Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN

DENGAN ELIMINASI URINE


DI RSUD SIDOARJO

Disusun Oleh:

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES SATRIA BHAKTI NGANJUK
2021
A. Konsep Eliminasi Urine
1. Definisi
Eliminasi merupakan proses pembuangan sisa-sisa metabolisme tubuh
baik yang urin maupun fekal. Pada eliminasi urine sistem yang berperan
adalah sistem perkemihan, seperti ginjal, ureter, kandung kemih, dan
uretra (Kozier, B., et. All, 2011).
2. Etiologi
Penyebab gangguan eliminasi urine menurut SDKI (2016) :
a. Penurunan kapasitas kandung kemih
b. Iritasi kandung kemih
c. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih
d. Efek tindakan medis dan diagnistic (mis. Operasi ginjal, operasi
saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan)
e. Kelemahan otot pelvis
f. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi)
g. Hambatan lingkungan
h. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
i. Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. Anomaly saluran kemih
kongenital)
j. Imaturitas (pada anak usia <3 tahun)
3. Manifestasi Klinis
a. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
BPH atau pembesaran prostat jinak adalah suatu kondisi yang
menyebabkan kelenjar prostat mengalami pembengkakan, namun
tidak bersifat kanker. Kelenjar prostat memiliki fungsi untuk
memproduksi air mani dan terletak pada rongga pinggul antara
kandung kemih dan penis.
b. Sistitis
Sistisis adalah inflamasi kandung kemih. Inflamasi ini dapat
disebabkan oleh infeksi bakteri (biasanya Eacherichia Colf) yang
menyebar dari uretra atau karena respon alergi atau akibat iritasi
mekanis pada kandung kemih.
c. Glomerulonefritis
Glomerulonefritis adalah inflamasi nefron, terutama pada glomerulus.
Glomerulonefritis terbagi menjadi dua yaitu : Glomerulonefritis akut
seringkali terjadi akibat respon imun terhadap toksin bakteri tertentu,
dan glomerulonefritis kronik tidak hanya merusak glomerulus, tetapi
juga merupakan akibat sekunder dari penyakit sistemik lain atau
karena glomerulonefritis akut.
d. Pielonefritis
Pielonefritis adalah inflamasi ginjal dan pelvis ginjal akibat infeksi
bakteri. Inflamasi dapat berawal ditraktus urinaria bawah (kandung
kemih) dan menyebar ke ureter atau karena infeksi yang dibawa darah
dan limfe ke ginjal. Obstruksi traktus urinaria terjadi akibat
pembesaran kelenjar prostat atau batu ginjal.
e. Batu Ginjal
Batu Ginjal atau kalkuli Urinaria terbentuk dari pengendapan garam
kalsium, magnesium, asam urat, atau sistein. Batu-batu kecil dapat
mengalir bersama dengan urine, batu yang lebih besar akan tersangkut
dalam ureter dan menyebabkan rasa nyeri yang tajam (kolik ginjal)
yang menyebar dari ginjal ke selangkangan.
f. Gagal Ginjal
Gagal ginjal adalah hilangnya fungsi ginjal. Hal ini mengakibatkan
terjadinya retensi garam, air, zat buangan nitrogen (urea dan kreatinin)
dan penurunan drastis volume urine (oliguria).
g. Retensi
Retensi urine adalah penumpukan urine acuan kandung kemih dan
ketidaksanggupan kandung kemih untuk mengososngkan sendiri.
h. Eniorisis
Eniorisis adalah keluarnya kencing yang sering terjadi pada anak-anak
umumnya malam hari.
i. Inkontensia
1) Inkontensia adalah keadaan dimana individu mengalami inkontine
karena kesulitan dalam mencapai atau ketidakmampuan untuk
mencapai toilet sebelum berkemih.
2) Inkontensia Stress
Inkontensia Stress adalah keadaan dimana individu mengalami
pengeluaran urine segera pada peningkatan dalam tekanan intra
abdomen.
3) Inkontensia Total
Inkontensia Total adalah keadaan dimana individu mengalami
kehilangan urine terus menerus yang tidak dapat diperkirakan.
4. Patofisiologi
a. Diet dan asupan
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output atau jumlah urin. Protein dan natrium dapat
menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, kopi juga dapat
meningkatkan pembentukan urine.
b. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat
menyebabkan urine banyak bertahan di dalam vesika urinaria
sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah
pengeluaran urine.
c. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan
eliminasi, dalam kaitannya dengan fasilitas toilet.
d. Stress psikologis
Meningkatnya stress dapat mengakibatkan seringnya frekuensi
keinginan berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensivitas untuk
keinginan berkemih dan jumlah urine yang diproduksi.
e. Tingkat aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik
untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria
menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan
kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktivitas.
f. Tingkat perkembangan
Tingkat pertumbuhyan dan perkembangan dapat mempengaruhi ola
berkemih. Hal tersebut dapat ditemukan pada anak-anak, yang kebih
memiliki kecenderungan untuk mengalami kesulitan mengontrol
buang air kecil. Namun dengan bertambahnya usia, kemampuan untuk
mengontrol buang air kecil meningkat.
g. Kondisi penyakit
Kondisi penyakit tertentu, seperti diabetes mellitus, dapat
mempengaruhi produksi urine.
h. Sosiokultural
Budaya dapat mempengaruhi pemenuhan eliminasi urine, seperti
adanya kultur masyarakat yang melarang untuk buang air kecil
ditempat tertentu.
i. Kebiasaan seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih ditoilet dapat
mengalami kesulitan untuk berkemih dengan melalui urinal atau pot
urine bila dalam keadaan sakit.
j. Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membvantu proses
berkemih adalah kandung kemih, otot abdomen, dan pelvis. Ketiganya
sangat berperan dalam kontraksi pengontrolan pengeluaran urine.
k. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat
menyebabkan penurunan jumlah produksi urine karena dampak dari
pemberian obat anestesi.
l. Pengobatan
Efek pengobatan menyebabkan peningkatan atau penurunan jumlah
urine. Misalnya, pemberian diuretic dapat meningfkatkan jumlah
urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik atau anthipertensi
dapat menyebabkan retensi urine.
5. Phatway

Normalnya urine tersusun dari bahan


organik & an organik terlarut

Terjadinya prespitasi kristal

Membentuk inti baru

Mengadakan agregasi dan menarik


bahan – bahan lain menjadi kristal

Menempel di saluran kemih Retensi urine

Batu saluran kemih Obstruksi


saluran
kemih
Mengedepankan bahan lain sehingga
batu menjadi lebih besar

Kristal semakin besar, menyebabkan


obstruksi

Urine terkumpul di atas Gangguan


eliminasi
urine

Stagnansi Rasa ingin Dilatasi pada Retensi urine


urine BAK tapi bagian
tidak lampias hidroureter
Mikroorgan
isme
Gangguan Otot berkontraksi
rasa melawan obstruksi
nyaman
Resiko
infeksi Batu bergesekan
dengan mukosa epitel RBC keluar
terjadi trauma
6. Penatalaksanaan
a. Pemberian Cairan
b. Terapi diatetik/pemberian makanan : pemberian makan dan minum
khusus kepada klien dengan tujuan meringankan, menyembuhkan,
serta menjaga kesehatan klien.
c. Obat-obatan
- Obat anti sekresi
- Obat anti spasmolitik
- Obat antibiotik
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pyelogram Intravena
Memvisosialisasi duktus dan pelvis renalis serta memperlihatkan
ureter, kandung kemih dan uretra. Prosedur ini tidak bersifat invasive.
Klien perlu menerima injeksi pewarna radiopaq secara intravena.
b. Sitoure Terogram Pengosongan (Volding Cystoure Terogram)
Pengisian kandung kemih dengan zat kontras melalui kateter. Di
ambil foto saluran kemih bagian bawah sebelum, selama dan sesudah
mengosongkan kandung kemih. Kegunaannya untuk mencari adanya
kelainan uretra (misal, stenosis) dan untuk menemukan apakah
terdapat refleks fesikoretra.
c. Ultra sonografi
Alat ini menggunakan gelombang suara yang tidak dapat di dengar,
berfrekuensi tinggi, yang memantul dari struktur jaringan.
B. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
1) Identitas
a) Usia= segala usia memiliki potensi untuk mengalami
eliminasi urine.
b) Jenis Kelamin= pada klien penderita eliminasi urine dapat
terjadi baik di pria maupun Wanita, dan dari kedua jenis
kelamin ternyata Wanita lebih sering menderita daripada
pria (Sudoyo Aru, dkk, 2009).
2) Keluhan Utama= yang sering terjadi pada pasien dengan gangguan
eliminasi urine adalah nyeri saat berkemih, sering bolak balik
kamar mandi tetapi kemih yang dikeluarkan hanya sedikit.
3) Riwayat Kesehatan=
a) Riwayat Penyakit Sekarang= pasien sering berkemih, pasien
kesulitan untuk berkemih.
b) Riwayat Penyakit Dahulu= adanya riwayat penyakit gangguan
eliminasi urine.
c) Riwayat Penyakit Keluarga= ada salah satu anggota keluarga
yang mengalami gangguan eliminasi urine
Pada riwayat keperawatan, hal-hal yang harus dikaji, antara lain :
1) Pola berkemih
Perawat menanyakan pada klien dan waktunya, volume normal urine
yang dikeluarkan setiap kali berkemih, dan adanya perubahan yang
terjadi baru-baru ini. Frekuensi berkemih bervariasi pada setiap
individu dan sesuai dengan asupan serta jenis-jenis haluaran cairan
dari jalur yang lain. Waktu berkemih yang umum ialah saat bangun
tidur, setelah makan dan sebelum tidur. Kebanyakan orang berkemih
rata-rata sebanyak lima kali atau lebih dalam satu hari. Klien sering
berkemih pada malam hari kemungkinan mengalami penyakit ginjal
atau pembesaran prostat. Infirmasi tentang pola berkemih merupakan
suatu perbandingan. Dibawah ini merupakan gejala umum pada
perubahan perkemihan :
(1) Urgensi : merasakan kebutuhan untuk segera berkemih
(2) Disuria : merasa nyeri atau sudut berkemih
(3) Frekuensi : berkemih dengan sering
(4) Keraguan : sulit memulai berkemih
(5) Poliuria : mengeluarkan sejumlah besar urine
(6) Oliguria : haluaran urine menurun dibandingkan cairan yang
masuk (biasanya kurang dari 400 ml dalam 24 jam)
(7) Nukturia : berkemih berlebihan atau sering pada malam hari
(8) Dribling (urine yang menetes) : kebocoran atau rembesan urine
walaupun ada kontrol terhadap pengeluaran urine
(9) Hematuria : terdapat darah dalam urine
(10) Retensi : akumulasi di dalam kandung kemih disertai
ketidakmampuan kandung kemih untuk benar-benar
mengosongkan diri
(11) Residu urine : volume urine yang tersisa setelah berkemih
(volume 100 ml atau kebih).
2) Gejala dari perubahan berkemih
Gejala tertentu yang khusus terkait dengan perubahan perkemihan,
dapat timbul dalam lebih dari satu jenis gangguan. Selama pengkajian,
perawat menanyakan klien tentang gejala-gejala yang tertera. Perawat
juga mengkaji pengetahuan klien mengenai kondisi atau faktor-faktor
yang mempresipitasi atau memperburuk gejala tersebut.
3) Faktor yang mempengaruhi berkemih
4) Perawat merangkum faktor-faktor dalam riwayat klien, yang dalam
kondisi normal mempengaruhi perkemihannya, seperti usia, faktor-
faktor lingkungan dan riwayat pengobatan.
2. Pemeriksaan fisik : data fokus
a) Keadaan umum= pasien tampak lemah
b) Kesadaran= Normal GCS (15)
c) Pengkajian fisik memungkinkan perawat untuk menentukan
keberadaan dan tingkat keparahan masalah eleminasi urine.organ
utama yang ditinjau kembali meliputi kulit, ginjal, kandung kemih,
dan uretra.
3. Pengkajian urine
Pengkajian urine dilakukan dengan mengukur asupan cairan dan haluaran
urine serta mengobservasi karakteristik urine klien.
a) Asupan dan haluaran
b) Karatekristik urine
4. Pengkajian pada kebutuhan eleminasi defekasi meliputi :
1) Riwayat keperawatan :
a) Pola defekasi : frekuensi, pernah berubah
b) Perilaku defekasi : penggunaan laksatif, cara mempertahankan
pola.
c) Deskripsi feses : warna, bau, dan tekstur.
d) Diet : makanan yang biasa dimakan, makanan yang dihindari, dan
pola makan yang teratur atau tidak.
e) Cairan : jumlah dan jenis minuman/hari
f) Aktivitas : kegiatan sehari-hari
g) Kegiatan yang spesifik.
h) Sters : stres berkepanjangan atau pendek, koping untuk
menghadapi atau bagaimana menerima.
i) Pembedahan/penyakit menetap.
2) Pengkajian fisik
Perawat melakukan pengkajian fisik sistem dan fungsi tubuh yang
kemungkinan dipengaruhi oleh adanya masalah eleminasi. Ada
beberapa pemeriksaan fisik pada seorang klien yaitu :
a) Mulut : inspeksi gigi, lidah, dan gusi klien.
b) Abdomen : perawat menginspeksi keempat kuadaran abdomen
untuk melihat warna, bentuk, kesimetrisan, dan warna kulit..
c) Rektum : perawat menginspeksi daerah sekitar anus untuk melihat
adanya lesi, perubahan warna, inflamasi dan hemoroid.
3) Karakteristik feses
a) Warna yang normal : kuning (bayi), cokelat (dewasa)
b) Bau yang normal : menyengat yang dipengaruhi oleh tipe makanan
c) Konsistensi yang normal : lunak, berbentuk
d) Frekuensi yang normal : bervariasi ; bayi 4-6 kali sehari (jika
mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari (jika mengonsumsi susu
botol) ; orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu
e) Jumlah yang normal : 150 gr per hari (orang dewasa)
f) Bentuk yang normal : menyerupai diameter rektum
g) Unsur-unsur yang normal : makanan tidak dicerna, bakteri mati,
lemak, pigmen empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus, air.
4) Pemeriksaan Laboratorium
a) Analisis kandungan feses : untuk mengetahui kondisi patologis
seperti : tumor, perdarahan dan infeksi.
b) Tes Guaiac : pemeriksaan darah samar di feses yang mengitung
jumlah darah mikroskopik di dalam feses.
5. Diagnosa Keperawatan
1) Gangguan Eliminasi Urine
2) Retensi Urine
3) Gangguan Rasa Nyaman
4) Resiko Infeksi

6. Rencana Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria hasil
1. Gangguan Setelah diberikan 1. Monitor 1. Membantu
Eliminasi asuhan keadaan mencegah
Urine keperawatan bladder setiap distensi atau
selama …x 24 2 jam komplikasi
jam diharapkan 2. Hindari faktor 2. Mengurangi
pola eliminasi pencetus atau
urine klien inkontensia menghindari
normal dengan urine seperti inkontensia
Kriteria hasil : cemas 3. Meningkatkan
1. Pasien dapat diprogramkan pengetahuan
mengontrol 3. Jelaskan dan diharapkan
pengeluaran tentang pasien lebih
urine setiap pengobatan, kooperatif
jam kateter, 4. Untuk
2. Tidak ada penyebab, dan mengatasi
tanda-tanda tindakan faktor
retensi dan lainnya penyebab
inkontensia 4. Kolaborasi gangguan
urine dengan dokter eliminasi urine
3. Pasien dalam
berkemih pengobatan
dalam keadaan dan kateterisasi
rileks
2. Retensi Urine Setelah diberikan 1. Monitor 1. Untuk
asuhan keadaan menentukan
keperawatan bladder setiap masalah
selama …x 24 2 jam 2. Untuk
jam diharapkan 2. Ukur intake memonitor
tanda dan gejala dan output keseimbangan
retensi urine klien cairan setiap 4 cairan
tidak ada dengan jam 3. Untuk menjaga
Kriteria hasil : 3. Berikan cairan defisit cairan
1. Pasien dapat 2000 ml/hari 4. Untuk
mengontrol 4. Kurangi mencegah
pengeluaran minum setelah nokturia
bladeer setiap jam 6 malam 5. Untuk
4 jam. 5. Kaji dan membantu
monitor memonitor
analisis urine keseimbangan
elektrolit dan cairan
berat badan 6. Untuk
6. Lakukan meningkatkan
latihan fungsi ginjal
pergerakan dan bladder
7. Lakukan 7. Relaksasi
relaksasi ketika pikiran dapat
duduk meningkatkan
berkemih kemampuan
8. Ajarkan teknik berkemih
latihan dengan 8. Untuk
kolaborasi menguatkan
dokter/fisiotera otot pelvis
pi 9. Untuk
9. Kolaborasi mengeluarkan
dalam urine
pemasangan
kateter

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2013. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :


EGC
TIM Pokja SDKI DPP PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
TIM Pokja SDKI DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
TIM Pokja SDKI DPP PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Anda mungkin juga menyukai