Disusun Oleh :
Kelompok IV
1. Mitha Mardiyani (201714201013)
2. Pheby Alfimay Natysya P. (201714201019)
3. Puspita Ayu Arifah (201714201021)
4. Reza Wahyu Suryanuddin (201714201022)
i
DAFTAR ISI
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Disetujui Oleh:
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat,karunia,serta taufik dan hidayah-Nya,kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Lansia Dengan Masalah Gizi”
ini dengan baik meskipun banyak kekurangan di dalamnya. Dan juga kami
berterima kasih pada Ibu Ns.Lexy Oktora Wilda,M.Kep. selaku PJMK Dosen
Mata Kuliah Keperawatan Gerontik yang telah memberikan tugas ini kepada kami
dan dosen pembimbing kelompok kami Ibu Ns.Lusia Wahyuningtyas,M.Kep.yang
telah dengan sabar membimbing dan mengarahkan kami dalam penyusunan
makalah kami ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai asuhan keperawatan pada lansia
dengan masalah gizi. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah
ini terdapat banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi erbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa
saran yang membangun.
Semoga makalah ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri
maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat
kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami mohon kritik dan saran yang
membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini di waktu yang akan datang.
Penyusun
iv
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstuktur lanjut
usia(aging struktured population) karena jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke atas
sekitar 7,18%. Provinsi yang mempunyai jumlah penduduk lanjut usia (lansia)nya
sebanyak 7% adalah di pulau jawa dan bali. Peningkatan jumlah penduduk lansia ini
antara lain disebabkan tingkat sosial ekonomi masyarakat yang meningkat, kemajuan di
bidang pelayanan kesehatan, dan tingkat pengetahuan masyarakat yang meningkat. Oleh
karenanya kebutuhan akan asuhan keperawatan meningkat terutama didaerah perkotaan
dimana lansia sekarang mayotritas berdomisili didaerah perkotaan(menkokesra,2003).
Jumlah populasi lansia yang meningkat diperkotaan mengakibatkan
meningkatnya kebutuhan akan caregiver yang ditujukan kepada lansia, sehingga lansia
tetap dipertahankan untuk produktif dalam arti mandiri dan dapat memenughi kebutuhan
dasar manusia tanpa bantuan sepenuhnya, sehingga lansia juga dapat melakukan
perannya di dalam lingkungan keluarga dan sosial. Jika kebutuhan akan asuhan
keperawatan tidak terpenuhi, maka jumlah lansia yang menjadi beban negara juga
semakin meningkat.
Setiap mahluk hidup membutuhkan makanan untuk mempertahankan
kehidupannya, karena didalam makanan terdapat zat-zat gizi yang dibutuhkan tubuh
untuk melakukan kegiatan metabolismenya. apabiala seseorang berhasil mencapai usia
lanjut, maka salah satu upaya utama adalah mempertahankan atau membawa status gizi
yang bersangkutan pada kondisi optimum agar kualitas hidupan yang bersangkutan tetap
baik. Perubahan ststua gizi pada lansia disebabkan perubahan lingkungan maupun
kondisi kesehatan.
Perubahan ini akan makin nyata pada kurun usia dekade 70-an. Faktor
lingkunagn antara lain meliputi perubahan kondisi sosial ekonomi yang terjadi akibat
memasuki masa pensiun dan isolasi sosial berupa hidup sendiri setelah pasangannya
meninggal. Faktor kesehatan yang berperan dalan perubahan status gizi antara lain
adalah naiknya insidensi penyakit degenerasi maupun non-degenerasi yang berakibat
dengan perubahan dalam asupan makanan, perubahan dalam absorpsi dan utilisasi zat-zat
gizi di tingkat jaringan, dan beberapa kasusu dapat disebabkan oleh obat-obat tertentu
yang harus diminim para lansia oleh karena penyakit yang sedang dideritanya.
Masalah kesehatan lansia melalui proses kemunduran yang panjang sehingga
5
dapat dihambat dan dalam beberapa hal tertentu dapat dicegah. Pertimbangan lain adalah
tingginya biaya pelayanan kesehatan sehingga 2 pencegahan akan jauh lebih murah dari
pada biaya pengobatan (Pudjiastuti, 2003). Padahal meskipun aktivitasnya menurun
sejalan dengan bertambahnya usia, lansia tetap membutuhkan asupan zat gizi lengkap,
seperti karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral. Ia pun masih tetap
membutuhkan energi untuk menjalankan fungsi fisiologis tubuhnya. Untuk itu upaya
yang dapat dilakukan misalnya dengan memperhatikan asupan gizi pada lanjut usia, pola
istirahat lanjut usia, dan dengan memberikan olahraga misalnya senam lansia untuk para
lansia.
Bagi lansia pemenuhan kebutuhan gizi yang diberikan dengan baik dapat
membantu dalam proses beradaptasi atau menyesuaikan diri dengan perubahan-
perubahan yang dialaminya selain itu dapat menjaga kelangsungan pergantian sel-sel
tubuh sehingga dapat memperpanjang usia. Kebutuhan kalori pada lansia berkurang
karena berkurangnya kalori dasar dari kebutuhan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang
dibutuhkan untuk malakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya untuk
jantung, usus, pernafasan dan ginjal.
B. Tujuan
1. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada lansia dengan masalah gizi
2. Untuk mengetahui konsep dasar teori lansia dengan masalah gizi
3. Untuk mengetahui masalah lansia dengan gizi
4. Untuk mengetahui cara pemberian makanan dan pemberian obat ada lansia
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Merupakan sumber tambahan informasi dan pengetahuan tentang permasalahan
gizi pada masa usia lanjut sebagai acuan dalam memberikan pelayanan kesehatan
pada saat praktik di lapangan.
2. Bagi Institusi dan Civitas Akademika
Mengukur pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam menyusun suatu
makalah dengan mengambil dari berbagai sumber literature serta dijadikan sebagai
sumber bacaan tambahan di perpustakaan.
6
BAB II
PEMBAHASAN
7
a.Perubahan posisi atau gerakan keseimbangan
Instruksi :
Dudukkan klien pada kursi beralas keras dan tanpa penahan tangan, ujilah hal-hal
dibawah ini :
Keseimbangan saat duduk
1) Bersandar atau bertumpu pada kursi =0
2) Mantap, aman =1
Skor (0)
1. Bangkit berdiri
1) Tidak stabil bila tanpa bantuan =1
2) Mampu berdiri menggunakan kedua tangan untuk sokongan =1
3) Mampu berdiri tanpa dibantu sokongan lengan sendiri =2
Skor (1)
2. Upaya untuk bangkit berdiri
1) Tidak mampu tahan lama =0
2) Mampu untuk melakukan tetapi membutuhkan upaya lebih satu
kali =1
3) Mampu bangkit berdiri dengan satu kali upaya =2
Skor (2)
3. Keseimbangan setelah tiba-tiba berdiri (5 detik pertama)
1) Tidak tetap (bergoyang, menggerakkan kaki) =0
2) Tetap stabil namun menggunakan tongkat atau penyokong lainnya
=1
3) Tetap stabil tanpa menggunakan tongkat atau penyokong lainnya=2
Skor (2)
4. Keseimbangan saat berdiri
1) Tidak stabil =0
2) Tetap stabil namun dengan kedudukan kaki yang lebar atau
menggunakan alat bantu =1
3) Kedudukan kaki yang sempit dan tidak memerlukan alat
penyokong=2
Skor (2)
5. Pertahankan akan keseimbangan diri (kaki pasien berposisi serapat
mungkin dan dorong lembut area sternum sebanyak 3 kali)
8
1) Mulai terjatuh =0
2) Bergoyang dan menggapai-gapai namun akhirnya mendapat
keseimbangan =1
3) Tetap stabil =2
Skor (2)
6. Mata tertutup (dengan posisi sama dengan nomor 6)
1) Tidak stabil =0
2) Stabil =1
Skor (1)
7. Upaya untuk duduk
1) Tidak aman (salah pikiran mengenai jauhnya jarak
atau terjatuh ke atas kursi) =0
2) Mempergunakan tangan =1
3) Gerakan yang halus serta aman =2
Skor (1)
b. Komponen gaya jalan atau gerakan
Instruksi :
Pasien berdiri bersama dengan pasien kemudian berjalan dalam lorong atau
menyebrangi ruangan, pertama dengan irama yang perlahan kemudian pada
saat balik dengan irama yang cepat. Dapat digunakan tongkat bila pasien
biasanya menggunakannya.
Ayunan kaki kanan
a. Permulaan gaya berjalan
1) Terdapat keraguan atau beberapa gaya untuk memulainya =0
2) Tidak ada keraguan =1
Skor : 0
b. Panjangnya langkah dan tinggi tubuh pasien
1) Tidak dapat melewati kaki kiri saat melangkah =0
2) Ayunan langkah melewati kaki kiri =1
3) Tidak mampu menjejakkan kaki seluruhnya =0
4) Dapat menjejakkan kaki seluruhnya =1
Skor : 1
Ayunan kaki kiri
1) Tidak dapat melewati kaki kanan saat melangkah =0
9
2) Ayunan langkah melewati kaki kanan =1
3) Tidak mampu menjejakkan kaki seluruhnya =0
4) Dapat menjejakkan kaki seluruhnya =1
Skor : 2
c. Kesimetrisan langkah
1) Langkah kaki kiri dan kanan tidak sebanding =0
2) Langkah kaki kiri dan kanan seimbang =1
Skor : 1
d. Keberlanjutan langkah
1) Berhenti atau tidak dapat melanjutkan langkah berikutnya =0
2) Langkah-langkah yang diayunkan tampak berkesimbungan =1
Skor : 1
e. Jalur berjalan
1) Ada penyimpangan =0
2) Penyimpangan langkah ringan atau menengah atau klien
menggunakan tongkat penyokong =1
3) Berjalan lurus tanpa adanya alat bantu =2
Skor : 2
f. Bagian torso tubuh
1) Adanya gerakan mengayun atau klien menggunakan alat penyokong
=0
2) Tidak terjadi gerakan mengayun namun terjadi fleksi lutut atau
perentangan saat berjalan =0
3) Tidak terjadi gerakan mengayun, penggunaan lengan atau alat
sokong =2
Skor : 0
g. Pertahankan keseimbangan saat berjalan
1) Tumit-tumit terpisah =0
2) Tumit-tumit hampir bersentuhan saat berjalan =1
Skor : 0
Total Skor : 19
Interprestasi hasil :
0-8 = Resiko jatuh tinggi
9-18 = Resiko jatuh sedang
10
19-22 = Resiko jatuh rendah
Kesimpulan : Resiko Jatuh sedang
Tanda-tanda Vital
TD, Nadi, Suhu, RR , TB, pada klien lansia BB : Biasanya terjadi perubahan berat
badan. Difokuskan pada kehilangan atau pertambahan berat badan saat ini
Pemeriksaan Per Sistem
A. Sistem Pernafasan
Anamnesa : pada beberapa lansia biasanya ada yang memiliki gangguan pada sistem
pernafasan seperti asma, batuk, dll.
Hidung
Inspeksi : ada/tidak ada pernafasan cuping hidung, ada/tidak ada secret/ingus, ada/tidak
ada pemberian O2 melalui nasal/masker.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada fraktur tulang nasal
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir pucat dan kering/lembab, ada/tidak menggunakan alat bantu
nafas ETT
Leher
Inspeksi : bentuk leher normal dan simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa, tidak ada pembesaran kalenjer tiroid
Faring
Inspeksi : tidak ada kemerahan dan tanda-tanda infeksi/oedem
Area Dada
Inspeksi :ada/ tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan, pergerakan dada simetris,
bentuk dada normal.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan tidak ada kelainan pada dinding thorax.
Perkusi : bunyi paru sonor pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : suara nafas vesikuler
B. Kardiovaskuler Dan Limfe
Anamnesa :
Wajah
Inspeksi : pucat dan konjungtiva anemis
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Dada
Inspeksi : bentuk dada normal dan simetris
Palpasi : tidak ada pembesaran ictus cordis
Perkusi : adanya bunyi redup pada batas jantung dan tidak terjadi pelebaran atau
pengecilan
Auskultasi : bunyi jantung normal
Ekstermitas atas
Inspeksi : perfusi merah, tidak ada sianosis dan clubbing finger
11
Palpasi : suhu akral hangat
Ekstermitas bawah
Inspeksi : perfusi merah, tidak ada sianosis dan clubbing finger
Palpasi : suhu akral hangat
C. Persyarafan
Anamnesa : pada beberapa lansia biasanya mengalami gangguan pada uji nervus
olfakturius, akustikus dan vagus.
D. Perkemihan-Eliminasi Uri
Anamnesa : Pada lansia dengan DM biasanya akan mengalami poliuria
E. Sistem Pencernaan-Eliminasi Alvi
Anamnesa : pada lansia biasanya nafsu makan menurun, pola makan tidak teratur, porsi
makan dan minum tidak sesuai, mual muntah, distensi, disfagia, gangguan defekasi
(konstipasi), pola BAB tidak teratur dan perubahan berat badan (penurunan/pertambahan)
Mulut
Inspeksi : Mukosa bibir pucat dan kering/lembab, jumlah gigi sudah tidak lengkap
(ompong), kerusakan pada gigi, karises dan radang pada gusi.
Palpasi : ada/Tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : Bentuk simetris, ada/tidak stomatitis
Palpasi : ada/Tidak ada nyeri tekan dan edema.
Abdomen
Inspeksi : ada/tidak terdapat pembesaran abdomen (distensi abdomen).
Auakultasi : peristaltic usus
Perkusi : hipertympani/timpani
Palpasi
Kuadran I
Hepar ada/tidak terdapat hepatomegali dan nyeri tekan
Kuadran II
Gaster ada/tidak ada nyeri tekan abdomen dan ada/ tidak terdapat distensi
abdomen
Kuadran III
Tidak ada massa dan nyeri tekan
Kuadran IV
Tidak ada nyeri tekan pada titik Mc Burney
F. Sistem Muskuloskeletal Dan Integumen
Anamnesa : intoleransi aktifitas, pada beberapa lansi biasanya bentuk tulang belakang
lordosis/skoliosis
Warna Kulit
Tidak elastis dan turgor kulit menurun (kering)
G. Sistem Endokrin dan Eksokrin
Anamnesa : Pada lansia dengan DM terdapat riwayat (3P:poliuri,polifagia,polidipsia),
lemah, kesulitan menelan, perubahan BB.
Kepala
12
Inspeksi : Bentuk kepala normal, tampak pada rambut sudah mengalami penurunan fungsi
pigmentasi (rambut beruban), rambut kepala mulai jarang (mengalami kerontokan).
Leher
Inspeksi : bentuk leher simetris.
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tyyroid, dan tidak ada nyeri tekan.
H. Persepsi Sensori
Anamnesa : pada lansia biasanya mengalami gangguan penglihatan, penurunan
pendengaran, mata berkunang-kunang.
Mata
Inspeksi : kekeruhan pada lensa
Palpasi : ada/tidak ada nyeri dan ada/ tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi :ada/tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri tekan
1.6 Pengkajian Psikososial
Pengkajian Status Mental Lansia
a. Identifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan menggunakan Short Portable Mental
Status Questioner (SPMSQ)
Instruksi :
Ajukan pertanyaan 1-10 pada daftar ini dan catat semua jawaban.
Catat jumlah kesalahan total berdasarkan 10 pertanyaan
Benar Salah No Pertanyaan
√ 01 Tanggal berapa hari ini ?
√ 02 Hari apa sekarang ini ?
√ 03 Apa nama tempat ini ?
√ 04 Dimana alamat anda ?
√ 05 Berapa umur anda ?
√ 06 Kapan anda lahir ? (Minimal tahun lahir)
√ 07 Siapa presiden Indonesia sekarang ?
√ 08 Siapa presiden Indonesia sebelumnya ?
√ 09 Siapa nama ibu anda ?
√ 10 Kurang 3 dari 20 dan tetap dikurangi 3 dari setiap
angka baru, semua secara menurun
7 3
Score total : 7
Interprestasi hasil :
1. Salah 0-3 = Frekuensi intelektual utuh
2. Salah 4-5 = Frekuensi intelektual ringan
3. Salah 6-8 = Frekuensi intelektual sedang
4. Salah 9-10 = Frekuensi intelektual berat
Kesimpulan :
13
SPSMQ = Intelektual utuh
b. Indentifikasi Aspek Kognitif dari fungsi mental dengan menggunakan Mini Mental Status
Exam (MMSE)
No Aspek Nilai Nilai Kriteria
kognitif maksimum klien
1 Orientasi 5 4 Menyebutkan dengan benar
a. Tahun
b. Musim
c. Tanggal
d. Hari
e. Bulan
Orientasi 5 5 Dimanakah kita sekarang?
a. Negara Indonesia
b. Propinsi Bengkulu
c. Kota Bengkulu
d. Kecamatan....
e. Rumah.....
2 Registrasi 5 5 Sebutkan nama objek (oleh
pemeriksa) 1 untuk mengatakan
masing-masing objek kemudian
tanyakan kepada klien ketiga objek
tadi (untuk disebutkan)
a. Objek……..
b. Objek……..
c. Objek……..
3 Perhatian 5 3 Minta klien untuk memulai dari
dan angka 100 kemudian di kurangi 7
kalkulasi sampai 5 kali/ tingkat
a. 93
b. 86
c. 79
d. 72
e. 65
4 Mengingat 3 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga objek pada no. 2 (regitrasi)
14
tadi, bila benar 1 point untuk
masing-masing objek
5 Bahasa 9 2 Tunjukkan pada klien suatu benda
dan tanyakan namanya pada klien
a. (misal jam tangan)
b (misal pensil)
0 Minta klien untuk mengulang kata
berikut :
“Tak ada jika, dan, atau, tetapi”
Bila benar, nilai satu poin.
c. Pernyataan benar 2 buah : tak
ada, tetapi
5 Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri dari :
“Ambil kertas tangan anda, lipat
dua dan taruh di lantai”
d. Ambil kertas ditangan anda
e. lipat dua
f. taruh dilantai
perintah klien untuk hal berikut
(bila aktivitas sesuai perintah nilai
satu point)
g. tutup mata anda
perintah klien untuk menulis satu
kalimat dan menyalin gambar
h. tulis satu kalimat
i. Menyalin gambar
Total : 24
Interpensi hasil :
> 23 : Aspek kognitif dari fungsi baik
< 23: Terdapat kerusakan aspek fungsi mental
Kesimpulan:
MMSE = Aspek kognitif dari fungsi baik.
c. Identifikasi masalah emosional (Geriartic Depresion Scale/GDS)
P er ta ny aa n t ah ap I
15
a. Apakah klien mengalami sukar tidur?
Jawaban : Tidak
b. Apakah klien sering merasa gelisah?
Jawaban : Tidak
c. Apakah klien sering murung atau menangis sendiri?
Jawaban : Tidak
d. Apakah klien sering was-was atau kuatir?
Jawaban : Tidak
Jawaban : Ya > 1 Lanjut pertanyaan tahap II
Ya < 1 Pertanyaan hanya pada tahap I
Kesimpulan :
Masalah emosional positif (+)
Pengkajian Status Sosial
Pada beberapa lansia yang tinggal seorang diri baik karena tempat tinggalnya terpisah
dengan anaknya atau pasangannya telah meninggal mungkin lebih beresiko merasa
depresi dan kesepian.
Pengkajian Prilaku Terhadap Kesehatan
Kaji kebiasaan merokok klien, penggunaan alkohol atau Penggunaan obat-obatan tanpa
resep yang bisa mempengaruhi kebutuhan nutrisi pasien
Pengkajian Lingkungan
Kaji keadaan serta suasana rumah klien, sanitasi serta factor-faktor resiko yang ada
dilingkungan klien.
Pemanfaatan Layanan Kesehatan
Kaji apakah klien sering datang untuk kunjungan keposyandu lansia, kunjungan
kepuskesmas atau rumah sakit atau dokter atau tenaga kesehatan dan apakah klien
memliki pembiayaan kesehatan atau asuransi kesehatan
Tingkat Pengetahuan/Sikap
Kaji bagaimana tingkat pengetahuan klien tentang kesehatan atau keperawatan dan sikap
klien tentang kesehatan atau keperawatan
16
- Nafsu makan menurun kebutuhan tubuh
- Sulit menelan
- Perut kembung/rasa tidak enak
pada perut
- Mual muntah
- Letih dan lemah
O:
- Penurunan berat badan
- Gigi tdak lengkap
- Sariawan
- Membrane mukosa pucat
- Bising usus hiperaktif
- Konstipasi
17
III. INTERVENSI
Inisial Pasien :
Tanggal :
Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan ketidakseimbangan nutrisi lebih dari
kebutuhan tubuh
NIC NOC
INTERVENSI AKTIVITAS OUTCOME INDICATOR
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan Ketidakseimbangan
nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
pasien teratasi dengan kriteria hasil:
Manajemen Nutrisi Kaji : - Nafsu makan - Keinginan makan (5)
Definisi : - Makanan kesukaan (5)
- Periksa apakah pasien mempunyai
Panduan atau penyediaan alergi makanan - Masukan makanan (5)
asupan makanan dan cairan - Pastikan kesukaan makanan pasien - Masukan nutrisi (5)
untuk diet seimbang. - Monitor catatan asupan nutrisi dan
kalori - Status nutrisi : masukan
- Masukan kalori (5)
- Tentukan kemampuan pasien untuk nutrisi
27
mendapatkan kebutuhan nutrisinya - Masukan protein (5)
28
- Yakinkan bahwa diet terdiri dari kalorioptimal harian (5)
Kolaborasi :
29
30
B. Konsep Dasar Teori Lansia Dengan Masalah Gizi
A. Perubahan Yang Dapat Terjadi Pada Lansia
Gangguan gizi yang dapat muncul pada usia lanjut dapat berbentuk
gizi kurang maupun gizi lebih. Gangguan ini dapat menyebabkan
munculnya penyakit atau terjadi sebagi akibat adanya penyakit tertentu.
Oleh karena itu langkah pertama yang harus dilakukan adalah
menetukan terlebih dahulu ada tidaknya gangguan gizi, mengevaluasi
faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan gizi serta
merencakan bagaimana gangguan gizi tersebut dapat diperbaiki
a. Perubahan anatomi dan fisiologi
Menua (aging) meruakan proses normal yang dimulai sejak
konsepsi dan berakhir saat kematian. Selam periode pertumbuhan,
proses anabolisma melampaui proses katabolisma. Pada saat tubuh
sudah mencapai tingkat kematangan fisiologik, kecepatan
katabolisma atau proses degenerasi lebih besr daripada kecepatan
proses regenerasi sel (anabolisma). Akibat yang timbul adalah
hilangnya sel-sel yang berdampak dalam bentuk penurunan
efisiensi dan gangguan fungsi organ(Whitney, Catalgo, Rolfes,
1987; Prodrabky, 1992). Dengan demikian menua ditandai dengan
kehilangan secara progresif lean body mass (jaringan aktif tubuh)
dan perubahan-perubahan di semua system di dalam tubuh
manusia. Berikut ini adalah perubahan fisiologik yang berhubungan
dan mempengaruhi status gizi lansia.
b. Alat indera
Indera pengecap, pencium dan penglihatan menurun yang akan
secara langsung dan tak langsung mempengaruhi nafsu makan dan
asuapan makanan. Papila pengecap mulai mengalami atrofi pada
usia 50 tahun, dari jumlah 245 pada anak menjadi hanya 88 pada
usia 74-85 tahun. Terjadi penurunan sensitifitas terhadap rasa
manis dan asin. Selain itu muncul glossodyna atau nyeri pada lidah.
1
c. Saluran cerna/digestif
Terjadi perubahan-perubahan pada kemampuan disgesti dan
absorbsi yang terjadi sebagai akibat hilangnya opioid endogen dan
efek berlebihan dari kolesistokin. Akibat yang muncul adalah
anoreksia. Penyakit periodonsia dan gigi palsu yang tidak tepat
akan makin memberikan rasa sakit dan tak nyaman saat
mengunyah. Selain itu sekresi ludah juga menurun hingga terjadi
gangguan pengunyahan dan penelanan. Hipoklorhidria yang terjadi
oleh karena berkurangnya sel-sel parietal mukosa lambung akan
mengakibatkan penurunan absorpsi kalsium dan non-hem-iron.
Terjadi pula overgrowth bakteri yang akan menurunkan
bioavailability B12, malabsorbsi lemak, fungsi asam empedu yang
menurun dan diare. Selain itu terjadi penurunan motilitas usus,
hiungga terjadi konstipasi.
d. Metabolisma
Pada lansia dapat terjadi penurunan toleransi glukosa yang akan
mengakibatkan kenaikan glukosa di dalam plasma sekitar 1,5 mg/dl
untuk tiap dekade umur. Hal ini terjadi mungkin karena penurunan
produksi insulin atau karena respon jaringan terhadp insulin yng
menurun. Metabolisma basal (BM) menurun sekitar 20% antara
usia 30-90 tahun. Hal ini terjadi karena berkurangnya lean body
mass pada lansia.
e. Ginjal
Fungsi ginjal menurun sekitar 50 % antara usia 30-80 tahun. Reaksi
respon asam basa terhadap perubahan-perubahan metabolik
melambat. Pembuangan sisa-sia metabolisma protein dan elektolit
yang harus dilakukan ginjal akan merupakan beban tersendiri.
f. Fungsi jaringan
Pada usia sekitar 75 tahun, maka prosentsenya fungsi jaringan yang
tertinggal adalah 82 % untuk cairan/air tubuh, 56% glomerulus, 63
% serat syaraf, 36 % taste buds dan 56 % berat otak.
2
B. Keadaan Gizi Lansia
a. Definisi Lansia
Manusia lanjut usia à mereka yang telah berumur 65 tahun ke
atas. Durmin (1992) membagi lansia menjadi young elderly
(65 – 74 tahun) dan older elderly (75 tahun)
Munro dkk.,(1987) mengelompokkan older elderly ke dalam 2
bagian, yaitu usia 75 – 84 tahun dan 85 tahun
Di Indonesia, M. Alwi Dahlan menyatakan bahwa orang
dikatakan lansia jika telah berumur di atas 60 tahun
b. Kekurangan Dan Kelebihan Gizi Pada Lansia
Terjadi kekurangan gizi pada lansia oleh karena sebab-
sebab yang bersifat primer maupaun sekunder. Sebab-sebab primer
meliputi ketidaktahuan isolasi sosial, hidup seorang diri, baru
kehilangan pasangan hidup, gangguan fisik, gangguan indrera,
gangguan mental, kemiskinan dan iatrogenik. Sebab-sebab
sekunder meliputi gangguan nafsu makan/selera, gangguan
mengunyah, malabsorpsi, obat-obatan, peningkatan kebutuhan zat
gizi serta alkoholisme. Ketidaktahuan dapat dibawa sejak kecil atau
disebabkan olah pendidikan yang sangat terbatas. Isolasi sosial
terjadi pada lansia yang hidup sendirian, yang kehilangan gairah
hidup dan tidak ada keinginan untuk masak.
Gangguan fisik terjai pada lansia yang mengalami
hemiparese/hemiplegia, artritis dan ganggun mata. Gangguan
mental terjadi pada lansia yang dement dan mengalami depresi.
Kondisi iatrogenik dapat terjadi pada lansia yang mendapat diet
lambung untuk jangka waktu lama, hingga terjadi kekurangan
vitamin C. selanjutnya gangguan selera, megunyah dan
malabsorbsi terjadi sebagi akibat penurunan fungsi alat pencernaan
dan pancaindera, sebagai akibat penyakit berat tertentu, pasca
operasi, ikemik dinding perut dan sensitifitas yang meningkat
3
terhadap bahan makanan tertentu seperti lombok, santan, lemak dan
tepung ber ’gluten’(misalnya ketan). Kebutuhan yang meningkat
terjadi pada lansia yang mengalami keseimbangan nitrogen negatif
dan katabolisme protien yang terjadi pada mereka yang harus
berbaring di tempat tidur untuk jangka waktu lma dan yang
mengalami panas yang tinggi.
Kondisi kekurangan gizi pada lansia dapat terbentuk
KKP(kurang kalori protein) kronik, baik ringan sedang maupun
berat. Keadaan ini dapat dilihat dengan mudah melalui
penampilanumum, yakni adanya kekurusan dan rendahnya BB
seorang lansia dibanding dengan baku yang ada. Kekurangan zat
gizi laing yang banyak muncul adalah defisiensi besi dalam bentuk
anemia gizi, defisiensi B1 dan B12.
Kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan
afluency denga ngaya hidup pada usia sekitar 50 tahun. Dengan
kondisi ekonomi yang membaik dan tersedianya berbagai makanan
siap sji yang enak dan kaya energi. Utamany sumber lemak, terjadi
asupan makan dan zat-zat gizi melebihi kebutuhan tubuh. Keadaan
kelbihan gizi yang dimulai pada awal usia 50 tahun-an ini akan
membawa lansia pada keadaan obesitas dan dapat pula disertai
dengan munculnya berbagai penyakit metabolisme seperti diabetes
mellitus dan dislipidemia. Penyakit-penyakit tersebut akan
memerlukan pengelolaan dietetik khusus yang mungkin harus
dijalani sepanjang usia yang masih tersisa.
4
Di dalam melakukan pemeriksaan klinik perlu dibedakan tiga kelompok
gejala yaitu:
tanda-tanda yang dianggap mempunyai nilai dalam pemeriksaan
gizi
gejala-gejala yang memerlukan penyelidikan lebih lanjut
gejala-gejala yang tidak berhubungan dengan gizi
Tanda-tanda yang masuk ke tiga kategori dapat ditemukan di
berbagai organ seperti rambut, lidah, konjungtiva, bibir, kulit, hati,
limpa dan sebagainya. Pemeriksaan antropometrik adalah pengukuran
variasi berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh secara umum pada
berbagai tahapan umur dan derajat kesehatan. Pemgukuran yang
dilakukan meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan
tebal lemak di bawah kulit. Semua hasil pengukuran tersebut harus
dikontrol terhadap umur dan jenis kelami. Dalam melakukan
interpretasi, digunakan berbagai bahan baku (standard) internasional
maupun nasional seperti baku WHO, NCHC, Havard, dan sebagainya.
Perlu ditekankan disini bahwa pemeriksaan tinggi badan pada
lansia dapat memberikan nilai kesalahan yang cukup bermakna oleh
karena telah terjadinya osteoporosis pada lansia yang akan berakibat
pada kompresi tulang-tulang columna vertebral. Untuk itu para ahli
sepakat bahwa sebagai gantinya tinggi badan dapat dipakai panjang
rentang tangan (armspan) dalam penentuan indeks massa tubuh (BMI)
(Rabe, Thamrin, Gross, Salomons, Schultink,1995). Ternyata korelasi
koefisien antara BMI dengan BMA (body mass-armspan) cukup tinggi
yaitu 0,83 dan 0,81 untuk wanita dan untuk pria dengan nilai p-0,001.
Pemeriksaan biokimia dapat dilakukan terhadap berbagai
jaringan tubuh, namun yang paling lazim, mudah dan praktis adalah
darah dan urine. Zat-zat gii tertentu dapat dievaluasi statusnya melalui
pemeriksaan biokimiawi seoerti vitamin A, besi, iodium protein dan
sebagainya.Pemeriksaan biofisik dilakuakan misalnya terhadap tulang
5
untuk menilai derajat osteoporosis, jantung untuk kecurigaan beri-beri
dan smear terhadap mukosa organ tertentu.
Penimbangan Berat Badan
a. Penimbangan BB dilakukan secara teratur minimal 1 minggu
sekali, waspadai peningkatan BB atau penurunan BB lebih dari 0.5
Kg/minggu. Peningkatan BB lebih dari 0.5 Kg dalam 1 minggu
beresiko terhadap kelebihan berat badan dan penurunan berat badan
lebih dari 0.5 Kg /minggu menunjukkan kekurangan berat badan.
b. Menghitung berat badan ideal pada dewasa :
Rumus : Berat badan ideal = 0.9 x (TB dalam cm – 100)
Catatan untuk wanita dengan TB kurang dari 150 cm dan pria
dengan TB kurang dari 160 cm, digunakan rumus :
Berat badan ideal = TB dalam cm – 100
Jika BB lebih dari ideal artinya gizi berlebih Jika BB kurang dari
ideal artinya gizi kurang
6
7. Perbanyak frekuensi makanhewani laut dalam menu harian.
8. Gunakanlah garam berodium, namaun batasilah penggunaan garam
secar berlebihan, kurangi konsumsi makanan dengan pengawaet
E. Kebutuhan Gizi Pada Lansia
1. Kalori
Kebutuhan akan kalori menurun sejalan dengan pertambahan usia,
karena metabolisme seluruh sel dan kegiatan otot berkurang
2. Protein
Gersovitz (1982) menganjurkan asupan protein sebesar 1,0 g/kg
berat badan/hari untuk mempertahankan keseimbangan protein,
Kebutuhan akan protein meningkat sebagai tanggapan atas stress
fisiologis seperti infeksi, luka baker, patah tulang dan pembedahan
3. Karbohidrat
Karbohidrat yang dianjurkan untuk dikonsumsi adalah sekitar 55 –
60% dari kalori total
4. Lemak
Asupan lemak dibatasi, batas maksimal 20 – 25% dari energi total.
Kelebihan dan kekurangan lemak diwujudkan dalam bentuk kadar
kolesterol darah
5. Serat
Salah satu gangguan yang seringkali dikeluhkan oleh lansia adalah
sembelit Gangguan ini akan timbul manakala frekuensi pergerakan
usus berkurang, yang akhirnya memperpanjang masa transit
tinja,hal ini terjadi karena kelemahan tonus otot dinding saluran
cerna akibat penuaan (kegiatan fisik berkurang) serta reduksi
asupan cairan dan serat
6. Vitamin
Meskipun tampak sehat, kekurangan sebagian vitamin dan mineral
tetap berlangsung pada lansia, dianjurkan untuk meningkatkan
asupan vitamin B6, B12, vitamin D dan asam folat
7
F. Faktor – faktor Yang Mempengaruhi Gizi Pada Lansia
1. Berkurangnya kemampuan mencerna makanan akibat kerusakan
gigi atau ompong.
2. Berkurangnya indera pengecapan mengakibatkan penurunan
terhadap cita rasa manis, asin, asam, dan pahit.
3. Esophagus/kerongkongan mengalami pelebaran.
4. Rasa lapar menurun, asam lambung menurun.
5. Gerakan usus atau gerak peristaltic lemah dan biasanya
menimbulkan konstipasi.
6. Penyerapan makanan di usus menurun.
8
1 ½ gls nasi/ pengganti 1 gls nasi/ pengganti
1 butir telur (Telur Mata 1 btr telur
Sapi) 100 gr sayuran
Pagi
100 gr sayuran (Cah 1 gls susu skim
Kangkung)
1 gls susu skim
Pukul 10.00 Snack/buah (Nagasari) Snack/buah
1 ½ gls nasi 1 gls nasi
50 gr daging/ikan/unggas 50 gr daging/ikan/unggas
(Pepes Ikan)
25 gr tempe/kacang- 25 gr tempe/kacang-kacangan
Siang kacangan (Tempe bb Tomat) 150 gr sayuran
150 gr sayuran (Sayur Asem) 1 ptg buah
1 ptg buah (Semangka)
Snack/ buah
Pukul 17.00 Snack/ buah
(Bubur Kacang Hijau)
1 ½ gls nasi
1 gls nasi
50 gr daging/ikan/unggas
50 gr daging/ikan/unggas
(Basho Daging)
Malam 50 gr tahu
50 gr tahu (Hot Tahu)
150 gr sayuran
150 gr sayuran (Sup Sayur)
1 ptg buah
1 ptg buah (Pisang)
Nutrisi dan Mineral Yang Dapat Meningkatkan Sistem Imun Orang Tua
Nutrisi dan mineral-mineral yang dapat meningkatkan sistem imun orang tua
antara lain (Dickinson A, 2002) :
1. Beta-glucan.
9
Adalah sejenis gula kompleks (polisakarida) yang diperoleh dari dinding
sel ragi roti, gandum, jamur (maitake). Hasil beberapa studi menunjukkan
bahwa beta glucan dapat mengaktifkan sel darah putih (makrofag dan
neutrofil).
2. Hormon DHEA.
Studi menggambarkan hubungan signifikan antara DHEA dengan aktivasi
fungsi imun pada kelompok orang tua yang diberikan DHEA level tinggi
dan rendah. Juga wanita menopause mengalami peningkatan fungsi imun
dalam waktu 3 minggu setelah diberikan DHEA.
3. Protein: arginin dan glutamin.
Lebih efektif dalam memelihara fungsi imun tubuh dan penurunan infeksi
pasca-pembedahan. Arginin mempengaruhi fungsi sel T, penyembuhan
luka, pertumbuhan tumor, dans ekresi hormon prolaktin, insulin, growth
hormon. Glutamin, asam amino semi esensial berfungsi sebagai bahan
bakar dalam merangsang limfosit dan makrofag, meningkatkan fungsi sel
T dan neutrofil.
4. Lemak
Defisiensi asam linoleat (asam lemak omega 6) menekan respons antibodi,
dan kelebihan intake asam linoleat menghilangkan fungsi sel T. Konsumsi
tinggi asam lemak omega 3 dapat menurunkan sel helper, produksi
cytokine.
5. Yoghurt yang mengandung Lactobacillus acidophilus dan probiotik lain.
Meningkatkan aktivitas sel darah putih sehingga menurunkan penyakit
kanker, infeksi usus dan lambung, dan beberapa reaksi alergi.
6. Mikronutrien (vitamin dan mineral).
Vitamin yang berperan penting dalam memelihara system imun tubuh
orang tua adalah vitamin A, C, D, E, B6, dan B12. Mineral yang
mempengaruhi kekebalan tubuh adalah Zn, Fe, Cu, asam folat, dan Se.
7. Zinc.
Menurunkan gejala dan lama penyakit influenza. Secara tidak langsung
mempengaruhi fungsi imun melalui peran sebagai faktor dalam
10
pembentukan DNA, RNA, dan protein sehingga meningkatkan
pembelahan sellular. Defisiensi Zn secara langsung menurunkan produksi
limfosit T, respons limfosit T untuk stimulasi atau rangsangan, dan
produksi IL-2.
8. Lycopene.
Meningkatkan konsentrasi sel Natural Killer (NK)
9. Asam Folat
Meningkatkan sistem imun pada kelompok lansia. Studi di Canada pada
sekelompok hewan tikus melalui pemberian asam folate dapat
meningkatkan distribusi sel T dan respons mitogen (pembelahan sel untuk
meningkatkan respons imun). Studi terbaru menunjukkan intake asam
folat yang tinggi mungkin meningkatkan memori populasi lansia (Daniels
S, 2002).
10. Vitamin E
Melindungi sel dari degenerasi yang terjadi pada proses penuaan. Studi
yang dilakukan oleh Simin Meydani, PhD. di Boston menyimpulkan
bahwa vitamin E dapat membantu peningkatan respons imun pada
penduduk lanjut usia. Vitamin E adalah antioksidan yang melindungi sel
dan jaringan dari kerusakan secara bertahap akibat oksidasi yang
berlebihan. Akibat penuaan pada respons imun adalah oksidatif secara
alamiah sehingga harus dimodulasi oleh vitamin E (Murray F, 1991).
11. Vitamin C.
Meningkatkan level interferon dan aktivitas sel imun pada orang tua,
meningkatkan aktivitas limfosit dan makrofag, serta memperbaiki migrasi
dan mobilitas leukosit dari serangan infeksi virus, contohnya virus
influenzae.
12. Vitamin A.
Berperan penting dalam imunitas nonspesifik melalui proses pematangan
sel-sel T dan merangsang fungsi sel T untuk melawan antigen asing,
menolong mukosa membran termasuk paruparu dari invasi
mikroorganisme, menghasilkan mukus sebagai antibodi tertentu seperti:
11
leukosit, air, epitel, dan garam organik, serta menurunkan mortalitas
campak dan diare. Beta karoten (prekursor vitamin A) meningkatkan
jumlah monosit, dan mungkin berkontribusi terhadap sitotoksik sel T, sel
B, monosit, dan makrofag. Gabungan/kombinasi vitamin A, C, dan E
secara signifikan memperbaiki jumlah dan aktivitas sel imun pada orang
tua. Hal itu didukung oleh studi yang dilakukan di Perancis terhadap
penghuni panti wreda tahun 1997. Mereka yang diberikan suplementasi
multivitamin (A, C, dan E) memiliki infeksi pernapasan dan urogenital
lebih rendah daripada kelompok yang hanya diberikan plasebo.
13. Vitamin D.
Menghambat respons limfosit Th-1.
14. Kelompok Vitamin B.
Terlibat dengan enzim yang membuat konstituen sistem imun. Pada
penderita anemia defisiensi vitamin B12 mengalami penurunan sel darah
putih dikaitkan dengan fungsi imun. Setelah diberikan suplementasi
vitamin B12, terdapat peningkatan jumlah sel darah putih. Defisiensi
vitamin B12 pada orang tua disebabkan oleh menurunnya produksi sel
parietal yang penting bagi absorpsi vitamin B12. Pemberian vitamin B6
(koenzim) pada orang tua dapat memperbaiki respons limfosit yang
menyerang sistem imun, berperan penting dalam produksi protein dan
asam nukleat. Defisiensi vitamin B6 menimbulkan atrofi pada jaringan
limfoid sehingga merusak fungsi limfoid dan merusak sintesis asam
nukleat, serta menurunnya pembentukan antibodi dan imunitas sellular.
Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan untuk Lansia dalam
sehari :
Menu untuk Lansia dalam sehari :
WAKTU MENU PORSI
Pagi Roti-telur-susu 1 tangkep 1 gelas
Selingan Papais 2 bungkus
Siang Nasi 1 piring
Semur 1 potong
12
Pepes tahu 1 bungkus
Sayur bayam 1 mangkok
Pisang 1 buah
Selingan Kolak pisang 1 mangkok
Malam Mie baso 1 mangkok
Pepaya 1 buah
H. Menu Sehat Bagi Lansia
Perencanaan Makanan untuk Lansia
1. Makanan harus mengandung zat gizi dari makanan yang beraneka
ragam, yang terdiri dari : zat tenaga, zat pembangun dan zat pengatur.
2. Perlu diperhatikan porsi makanan, jangan terlalu kenyang. Porsi
makan hendaknya diatur merata dalam satu hari sehingga dapat makan
lebih sering dengan porsi yang kecil.
Contoh menu :
Pagi : Bubur ayam
Jam 10.00 : Roti
Siang : Nasi, pindang telur, sup, pepaya
Jam 16.00 : Nagasari
Malam : Nasi, sayur bayam, tempe goreng, pepes ikan, pisang
3. Banyak minum dan kurangi garam, dengan banyak minum dapat
memperlancar pengeluaran sisa makanan, dan menghindari makanan
yang terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah
kemungkinan terjadinya darah tinggi.
4. Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan
yang berlemak seperti santan, mentega dll.
5. Bagi pasien lansia yang proses penuaannya sudah lebih lanjut perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut : Memakan makanan yang mudah
dicerna, menghindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-
gorengan, bila kesulitan mengunyah karena gigi rusak atau gigi palsu
kurang baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang, makan
dalam porsi kecil tetapi sering, makanan selingan atau snack, susu,
13
buah, dan sari buah sebaiknya diberikan.
6. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan
sebab berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah
nafsu makan.
7. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur,
daging rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
8. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus,
direbus, atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng.
Berikut ini adalah beberapa tips perencanaan makanan untuk usia lanjut:
1. Kebutuhan kalori usia lanjut relatif lebih rendah dibandingkan ketika
masih muda karena tingkat aktivitas tubuh yang berkurang. Angka
kecukupan gizi yang dianjurkan untuk usia lanjut di Indonesia adalah
1850 kalori untuk wanita dan 2000 kalori untuk pria.
2. Kurangi konsumsi makanan tinggi kalori untuk menjaga agar berat
badan tetap ideal.
14
8. Minum air putih 1500-2000 cc (6-8 gelas) sehari
9. Kurangi konsumsi garam, vetsin, dan makanan yang menggunakan
pengawet
10. Tingkatkan konsumsi makanan yang mengandung serat. Kebutuhan
serat sehari untuk usia lanjut adalah 25-30 gram. Serat banyak
diperoleh dari sayuran dan buah-buahan, serta biji-bijian seperti
kacang.
11. Konsumsi cukup makanan yang mengandung kalsium, seperti susu,
tempe, yogurt, dll. Kalsium penting untuk kesehatan tulang.
12. Usahakan waktu makan teratur. Jadwal makan dapat dibuat lebih
sering namun porsi kecil.
13. Pilihlah makanan yang mudah dikunyah dan mudah dicerna serta
hindari makanan yang terlalu gurih dan manis.
14. Batasi minum kopi atau the dan hindari rokok dan alkohol.
15
penyembuhan penyakit, juga pada saat tidur tubuh memperbaiki
jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Oleh karena itu orang
pada umumnya akan merasa segar setelah istirahat.
3. Menjaga kebersihan
Lansia harus menjaga kebersihan tubuh, kebersihan lingkungan,
kebersihan ruangan dan juga pakaian dimana dia tinggal. Yang
termasuk kebersihan tubuh adalah mandi dua kali sehari, mencuci
tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu, sikat
gigi setelah selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-lubang
(hidung, telinga, pusar, anus dan organ intim), memakai alas kaki
jika keluar rumah dan menggunakan pakaian yang bersih.
Sedangkan kebersihan lingkungan yakni di halaman rumah, jauh
dari sampah dan genangan air. Di dalam ruangan atau rumah bersih
dari debu dan kotoran setiap hari, tutupi selalu makanan di meja
makan. Pakaian, sprei, gorden, karpet, seisi rumah termasuk kamar
mandi dan WC harus dibersihkan secara periodik. Tentu saja hal ini
memerlukan bantuan dari keluarga atau orang yang tinggal bersama
Lansia.
4. Memeriksakan kesehatan secara teratur
Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan
merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan
lansia. Walaupun tidak sedang sakit, lansia dianjurakan untuk
memeriksakan kesehatannya secara berkala, agar bila ada penyakit
dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatannya lebih mudah
dan cepat dan jika ada faktor beresiko yang menyebabkan penyakit
dapat dicegah.
5. Mental dan batin tenang dan seimbang
Yakni dengan lebih dekat kepada Tuhan, menyerahkan diri
sepenuhnya kepada Tuhan, hal ini akan membuat lebih tenang.
Lalu hindari stress, hidup yang penuh dengan tekanan yang akan
merusak kesehatan. Stress juga dapat menyebabkan stroke,
16
penyakit jantung dan sebagainya. Senyum dan ketawa akan
membuat penampilan lebih menarik dan disukai semua orang.
Tertawa membantu memandang hidup dengan positif dan juga
terbukti memiliki kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga
ampuh untuk mengendalikan emosi yang tinggi dan untuk
melemaskan otak dari kelelahan.
6. Rekreasi
Rekreasi untu menghilangkan kelelahan setelah beraktifitas selama
seminggu, bisa di pantai, di taman, atau bersantai bersama
keluarga, anak dan cucu, atau teman dan tetangga.
17
Kelompok ini meliputi makanan – makanan yang banyak mengandung
protein, baik protein hewani maupun nabati, seperti daging, ikan, susu,
telur, kacang-kacangan dan olahannya.
3. Kelompok zat pengatur
Kelompok ini meliputi bahan-bahan yang banyak mengandung vitamin
dan mineral, seperti buah-buahan dan sayuran.
18
hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-
kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya
tahan terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena
infeksi.
3. Kekurangan vitamin
Bila konsumsi buah dan sayuran dalam makanan kurang dan ditambah
dengan kekurangan protein dalam makanan akibatnya nafsu makan
berkurang, penglihatan menurun, kulit kering, penampilan menjadi lesu
dan tidak bersemangat.
19
asupan protein bagi lansia, akibatnya lansia menjadi lebih mudah sakit dan
tidak bersemangat.
3. Kekurangan Vitamin D
Biasanya terjadi pada lansia yang kurang mendapatkan paparan
sinar matahari, jarang atau tidak pernah minum susu, dan kurang
mengkonsumsi vitamin D yang banyak terkandung pada ikan, hati, susu
dan produk olahannya.
20
seperti seperti jerohan (usus, hati, ampela, otal dll), lemak hewan, kulit
hewan (misal kulit ayam, kulit sapi, kulit babi dll), goreng-gorengan,
santan kental. Karena seperti prinsip yang disebutkan tadi bahwa
kebutuhan lemak lansia berkurang dan pada lansia mengalami perubahan
proporsi jaringan lemak. Hal ini bukan berarti lansia tidak boleh
mengkonsumsi lemak. Lansia harus mengkonsumsi lemak namun dengan
catatan sesuai dengan kebutuhannya. Sebagai contoh misalnya bila menu
hari ini lauknya sudah digoreng, maka sayurannya lebih baik sayur yang
tidak bersantan seperti sayur bening, sayur asam atau tumis. Bila hari ini
sayurnya bersantan maka lauknya dipanggang, dikukus, dibakar atau
ditim.
Lansia harus diberi pengertian untuk mengurangi atau kalau bisa
menghindari makanan yang mengandung garam natrium yang tinggi.
Contoh bahan makanan yang mengandung garam natrium yang tinggi
adalah garam dapur, vetsin, daging kambing, jerohan, atau makanan yang
banyak mengandung garam dapur misalnya ikan asin, telur asin, ikan
pindang. Mengapa lansia harus menghindari makanan yang mengandung
garam natrium yang tinggi ? Hal ini dikarenakan pada lansia mudah
mengalami hipertensi. Hal ini, seperti yang dijelaskan tadi bahwa
elastisitas pembuluh darah telah menurun dan terjadi penebalan di
dinding pembuluh darah yang mengakibatkan mudahnya terkena
hipertensi. Selain itu indera pengecapan pada lansia mulai berkurang,
terutama untuk rasa asin, sehingga rasa asin yang cukup-pun terasa masih
kurang bagi mereka, lalu makanan ditambah garam yang banyak, hal ini
akan meningkatkan tekanan darah pada lansia. Jadi kita memang perlu
sampaikan kepada lansia bahwa panduan rasa asinnya tidak bisa lagi
dipakai sebagai ukuran, karena bila dengan panduan asin dari lansia,
untuk kita yang belum lansia akan terasa asin sekali.
Lansia harus memperbanyak makan buah dan sayuran, karena sayur dan
buah banyak mengandung vitamin, mineral dan serat. Lansia sering
mengeluhkan tentang konstipasi/susah buang air besar, nah dengan
21
mengkonsumsi sayur dan buah yang kaya akan serat maka akan
melancarkan buang air besar. Untuk buah, utamakan buah yang bisa
dimakan dengan kulitnya karena seratnya lebih banyak. Dengan
mengkonsumsi sayuran dan buah sebenarnya lansia tidak perlu lagi
mengkonsumsi suplemen makanan.
Selain konsumsi sayur dan buah, Lansia harus banyak minun air putih.
Kebutuhan air yakni 1500 – 2000 ml atau 6 -8 gelas perhari. Air ini
sangat besar artinya karena air menjalankan fungsi tubuh, mencegah
timbulnya penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal dan
lain-lain. Air juga sebagi pelumas bagi fungsi tulang dan engselnya, jadi
bila tubuh kekurangan cairan maka fungsi, daya tahan dan kelenturan
tulang juga berkurang. Air juga berguna untuk mencegah sembelit,
karena untuk penyerapan makanan dalam usus memerlukan air.
22
yang terlalu asin akan memperingan kerja ginjal serta mencegah
kemungkinan terjadinya darah tinggi.
4. Batasi makanan yang manis-manis atau gula, minyak dan makanan yang
berlemak seperti santan, mentega dll.
5. Bagi pasien lansia yang prose penuaannya sudah lebih lanjut perlu
diperhatikanhal-hal sebagai berikut :
Makanlah makanan yang mudah dicerna
Hindarimakanan yang terlalu manis, gurih, dan goring-gorengan
Bilakesulitan mengunyah karena gigirusak atau gigi palsu kurang
baik, makanan harus lunak/lembek atau dicincang
Makan dalam porsi kecil tetapi sering
Makananselingan atau snack, susu, buah, dan sari buah sebaiknya
diberikan
6. Batasi minum kopi atau teh, boleh diberikan tetapi harus diencerkan
sebab berguna pula untuk merangsang gerakan usus dan menambah nafsu
makan.
7. Makanan mengandung zat besi seperti : kacang-kacangan, hati, telur,
daging rendah lemak, bayam, dan sayuran hijau.
8. Lebih dianjurkan untuk mengolah makanan dengan cara dikukus,
direbus, atau dipanggang kurangi makanan yang digoreng
Perencanaan makan untuk mengatasi perubahan saluran cerna
Untuk mengurangi resiko konstipasi dan hemoroid :
1. Sarankan untuk mengkonsumsi makanan berserat tinggi setiap hari,
seperti sayuran dan buah-buahan segar, roti dan sereal.
2. Anjurkan pasien untuk minum paling sedikit 8 gelas cairan setiap hari
untuk melembutkan feses.
3. Anjurkan untuk tidak menggunakan laksatif secara rutin , karena pasien
akan menjadi tergantung pada laksatif.
23
2. Posisikan pasien duduk atau setengah duduk.
3. Berikan sedikit minum air hangat sebelum makan.
4. Biarkan pasien untuk mengosongkan mulutnya setelah setiap sendokan.
5. Selaraskan kecepatan pemberian makan dengan kesiapan pasien,
tanyakan pemberian makan terlalu cepat atau lambat.
6. Perbolehkan pasien untuk menunjukkan perintah tentang makanan
pilihan pasien yang ingin dimakan.
7. Setelah selesai makan, posisi pasien tetap dipertahankan selama ± 30
menit.
24
2. Bahan makanan sumber lemak (zat energi) : Minyak goreng, minyak ikan,
margarin, kelapa, kelapa parut, santan, lemak daging.
3. Bahan makanan sumber protein hewani : Daging sapi, daging ayam, hati,
babat, usus, telur, ikan, udang.
4. Bahan makanan sumber protein nabati : Kacang ijo, kacang kedelai,
kacang merah, kacang tanah, oncom, tahu, tempe.
BAB III
PENUTUP
25
A. Kesimpulan
Lansia atau lanjut usia adalah periode dimana manusia telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi. Selain itu, lansia juga masa diman
seseorang akan mengalami kemunduran dengan sejalannya waktu. Usia 60
tahun adalah usia yang menunjukkan seseorang telah mengalami proses
menua yang berlangsungg secara nyata dan seseorang itu telah disebut lansia.
Ciri-ciri lansia adalah usia lanjut terjadi periode kemunduran, lanjut usia
memiliki status kelomok minoritas, menua membutuhkan perubahan peran,
penyesuaian yang buruk, memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi
adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology),
misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit mulai keriput, gigi mulai
rontok, tulang makin rapuh, dan sebagainya. Usia lanjut memiliki banyak
masalah dengan kesehatan yang terkait dengan menurunnya fungsi tubuh dan
faktor-faktor sekitar seperti penurunan fungsi seksual, makanan, dan
lingkungan sekitar. Kecukupan gizi usia lanjut berbeda dengan usia muda.
Kebutuhan gizi dipengaruhi oleh umuur, jenis kelamin, aktivitas/kegiatan,
postur tubuh, aktivitas fisik dan mental (termasuk pekerjaan) sehari-hari,
iklim/suhu udara, kondisi fisik tertentu (masa pertumbuhan,sedang sakit), dan
unsur lingkungan.
Nutrisi yang adekuat merupakan suatu komponen esensial pada
kesehatan lansia. Faktor-faktor fisiologis yang dapat dikaitkan dengan
kebutuhan nutrisi yang unik pada lansia adalah menurunnya sensitivitas
olfaktorius, perubahan persepsi rasa dan peningkatan kolesistokinin yang
dapat memengaruhi keinginan untuk makan dan peningkatan rasa kenyang.
Proses penuaan itu sendiri sebenarnya tidak mengganggu proses penyerapan
vitamin pada berbagai tingkatan yang luas. Namun, laporan-laporan terakhir
mengindikasikan bahwa lansia mengalami defisiensi vitamin B12, vitamin D
dan asam folat.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini, diharapkan penulis dan pembaca
menjadi tahu tentang perkembangan dan masalah seksual juga gizi yang
26
terjadi pada lansia. Lansia adalah masa dimana seseorang mengalami
kemunduran, dimana fungsi tubuh kita sudah tidak optimal lagi. Oleh karena
itu sebaiknya sejak muda kita persiapkan dengan sebaik-baiknya sejak muda
kita persiapkan dengan sebaik-baiknya masa tua kita.
DAFTAR PUSTAKA
27
Carpenito-moyet, Lynda juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, Edisi 10
EGC ; Jakarta
Pranaka, Kris. 2010, Buku ajar boedi-darmojo geriatri ilmu kesehatan usia lanjut.
Balai penerbit FKUI, Jakarta : 686
Basford, Lynn. & Slevin, Oliver. (2006). Teori & Praktik Keperawatan
Pendekatan Integral pada Asuhan Pasien. Jakarta : EGC
28
Gallo, Joseph.1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : EGC
29