepatan 60-120 ml/jam.
Alat:
1. Botol penampung bcscrta penutup.
2. Etiket khusus.
Melakukan Kateterisasi
Kateterisasi merupakan Cara memasukkan kateter ke dalam kanclung kemih mclalui uretra yang bertujuan
membantu memenuhi kebutuhan eliminasi, sebagai pengambilan bahan pemeriksaan. Pelaksanaan
kateterisasi terbagi menjadi dua tipe-tipe intermiten (straight kateter) dan tipe indwelling (foley kateter).
Indikasi:
Tipe Intermiten
a. Tidak mampu berkemih 8-12 jam setelah operasi.
b. Retensi akut setelah trauma uretra.
c. Tidak mampu berkemih akibat obat sedatif atau analgesik.
d. Cedera tulang belakang.
e. Degenerasi neuromuskular secara progresif.
f.Untuk mengeluarkan urine residual.
Tipe Indwelling
a. Obstruksi aliran urine.
b. Post op uretra dan struktur disekitarnya (TUR-P).
c. Obstruksi uretra.
d. Inkontinensia dan disorientasi berat.
Konstipasi
Konstipasi merupakan keadaan individu yang mengalami atau berisiko tinggi mengalami stasis usus besar
sehingga menimbulkan climinasi yang jarang atau kerns, atau keluarnya tinja terlalu ke ying dan kerns.
Tanda Klinis:
a. Adanya feses yang kerns.
b. Defekasi kurang dari 3 kali seminggu.
c. Mcnurunnya bising usus.
d. Adanya keluhan pada rektum.
e. Nyeri saat mcngejan dan defekasi.
f. Adanya perasaan masih ada sisa feses
Kemungkinan Penycbab:
a. Defek persarafan, kelemahan pelvis, imobilitas karena ccdera serebrospinalis, CVA (cerebro uaskular
accident) dan lain-lain.
b. Pola defekasi yang tidak teratur.
c. Nyeri saat defekasi karena hemoroid.
d. Menurunnya peristaltik karena stres psikologis.
e. Penggunaan obat seperti antasida, laksantif, atau anaestesi.
f. Proses menua (usia lanjut).
Diare
Diare merupakan keadaan individu yang mengalami atau beresiko searing mengalami pengeluaran feses
dalam bentuk cair. Diare string disertai kcjang usus, mungkin ada rasa mual dan muntah.
Tanda Klinis:
a. Adanya pengeluaran feses cair.
b. Frekuensi lebih dari 3 kali schari.
c. Nyeri/kram abdomen.
d. Bising usus meningkat.
Kemungkinan Penycbab:
a. Malabsorpsi atau inflamasi, proses infeksi.
b. Peningkatan peristaltik karena peningkatan metabolisms.
c. Efek tinclakan pembedahan usus.
d. Efck penggunaan obat seperti antasida, laksansia, antibiotik, dan lain-lain.
e. Strcs psikologis.
Inkontinensia Usus
Inkontinesia usus merupakan keadaan individu yang mengalami perubahan kebiasaan dari proses defekasi
normal mengalami proses pengeluaran feses tak disadari. Hal ini juga disebut sebagai inkontincnsia alvi
yang merupakan hilangnya kemampuan otot untuk mengontrol pengeluaran feses dan gas melalui sfingter
akibat kerusakan sfingter.
Tanda Klinis:
a. Pengeluaran feses yang tidak dikchendaki.
Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi 8
Lihat blog tentang materi perkuliahan kesehatan di http://www.materi-kesehatan.blogspot.com
email: materikesehatan@gmail.com
Kemungkinan Penyebab:
a. Gangguan sfingter rektal akibat cedes anus, pembedahan, dan lain-lain.
b. Distensi rektum berlebih.
c. Kurangmya kontrol sfingtcr akibat cedes medula spinalis, CVA, dan lain-lain.
d. Kerusakan kognitif.
Kembung
Kembung merupakan keadaan penuh udara dalam perut karma pengumpulan gas sccara b(,-rlcbihan dalam
lambung atau usus.
Hemorroid
Hemorroid merupakan keadaan terjadinya pelebaran vena di daerah anus sebagai akibat peningkatan
tekanan di dacrah anus yang dapat disebabkan karena konstipasi, perenggangan saat defekasi, dan lain-
lain.
Fecal Impaction
Fecal impaction merupakan maser feses keras dilipatan rektum yang diakibatkan olch retensi dan akumulasi
materi feses yang berkepanjangan. Penyebab konstipasi asupan kurang, aktivitas kurang, diet rendah serat,
dan kelemahan tonus otot.
2. Diet
Diet atau pola atau jenis makanan yang dikonsumsi dapat memengaruhi proses defekasi. Makanan yang
memiliki kandungan serat tinggi dapat membantu proses percepatan defekasi dan jumlah yang
dikonsumsi pun dapat memengaruhinya.
3. Asupan cairan
Pemasukan cairan yang kurang dalam tubuh membuat defekasi menjadi keras oleh karena proses
absorpsi air yang kurang sehingga dapat memengaruhi kesulitan proses defekasi.
4. Aktivitas
Aktivitas dapat memengaruhi proses defekasi karena mclalui aktivitas tonus otot abdomen, pelvis, dan
diafragma dapat membantu kelancaran proses defekasi, sehingga proses gerakan peristaltik pada daerah
kolon dapat bcrtambah baik, dan memudahkan untuk membantu kelancaran proses defekasi.
5. Pengobatan
Pengobatan juga dapat memengaruhinya proses defekasi seperti pengunaan obat-obatan laksatif atau
antasida yang terlalu sering.
6. Gaya Hidup
Kcbiasaan atau gaya hidup dapat memengaruhi proses defekasi. Hal ini dapat terlihat pada seseorang
yang memiliki gaya hidup sehat/kebiasaan melakukan buang air besar ditempat yang bersih atau toilet,
maka ketika sescorang tersebut buang air besar ditempat yang terbuka atau tempat yang kotor maka ia
akan mengalami kcsulitan dalam proses defekasi.
7. Penyakit
Beberapa penyakit dapat memengaruhi proses defekasi, biasanya penyakit penyakit tersebut
berhubungan langsung dengan sistem pencernaan seperti gastroenteristis atau penyakit infeksi lainya.
8. Nyeri
Adanya nyeri dapat memengaruhi kemampuan/keinginan untuk berdefekasi seperti nyeri pada kasus
hemoroid, dan episiotomi.
Alat:
1. Tempat penampung atau botol penampung beserta penutup.
2. Etiket khusus.
3. Dua batting lidi kapas sebagai alat untuk mengambil feses.
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Anjurkan untuk buang air besar lalu ambil feses mclalui lidi kapas yang telah
dikeluarkan. Setelah selesai anjurkan untuk membersihkannya daerah sekitar
anus.
4. Asupan bahan pemeriksaan kc dalam botol yang tclah disediakan.
5. Catat names pasien dan tanggal pcngambilan bahan pemeriksaan.
6. Cuci tangan.
7.
Menolong Buang Air Besar dengan Menggunakan Pispot
Menolong buang air besar dengan menggunakan pispot merupakan tindakan kcperawatan yang dilakukan
pada pasien yang tidak mampu buang air besar secara sendiri di kamar kecil dengan cara membantu
menggunakan pispot (penampung) untuk buang air besar di tempat tidur, dengan tujuan memenuhi
kebutuhan eliminasi alvi.
Gambar Pispot
Sumber: Kathleen Hoerth Belland dan Mary Ann Wells, 1986
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Pasang sampiran kalau di bangsal umum.
4. Gunakan sarung tangan.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Tempatkan pispot di antara pengalas tepat di bawah glutea dengan posisi
bagian lubang pispot, tepat di bawah rektum.
7. Setelah pispot tepat di bawah glutea, tanyakan pada pasien apakah sudah
nyaman atau bclum kalau bclum, atur sesuai dengan kebutuhan.
8. Anjurkan pasien untuk buang air besar pada pispot yang disediakan.
9. Setelah selesai siram dengan air hingga bersih dan keringkan dengan tisu.
Prinsip Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi 10
Lihat blog tentang materi perkuliahan kesehatan di http://www.materi-kesehatan.blogspot.com
email: materikesehatan@gmail.com
10. Catat tanggal dan jam defekasi serta karakteristiknya.
11. Cuci tangan.
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Alaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Atur ruangan, letakkan sampiran apabila di bangsal umum atau tutup pintu apabila di
ruang sendiri.
4. Atur posisi pasien dengan posisi sim miring ke kiri.
5. Pasang pengalas di bawah glutea.
6. Irigator diisi cairan hangat sesuai dengan suhu badan (40,5-43 derajat celcius) dan
hubungkan kanula rekti, kemudian cek aliran dengan membuka kanula dan keluarkan air
ke bengkok dan berikan jeli pada ujung kanula.
7. Gunakan sarung tangan dan asupan kanula kira-kira 15 cm ke dalam rektum ke arah
kolon desenclen sambil pasien diminta untuk bernapas panjang dan memegang Irigator
setinggi 50 cm dari tempat tidur. Buka klemnya dan air dialirkan sampai pasien
menunjukkan keinginan untuk buang air besar.
8. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar bila mau buang air besar dan pasting pispot
atau anjurkan ke toilet. Jika pasien tidak mampu mobilisasi jalan bcrsihkan daerah
sekitar rektum hingga bersih.
9. Cuci tangan.
10. Catat jumlah feses yang keluar, warner, konsistensi dan respons pasien.
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Atur ruangan, apabila pasien sendiri maka tutup pintu, dan gunakan sampiran bila di ruang bangsal
umum.
4. Atur posisi pasien (miringkan ke kiri), dan berikan pengalas di bawah gluten, serta buka pakaian bawah
pasien.
5. Gunakan sarung tangan, kemudian spuit diisi gliserin kurang lebih 10-20 cc dan cek kehangatan cairan
gliserin.
6. Masukkan gliserin perlahan-lahan ke dalam anus dengan cara tangan kiri mendorong perenggangan
daerah rektum, tangan kanan memasukkan spuit kedalam anus sampai pangkal kanula dengan ujung
spuit diarahkan kedepan dan anjurkan pasien napas dalam.
7. Setelah selesai, cabut dan masukkan ke dalam bengkok. Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa
ingin defekasi dan pasang pispot. Apabila pasien tidak mampu ke toilet, bersihkan dengan air hingga
bersih dan keringkan dengan tisu.
8. Pasang pispot atau anjurkan ke toilet.
9. Lepaskan sarung tangan, catat jumlah feses yang keluar, warna, konsistensi, dan respons pasien.
10. Cuci tangan.
Gambar Pemberian Gliserin per Rektal Sumber: Potter dan Perry, 1994
Prosedur Kerja:
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan.
3. Gunakan sarung tangan dan beri minyak pelumas Ueli) pada jari telunjuk.
4. Atur posisi miring dengan lutut flcksi.
5. Masukkan jari ke dalam rektum dan dorong dengan perlahan-lahan sepanjang dinding
rektum ke arah umbilikus (ke arah masa feses yang impaksi).
6. Secara perlahan-lahan lunakkan massa dengan masase daerah feses yang impaksi
(arahkan jari pada inti yang keras).
7. Gunakan pispot bila ingin buang air besar atau bantu ke toilet.
8. Lepaskan sarung tangan, kemudian catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan,
serta respons pasien.
9. Cuci tangan. (Hidayat, AAA dan Uliyah, M, 2005).
OLEH :
1. EMAH SUAEMAH
2. NENDEN RATNA DEWI