Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kebutuhan Eliminasi dan Aktivitas

2.1.1 Definisi Kebutuhan Eliminasi dan Aktivitas

Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh. Pembuangan


dapat melalui urine ataupun bawel. Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan.
Proses pengeluaran ini sangat bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urine seperti
ginjal, ureter, bladder dan uretra. Ginjal memindahkan air air dari darah dalam bentuk urine.
Ureter mengalirkan urine ke bladder. Bladder urine ditampung sampai mencapai batas
tertentu yang kemudian dikeluarkan melalui uretra (Tarwoto dan Hartonah, 2006).

Eliminasi urine tergantung kepada fungsi ginjal, ureter, kandung kemih, dan uretra.
Semua organ sistem perkemihan harus utuh dan berfungsi dengan baik, supaya urine berhasil
di keluarkan dengan baik (Potter & Perry, 2005). Berikut diuraikan anatomi dan fisiologi
organ sistem perkemihan menurut Hidayat (2006).

a. Ginjal
Ginjal adalah organ berbentuk kacang berwarna merah tua, panjang 12,5 cm
dan tebalnya 2,5 cm. Beratnya kurang lebih 125 sampai 175 gram pada laki-laki dan
115-155 gram pada wanita. Ginjal terletak pada bagia belakang rongga abdomen
bagian atas setinggi vertebrata thorakal 11 dan 12, ginjal dilindungi oleh otot-otot
abdomen, jaringan lemak atau kapsul adiposa. Nefron merupakan unut struktural dan
fungsional ginjal. 1 ginjal mengandung 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit
pembentuk urine. Proses filtrasi, absorbsi dan sekresi dilakukan di nefron. Filtrasi
terjadi di glomerulus yang merupakan yang merupakan gulungan kapiler dan
dikelilingi kapsul epitel berdinding ganda yang disebut kapsul bowman.
b. Ureter
Setelah urine terbentuk kemudian akan di alirkan ke pelvis ginjal lalu ke
bladder melalui ureter. Panjang ureter pada orang dewasa antara 26 sampai 30 cm
dengan diameter 4 sampai 6 mm. Setelah meninggalkan ginjal, ureter berjalan ke
bawah dibelakang peritoneum ke dinding bagian belakang kandung kemih. Lapisan
tengah ureter terdiri atas otot-otot yang di stimulasi oleh transmisi impuls elektrik
berasal dari saraf otonom. Akibat gerakan peristaltik ureter maka urine di dorong ke
kandung kemih.
c. Kandung kemih
Kandung kemih merupakan tempat penampungan urine, terletak di dasar
panggul pada daerah retroperitoneladan terdiri atas otot-otot yang dapat mengecil.
Kandung kemih terdiri atas dua bagian fundus atau body yang merupakan otot
lingkar, tersusun dari otot detrusor danbagian leher yang berhubungan langsung
dengan uretra. Pada leher kandung kemih terdapat spinter interna. Spinter ini di
kontrol oleh sistem saraf otonom. Kandung kemih dapat menampug 300 sampai 400
ml urine.
d. Uretra
Merupakan saluran pembuangan urine yang langsung keluar dari tubuh.
Kontrol pengeluaran urine terjadi karena adanya spinter kedua yaitu spinter eksterna
yang dapat di kontrol oleh kesadaran kita. Panjang uretra wanita lebih pendek yaitu
3,7 cm sedangkan pria 20 cm. Sehingga pada wanita lebih sering beresiko terjadinya
infeksi saluran kemih.
Masalah-masalah eliminasi urine Pasien yang memiliki masalah perkemihan
paling sering mengalami gangguan dalam aktivitas berkemihnya. Gangguan ini
diakibatkan oleh kerusakan fungsi kandung kemih, adanya obstruksi pada aliran urine
yang mengalir, atau ketidakmampuan mengontrol berkemih (Potter & Perry, 2005)
sehingga muncul masalah-masalah eliminasi seperti dibawah ini (Hidayat, 2006):
a. Retensi Urine Merupakan penumpukan urine dalamm bladder dan ketidak
mampuan bladder untuk mengosongkan kandung kemih. Penyebab distensi bladder
adalah urin yang terdapat dalam bladder melebihi 400 ml. Normalnya adalah 250-450
ml.
b. Inkontinensia urine Adalah ketidakmampuan otot spinter eksternal
sementara atau menetap untuk mengontrol ekskresi urine.
c. Enuresis Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan
ketidakmampuan untuk mengendalikan spinter eksterna. Biasanya terjadi pada anak-
anak atau pada orang jompo.
Faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urine Banyak faktor yang
mempengaruhi volume dan kualitas urine serta kemampuan klien untuk berkemih
(Hidayat, 2006).
a. Diet dan asupan Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
memengaruhi output atau jumlah urine. Protein dan natrium dapat menentukan jumlah
urine yang dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat eningkatkan pembentukan urine.
b. Respons keinginan awal untuk berkemih Kebiasaan mengabaikan keinginan
awal untuk berkemih dapat menyebabakan urine banyak tertahan di vesika urinaria
sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah pengeluaran urine.
c. Gaya hidup Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan
kebutuhan eliminasi, dalam kaitannya dengan ketersediaan fasilitas toilet.
d. Stres psikologis Meningkatnya stres dapat mengakibatkan seringnya
frekuensi keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk
keinginan berkeinginan berkemih dan jumlah urine yang dihasilkan.
e. Tingkat aktivitas Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria
yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan
kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan
dengan beraktivitas.
f. Tingkat perkembangan Tingkat pertumbuhan dan perkembangan dapat
mempengaruhi pola berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih
memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol uang air kecil.
Namun dengan bertambahnya usia kemampuan untuk mengontrol buang air kecil
semakin meningkat.
g. Kondisi penyakit Kodisi penyakit tertentu seperti diabetes melitus, ginjal
dan lain-lain dapat memengaruhi produksi urine.
h. Sosiokultural Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi
urine, seperti adanya kultur masyarakat yang melarang buang air kecil di tempat
tertentu.
i. Kebiasaan seseorang Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di toilet
dapat mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot urine bila
dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu
proses berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya sangat
berperan dalam kontaksi pengontrolan pengeluara urine.
k. Pengobatan Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan
jumlah urine. Misalnya pemberian diuretik hormon dapat menigkatkan jumlah urine
sedangkan pemberian obat antikolinergik atau antihipertensi dapat menyebabkan
retensi urine.

Perubahan Pola Eliminasi urine


Pola eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah
bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam satu hari sekitar 5 kali.
Perubahan pola eliminasi urine merupakan keadaan seseorang yang mengalami
gangguan pada eliminasi urine, disebabkan oleh multiple (obstruksi anatomis),
kerusakan motorik sensorik dan infeksi saluran kemih. Hal itu lah yang
mempengaruhi perubahan pola eliminasi (Hidayat, 2006).
Warna urine normal adalah kuning terang karena adanya pigmen urochrome.
Namun demikian, warna urine tergantung pada intake cairan, keadaan dehidrasi
konsentrasinya menjadi pekat dan kecoklatan, penggunaan obat-obat tertentu seperti
multivitamin dan preparat besi maka urine akan berubah menjadi kemerahan sampai
kehitaman. Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil
pemecahan urea oleh bakteri. Pemberian pengobatan akan memengaruhi bau urine
(Tarwoto dan Hartonah, 2006).
Menurut Hidayat (2006), pola eliminasi terdiri dari:
a. Frekuensi Frekuensi merupakan banyaknya jumlah berkemih dalam sehari.
Peningkatan frekuensi berkemih dikarenakan meningkatnya jumlah cairan yang
masuk. Frekuensi yang tinggi tanpa suatu tekanan asupan cairan dapat disebabkan
oleh sistisis. Frekuensi tinggi dapat ditemukan juga pada keadaan stres atau hamil.
b. Urgensi Urgensi adalah perasaan seseorang untuk berkemih, takut
mengalami inkontinensia jika tidak berkemih. Pada umumya terjadi pada anak-anak
karena memiliki kemampuan buruk dalam mengontrol sfingter.
c. Disuria Disuria adalah keadaan rasa sakit dan kesulitan dalam berkemih.
Hal ini sering ditemukan pada penyakit infeksi saluran kemih, trauma pada vesika
urinaria dan striktur uretra.
d. Poliuria Poliuria merupakan produksi urine abnormal dalam jumlah besar
oleh ginjal, tanpa adanya peningkatan asupan cairan. Hal ini biasanya ditemukan pada
penderita diabetes melitus, defisiensi anti diuretik hormon (ADH), dan penyakit ginjal
kronik.
e. Urinaria Supresi Urinaria supresi adalah berhentinya produksi urine secara
mendadak. Secara normal, urine diproduksi oleh ginjal pada kecepatan 60-120 ml/jam
secara terusmenerus.

Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian

Untuk mengidentifikasi masalah eliminasi urine dan mengumpulkan data


guna menyusun suatu rencana keperawatan, perawat perlu melakukan
pengkajian keperawatan. Menurut Tarwoto dan Hartonah (2006) hal-hal yang
perlu di kaji adalah sebagai berikut:

1) Riwayat keperawatan

a. Pola berkemih

b. Gejala dari perubahan berkemih

c. Faktor yang mempengaruhi berkemih

2) Pemeriksaan fisik Pada abdomen perlu diperiksa pembesaran, pelebaran


pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran ginjal, nyeri tekan,
tenderness, bising usus. Pada genitalia wanita perlu dilakukan pemeriksaaan
inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina dan pada genitalia laki-laki periksa kebersihan, adanya lesi, tenderness,
adanya pembesaran skrotum.

3) Intake dan output cairan Lakukan pengkajian intake dan output cairan
dalam satu hari, kebiasaan minum di rumah dan intake, cairan infus, oral,
makanan, NGT kemudian kaji perubahan volume urine untuk mengetahui
ketidak seimbangan cairan. Lakukan pengkajian output urine dari urinal,
cateter bag, drainage, ureterostomi, sistostomi dan periksa karakteristik urine
seperti : warna, kejernihan, bau dan kepekatan.

4) Pemeriksaan diagnostik Untuk data yang lebih lengkap dan akurat


perhatikan pemeriksaan diagnostik pada urine, seprti warna normalnya adalah
jernih kekuningan, penampilan urine normalnya jernih, bau beraroma, Ph
normalnya 4,5-8,0, berat jenis normalnya 1,005-1,030, glukosa normalnya
tidak terdapat pada urine dan tidak terdapat keton pada urine normal.

Trauma medulla spinalis. Kemungkinan data yang ditemukan adalah adanya


inkontinensia, keinginan berkemih yang segera, sering ke toilet, menghindari
minum, spasme bladder dan setiap berkemih kurang dari 100 ml atau lebih
dari 550 ml. Tujuan yang diharapkan adalah klien dapat mengontrol
pengeluaran urine setiap 4 jam, tidak ada tanda-tanda retensi dan inkontinensia
urine kemudian klien berkemih dalam keadaan rileks. c. Intervensi
Keperawatan Berdasarkan diagnosa keperawatan yang diperoleh, menurut
Tarwoto dan Hartonah (2003) perlu dilkukan intervensi yang rasional yang
terdapat dalam tabel dibawah ini:

Intervensi Rasional

1. Monitor keadaan bladder setiap 1. Membantu mencegah distensi atau


2 jam. komplikasi.
2. Tingkatkan aktivitas dengan 2. Meningkatkan kekuatan otot ginjal
kolaborasi dokter/fisioterapi dan fungsi bladder.
3. Kolaborasi dalam bladder 3. Menguatkan otot dasar pelvis.
training. 4. Mengurangi/ menghindari
4. Hindari faktor pencetus inkontinensia.
inkontinensia urine seperti cemas. 5. Mengatasi faktor penyebab.
5. Kolaborasi dalam pengobatan 6. Meningkatkan pengetahuan dan
dan kateteraisasi. diharapkan pasien lebih kooperatif.
6. Jelaskan tentang pengobatan,
kateter, penyebab dan tindakan
lainnya.
Masalah Keperawatan dan Analisa data Berdasarkan hasil pengkajian yang
dilakukan pada tanggal 17 Juli 2013 dari data-data yang diperoleh dilakukan analisa
data dengan mengelompokkan data objek dan data subjek. Dari analisa data yang
dilkukan ditemukan tiga masalah keperawatan yaitu: gangguan pola eliminasi, nyeri,
dan resiko tinggi cedera.

b. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa Keperawatan Masalah keperawatan kemudian dirumuskan dalam


bentuk diagnosa keperawataan berdasarkan keterkaitan dan faktor-faktor yang
menandai masalah yaitu data subjek dan data objek yang telah di kaji. Dari hasil
perumusan diperoleh tiga diagnosa yaitu: 1. Gangguan pola eliminasi berhubungan
dengan stimulasi kandung kemih oleh batu ditandai dengan inkontinensia dan urgensi.
2. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan ditandai dengan pasien tampak gelisah,
merintih dan fokus pada diri sendiri. 3. Resiko cedera pada pasien berhubungan
dengan penurunan fungsi fisiologis yaitu penurunan kekuatan otot tungkai bawah
ditandai dengan pasien tidak pakai kateter, pispot melainkan ke toilet.

c. Perencanaan Keperawatan dan Rasional

Setelah melakukan pengkajian keperawatan, dari data yang diperoleh


dilakukan analisa dan menemukan masalah-masalah keperawatan kemudian
dirumuskan dalam diagnosa keperawatan. Pada saat itu juga perawat melakukan
perencanaan tindakan keperawatan untuk memberi asuhan keperawatan.

Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa gangguan pola eliminasi


berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu ditandai dengan
inkontinensia dan urgensi.

No Perencanaan keperawatan
Dx
Dx1 Tujuan
1.Membantu mencegah distensi atau komplikasi
Kriteria hasil:
1. Pasien berkemih dengan jumlah normal dan pola yang normal.
2. Pasien tidak mengalami tanda obstruksi
Rencana Tindakan Rasional

1. Monitor keadaan bladder 1. Monitor keadaan bladder setiap 2 jam


setiap 2 jam 2. Tingkatkan aktivitas dengan kolaborasi
2. Tingkatkan aktivitas dengan dokter/fisioterapi.
kolaborasi dokter/fisioterapi. 3. Kolaborasi dalam bladder training.
3. Kolaborasi dalam bladder 4.Hindari faktor pencetus
training. inkontinensiaurine seperti cemas.
4. Hindari faktor pencetus 5.Kolaborasi denga dokter dalam
inkontinensiaurine seperti pengobatan dan kateterisasi.
cemas. 6. Jelaskan tentang : pengobatan, kateter,
5. Kolaborasi denga dokter penyebab, dan tindakan lainnya.
dalam pengobatan dan
kateterisasi.
6. Jelaskan tentang :
pengobatan, kateter, penyebab,
dan tindakan lainnya.

Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa nyeri berhubungan dengan trauma


jaringan ditandai dengan pasien tampak gelisah, merintih dan fokus pada diri sendiri.

No Perencanaan Keperawatan

Dx

Dx Tujuan :
2
1. Pasien dapat mengontrol nyeri dengan relaksasai.
Kriteria hasil:
1. Pasien tampak rileks dan tidur tepat.
Rencana Tindakan Rasional

1. Catat lokasi, lamanya 1. Membantu mengevaluasi tempaat obstruksi


intensitas(skala 0-10) dan dan kemajuan gerakan kalkulus, nyeri
penyebaran. Perhatikan tanda pinggang sering menyebar ke punggung, lipat
non verbal, contoh peninggian paha, genitalia sehubungan dengan proksimitas
TD dan nadi, gelisah, merintih saraf pleksus dan pembuluh darahyang
dan menggelepar. menyuplai area lain. Nyeri tiba-tiba dan hebat
dapat mencatuskan ketakutan, gelisah dan
2. Jelaskan penyebab nyeri dan
ansietas berat.
pentingnya melaporkan ke staf
terhadap perubahan 2. Memberikan kesempatan untuk pemberian
kejadian/karakteristik nyeri. analgesi sesuai waktu dan mewaspadakan saraf
akan kemungkinan lewatnya batu/terjadi
3. Berikan tindakan nyaman,
komplikasi. Penghentian tiba-tiba nyeri
contoh pijatan punggung,
biasanya menunjukkan lewatnya batu.
lingkungan istirahat.
3. Meningkatkan relaksasi, menurunkan
4. Dorong / bantu dengan
tegangn otot dan meningkatkan koping
ambulasi sering sesuai indikasi
dan pemasukan cairan 4. Hidrasi kuat meningkatkan lewatnya batu,
sedikitnya 3-4 L/hari dalam mencegah stasis urine, dan membantu
toleransi jantung. Perhatikan mencegah pembentukan batu selanjutnya. 5.
keluhan peningkatan / nyerinya Biasanya diberikan selama episode akut untuk
abdomen menurunkan kolik uretral dan meningkatkan
relaksasi otot.
5. Kolaborasi pemberian obat
anti nyeri.

Perencanaan tindakan keperawatan dengan diagnosa resiko cedera pada pasien berhubungan
dengan penurunan fungsi fisiologis yaitu penurunan kekuatan otot tungkai bawah ditandai
dengan pasien tidak pakai kateter, pispot melainkan ke toilet.

No Perencanaan Keperawatan
Dx

Dx3 Tujuan:

1. Supaya pasien mengurangi aktivitas mobilisasi.

2. Mengurangi resiko cedera

Kriteria hasil:

1. Pasien tetap dapat memenuhi kebutuhan dengan mobilisasi.

Rencana Tindakan Rasional

1. Identifikasi bagian tubuh yang 1. Penurunan fungsi tubuh akan mengurangi


mengalami penurunan fungsi kemaksimalan dalam mobilisasi.
fisiologis.
2. Faktor usia mempengaruhi penuruna fungsi
2. Identifikasi faktor penyebab tubuh.
penurunan fungsi tubuh.
3. Menghindari terjadinya cedera pada pasien.
3. Bantu pasien saat akan
4. Mengurangi resiko terjadinya cedera akibat
mobilisasi atau anjurkan keluarga
banyak mobilisasi.
pasien untuk memantau dan
membantu mobilisasi toileting.

4. Menganjurkan untuk
pemasangan kateter atau
menggunakan pispot.

D. Implementasi dan Evaluasi


Dari perencanaan yang dilakukan tidak semua tindakan dilakukan sesuai dengan
perencanaan, ada juga perencanaan yang dilakukan namun pasien tidak setuju tindakan itu
dilakukan (secara lengkap terdapat pada lampiran 3).

Untuk diagnosa pertama yaitu gangguan pola eliminasi, tindakan yang dilakukan
adalah memonitor keadaan bladder tiap dua sampai tiga jam, menjelaskan kepada pasien
tentang gangguan pola eliminasi yang dialami pasien terkait penyakit pasien, menganjurkan
pasien untuk banyak minum air putih, menganjurkan pasien untuk mengurangi konsumsi
minuman kemasan berasa dan berwarna, menganjurkan pasien untuk menggunakan kateter
atau pispot untuk BAK. Setelah di evaluasi selama perawatan masalah untuk diagnosa
pertama belum teratasi, pasien masih BAK lebih dari 20 kali dalam 24 jam, pasien tidak mau
menggunakan kateter atau pispot, pasien sudah mengurangi konsumsi minuman berwarna
dan berasa.

Untuk diagnosa kedua nyeri, tindakan yang dilakukan adalah mengkaji skala nyeri,
mengkaji vital sign, menjelaskan kepada pasien penyebab nyeri yang dialami pasien,
mengajarkan relaksasi nafas dalam dan distraksi untuk mengurangi rasa nyeri dan kolaborasi
utuk mengurangi rasa nyeri. Dari tindakan yang dilakukan masalah teratasi sebagian, dapat
dilihat ketika pasien merasa nyeri pasien dapat melakukan relaksasi nafas dalam dan distraksi
tanpa harus di dampingi perawat.

Untuk diagnosa ketiga yaitu resiko cedera, tindakan yang dilakukan pasien adalah
menjelaskan kepada pasien tentang penurunan fungsi ekstremitas bawah, menganjurkan
pasien menggunakan kateter atau pispot, pasien tetap tidak mau menggunakan pispot atau
kateter, saat BAK pasien ke toilet dengan bantuan istri yang juga sudah tua, terkadang di
bantu cucu yang menjaga pasien. Resiko cedera teratasi sebagian dengan adanya bantuan
keluarga untuk toileting.

Anda mungkin juga menyukai