Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)

TRI AGUSTINA WULANDARI

(191210020)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN FAKULTAS VOKASI


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN
INSAN CENDEKIA MEDIKA
JOMBANG
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
1. Pengertian
Eliminasi adalah pengeluaran, penghilangan, penyingkiran, penyisihan. Dalam
bidang kesehatan, eleminasi adalah proses pebuangan sisa metabolism tubuh baik
berupa urine atau bowel (feses). Eliminasi urine adalah proses pembuangan sisa-sisa
metabolisme. Eliminasi urine normalnya adalah pengeluaran cairan.
Eliminasi urine adalah Sistem yang berperan dalam eliminasi urine adalah
sistem perkemihan. Dimana sistem ini terdiri dari ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra. Proses pembentukan urine di ginjal terdiri dari 3 proses yaitu : filtrasi,
reabsorpsi dan sekresi. Proses filtrasi berlangsung di glomelurus. Proses ini terjadi
karena permukaan aferen lebih besar dari permukaan eferen. Proses reabsorpsi terjadi
penyerapan kembali sebagian besar dari glukosa, sodium, klorida, fosfat, dan
beberapa ion karbonat. Proses sekresi ini sisa reabsorpsi diteruskan keluar.

2. Klasifikasi
a. Retensi urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan mengosongkan kandung kemihDysuria
Adanya rasa setidaksakit atau kesulitan dalam berkemih.
b. Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal , seperti 2500 ml / hari ,
tanpa adanya intake cairan .
c. Inkontinensi urine Ketidaksanggupan sementara atau permanen otot spingter
eksternal untuk mengontrol keluarnya urine dari kantong kemih.
d. Urinari suppresi Adalah berhenti mendadak produksi urine

3. Etiologi
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017) Etiologi gangguan eliminasi urin sebagai
berikut:
a. Penurunan kapasitas kandung kemih
b. Iritasi kandung kemih
c. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung kemih
d. Efek tindakan medis dan diagnostic, misalnya operasi ginjal, operasi saluran
kemih, anestesi, dan obat-obatan.
e. Ketidak mampuan mengakses toilet, misalnya imobilisasi
f. Hambatan lingkungan
g. Ketidakmampuan mengkonsumsi kebutuhan eliminasi
h. Outlet kandung kemih tidak lengkap, misalnya anomaly saluran kemih kongenital
i. Imaturitas, pada anak usia lebih dari 3 tahun

4. Faktor Resiko
a. Diet dan intake
Jumlah dan tipe makanana mempengaruhi output urine, seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urine yang keluar.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan yang mengabaikan respon awal untuk
berkemih dan hanya pada akhir keinginan berkemih menjadi lebih kuat. Akibatnya
urine banyak tertahan dalam kandung kemih. Masyarakat ini mempunyai kapasitas
kamdung kemih yang lebih dari normal.
c. Gaya hidup
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi urine.
Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat mempengaruhi frekuensi
eliminasi. Praktek eliminasi keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
d. Stress psikologi
Meningkatnya stres seseorang dapat meningkatkan frekuensi keinginan berkemih.
Hal ini karena meningkatnya sensitif untuk keinginan berkemih dan atau
meningkatnya jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi urine
membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus spingter internal
dan eksternal.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih.
Pada wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya tekanan
dari fetus atau adanya
g. Kondisi patologis
Saat seseorang dalam keadaan sakit,produksi urinnya sedikit hal ini disebabkan oleh
keinginan untuk minum sedikit.
5. Patofisiologi
Gangguan pada eliminasi sangat beragam disebabkan oleh etiologi yang berbeda.
Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan
menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin. efek traumatiknya
bisa mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS)
merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan
berkemih dan defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan dan
bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal penyimpanan dan
pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase pengisian,
pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung kemih menjadi bertekanan rendah
dengan meningkatkan resistensi saluran kemih. Penyimpanan urin di koordinasikan oleh
hambatan sistem simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang di kaitkan dengan
peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang simultan otot
detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis
yang mempunyai neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik. Selama
fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf sensoris pada ujung ganglion dorsal
spinal sakral segmen 2-4 dan informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal. Selama fase pengosongan
kandung kemih, hambatan pada aliran parasimpatis sakral di hentikan dan timbul
kontraksi otot detrusor.
6. Pathway

Obstruksi udara

Sumatan aliran urin Respon Stresor


Psikologis

Akumulasi Urin dalam


Dalam kandung kemih Pasien Menjadi Cemas

Stati Urine Retensi urine Ansietas

Media Berkembangnya
Kuman Miksi sekit-sedikt
Perubahan Status kesehatan

Reaksi Infeksi Gangguan Hospitalisasi


Eliminasi urin
Info in Adekurat
Demam Distensi kandung Kemih

Kurang Pengetahuan

Hipertermia Penekanan Serabut Saraf

Pelepasan Mediator Kimia


(Histamin,Bradikimin,Dll)

Hipotalamus

Konteks Serebri Mempersepsikan

Nyeri Akut
7. Manifestasi Klinis
a. Inkontinensia Urine
1) Tidak dapat menahan atau mengontrol rasa ingin buang air kecil
sebelum sampai di WC
2) Sering mengompol
3) Merasakan perlunya untuk berkemih
b. Retensi Urine
1) Distensi serta ketidaksanggupan untuk berkemih
2) Urine yang keluar tidak seimbang dengan intake
3) Meningkatnya keinginan untuk berkemih
4) Ketidaknyaman pada daerah pubis

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan urine (urinalisis):
1) Warna
2) Penampilan
3) Bau
4) pH
5) Berat jenis
6) Glukosa
7) Keton
8) Kultur urine

9. Penatalaksanaan Medis
a. Penatalaksanaan inkontinensia urine yaitu:
1) Pemanfaatan kartu berkemih
2) Terapi non farmakologi
3) Terapi farmakologi
4) Terapi pembedahan
5) Modalitas lain
b. Penatalaksanaan medis retensi urine yaitu
1) Menggunakan urinal untuk berkemih, dalam memenuhi kebutuhan eliminasi
perkemihan
2) Kateterasi Perkemihan, untuk menghilangkan ketidaknyamanan karena
distensi kandung kemih.
3) Memasang kondom kateter bagi pasien pria, untuk mempertahankan hygene
parineal pasien inkontinensia.

10. Komplikasi
a. Retensi urine
Retensi urine merupakan penumpukan urine dalam kandung kemih akibat
ketidakmampuan kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih. Hal ini
menyebabkan distensia vesika urinaria atau merupakan keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
b. Inkontinensia urine
Inkontinensia urine merupakan ketidakmampuan otot sphincter eksternal
sementara atau menetap untuk menetap unttuk mengontrol ekskresi urine.
c. Enuresis
Enuresis merupakan menahan kemih (mengompol) yang diakibatkan tidak
mampu mengontrol sphincter eksterna. Biasanya enurisis terjadi pada anak atau
orang jompo. Umumnya enurisis terjadi pada malam hari.
11. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Yang meliputi nama,temptang tanggal lahir,alamat,umur
2) Riwayat keperawatan
a) Pola berkemih
b) Frekuensi urine
c) Gejala dari perubahan berkemih
d) Faktor yang memengaruhi berkemih
3) Pemeriksaan fisik
a) Abdomen
Pembesaran, pelebaran pembuluh darah vena, distensi bladder, pembesaran
ginjal, nyeri tekan, tenderness.
b) Genetalia wanitak
Inflamasi, nodul, lesi, adanya sekret dari meatus, keadaan atropi jaringan
vagina.
c) Genetalia laki-laki
Kebersihan, adanya lesi, terderness, adanya pembesaran skrotum.
4) Intake dan output cairan
a) Kaji intake dan output cairan dalam sehari (24 jam).
b) Kebiasaan minum di rumah.
c) Intake, cairan infus, oral, makanan, NGT.
d) Kaji perubahan volume urine untuk mengetahui ketidakseimbangan
cairan.
e) Output urine dari urinal, cateter bag, sistostomi.
f) Karakteristik urine : warna, kejernihan, bau, kepekatan.

b. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri Akut
2) Gangguan Eliminasi Urine
3) Hipertermia
4) Ansietas
5) Kurang pengetahuan
6) Resiko infeksi

c. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa SLKI SIKI
Keperawatan
1. Nyeri Akut b,d agen  Tingkat nyeri  Manajemen nyeri
cedera fisiologis Setelah dilakukan asuhan Observasi
keperawatan 2x24 jam 1. Identifikasi lokasi,
diharapkan pasien dengan karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas,
kriteria hasil:
intensitas nyeri
1. Keluhan nyeri 2. Identifikasi skala nyeri
menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri
2. Meringis menurun nonverbal
3. Gelisah menurun (5) 4. Identifikasi factor yang
4. Kesulitan tidur memperberat dan
menurun (5) memperingan nyeri
Terapeutik
1. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
(mis. TENS, hipnosis,
akupresure, terapi music,
teknik imajinasi
terbimbing, kompres
hangat/ dingin, terapi
bermain)
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode
dan pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyer
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
analgesic, jika perlu.
2. Inkontinensia urine  Eliminasi Urine  Manamjemen Eliminasi
fungsional b.d Setelah dilakukan asuhan Urine
keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan pasien dengan 1. Identifikasi tanda dan
kriteria hasil: gejala retensi atau
1. Sensasi berkemih inkontinensia
meningkat (5) 2. Identifikasi faktor yang
2. Desakan berkemih menyebabkan retensi dan
menurun (5) inkontinensia urine
3. Berkemih tidak tuntas 3. Monitor eliminasi urine
(hesitancy) menurun (5) (mis. Frekuensi,
4. Frekuensi BAK membaik konsistensi, aroma, volume,
(5) dan warna)
5. Karakteristik membaik Terpeutik:
(5) 1. Catat waktu-waktu dan
haluaran berkemih
Edukasi:
1. Ajarkan tanda dan gejala
infeksi saluran kemih
2. Anjurkan minum yang
cukup, jika tidak ada
kontraindilkasi
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra, jika
perlu
3. Hipertermia b.d proses  Termoregulasi  Manajemen hipertermia
penyakit (Infeksi) Setelah dilakukan tindakan Observasi
asuhan keperawatan selama 1. Identifikasi penyebab
2x24 jam di harapkan pasien hipertermia (mis. Dehidrasi,
mencapai kriteria hasil : terpapar lingkungan panas)
1. Menggigil menuirun (5) 2. Monitor suhu tubuh
2. Kejang menurun (5) 3. Monitor haluaran urin
3. Pucat menurun (5) Terapeutik
4. Suhu tubuh membaik (5) 1. Berikan cairan oral
5. Kadar glukosa membaik 2. Berikan oksigen, jika perlu
(5) 3. Monitor haluaran urin
6. Tekanan darah membaik Edukasi
(5) 1. Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian cairan
dan elektrolit intravena, jika
perlu

d. Implementasi
Implementasi adalah sebuah tindakan atau proses gagasan yang sudah disusun
dengan begitu cermat dan detail. Implementasi ini umumnya tuntas sesudah di
anggap permanen.
e. Evaluasi
Evaluasi adalah proses identifikasi untuk mengukur/menilai apakah sebuah
kegiatan atau program dilaksanakan sesuai perencanaan dan berhasil mencapai
tujuan atau tidak. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan hasil akhir dengan
apa yang seharusnya dicapai.

DAFTAR PUSTAKA

Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis NANDA 2018-2020


NOC dan NIC Edisi Klima dan Edisi Keenam
Dapartemen Kesehatan RI 2015, Waspada Infeksi Saluran Kemih :
http://repo.stikesperintis.ac.id/123/1/03%20CEMPAKA%20INFEKSI%20SALURAN
%20KEMIH.pdf. (Di akses Tanggal 18 September 2021 Pada Pukul 14:15)

Imvitahul. Asuhan Keperawatan Pada Infeksi Saluran Kemih (ISK). Jombang :


http://repo.stikesicme-jbg.ac.id/1755/2/KTI%20HASIL%20selesai.pdf. (di Akses Pada
Tanggal 18 September 2021 Pukul 14:35)

Anda mungkin juga menyukai