Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Eliminasi urin merupakan salah satu dari proses metabolik tubuh. Zat yang
tidak dibutuhkan, dikeluarkan melalui paru-paru, kulit, ginjal dan pencernaan.
Paru-paru secara primer mengeluarkan karbondioksida, sebuah bentuk gas yang
dibentuk selama metabolisme pada jaringan. Hampir semua karbondioksida
dibawa keparu-paru oleh sistem vena dan diekskresikan melalui pernapasan. Kulit
mengeluarkan air dan natrium / keringat. Ginjal merupakan bagian tubuh primer
yang utama untuk mengekskresikan kelebihan cairan tubuh, elektrolit, ion-ion
hidrogen, dan asam.
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu: kandung kemih secara
progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang,
yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul refleks saraf yang
disebut refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung
kemih atau jika ini gagal, setidak-tidaknya menimbulkan kesadaran akan
keinginan untuk berkemih. Meskipun refleks miksi adalah refleks autonomik
medula spinalis, refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat
korteks serebri atau batang otak.
Eliminasi urin secara normal bergantung pada satu pemasukan cairan dan
sirkulasi volume darah, jika salah satunya menurun, pengeluaran urin akan
menurun. Pengeluaran urin juga berubah pada seseorang dengan penyakit ginjal,
yang mempengaruhi kuantitas, urin dan kandungan produk sampah didalam urin.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah merupakan acuan yang akan menjadi bahasan. Adapun
beberapa rumusan masalah adalah sebagai berikut:
1. Apa definisi dari gangguan eliminasi?
2. Apa Fisiologis dari gangguan eliminasi?
3. Apa saja Penyebab dari gangguan eliminasi?
4. Bagaimana Nilai Normal dan Perhitungan Cairan?
5. Apa saja Klasifikasi dari gangguan eliminasi?
6. Apa saja Manifestasi dari gangguan eliminasi?
7. Apa saja Pemeriksaan Penunjang dari gangguan eliminasi?
8. Bagaimana Konsep Asuhan Keperawatan pada gangguan eliminasi?

C. Tujuan
Berdasarkan kepada rumusan masalah maka tujuan makalah ini dibuat sebagai
berikut:
1. Mengetahui definisi dari gangguan eliminasi.
2. Mengetahui fisiologis dari gangguan eliminasi.
3. Mengetahui penyebab dari gangguan eliminasi.
4. Mengetahui nilai Normal dan Perhitungan Cairan.
5. Mengetahui Klasifikasi dari gangguan eliminasi.
6. Mengetahui Manifestasi dari gangguan eliminasi.
7. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang dari gangguan eliminasi.
8. Mengetahui Konsep Asuhan Keperawatan dari gangguan eliminasi.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Definisi
Eliminasi merupakan pengeluaran cairan. Proses pengeluaran ini sangat
bergantung pada fungsi-fungsi organ eliminasi urin seperti ginjal, ureter,
bladder, dan uretra (Wartonah, 2012).
Eliminasi urine (buang air kecil) merupakan proses pemenuhan kandung
kemih. Dan sistem yang berperan dalam sistem ini yaitu ginjal, ureter,
kandung kemih, dan uretra. Gangguan eliminasi uirne dapat diartikan sebagai
adanya disfungsi pada eliminasi urine (Nanda, 2015).

B. Fisiologis
1. Ginjal
Merupakan organ retroperitoneal yang berperan sebagai pengatur komposisi
dan volume cairan dalam tubuh serta penyaring darah untuk dibuang dalam
bentuk urin sebagai zat sisa yang tidak diperlukan oleh tubuh dan menahannya
agar tidak bercampur dengan zat-zat yang tidak diperlukan oleh tubuh. Pada
bagian ginjal terdapat nefron yang merupakan unit dari struktur ginjal dan
melalui nefron ini urin disalurkan ke dalam bagian pelvis ginjal, kemudian
disalurkan melalui ureter ke kandung kemih.
2. Kandung kemih
Merupakan kantung yang terdiri dari atas otot halus yang berfungsi
menampung urin. Dalan kandung kemih terdapat lapiran jaringan otot yang
paling dalam disebut dekstrusor, berfungsi mengeluarkan urin bila terjadi
kontraksi. Dalam kandung kemih juga terdapat lapisan tengah jaringan otot
berbentuk lingkaran yang disebut otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran
antara kandung kemih dengan ureta, sehingga dapat menyalurkan urin dari
kandung kemih ke luar tubuh.

3. Uretra
Merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urin ke bagian luar tubuh.
Pada pria uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urin dan system
reproduksi, berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri dari 3 baian yaitu
prostat, selaput (membran), dan bagian berongga (ruang). Pada wanita, uretra
memiliki ukuran panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat
menyalurkan urin ke bagian luar tubuh.
Berkemih adalah proses pengsongan vesika uriania. Proses ini dimulai dengan
terkumpulnya urin dalam vesika urinaria yangmerangsang saraf-saraf sensorik
dalam dinding vesika urinaria (bagian reseptor). Mekanisme berkemih terjadi
karena vesika urinaria berisi urin yang dapat menimbulkan rangsangan,
melalui medulla spinalis dihantarkan ke pusat pengontrol berkemih yang
terdapat di korteks serebral, kemudian otak memberikan impuls/rangsangan
melaui medulla spinalis ke neuromotoris di daerah sacral, serta terjadi
koneksasi otot detrusor dan relaksasi otot sfingter internal (Aziz, 2015).

C. Etiologi
Etiologi gangguan dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi urine yaitu sebagai
berikut:
1. Ketidakseimbangan intake cairan.
2. Adanya obstruksi.
3. Adanya infeksi pada saluran perkemihan.
4. Pertumbuhan jaringan yang abnormal.
5. Adanya masalah sistemik (Perry, 2010).
D. Nilai Normal dan Cara Perhitungan
Rumus jumlah urin normal: 0,5-1cc/kg/jam. Dalam kondisi normal, output
urin sekitar 1400-1500ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam (Mangku,
2010).

E. Klasifikasi
Pada kebutuhan eliminasi urin, masalah yang ada diantaranya:
1. Retensi Urin
Merupakan penumpukan urin dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan isinya, sehingga
menyebabkan distensi dari vesika urinaria.
2. Inkontinensia Urin
Merupakan keadaan dimana seseorang mengalami pengeluaran urin yang
terus-menerus dan tidak dapat diperkirakan.
3. Enuresis
Merupakan ketidaksanggupan menahan kemih yang diakibatkan idak
mampu mengontrol sfingter eksterna. Banyak terjadi pada anak atau
jompo dan umumnya pada malam hari (Aziz, 2015).

F. Manifestasi Klinis
1. Inkontinensia Urine
a. Tidak dapat menahan atau mengontrol rasa ingin buang air kecil
sebelum sampai di WC.
b. Sering mengompol.
2. Retensi Urine
a. Distensi serta ketidaksanggupan untuk berkemih.
b. Urine yang keluar tidak seimbang dengan intake.
c. Meningkatnya keinginan untuk berkemih.
d. Ketidaknyamanan pada daerah pubis (Perry, 2010).
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan IVP (intravenous pyeloram)
Dengan menbatasi jumlah asupan dapat memengaruhi produksi urin
2. Pemeriksaan urin (urinalisis)
Warna: jernih kekuningan
Penampilan: jernih
Bau: beraroma
PH: 4,5-8,0
Berat jenis: 1,005-1,030
Glukosa: negative
Keton: negative
3. Kultur urin: kuman patogen negative (Aziz, 2015).

H. Penalatalaksanaan
1. Monitor/observasi perubahan faktor, tanda gejala terhadap masalah
perubahan eliminasi urin dan inkontinensia.
2. Monitor perubahan retensi urin.
3. Lakukan katerisasi urin.
4. Kurangi faktor yang mempengaruhi/penyebab masalah (Aziz, 2015).

I. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Anamnesa
1) Kebiasaan berkemih
a) Bagaimana kebiasaan berkemih?
b) Hambatan berkemih?
c) Apakah frekuensi berkemih bergantung pada kebiasaan atau
kesempatan?
2) Pola berkemih
a) Frekuensi, berapa kali individu berkemih dalam 24 jam?
b) Urgensi, sering ke toilet karena takut mengalami inkontinensia
jika tidak berkemih?
c) Disuria, adakah rasa sakit saat berkemih atau kesulitan untuk
berkemih?
d) Polyuria, apakah urin yang keluar berlebihan, tanpa ada
peningkatan masukan cairan?
e) Urinaria supresi, apakah saat berkemih keadaan produksi urin
yang berhenti mendadak?
f) Volume urin, berapa banyak jumlah urin yang dikeluarkan
dalam eaktu 24 jam?
g) Keadaan urin, baimana warna, bau, kejernihan, adakah darah
yang keluar saat berkemih?
b. Pemeriksaan Fisik
1) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder,
pembesaran ginjal, nyeri tekan, tenderness, bising usus.
2) Gentalia Wanita
Inflamasi, nodul, lesi, adanya secret dari meatus, keadaan atropi
jaringan vagina.
3) Genitalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, tenderness, adanya pembesaran skrotum
(Wartonah, 2012).
2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan Eliminasi Urin
b. Inkontinensia Berlanjut
c. Retensi Urin
3. Rencana Asuhan Keperawatan
a. Gangguan Eliminasi Urin
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Gangguan Eliminasi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Eliminasi Urin Observasi
Urin keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi - Mengetahui tanda gejala
eliminasi urin membaik, - Identifikasi tanda gejala retensi, retensi atau inkontinensia
dengan kriteria: atau inkontinensia urin. urin.
a. Sensasi berkemih - Identifikasi factor yang - Mengetahui factor yang
meningkat menyebabkan retensi atau menyebabkan retensi atau
b. Desakan berkemih inkontinensia urin. inkontinensia urin.
menurun - Monitor eliminasi urin (frekuensi, - Mengetahui eliminasi urin
c. Distensi kandung konsistensi, aroma, volume, dan (mis. frekuensi, konsistensi,
kemih menurun warna). aroma, volume, dan warna).
d. Urin menetes menurun Terapeutik Teurapeutik
e. Mengompol menurun - Catat waktu dan haluaran - Mengetahui waktu dan
f. Frekuensi BAK berkemih. haluaran berkemih.
membaik - Batasi asupan cairan, jika perlu. - Untuk mengatur balance
- Ambil sampel urin tengah cairan.
(midstream) atau kultur. - Pemeriksaan urin.
Edukasi Edukasi
- Ajarkan tanda gejala infeksi - Agar pasien mengetahui
saluran kemih. tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara mengukur asupan saluran kemih.
cairan dan haluaran urin. - Agar pasien dapat
- Ajarkan mengenali tanda menyeimbangkan asupan
berkemih dan waktu yang tepat cairan dan haluaran,
untuk berkemih. - Agar pasien berkemih
- Ajarkan terapi modalitas dengan waktu yang tepat.
penguatan oot-otot - Memperbaiki kandung
panggul/berkemihan. kemih.
- Anjurkan minum yang cukup, - Agar pasien tidak berkemih
jika perlu. saat tidur.
- Anjurkan minum menjelang tidur Kolaborasi
kolaborasi - mengobati infeksi bakteri
- Pemberian obat supositoria, jika atau jamur.
perlu
b. Inkontinensia Berlanjut
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
b. Inkontinensia Setelah dilakukan tindakan Perawatan Inkontinensia Urin Observasi
Berlanjut keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi - Untuk mengetahui
pola kebiasaan urin membaik, - Identifikasi penyebab penyebab inkontinensia urin
dengan kriteria: inkontinensia urin (mis. Dsifungsi (mis. Dsifungsi neurologis,
a. Kemampuan berkemih neurologis, gangguan medulla gangguan medulla spinalis,
membaik spinalis, gangguan refleks gangguan refleks desrusor,
b. Nokturia menurun desrusor, obat-obtan, usia, obat-obtan, usia, riwayat
c. Distensi kandung riwayat operasi). operasi).
kemih menurun - Identifikasi perasaan dan persepsi - Mengetahui perasaan dan
d. Enuresin menurun pasien terhadap inkontinensia persepsi pasien terhadap
e. Frekuensi berkemih urin. inkontinensia urin.
membaik - Monitor keefektifan obat, - Mengetahui keefektifan
f. Sensasi berkemih pembedahan terapi modalitas obat, pembedahan terapi
membaik berkemih. modalitas berkemih.
- Monitor kebiasaan BAK - kebiasaan BAK
Terapeutik Teurapeutik
- Bersihkan genital dan kulit skitar - agar genital bersih dan
secara rutin. terhindar dari bakteri
- Ambil sampel urin untuk - pemeriksaan urin
pemeriksaan urin lengkap. Edukasi
Edukasi - Pasiein mengetahui
- Jelaskan definisi, jenis, dan definisi, jenis, dan penyeba
penyeba inkontinensia urin. inkontinensia urin.
- Jelaskan program penanganan - Pasien mengetahui program
inkontinensia urin. penanganan inkontinensia
- Anjurkan membatasi konsumsi urin.
cairan 2-3 jam menjelang tidur. - Agar pasien tidak berkemih
- Ajarkan memantau cairan keluar ketika tidur.
dan masuk serta pola eliminasi. - Agar pola eliminasi pasien
Kolaborasi teratur
- Rujuk ke ahli inkontinensia, jika Kolaborasi
perlu. - Penanganan lebih lanjut

c. Retensi Urin
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
2. Retensi Urin Setelah dilakukan tindakan Katerisasi Urin Observasi
keperawatan selama 3 x 24 jam Observasi - Mengetahui kondisi pasien
eliminasi urin membaik, - Periksa kondisi pasien (mis. (mis. Kesadaran, ttv,
dengan kriteria: Kesadaran, ttv, daerah perineal, daerah perineal, distensi
a. Sensasi berkemih distensi kandung kemih, kandung kemih,
meningkat inkontinensia urin, refleks inkontinensia urin, refleks
b. Desakan berkemih berkemih). berkemih).
menurun Terapeutik Teurapeutik
c. Distensi kandung - Siapkan peralatan, bahan dan - Monitoring dari produksi
kemih menurun ruangan tindakan. urin (urine output), sebagai
d. Urin menetes menurun - Siapkan pasien. indikator status cairan dan
e. Mengompol menurun - Pasang sarung tangan. menilai perfusi renal
f. Frekuensi BAK - Bersihkan daerah perineal dengan (terutama pada pasien
membaik Nacl atau aquades. kritis)
- Lakukan insersi kateter dengan - Edukasi
prinsip aseptic. Kolaborasi
- Sambungkan kateter ke urin bag. - Mengetahui tujuan dan
prosedur pemasangan
- Isi balin dengan Nacl. kateter.
- Fiksasi caterer.
- Pastikan kantung urin
ditempatkan lebih rendah dari
kandung kemih.
- Berikan label waktu.
Kolaborasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur
pemasangan kateter.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Aziz. (2015). Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: Salemba Medika.
Mangku G, Senaphati TGA. (2010). Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Dalam
Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Jakarta: Indeks.
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC.
Perry, P. (2010). Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta:
EGC
Wartonah Tarwoto. (2012). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.
Jakarta: Medika Salemba.

Anda mungkin juga menyukai