Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gangguan terhadap jalannya proses persalinan dapat disebabkan oleh
kelainan presentasi, posisi dan perkembangan janin intrauterin. Diagnosa
distosia akibat janin bukan hanya disebabkan oleh janin dengan ukuran yang
besar, janin dengan ukuran normal namun dengan kelainan pada presentasi
intra uterin tidak jarang menyebabkan gangguan proses persalinan.
Disproporsi fetopelvik bukan hanya disebabkan oleh berat badan janin
yang besar, kelainan letak seperti posisio oksipitalis posterior, presentasi
muka , presentasi dahi juga dapat menyebabkan hambatan persalinan.
Upaya untuk meramalkan adanya Disproporsi Fetopelvik – FPD secara
klinis dan radiologis atas dasar ukuran kepala janin tidak memberi hasil
memuaskan. Thorp dkk (1993) melakukan evaluasi terhadap maneuver
Mueller- Hillis dan menyimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara
distosia dengan kegagalan desensus kepala janin. Ferguson dkk ( 1998)
menyatakan bahwa sensitivitas dalam meramalkan adanya CPD dengan
menggunakan index fetopelvic ( yang dikemukakan oleh Thurnau dkk 1991)
sangat kurang. Sampai saat ini tidak ada metode terbaik untuk meramalkan
secara akurat adanya FPD berdasarkan ukuran kepala janin. (http:// konsep-
dasar-kelainan-presentasi-dan.html)

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Presentasi Puncak Kepala?
2. Apa itu Presentasi Dahi?
3. Apa itu Presentasi Muka?
4. Apa itu Posisi oksipitoposterior?
5. Apa itu Presentasi Sungsang?
6. Apa itu Letak Lintang?

1.3 Tujuan Pmbahasan


1. Untuk mengetahui Presentasi Puncak Kepala.
2. Untuk mengetahui Presentasi Dahi.
3. Untuk mengetahui Presentasi Muka?

1
4. Untuk mengetahui Posisi oksipitoposterior?
5. Untuk mengetahui Presentasi Sungsang?
6. Untuk mengetahui Letak Lintang?

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Presentasi Puncak Kepala


2.1.1 Pengertian

2
Adalah apabila derajat defleksnya ringan, sehingga Ubun-Ubun Besar
merupakan bagian terendah.
2.1.2 Etiologi
a. Kelainan panggul
b. Kepala berbentuk bulat
c. Anak kecil/ mati
d. Kerusakan dasar panggul
2.1.3 Diagnosis
a. Pada persalinan normal: saat melewati jalan lahir kepala janin
dalam keadaan flexi, dalam keadaan tertentu flexi tidak terjadi,
sehingga kepala defleksi.
b. Presentasi puncak kepala disebut juga presentasi sinput terjadi bila
derajat defleksinya ringan, sehingga ubun-ubun besar merupakan
bagian terendah.
c. Pada presentasi puncak kepala lingkar kepala yang melalui jalan
lahir adalah sirkumfleksia fronto oxipito dengan titik perputaran
yang berada dibawah simfisis adalah glabella.
2.1.4 Mekanisme Persalinan
Mekanisme persalinan sama dengan POPP, perbedaannya: pada
presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal,
sedangkan lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah
sirkumferensia frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada
dibawah simpisis adalah glabella.
2.1.5 Penatalaksanaan
a. Usahakan lahir pervaginam karena kira-kira 75% bisa lahir spontan
b. Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/ forsep biasanya anak
yang lahir didapati caput daerah Ubun-ubun besar.
2.1.6 Komplikasi
Ibu : terjadi robekan jalan lahir yang lebih luas
Anak : karena partus lama dan molase hebat sehingga mortalitas
anak agak tinggi.

3
2.2 Presentasi Dahi
2.2.1 Pengertian
Pada presentasi dahi, kepala janin mengalami ekstensi sebagian
dengan tulang frontal, yang diikat oleh fontanel anterior dan kubah
orbital, terletak di gelang pelvis (Gbr. 30.31). Diameter presentasinya
adalah mentovertikal dan memiliki panjang 13,5 cm (Gbr. 30.32) yang
melebihi semua diameter pelvis berukuran rata-rata. Presentasi seperti
ini jarang terjadi, yaitu sekitar 1 dari 1000 pelahiran (Bhal et al 1998).

2.2.2 Etiologi
Penyebab presentasi dahi sama dengan penyebab presentasi wajah
sekunder (lihat penjelasan sebelumnya), selama proses ekstensi dari
presentasi verteks menjadi presentasi wajah, dahi akan muncul sebentar
dan pada beberapa kasus akan menetap.
2.2.3 Diagnosis
Presentasi dahi biasanya tidak terdeteksi sebelum awitan persalinan.
a. Palpasi abdomen

4
Letak kepala masih tinggi, tampak terlalu besar, dan tidak turun ke
dalam pelvis sekalipun kontraksi uterus baik.
b. Pemeriksaan vagina
Letak bagian presentasi janin masih tinggi dan dapat sulit untuk
diraih. Fontanel anterior dapat teraba di satu sisi pelvis dan kubah
orbital, serta tulang hidung berada pada sisi lainnya (Gbr. 30.33).
kaput suksedanium yang besar dapat menyamarkan tanda-tanda
tersebut jika ibu telah memasuki persalinan selama beberapa jam.

2.2.4 Mekanisme Persalinan


Kepala masuk melalui pintu atas panggul dengan sirkumferensia
maksiloparietalis serta sutura frontalis melintang atau miring. Setelah
terjadi moulage, dan ukuran terbesar kepala telah melalui pintu atas
panggul,dagu memutar ke depan. Sesudah dagu berada didepan, dengan
fosa kanina sebagai hipomoklion, terjadi fleksi sehingga ubun-ubun besar
dan belakang kepala lahir melewati perineum. Kemudian terjadi defleksi,
sehingga mulut dan dagu lahir dibawah simfisis. Yang menghalangi
presentasi dahi berubah menjadi presentasi muka biasanya karena terjadi
moulage dn kaput seksudanium yang besar pada dahi waktu kepla
memasuki panggul, sehingga sulit terjadi penambahan defleksi.
Karena besarnya ukuran ini, kepala baru dapat masuk kedalam
rongga panggul setelah terjasi molage untuk menyesuaikan diri pada

5
besar dan bentuk pintu atas panggul. Persalinan membutuhkan waktu
lama dan hanya 15% berlangsung spontan. Angka kematian perinatal
lebih dari 20%, sedangkan persalinan pervaginam berakibat perlukaan
luas pada perineum dan jalan lahir lainnya. Pada janin kecil atau panggul
luas persalinan pervaginam biasanya berlangsung dengan mudah.
Pada janin aterm dengan ukuran normal, persalinan pervaginam
sulit berlangsung oleh karena engagemen tidak dapat terjadi sampai
adanya molase hebat yang memperpendek diameter occipitomentalis atau
sampai terjadinya fleksi sempurna atau ekstensi menjadi presentasi muka.
Persalinan pervaginam pada presentasi dahi yang persisten hanya
dapat berlangsung bila terdapat molase berlebihan sehingga bentuk
kepala berubah. Molase berlebihan akan menyebabkan caput didaerah
dahi sehingga palpasi dahi menjadi sulit.
Pada presentasi dahi yang bersifat sementara (penempatan dahi) ,
progonosis tergantung pada presentasi akhir. Bila presentasi dahi sudah
bersifat menetap, prognosis persalinan pervaginam sangat buruk kecuali
bila janin kecil atau jalan lahir sangat luas.
2.2.5 Penatalaksanaan
Dokter harus segera diberi tahu jika dicurigai terjadi presentasi
dahi. Hal ini penting karena pelahiran pervagina sangat jarang terjadi dan
biasanya terjadi persalinan macet. Ibu dengan pelvis yang besar dan bayi
yang kecil dapat melahirkan pervagina. Ketika dahi mencapai dasar
pelvis, maksila berotasi ke depan dan kepala dilahirkan dengan
mekanisme yang hampir sama dengan yang posisi oksipitoposterior
persisten. Namun demikian, bidan tetap harus waspada. Ibu harus diberi
tahu tentang kemungkinan metode persalinan yang akan dilakukan dan
bahwa pelahiran pervagina cenderung tidak mungkin.
Jika tidak ada tanda-tanda gangguan kondisi janin, dokter dapat
menyetujui dilanjutkannya persalinan untuk sementara waktu jika
ekstensi kepala lebih lanjut dapat mengubah presentasi dahi menjadi
presentasi wajah. Terkadang, fleksi spontan dapat terjadi dan

6
menyebabkan presentasi verteks. Jika kepala gagal turun dan janin tetap
pada presentasi dahi, dilakukan seksio sesaria, dengan persetujuan ibu.
2.2.6 Komplikasi
Komplikasi presentasi dahi sama dengan komplikasi presentasi wajah,
kecuali bahwa persalinan macet yang memerlukan seksio sesaria lebih
dianggap sebagai kemungkinan, bukan prognosis.

2.3 Presentasi Muka


2.3.1 Pengertian
Presentasi muka terjadi apabila sikap janin ekstensi maksimal sehingga
oksiput mendekat ke arah punggung janin dan dagu menjadi bagian
presentasinya. Faktor predisposisi yang meningkatkan kejadian
presentasi dahi adalah malformasi janin (0,9%), berat badan lahir
<1.500 gr (0,71%), polihidramnion (0,63%), postmaturitas (0,18%), dan
multiparitas (0,16%) berbeda dengan presentasi dahi, janin dengn
presentasi muka masih dapat dilahirkan vaginal apabila posisi dagunya
anterior.
2.3.2 Etiologi
a. Kemiringan anterior uterus
Uterus wanita multipara dengan otot abdomen yang kendur dan
abdomen yang menggantung akan condong ke depan dan mengubah
arah aksis uterus. Hal ini menyebabkan bokong janin condong ke
depan dan kekuatan kontraksi diarahkan pada garis yang menuju
dagu bukan oksiput, dan memyebabkan terjadinya ekstensi kepala.
b. Kontraksi pelvis
Pada pelvis yang datar, kepala masuk ke dalam diameter transversal
gelang pelvis dan tonjolan parietal tertahan pada konjugat obstetris,
kepala menjadi terekstensi dan terjadi presentase wajah.
Kemungkinan lainnya adalah jika kepala berada pada posisi
posterior, akan terjadi presentasi verteks, dan tetap dalam keadaan
terdefleksi, tonjolan parietal tertahan pada dimensi sakrotiloid,

7
oksiput tidak menurun, kepala menjadi terekstensi dan akibatnya
terjadi presentasi wajah. Hal ini cenderung terjadi pada pelvis
android, yang dimensi sakritiloidnya kecil.
c. Polihidroamnion
Jika terjadi presentase verteks dan selaput ketuban pecah secara
spontan, desakan aliran cairan dapat menyebabkan kepala
mengalami ekstensi pada saat masuk ke uterus bagian bawah.
d. Abnormalitas kongenital
Anensefali dapat menyebabkan terjadinya presentasi wajah. Pada
presentasi sefalik, karena verteks tidak ada, wajah terdorong ke
depan dan menjadi bagian presentasi janin. Tumor leher janin,
walaupun jarang, juga dapat menyebabkan ekstensi kepala.
2.3.3 Diagnosis Intrapartum
a. Palpasi abdomen
Presentasi wajah mungkin tidak terdeteksi, terutama jika dagu
terletak pada posisi anterior. Oksiput teraba menonjol, dengan
lekukan diantara kepala dan punggung, tetapi hal ini dapat disalah
artikan dengan sinsiput. Ekstremitas dapat dipalpasi pada sisi yang
berlawanan dengan oksiput dan jantung janin akan terdengar dengan
sangat baik pada dada janin di sisi yang sama dengan ekstremitas.
Pada posisi mentoposterior, jantung janin sulit didengar karena dada
janin bersentuhan dengan tulanng belakang ibu (Gbr. 30.24)

8
b. Pemeriksaan vagina
Letak bagian presentasi masih tinggi, lembut, dan iregular. Jika serviks
sudah cukup berdilatasi, kubah orbital, mata, hidung, dan mulut dapat
diraba. Namun demikian, kebingungan antara mulut dan anus dapat
terjadi. Mulut mungkin terbuka, dan gusi yang keras didiagnosis. Janin
mungkin menghisap jari pemeriksa. Sejalan dengan kemajuan
persalinan, wajah mengalami edema, membuatnya semakin sulit untuk
dibedakan dengan presentasi bokong. Untuk menentukan posisi, letak
dagu harus dicari, jika dagu terletak pada posisi posterior, bidan harus
memastikan apakah letaknya lebih rendah dari sinsiput, jika demikian,
dagu akan berotasi ke depan jika mengalami kemajuan. Pada posisi
mentoanterior kiri, kubah orbital akan berada pada diameter oblik kiri
dari pelvis (Gbr. 30.25). Bidan harus berhati-hati agar tidak melukai
atau menimbulkan infeksi pada mata janin dengan jari-jarinya.

2.3.4 Mekanisme posisi mentoanterior kiri


a. Letak longitudinal.
b. Sikap ekstensi kepala dan punggung.
c. Presentasi wajah (Gbr. 30.26)

9
d. Posisi mentoanterior kiri.
e. Denominator dagu.
f. Bagian presentasi janin adalah tulang pipi kiri.
a. Ekstensi.
Penurunan terjadi disertai dengan peningkatan ekstensi. Dagu menjadi
bagian yang terdepan.
b. Rotasi internal kepala
Hal ini terjadi ketika dagu mencapai dasar pelvis dan berotasi ke depan
1/8 lingkaran. Dagu keluar dari bawah simfisis pubis (Gbr. 30.27A).
c. Fleksi
Fleksi terjadi dan sinsiput, verteks, dan oksiput menelusuri perinium,
kepala dilahirkan (Gbr. 30.27B).

d. Restitusi
Hal ini terjadi ketika dagu berotasi 1/8 lingkaran ke arah kiri ibu.
e. Rotasi internal bahu

10
Bahu memasuki pelvis pada diameter oblik kiri dan bahu anterior
mencapai dasar pelvis terlebih dahulu dan berotasi ke depan 1/8
lingkaran sepanjang sisi kanan pelvis.
f. Rotasi eksteernal kepala
Hal ini terjadi secara bersamaan. Dagu berotasi kembali 1/8 lingkaran
kearah kiri.
g. Fleksi lateral
Bahu anterior keluar dari bawah simfisis pubis, bahu posterior
menelusuri perineum, dn tubuh dilaahirkan dengan gerakan fleksi
lateral.

Kemungkinan proses dan prognosis persalianan


Ibu harus terus diberi tahu tentang kemajuan persalinannya dan segala
intervensi yang diajukan selama persalinan.
a. Persalinan lama
Persalinan sering kali berlangsung lama karena wajah merupakan
bagian presentasi janin yang tidak pas sehingga tidak menstimulasi
kontraksi uterus yang efetif. Selain itu, tulang wajah tidak
megalami mulase dan agar dagu dapat mencapai dasar pelvik dan
berotasi ke depan, bahu harus memasuki rongga pelvis pada waktu
yang bersamaan degan kepala.. teekanan aksis janin diarahan ke
dagu dan kepala mengalami ekstensi hampir tegak lurus dengan
tulang belakang meningkatkaan diameter agar dapat diakomodasi
di dalam pelvis.
b. Posisi mentoanterior
Dengan kontraksi uterus yang baik, penurunan dan rotasi kepala
terjadi dan persalinan masuk ke tahap pelahiran spontan.
c. Posisi mentoposterior
Jika kepala mengalami ekstensi sempurna sehingga dagu mencapai
dasar pelvik terlebih dahulu, dan kontraksi efektif, dagu akan
berotasi ke depan dan posisi menjadi anterior.

11
d. Posisi mentoposterior persisten
Pada kasus ini, kepala mengalami ekstensi yang tidak sempurna
dan sinsiput mencapai dasar pelvis terlebih dahulu, dan
kemungkinan berotasi ke depan 1/8 lingkaran, menyebabkan dagu
masuk ke dalam lubang sakrum (Gbr. 30.28).

Tidak terjadi mekanisme lebih lanjut. Wajah menjadi terjepit karena


untuk untuk turun lebih jauh, baik kepala maupun dada harus
diakomodasi di dalam pelvis. Apapun yang muncul secara anterior
dari vagina harus berputar mengelilingi arkus subpubik, jika dagu
berada pada posisi posterior, hal ini tidak mungkin terjadi karena
kepala tidak dapat berekstensi lebih jauh lagi.

e. Pemutaran presentasi wajah


Presentasi wajah pada posisi mentoposterior persisten, pada beberapa
kasus,, dapat memanipulasi ke posisi oksipitoanterior dengan
menggunakan tekanan bimanual (Gimovsky & Hennigan 1995,
Neuman et al 1994). Metode ini dilakukan untuk mengurangi
kecenderugan pelahiran dengan operasi pada ibu yang menolak
seksio sesaria. Dengan menggunakan bolus ritodrin untuk relaksasi
uterus, kepala janin dipaskan dari posisi engagement dengan
menggunakan tekanan transvagina ke arah atas. Kepala janin

12
kemudian diflekskan dengan tekaanan bimanual di bawah panduan
ultrasound untuk mencapai posisi oksipitoanterior.
2.3.5 Penatalaksanaan persalinan
a. Kala Satu
Ketika mendiagnosis adanya presentasi wajah, bidan harus
member tahu dokter tentang penyimpangan ini. Observasi rutin
kondisi maternal dan janin dilakukan seperti halnya pada persalinan
normal. Elektroda kulit kepala janin tidak boleh digunakan, dan b
bidan harus berhati-hati agar tidak menimbulkan infeksi atau cedera
pada mata janin saat pemeriksaan vagina.
Segera setelah ketuban pecah, pemeriksaan vagina harus
dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya prolaps tali
pusat, hal ini cenderung terjadi karena wajah merupakan bagian
presentasi janin yang tidak pas. Penurunan kepala harus diobservasi
secara obdominal, dan pemeriksaan vagina dilakukan setiap 2-4 jam
untuk mengkaji dilatasi serviks dan penurunan kepala.
Pada posisi mentoposterior, bidan harus memperhatikan apakah
dagu lebih rendah dari sinsiput, karena rotasi dan penurunan kepala
bergantung pada hal ini. Jika posisi kepala tetap tinggi walaupun
uterus berkontraksi dengan baik seksio sesaria cenderung dilakukan.
Ibu harus diberi ranitidin oral, 150 mg setiap 6 jam selama
persalinan jika anastesi diperlukan.

b. Kelahiran kepala
Ketika wajah terlihat pada vulva, ekstensi harus dipertahankan
dengan menahan sinsiput ke belakang dan membiarkan dagu keluar
dari bawah simfisis pubis sebelum oksiput diperbolehkan menelusuri
perineum. Dengan cara inilah diameter submentoventrikal (11,5cm)
bukan diameter mentoventrikal (13,5cm) mendistensi lubang vagina.
Karena perineum juga didistensi oleh diameter biparietal (9,5cm),

13
episiotomi elektif dapat dilakukan untuk mencegah laserasi perineum
yang luas.
Jika penurunan kepala tidak terjadi paa kala dua, dokter harus
diberi tahu. Pada posisi mentoanterior, dokter spesialis obsterik
kemungkinan akan melahirkan bayi tersebut dengan forcep, jika
tidak berotasi penuh, atau posisi tetap mentoposterior, pelahiran
dengan forcep rotasi dapat dilakukan. Jika kepala menjadi terjepit,
atau jika dicurigai terjadi disproporsi, seksio sesaria perlu dilakukan.

2.3.6 Komplikasi
a. Persalinan macet
Wajah tidak seperti verteks, tidak mengalami mulase. Oleh karena
itu, kontraksi minor pelvis sudah dapat menyebabkan terjadinya
persalinan macet. Pada posisi mentoposterior presisten, wajah
terjepit dan diperlukan seksio sesaria.
b. Prolaps tali pusat

14
Prolaps tali pusat lebih sering terjadi jika ketuban pecah karena
wajah medupakan bagian presentasi janin yang tidak pas. Bidan
harus selalu melakukan pemediksaan vagina ketika ketuban pecah
untuk mendeteksi terjadinya hal tersebut.

c. Memar pada wajah


Wajah bayi selalu memar dan membengkak pada saat lahir, dengan
edema pada kelopak mata dan bibir. Kepala memanjang (Gbr. 30.30)
dan bayi akan berbaring dengan kepala ekstensu bidan sebelumnya
haris memperingatkan orang tua tentang penampilan bayinya tersebut,
meyakinkan mereka bahwa hal ini hanya sementara, edema akan
hilang dalam 1 atau 2 hari, dan memar biasanya akan sembuh dalam
seminggu.

a) Perdarahan serebral
Tidak adanya mulase pada tulang wajah dapat menyebabkan
perdarahan intrakranial akibat kompresi berlebihan tengkorak janin
atau kompresi ke arah belakang, pada mulase tipikal tengkorak
pada janin presentasi ini (Gbr. 30.30).
b) Trauma maternal

15
Laserasi perineum yang luas dapat terjadi pada pelahiran karena
besarnya diameter submentoventrikal dan biparietal yang
mendistensi vagina dan perineum. Terdapat peningkatan insiden
pelahiran dengan operasi, baik dengan forcep ataupun seksio
sesaria, dan keduanya meningkatkan morbiditas maternal.

2.4. Posisi oksipitoposterior


2.4.1 Pengertian
Posisi oksipitoposterior adalah jenis malposisi oksiput yang
paling sering dan terjadi pada kira-kira 10% persalinan. Posisi
oksipitoposterior yang persisten terjadi akibat kegagalan rotasi
internal sebelum pelahiran (Pearl et al 1993).
Terdapat presentasi vertex, tetapi oksiput terletak di bagian
posterior, bukan di bagian anterior pelvis. Akibatnya, kepala janin
mengalami defleksi dan terbentuk diameter tengkorak janin yang
lebih besar (Gambar 30.1)

2.4.2 Etiologi
Etiologi langsungnya sering kali tidak diketahui, tetapi
mungkin berkaitan dengan bentuk pelvis yang abnormal.
Salah satu penyebab terjadinya POPP adalah kesulitan dalam
penyesuain kepala dalam usaha penysuaian kepala terhadap bentuk
dan ukuran panggul, misalnya pada panggul dengan diameter
anteroposterior lebih panjang daripada diameter transversal seperti

16
pada panggul Anthropoid, atau segmen depan yang menyempit seperti
pada panggul Android. Maka UUK akan mengalami kesulitan
memutar ke depan. Sebab-sebab lain seperti otot-otot dasar panggul
yang sudah lembek pada multipara atau kepala janin yang kecil dan
bulat sehingga tidak ada paksaan pada belakang kepala janin untuk
memutar ke depan. (Sarwono, 2008)
2.4.3 Diagnosis
Ibu mungkin mengeluh adanya nyeri punggung yang berat dan
kontinu yang memburuk dengan kontraksi. Namun demikian, tidak
adanya nyeri punggung tidak selalu mengindikasikan bahwa janin
berada pada posisi anterior (Boancuzzo 1993).
Lingkar bagian presentasi yang besar dan berbentuk tidak
teratur (Gambar 30.5) tidak dapat masuk dengan tepat pada serviks.
Oleh karena itu, selaput ketuban cenderung pecah secara spontan pada
kala awal persalinan dan kontraksi mennjadi tidak terkoordinasi,
penurunan kepala dapat berlangsung lambat meskipun kontraksi baik.
Ibu mungkiin mempunyai keinginan kuat untuk mengejan sejak awal
persalinan karena oksiput menekan rectum.

A. Pada Pemeriksaan Abdomen yaitu :


1) Bagian bawah perut mendatar
2) Ekstremitas janin teraba anterior
3) DJJ terdengar di samping
B. Pada Pemeriksaan Vagina yaitu :
1) Presentasi kepala

17
2) Sutura sagitalis berada pada diameter antero posterior rongga
pelvis
3) UUK dekat sacrum
4) UUB mudah teraba di anterior jika kepala dalam keadaa
defleksi
2.4.4 Mekanisme posisi oksipitoposterior kanan (rotasi lama) (Gambar.
30.7 - 30.10)

Bila hubungan antara panggul dan janin cukup


longgar,persalinan dengan POPP dapat berlangsung secara spontan
tetapi pada umumnya lebih lama. Kepala janin akan lahir dalam
keadaan muka di bawah simpisis dengan mekanisme sebagai berikut :
Setelah kepala mencapai dasar panggul dan ubun-ubun besar (UUB)
berada di bawah simpisis maka UUB tersebut menjadi hipomoklion
sehingga lahirlah oksiput melalui perineum yang diikuti oleh bagian
kepala lainnya.
Kelahiran bayi dengan UUK di belakang menyebabkan
regangan yang besar pada vagina dan perineum. Hal ini disebabkan
kepala yang sudah dalam keadaan fleksi maksimal tidak dapat
menambah fleksinya lagi. Sehingga kepala lahir melalui pintu bawah
panggul dengan sirkumferensia frontooksipitalis yang lebih besar
dibandingkan dengan sirkumferensia suboksipito bregmatika.

18
Keadaan ini dapat menimbulkan kerusakan pada vagina dan perineum
yang luas.
2.4.5 Penatalaksanaan
Persalinan dengan janin yang berada dalam posisi oksipitoposterior
dapat berlangsung lama dan menyakitkan. Kepala yang mengalami
defleksi tidak dapat masuk dengan tepat ke dalam serviks sehingga
tidak menimbulkan stimulasi yang optimal untuk kontraksi uterus.
a. Kala satu persalinan
Ibu mungkin mengalami nyeri punggung yang berat dan tak
kunjung reda , yang melelahkan dan dapat sangat menghilangkan
semangat, terutama jika kemajuan persalinan berlangsung lambat.
Dukungan yang kontinu dari bidan akan membantu ibu dan
pasasngannya menghadapi persalinan (Thornton & Lilford 1994).
Bidan dapat membantu memberikan dukungan fisik seperti
massase dan berbagai tindakan lain yang dapat memberikan
kenyamanan dan menganjurkan perubahan postur dan posisi. Posisi
merangkak dapat mengurangi perasaan tidak nyaman, data anekdot
menunjukkan bahwa posisi ini juga dapat membantu rotasi kepala
janin.
Sebuah studi yang menggunakan ultrasound untuk
memastikan posisi dan presentasi janin menunjukkan bahwa
sebagian besar (68%) posisi oksipitoposterior persisten terjadi akibat
malrotasi selama persalinan dari posisi oksipitoanterior; hanya 32%
kasus persistem adalah oksipitoposterior yang terjadi sejak awal
persalinan (Gardberg et al 1998). Pada penelitian yang sama 87,5%
posisi oksipitoposterior yang terjadi sejak awal persalinan berotasi
ke posisi anterior sebelum pelahiran.
Persalinan dapat berlangsung lama dan bidan harus
melakukan yang terbaik untuk mencegah dehidraasi atau ketosis
pada ibu.

19
Kerja uterus yang tidak terkoordinasi atau kontraksi yang
tidak efektif mungkin perlu diatasi dengan infuse oksitosin.
Ibu mungkin mengalami dorongan yang kuat untuk
mengejan sebelum serviksnya mengalami dilatasi lengkap. Hal ini
disebabkan oleh adanya tekanan oksiput pada rectum. Oleh karena
itu, jika ibu mengejan pada saat ini, serviks akan mengalami edema
dan hal ini akan menghambat awitan kala dua persalinan. Dorongan
untuk mengejan dapat dikurangi dengan mengubah posisi dan
menggunakan teknik pernapasan atau Etonox untuk meningkatkan
relaksasi. Pasangan ibu dan bidan dapat membantu ibu selama
persalinan dengan massase, dukungan fisik dan memberikan saran
tentang metode alternatif pereda nyeri. Ibu dapat memilih
serangkaian metode kontrol nyeri selama persalinan, bergantung
pada tingkat dan intensitas nyeri yang ia alami pada saat itu.
b. Kala dua persalinan
Dilatasi lengkap pada serviks mungkin perlu dipastikan dengan
pemriksaan vagina karena mulase dan pembentukan kaput
suksedaneum dapat membuat vertex terlihat sementara bibir serviks
anterior tetap. Jika kepala tidak terlihat pada awitan kala dua
persalinan, bidan dapat menganjurkan ibu untuk tetap tegak. Posisi
ini dapat memperpendek durasi kala dua persalinan dan dapat
mengurangi perlunya pelahiran dengan operasi.
Pada beberapa kasus yang kontraksinya lemah dan tidak
efektif, infus oksitosin data diberikan untuk menstimulasi kontraksi
yang adekuat dan agar bagian presentasi janin mmengalami
kemajuan. Seperti halnya pada setiap persalinan, kondisi maternal
dan janin harus diobservasi secara ketat selama kala dua. Durasi kala
dua persalinan meningkat jika oksiput berada pada posisi posterior,
dan terdapat peningkatan kecenderungan pelahiran dengan operasi
(Gimovsky & Hennigan 1995, Pearl et al 1993).
2.4.6 Komplikasi

20
Selain persalinan yang lama beserta segala risikonya terhadap ibu dan
janin dan peningkatan kecenderungan persalinan dengan alat, berikut
ini berbagai komplokasi yang dapat terjadi.
a. Persalinan macet
Hal ini dapat terjadi jika kepala mengalami defleksi atau ekstensi
sebagian dan menjadi terjepit di dalam pelvis.
b. Trauma maternal
Pelahiran dengan forsep dapat menyebabkan luka memar dan
trauma perineum. Pelahiran janin pada posisi oksipitoposterior
persisten, terutama jika sebelumnya tidak terdiagnosis, dapat
menyebabkan robekan derajat tiga (Pearl et al 1993)
c. Trauma neonatal
Trauma neonatal yang terjadi setelah pelahiran dari posisi
oksipitoposterior berkaitan dengan dilakukannya pelahiran dengan
forsep atau ventouse. Prognosis untuk neonatus yang dilahirkan dari
posisi oksipitoposterior sebanding dengan yang diharapkan pada bayi
yang dilahirkan dari posisi oksipitoanterior (Gimovsky & Henningan
1995, Pearl et al 1993)
d. Prolaps tali pusat
Letak kepala yang tinggi menyebabkan ketuban pecah yang dini
dan spontan, yang bernama dengan bagian presentasi janin yang tidak
pas dapat menyebabkan terjadinya prolaps tali pusat.
e. Perdarahan serebral
Mulase ke atas pada tengkorak janin yang ditemukan pada posisi
oksipitoposterior, dapat menyebabkan perdarahanbintrakranial,
sebagai akibat tertariknya falksbserebri dari tentorium serebelum.
Diameter presentasi yang lebih besar juga menyebabkan tingkat
kompresi yang lebih besarn perdarahan serebral juga dapat terjadi
akibat hipoksia kronis, yang menyertai persalinan yang lama
a) Penanganan

21
Dalam menghadapi persalinan dengan ubun-ubun kecil di
belakang sebaiknya dilakukan pengawasan persalinan yang seksama
dengan harapan persalilnan dapat berlangsung spontan. Tindakan
untuk mempercepat persalinan dilakukan apabila kala II berlangsung
terlalu lama, atau ada tanda-tanda bahaya terhadap janin.
Pertolongan persalinan pada POPP membutuhkan cara
penanganan yang tidak berbeda jauh dengan persalinan dengan
oksipito anterior. Kemungkinan untuk persalinan pervaginam adalah
dengan :
a. Menunggu persalinan spontan.
b. Persalinan dengan forsep
c. Mengubah posisi oksiput posterior ke oksiput anterior
dengan menggunakan forsep dan dilahirkan
d. Dengan manual mengubah oksiput posterior ke oksiput
anterior dan dilahirkan
e. Jika ada tanda-tanda persalinan macet atau ada tanda gawat
janin lakukan SC
f. Jika ketuban utuh pecahkan ketuban
g. Jika pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda
obstruksi akselerasi persalinan dengan oksitosin.
h. Jika pembukaan serviks lengkap dan tidak ada kemajuan
pada fase pengeluaran periksa kemungkinan adanya
obstruksi. Jika tidak ada obstruksi akselerasi persalinan
dengan oksitosin
i. Jika pembukaan lengkap kepala janin teraba 3/5 atau lebih di
atas simpisis lakuakan SC
j. Jika pembukaan lengkap kepala janin teraba 1/5 lakukan
ekstraksi vakum dan forsep
b) Tindakan Bidan
Idealnya pada setiap kelainan presentasi dan posisi dari kepala
janin, tindakan bidan adalah merujuk. Kecuali keadaan janin kecil,

22
panggul normal, jarak rumah dan tempat rujukan yang jauh, maka bidan
dapat menolong pasien dengan melakukan inform concent terlebih
dahulu. Tetapi apabila bidan praktek mandiri, menemukan kasus ini
maka tindkan bidan adalah merujuk pasien.

2.5 Presentasi Sungsang


2.5.1 Pengertian
Presentasi sungsang terjadi bila bokong atau tungkai janin
berpresentasi ke dalam pelvis ibu. Insidensi dari presentasi sungsang
adalah 3 perseb dari semua persalinan. Sebelum 28 minggu, sekitar 25
persen dari janin berpresentasi sungsang. Sementara janin tumbuh dan
menempati lebih banyak ruang rahim, cenderung mengambil presentasi
kepala untuk menyesuaikan diri yang terbaik terhadap batas-batas dan
bentuk rahim. Pada 34 minggu kehamilan sebagian besar janin akan
mengambil presentasi kepala.
2.5.2 Etiologi
Faktor predisposisi utama ke arah presentasi sungsang adalah
prematuritas. Sekitar 20 sampai 30 persen dari semua presentasi
sungsang tunggal memiliki berat badan lahir rendah (kurang dari
2500gm). Insidensi anomali bawaan dengan presentasi sungsang lebih
dari 6 persen, yaitu dua sampai tiga kali lipat dari insidensi presentasi
verteks. Anomali janin dapat membatasi kemampuan janin untuk
mengambil bentuk presentasi kepala. Anomali bawaan lazim yang
berhubungan dengan presentasi sungsang antara lain adalah anensefali
dan hidrosefalus, dimana keduanya dapat mempengaruhi bentuk fungsi,
atau gerakan janin. Faktor-faktor etiologik lain mencakup anomali
rahim, kehamilan ganda, plasenta previa, hidramnion, pelvis ibu yang
kecil, dan tumor pelvis yang menghalangi jalan lahir.
Klasifikasi
1. Letak Bokong (Frank Breech)

23
Pada presentasi bokong akibat ekstensi kedua sendi lutut, kedua kaki
terangkat ke atas sehingga ujungnya terdapat setinggi bahu atau
kepala janin. Dengan demikian pada pemeriksaan dalam hanya dapat
diraba bokong. Frekuensi 50-70%.
2. Letak sungsang Sempurna (complete breech)
Yaitu letak bokong dimana kedua kaki ada di samping bokong (letak
bokong kaki sempurna atau lopat kejang), frekuensinya 75%.
3. Letak Sungsang Tidak Sempurna (Incomplete Breech)
Presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi kaki
( incomplete or footling ) ( 10-30%). Pada presentasi bokong kaki
tidak sempurna hanya terdapat satu kaki di samping bokong,
sedangkan kaki yang lain terangkat ke atas. Pada presentasi kaki
bagian paling rendah adalah satu atau dua kaki.

Selain bokong bagian terendah juga kaki dan lutut, terdiri dari :
1) Kedua kaki : Letak kaki sempurna
2) Satu kaki : Letak kaki tidak sempurna, frekuensi 24 %.
3) Ke dua lutut : Letak lutut sempurna
4) Satu lutut : Letak lutut tidak sempurna, frekuensi 1%.
5) Posisi bokong ditentukan oleh Sacrum, ada 4 posisi yaitu :
6) Sacrum kiri depan (Left Sacrum Anterior)
7) Sacrum Kanan Depan (Right Sacrum Anterior)
8) Sacrum Kiri Belakang (Left Sacrum Posrerior)
9) Sacrum Kanan Belakang (Right Sacrum Posterior)
Faktor penyebab Letak Sungsang
a) Gerakan Janin yang bebas
Hal ini terjadi karena danya hidramion, premature, gravida / multi
gravida. Letak janin dalam uterus bergantung pada proses adaptasi janin
terhadap ruangan dalam uterus. Pada kehamilan sampai kurang lebih 32
minggu, jumlah air ketuban relatif lebih banyak, sehingga memungkinkan
janin bergerak dengan leluasa. Dengan demikian janin dapat menempatkan

24
diri dalam presentasi kepala, letak sungsang atau letak lintang. Pada
kehamilan triwulan terakhir janin tumbuh dengan cepat dan jumlah air
ketuban relatif berkurang. Karena bokong dengan kedua tungkai terlipat
lebih besar daripada kepala, maka bokong dipaksa untuk menempati ruang
yang lebih luas di fundus uteri, sedangkan kepala berada ruangan yang
lebih kecil di segmen bawah uterus. Dengan demikian dapat dimengerti
mengapa pada kehamilan belum cukup bulan, frekuensi letak sungsang
lebih tinggi, sedangkan pada kehamilan cukup bulan, janin sebagian besar
ditemukan dalam presentasi kepala. Sedangkan pada hidramion dan drande
multi ruangan yang ditempati janin menjadi lebih luas sehingga
mekanisme di atas juga terjadi dan timbulah letak sungsang.
b) Gangguan akomodasi
Gangguan akomodasi dapat terjadi pada kelainan bentuk uterus.
Adanya tumor rahim, gemuk, placenta pada corno dan adanya ekstensi
tungkai janin.
c) Gangguan Fiksasi
Gangguan fiksasi kepala pintu atas panggul dapat terjadi karena
adanya placenta privea, tumor panggul, kesempitan panggul, anencephalus
dan hydrocephalus (Hanifa-Wiknyo-Sastro,1994;611)
d) Panggul sempit
Kelainan bentuk kepala: hidrocephalus, anencephalus, karena
kepala kurang sesuai dengan bentuk pintu atas panggul.
Faktor lain yang menjadi predisposisi terjadinya letak sungsang
selain umur kehamilan termasuk diantaranya relaksasi uterus
berkaitan dengan multiparitas, multi fetus, persalinan sungsang
sebelumnya, kelainan uterus dan tumor pelvis. Plasenta yang terletak
di daerah kornu fundus uteri dapat pula menyebabkan letak sungsang,
karena plasenta mengurangi luas ruangan di daerah fundus.
2.5.3 Diagnosis
Diagnosis dari presentasi sungsang sering dapat dilakukan dengan
pemeriksaan Leopold, dimana kepala janin dapat dipalpasi di daerah

25
fundus dan bokong yang lebih lunak menempati segmen rahim bagian
bawah di atas simfisis pubis. Pemeriksaan vagina memungkinkan
palpasi pada bokong janin, dubur, sakrum, dan tuberositas iskiadikus
pada sungsang bokong. Pada sungsang lengkap, satu atau kedua kaki di
sisi bokong janin dapat dipalpasi. Pemediksaan vagina pada sungsang
tidak lengkap akan memperlihatkan satu atau kedua kaki janin sebagai
bagian yang berpresentasi.
Diagnosis dapat dipermudah dengan radiografi atau sonografi. Jenis
presentasi sungsang lebih mudah ditetapkan dengan foto sinar-X
anteroposterior pada perut dan pelvis ibu. Tetapi, sonografi memiliki
keuntungan karena lebih sesuai untuk mendeteksi anomali janin, yang
harus disingkirkan pada setiap pasien dengan presentasi sungsang.

Anamnesa
Dari anamnesa data yang diperoleh berdasarkan keluhan ibu antara
lain klien merasakan perut terasa lebih keras dibagian ulu hati, gerakan
janin lebih banyak dirasakan dibawah , keluhan ibu kadang sesak nafas,
ulu hati terasa sakit, perut terasa penuh, nafsu makan berkurang dan
kadang muntah (Sarwono, 1993 : 609).
2.5.5 Mekanisme persalinan
Mekanisme persalinan pada presentasi bokong berbeda nyata sekali
dari mekanisme presentasi verteks. Engagement dan turunnya bokong
biasanya terjadi pada salah satu dari diameter oblik pelvis ibu. Begitu
pinggul posterior bertemu dasar pelvis, terjadilah putaran paksi dalam
untuk membawa pinggul di bawah arkus pubis. Pada peristiwa ini,
diameter bitrokanterik menempati diameter anteroposterior pada pintu-
bawah panggul.
Setelah putaran paksi dalam,pinggul anterior dilahirkan, diikuti
oleh panggul posterior, tungkai, dan kaki. Putaran paksi luar berikutnya
mengakibatkan punggung berputar ke arah anterior sehingga bahu
memasuki diameter oblik panggul. Bahu kemudian turun, dan terjadilah

26
putaran paksi dalam untuk membawa bahu itu ke dalam diameter
anteroposterior pada pintu-pintu bawah panggul. Setelah kelahiran bahu,
kepala janin memasuki pelvis dalam posisi fleksi pada salah satu dari
diameter oblk pada pintu-pintu panggul. Putaran paksi dalam membawa
aspek posterior leher di bawah simfisis dan kepala kemudian dilahirkan
dalam posisi fleksi.
2.5.4 Penanganan selama persalinan
a. Kelahiran pervaginam
Penanganan sewaktu melahirkan pada presentasi sungsang
bergantung pada pelvis ibu, jenis sungsang dan umur gestasi. Standar
perawatan pada sebagian besar masyarakat adalah semua sungsang
secara rutin dilahirkan dengan seksio sesarea untuk menghindari
meningkatnya morbiditas dan mortalitas perinatal yang terjadi pada
keahiran pervagina akibat prolaps tali pusat, asfiksia kelahiran, dan
cedera kelahiran. Tetapi konsep kelahiran untuk semua sungsang
dengan seksio sesares telah diragukan oleh Kesepakatan Konferensi
Mengenai Persalinan Sesar. Insidensi prolaps tali pusat pada
presentasi sungsang bokong mendekati insidensi pada presentasi
kepala, jadi penanganan pada sungsang bokong yang cukup bulan
masih kontroversial.
Criteria yang tepat untuk memungkinkan tindakan persalinan dan
kelahiran pervagiam pada sungsang cukup bulan diringkas Ini
ditujukkan untuk meminimalkan kemungkinan prolaps tali pusat,
distosia, cedera kelahiran, dan asfiksia.
Masalah yang berhubungan dengan prolaps tali pusat dapat
diminimalkan dengan pemantauan elektronik terus-menerus pada
jantung janin dan kemampuan dari suatu seksio sesarea yang cepat.
Sonografi harus dilakukan untuk menyingkirkan adanya anomali
janin. Kalau kelainan janin ditemukan, yang mana tak memungkinkan
untuk kehidupan, misalnya anensefali, pasien tidak boleh melahirkan
dengan seksio sesarea. Di lain pihak, kalau kelainan ditemukan, yang

27
mana akan memudahkan janin cedera kalau dilahirkan lewat vagina,
misalnya suatu omfalokel, kelahiran harus dicapai dengan seksio
sesarea. Dengan menggunakan criteria ini, sungsang bokong dan
lengkap yang cukup bulan dapat dilahirkan lewat vagina tanpa
mempengaruhi angka kematian perinatal. Tetapi, terdapat insidensi
cedera kelahiran yang lebih besar dilahirkan lewat vagina, terutama
kalau bayi besar.

Persalinan spontan pervaginam (spontan Bracht) terdiri dari 3


tahapan:
1. Fase lambat pertama:
Mulai dari lahirnya bokong sampai umbilikus (scapula).
Disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak perlu ditangani
secara tergesa-gesa mengingat tidak ada bahaya pada ibu dan anak
yang mungkin terjadi.
2. Fase cepat:
Mulai lahirnya umbilikus sampai mulut.
Pada fase ini, kepala janin masuk panggul sehingga terjadi oklusi
pembuluh darah talipusat antara kepala dengan tulang panggul
sehingga sirkulasi uteroplasenta terganggu.
Disebut fase cepat oleh karena tahapan ini harus terselesaikan
dalam 1 – 2 kali kontraksi uterus (sekitar 8 menit).
3. Fase lambat kedua:
Mulai lahirnya mulut sampai seluruh kepala.
Fase ini disebut fase lambat oleh karena tahapan ini tidak boleh
dilakukan secara tergesa-gesa untuk menghidari dekompresi kepala
yang terlampau cepat yang dapat menyebabkan perdarahan
intrakranial.
a. Tehnik pertolongan sungsang spontan pervaginam (spontan
BRACHT )

28
1. Pertolongan dimulai setelah bokong nampak di vulva dengan
penampang sekitar 5 cm.
2. Suntikkan 5 unit oksitosin i.m dengan tujuan bahwa dengan
1–2 his berikutnya fase cepat dalam persalinan sungsang
spontan pervaginam akan terselesaikan.
3. Dengan menggunakan tangan yang dilapisi oleh kain
setengah basah, bokong janin dipegang sedemikian rupa
sehingga kedua ibu jari penolong berada pada bagian
belakang pangkal paha dan empat jari-jari lain berada pada
bokong janin
4. Pada saat ibu meneran, dilakukan gerakan mengarahkan
punggung anak ke perut ibu ( gerak hiperlordosis )sampai
kedua kaki anak lahir .
5. Setelah kaki lahir, pegangan dirubah sedemikian rupa
sehingga kedua ibu jari sekarang berada pada lipatan paha
bagian belakang dan ke empat jari-jari berada pada pinggang
janin
6. Dengan pegangan tersebut, dilakukan gerakan hiperlordosis
dilanjutkan ( gerak mendekatkan bokong anak pada perut
ibu ) sedikit kearah kiri atau kearah kanan sesuai dengan
posisi punggung anak.
7. Gerakan hiperlordosis tersebut terus dilakukan sampai
akhirnya lahir mulut-hidung-dahi dan seluruh kepala anak.
8. Pada saat melahirkan kepala, asisten melakukan tekanan
suprasimfisis searah jalan lahir dengan tujuan untuk
mempertahankan posisi fleksi kepala janin
9. Setelah anak lahir, perawatan dan pertolongan selanjutnya
dilakukan seperti pada persalinan spontan pervaginam pada
presentasi belakang kepala.
b. Ekstraksi sungsang sebagian/total

29
Sekali janin telah lahir secara sppontan sebatas pusat (Gambar 20-
2), ibu jari dari ahli obstetric ditempatkan di atas sacrum janin dan
jari-jari yang lain di atas pinggul janin. Traksi menurun secara pelan-
pelan dilakukan sampai scapula tampak pada introitus, setelah
kelahiran scapula, aksila anterior dapat terlibatm dan pada saat itu,
bahu siap untuk dilahirkan. Dengan memutarkan badan, sehingga
diameter bisakromial berada dalam bidang anteroposterior, bahu dan
lengan anterior biasanya akan dilahirkan pertama. Rotasi badan
berikutnya kea rah yang sebaliknya akan memudahkan kelahiran bahu
yan lain. Kalau bahu tidak dilahirkan dengan rotasi badan, lengan, dan
bahu posterior dilahirkan dengan membelat siku janin dengan jari dan
menyelempangkan lengan itu pada dada janin. Traksi menurun pelan-
pelan berikutnya pada badan janin kemudian akan memudahkan
kelahiran bahu dan lengan yang lain. Kadang-kadang satu atau kedua
lengan terletak di sekitar punggung leher itu (lengan nukhal).
Kelahiran pada kejadian ini dapat dimudahkan ddengan rotasi badan
180 derajat. Bila rotasi janin gagal melahirkan lengan nukhal, ini
mungkin hharus diekstraksi dengan paksa, dan dapat terjadi frakturaa
humerus atau klavikula.
Begitu bahu telah dilahirkan, kepala dilahirkan dengan
menggunakan persat Mauriceau-Smellie-Veit atau cunam piper.
Dengan perasat Mauriceau-Smellie-Veit, anak itu dikangkangkan
diatas salah satu lengan bawah, ahli obsetrik menempatkan telunjuk
dan jari manis pada maksila jalan dan jari tengah dalam mulut untuk
mempertahankan fleksi kepala.tangan yang lain ditempatkan pada
bahu sehingga jari tengah menekan ke atas pada oksiput untuk
membantu fleksi sementara telunjuk dan jari manis melakukan traksi
pada bahu. Dengan menggunakan perasat ini, leher janin
dipertahankan dalam posisi fleksi dan kelahiran kepala dicapai dengan
traksi menurun yang pelan-pelan. Tekanan suprapubik oleh seorang
asisten akan membantu mempertahankan fleksi kepala janin. Beberapa

30
ahli obstetric menggunakan cunam piper secara rutin, karena metode
ini telah terbukti dapat melakukan kelahiran kepala dengan sejumlah
cedera kepala janin yang terkecil.
c. Seksio sesarea
Sungsang premature biasanya dilahirkan dengan seksio sesarea
karena perbedaan yang besar antara ukuran kepala janin dan badan
janin, dimana kepala jauh lebih besar. Karena itu, kalau persalinan dan
kelahiran pervaginam terjadi, bagian janin yang lebih besar berturut-
turut dilahirkan, dengan bagian yang terbesar yaitu kepala janin,
dilahirkan terakhir. Tungkai janin, perut, dan badan dapat dilahirkan
melalui serviks yang melebar secara tak lengap, sehingga kepala yang
lebih besar terjebak pada serviks. Bila ini terjadi, tali pusat dapat
tertekan dalam jalin lahir. Ini dapat mengakibatkan asfiksia janin, dan
mungkin terjadi trauma kelahiran bila mencoba untuk melahirkan
kepala dengan cepat, yang tidak mempunyai waktu untuk
menyesuaikan pada bentuk pelvis itu.
Pada sungsang tidak lengkap yang cukup bulan, kelahiran harus
dicapai dengan seksio sesarea karena dua alas an. Pertama, insidensi
prolaps tali pusat besarnya sekitar 10 persen untuk jenis kelahiran ini,
bila dibandingkan dengan sungsang bokong sekitar 2 persen. Kedua
ekstremitas janin, perut, dan badan dapat dilahirkan melalui serviks
melebar secara tak lengkap, yang mengakibatkan terperangkapnya
bagian kepala berikutnya pada serviks.
2.5.6 Komplikasi
Morbiditas dan mortalitas perinatal meningkat pada presentasi
sungsang. Mortalitas perinatal dari semua janin sungsang sekitar 25 per
1000 kelahiran hidup, versus dua sampai tiga untuk non sungsang. Bila
prematuritas dan kehamilan ganda disingkirkan, mortalitas perinatal untuk
sungsang masih sekitar empat kali mortalitas nonsungsang. Tetapi,
sekurang-kurangnya dua rangkaian telah memperlihatkan bahwa bila

31
criteria penyaringan yang ketat dipenuhi, angka mortalitas sungsang untuk
kelahiran pervaginam dan seksio sesarea tidak berbeda jauh.
Faktor-faktor yang ikut serta dalam peningkatan morbiditas dan
mortalitas perinatal antara lain adalah anomaly letal bawaan, cedera
kelahiran, dan anoksia kelahiran. Anoksia kelahiran biasanya disebabkan
kompresi tali pusat akibat prolaps tali pusat selama persalinan atau
terperangkapnya bagian kepala berikutnya selama kelahiran pervaginam.
Cedera kelahiran biasanya terjadi pada kelahiran pervaginam sebagai
lawan seksio sesarea dan biasanya terjadi akibat traksi kuat yang
ditempatkan pada janin. Organ janin yang paling mungkin cedera adalah
otak, medulla spinalis, hati, kelenjar adrenal, dan limpa. Tempat cedera
lain antara lain adalah pleksus brakialism faring, kandung kemih, dan otot
sternokleidomastoid. Mortalitas dan morbiditas ibu meningjat pada
presentasi sungsang akibat meluasnya penggunaan seksio sesarea sebagai
cara bersalin.

2.6 Letak Lintang


2.6.1 Pengertian
Letak lintang adalah bila sumbu memanjang janin menyilang
sumbu memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90 °.biasanya
yang paling rendah adalah bahu,maka dalam hal ini disebut shoulder
presentation.
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di
dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong pada
sisi yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi
daripada kepala janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul.
Punggung janin dapat berada di depan (dorsoanterior), di belakang
(dorsoposterior) atau di bawah (dorsoinferior).
2.6.2 Etiologi

32
Penyebab adalah kelemahan otot uterus dan abdomen. Kelainan
letak paling sering terjadi pada wanita paritas tinggi (grande multipara).
Faktor lain yang mendukung terjadinya letak lintang adalah plasenta
previa, selain itu juga ada beebrapa faktor yang mendukung terjadinya
letak lintang yaitu: kehamilan ganda, polihidramnion, abnormalitas
uterus, pengkerutan pelvis,uterus yang besar.
2.6.3 Diagnosis
1.Inspeksi
Perut membuncit kesamping
2. Palpasi.
a. Fundus uteri lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan.
b. Fundus uteri kosong dan bagian bawah kosong, kecuali kalau
bahu sudah masuk ke dalam pintu atas panggul.
c. Kepala (ballotement) teraba di kanan atau di kiri.
3. Auskultasi
Denyut jantung janin setinggi pusat kanan atau kiri.

4. Pemeriksaan dalam (vaginal toucher)


a) Teraba tulang iga, skapula, dan kalau tangan menumbung teraba
tangan. Untuk menentukan tangan kanan atau kiri lakukan dengan
cara bersalaman.
b) Teraba bahu dan ketiak yang bisa menutup ke kanan atau ke kiri.
Bila kepala terletak di kiri, ketiak menutup ke kiri.
c) Letak punggung ditentukan dengan adanya skapula, letak dada
dengan klavikula.
d) Pemeriksaan dalam agak sukar dilakukan bila pembukaan kecil dan
ketuban intak, namun pada letak lintang biasanya ketuban cepat
pecah.
5 Foto Rontgen
Tampak janin dalam letak lintang.

33
2.6.4 Mekanisme Persalinan
Anak normal yang cukup bulan tidak mungkin lahir secara spontan
dalam letak lintang. Janin hanya dapat lahir spontan, bila kecil
(prematur), sudah mati dan menjadi lembek atau bila panggul luas.
Beberapa cara janin lahir spontan.
a. Evolutio spontanea
(1) Menurut DENMAN
Setelah bahu lahir kemudian diikuti bokong, perut, dada, dan
akhirnya kepala.
(2). Menurut DOUGLAS
Bahu diikuti oleh dada, perut, bokong dan akhirnya kepala.
b. Conduplicatio corpore
Kepala dan perut berlipat bersama – sama lahir memasuki panggul.
Kadang – kadang oleh karena his, letak lintang berubah spontan
mengambil bangun semula dari uterus menjadi letak membujur, kepala
atau bokong, namun hal ini jarang terjadi. Kalau letak lintang dibiarkan,
maka bahu akan masuk ke dalam panggul, turun makin lama makin dalam
sampai rongga panggul terisi sepenuhnya oleh badan janin. Bagian korpus
uteri mengecil sedang SBR meregang. Hal ini disebut Letak Lintang
Kasep = Neglected Transverse Lie
Adanya letak lintang kasep dapat diketahui bila ada ruptura uteri
mengancam; bila tangan dimasukkan ke dalam kavum uteri terjepit antara
janin dan panggul serta dengan narkosa yang dalam tetap sulit merubah
letak janin.
Bila tidak cepat diberikan pertolongan, akan terjadi ruptura uteri dan janin
sebagian atau seluruhnya masuk ke dalam rongga perut.
Pada letak lintang biasanya :
1. Ketuban cepat pecah
2. Pembukaan lambat jalannya
3. Partus jadi lebih lama
4. Tangan menumbung (20-50%)

34
5. Tali pusat menumbung (10%)
2.6.5 Penatalaksanaan.
Apabila pada pemeriksaan antenatal ditemukan letak lintang, sebaiknya
diusahakan menjadi presentasi kepala dengan versi luar. Sebelum
melakukan versi luar harus dilakukan pemeriksaan teliti ada atau tidaknya
panggul sempit, tumor dalam panggul, atau plasenta previa, sebab dapat
membahayakan janin dan meskipun versi luar berhasil, janin mungkin
akan memutar kembali. Untuk mencegah janin memutar kembali, ibu
dianjurkan menggunakan korset dan dilakukan pemeriksaan antenatal
ulangan untuk menilai letak janin. Ibu diharuskan masuk rumah sakit lebih
dini pada permulaan persalinan, sehingga apabila terjadi perubahan letak,
segera dapat ditentukan prognosis dan penanganannya.
Pada permulaan persalinan, masih dapat diusahakan mengubah letak
lintang janin menjadi presentasi kepala asalkan pembukaan masih kurang
dari 4 cm dan ketuban belum pecah.
Pada primigravida, jika versi luar tidak berhasil sebaiknya segera
dilakukan seksio sesaria. Sikap ini berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut:
1) Bahu tidak dapat melakukan dilatasi pada serviks dengan baik,
sehingga pada primigravida kala I menjadi lama dan pembukaan
serviks sukar menjadi lengkap.
2) Karena tidak ada bagian besar janin yang menahan tekanan intra-
uterin pada waktu his, maka lebih sering terjadi ketuban pecah
sebelum pembukaan serviks sempurna dan dapat mengakibatkan
terjadinya prolapsus funikuli
3) Pada primigravida versi ekstraksi sulit dilakukan.
Pertolongan persalinan letak lintang pada multipara bergantung
kepada beberapa faktor. Apabila riwayat obstetri yang
bersangkutan baik, tidak didapat kesempitan panggul, dan janin
tidak seberapa besar, dapat ditunggu dan diawasi sampai
pembukaan lengkap untuk melakukan versi ekstraksi. Selama

35
menunggu harus diusahakan supaya ketuban tetap utuh dan
melarang ibu meneran atau bangun.
Apabila ketuban pecah sebelum pembukaan lengkap dan terdapat
prolapsus funikuli, harus segera dilakukan seksio sesaria. Jika
ketuban pecah, tetapi tidak ada prolapsus funikuli, maka
bergantung tekanan dapat ditunggu sampai pembukaan lengkap
kemudian dilakukan versi ekstraksi atau mengakhiri persalinan
dengan seksio sesaria. Dalam hal ini, persalinan dapat diawasi
untuk beberapa waktu guna mengetahui apakah pembukaan terjadi
dengan lancar atau tidak. Versi ekstraksi dapat dilakukan pula pada
kehamilan kembar, apabila setelah bayi pertama lahir, ditemukan
bayi kedua berada dalam letak lintang.
Pada letak lintang kasep, bagian janin terendah tidak dapat
didorong ke atas, dan tangan pemeriksa yang dimasukkan ke dalam
uterus tertekan antara tubuh janin dan dinding uterus. Demikian
pula ditemukan lingkaran Bandl yang tinggi. Berhubung adanya
bahaya ruptur uteri, letak lintang kasep merupakan kontraindikasi
mutlak melakukan versi ekstraksi. Bila janin masih hidup,
hendaknya dilakukan seksio sesaria dengan segera
Versi dalam merupakan alternatif lain pada kasus letak lintang.
Versi dalam merupakan metode dimana salah satu tangan penolong
masuk melalui serviks yang telah membuka dan menarik salah satu
atau kedua tungkai janin ke arah bawah. Umumnya versi dalam
dilakukan pada kasus janin letak lintang yang telah meninggal di
dalam kandungan dengan pembukaan serviks lengkap. Namun,
dalam keadaan tertentu, misalnya pada daerah-daerah terpencil,
jika dilakukan oleh penolong yang kompeten dan berpengalaman,
versi dalam dapat dilakukan untuk kasus janin letak lintang yang
masih hidup untuk mengurangi risiko kematian ibu akibat ruptur
uteri. Namun, pada kasus letak lintang dengan ruptur uteri

36
mengancam, korioamnionitis dan risiko perdarahan akibat
manipulasi uterus, maka pilihan utama tetaplah seksio sesaria.
2.6.6 Komplikasi
Letak lintang merupakan keadaan malpresentasi yang paling berat
dan dapat menimbulkan berbagai komplikasi pada ibu dan janin.
Komplikasi akan bertambah berat jika kasus letak lintang telambat
didiagnosa. Pada ibu, dapat terjadi dehidrasi, pireksia, sepsis, perdarahan
antepartum, perdarahan pos partum, ruptur uteri, kerusakan organ
abdominal hingga kematian ibu. Pada janin, dapat terjadi prematuritas,
bayi lahir dengan apgar skor yang rendah, prolapsus umbilikus, maserasi,
asfiksia hingga kematian janin .
Meskipun letak lintang dapat diubah menjadi presentasi kepala,
tetapi kelainan – kelainan yang menyebabkan letak lintang, seperti
misalnya panggul sempit, tumor panggul dan plasenta previa masih tetap
dapat menimbulkan kesulitan pada persalinan. Persalinan letak lintang
memberikan prognosis yang jelek, baik terhadap ibu maupun janinnya.
a) Bagi ibu
Bahaya yang mengancam adalah ruptura uteri, baik spontan, atau
sewaktu versi dan ekstraksi. Partus lama, ketuban pecah dini,
dengan demikian mudah terjadi infeksi intrapartum.
b) Bagi janin
Angka kematian tinggi (25 – 49 %), yang dapat disebabkan oleh :
1. Prolasus funiculi
2. Trauma partus
3. Hipoksia karena kontraksi uterus terus menerus
4. Ketuban pecah dini

37
BAB 3
ASUHAN KEBIDANAN PADA NY “W”
INPARTU KALA I FASE AKTIF DENGAN PRESENTASI SUNGSANG
DI RSUD Dr. R. SOSODORO DJATIKOESOEMO BOJONEGORO

I. PENGKAJIAN
Tanggal : 15 - 03 -2018 Jam : 09.30 WIB

a. Data Subyektif
1. Biodata
Istri Suami
Nama : Ny. “W” Nama : Tn “T”

Umur : 33 tahun Umur : 35 tahun

Agama : Islam Agama : Islam

38
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia

Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA

Pekerjaan :- Pekerjaan : Wiraswasta

Penghasilan :- Penghasilan : 2.500. 000 / bulan


Alamat : Jl. Diponegoro 39, Bojonegoro

2. Keluhan Utama
Ibu mengatakan hamil anak ketiga usia kehamilan 9 bulan. Merasakan
kenceng-kenceng sejak tanggal 15-03-2018 jam 03.30 WIB. Sudah
mengeluarkan lendir dan darah, keluarga membawa ibu ke rumah sakit
pada tanggal 15-03-2018 jam 09.00 WIB.

3. Riwayat Kesehatan yang Lalu


Ibu mengatakan tidak pernah menderita penyakit bawaan, menular,
keturunan, dan tidak pernah menjalani operasi.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga


Ibu mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit kronis,
menular, bawaan, dan tidak ada riwayat keturunan kembar.

5. Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun
Siklus : teratur (28-30 hari)
Lama : 6-7 hari
Karakteristik : cair, warna merah kehitaman, bau khas, ganti
pembalut 2x / hari
Disminorhea : tidak pernah
Disfungsi blooding : tidak pernah
Fluor albus : 1 - 2 hari sebelum haid
HPHT : 11-09-2018
TTP : 18-06-2018

6. Riwayat perkawinan
Nikah : 1 kali
Lama : 13 tahun
Usia pertama nikah : 20 tahun

39
7. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
No Suami Anak UK Peny Jenis Penolong Tempat Peny Sex BB / TB H / M Meneteki Peny
partus

1 1 1 9 bln - Spt Bidan BPS - ♂ 3000 gr H 2 th -


/ 49 cm 10th

2 1 2 9 bln - Spt Bidan BPS - ♀ 3200 gr H 2 th -


/ 50 cm (7th)

3 1 Hamil
ini

8. Riwayat Kehamilan Ini


Trimester I : ibu mengatakan terlambat haid 2 bulan, mengeluh mual
dan muntah, periksa ke bidan, dilakukan pp test (+), periksa
ke bidan 2 kali, mendapat Vitamin B6 dan kalk, mendapat
penyuluhan tentang gizi ibu hamil trimester 1.
Trimester II : ibu mengatakan mulai merasakan gerakan janin pada usia
kehamilan 5 bulan, periksa ke bidan 3 kali, dari bidan
mendapat tablet Fe dan kalk, dan ibu diminta untuk
melakukan gerakan bersujud setelah selesai sholat agar
posisi janinnya dapat berubah menjadi nomal.
Trimester III : ibu mengatakan tidak ada keluhan, periksa ke bidan 4 kali,
mendapat tablet Fe, mendapat penyuluhan persiapan
persalinan, ibu diminta untuk melakukan gerakan bersujud
setelah selesai sholat agar posisi janinnya dapat berubah
menjadi nomal.

9. Riwayat KB
Ibu mengatakan sebelum hamil ini ibu menggunakan KB suntik 3 bulanan
selama 5 tahun dan berhenti 1 tahun yang lalu.

10. Pola Kebiasaan Sehari-Hari

40
Selama Proses
Pola Selama hamil
Persalinan

Makan : 3x/hari, porsi 1 piring nasi, Makan : -


2 potong tempe & tahu, ½ mangkok Minum : 4 gelas air
sayur, 1 potong ikan, kadang- putih
Nutrisi kadang buah.

Minum : 7-8 gelas/hari ditambah


susu 1 gelas/hari

BAB : 1x/hari (konsistensi lunak, BAB : -


bau khas, warna kuning kecoklatan) BAK : 2 kali
Eliminasi BAK : 6-7x/hari (konsistensi cair,
bau khas, warna kuning
jernih)

Tidur siang : ± 1-2 jam Istirahat ketika tidak


Istirahat ada his
Tidur malam : 7-8 jam

Ibu mengerjakan pekerjaan rumah Miring ke kanan,


Aktivitas tangga seperti memasak, mencuci, miring ke kiri, berjalan-
menyapu, menyetrika. jalan

Mandi 2x/hari, gosok gigi 2x/ hari, Ibu sudah cebok 2 kali
Kebersihan ganti baju dan pakaian dalam setiap
selesai mandi, keramas 3x/minggu

Ibu tidak merokok, tidak minum -


Kebiasaan alcohol, tidak kecanduan obat
terlarang.

Seksualitas 1x/minggu -

Rekreasi Menonton tv, jalan-jalan pagi -

11. Keadaan Psikososial


Ibu merasa cemas dengan proses persalinan ini karena bayinya sungsang.

12. Latar Belakang Sosial Budaya


Ibu mengatakan dalam keluarga masih ada tradisi 7 bulanan
13. Data Spiritual

41
Ibu hanya banyak berdoa di tempat tidur

14. Pengetahuan
Ibu mengatakan sudah tau cara meneran yang benar dan mengetahui
mengenai posisi bayinya yang sungsang

b. Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum Tanda – Tanda Vital
Keadaan umum : baik TD : 120/80 mmHg
Kesadaran : composmentis Nadi : 84 x / menit
BB / TB : 56 kg / 157 cm Pernafasan : 24 x / menit
LILA : 25 cm Suhu : 36, 8
0
C
2. Pemeriksaan Khusus
a) Inspeksi
Kepala : bersih, tidak ada ketombe, rambut hitam, panjang,
dan lebat
Muka : tidak pucat, tidak terdapat cloasma gravidarum
Mata : simetris, sklera putih, conjungtiva merah muda
Hidung : bersih, tidak ada polip, tidak ada secret, terdapat
septum
Telinga : simetris, bersih, tidak terdapat serumen, tidak ada
infeksi, fungsi pendengaran baik.
Leher : tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid, kelenjar
limfe dan vena jugularis
Dada : payudara simetris, terdapat hiperpigmentasi pada
areola dan puting susu, puting susu menonjol dan
bersih
Perut : perut membesar sesuai usia kehamilan, terdapat
linea nigra, terdapat striae gravidarum albicans,
tidak ada luka bekas operasi,
Genetalia : tidak odema, tidak varises, terdapat pengeluaran
cairan berupa lendir dan darah
Anus : tidak terdapat hemorrhoid
Ekstremitas : tidak ada oedem, tidak ada varises

b) Palpasi
Leher : tidak teraba adanya pembesaran kelenjar thiroid,
kelenjar limfe dan bendungan vena jugularis

42
Dada : tidak terdapat nyeri tekan pada kedua payudara,
tidak terdapat benjolan, kolustrum sudah keluar
Perut :
Leopold I : TFU 3 jari bawah processus xypoideus (28cm),
bagian di fundus teraba bulat, keras, melenting
Leopold II : bagian kiri linea nigra teraba kecil-kecil tidak rata,
bagian kanan linea nigra teraba panjang, keras,
lurus, seperti papan
Leopold III : bagian di atas simphysis teraba bulat, lunak, kurang
melenting
Leopold IV : bagian terbawah janin sudah masuk PAP teraba 2 /
5 bagian
Ekstremitas : tidak terdapat odema
His : 3 kali dalam 10 menit sebanyak selama 30 detik

c) Auskultasi
DJJ terdengar 142 x / menit, di sebelah kanan linea nigra, 2 jari atas
pusat
142x/ menit

d) Perkusi
Reflek patella kanan / kiri: (+)/(+)

3. Pemeriksaan Panggul Luar


Tidak dikaji

4. Pemeriksaan Dalam
Pembukaan : ø 4 cm
Effacement : 50 %
Ketuban : (+)
Penurunan : hodge II
Bagian terbawah : bokong

5. Pemeriksaan Laboratorium
Hb : 10,8 gr%
Golongan darah : B

6. Kesimpulan

43
1. Ibu inpartu kala I fase aktif dengan presentasi bokong
2. GIII P202 A0
3. Usia Kehamilan 38-40 minggu
4. Intra uterine
5. Tunggal
6. Hidup
7. Puka, letak bokong / sungsang, bagian terendah janin masuk PAP
2/5 bagian,
8. Keadaan jalan lahir ibu normal
9. Keadaan umum ibu baik

II. MENENTUKAN DIAGNOSA/MASALAH KEBIDANAN


Dx :Ibu GIII P202 A0 inpartu kala I fase aktif, usia kehamilan 38-40 minggu
dengan letak sungsang
Ds :Ibu mengatakan hamil anak ketiga usia kehamilan 9 bulan.
Merasakan kenceng-kenceng sejak tanggal 15-06-2018 jam 03.30
WIB. Sudah mengeluarkan lendir dan darah, keluarga membawa ibu
ke rumah sakit pada tanggal 15-06-2018 jam 09.00 WIB.
HPHT : 11-09-2017
Do: TTP : 18-06-2018
1. Inspeksi
Perut : perut membesar ke arah bujur sesuai usia kehamilan, tidak
ada luka bekas operasi, terdapat striae gravidarum albicans
Genetalia : tidak odema, tidak varises, terdapat pengeluaran cairan
berupa lendir dan darah
2. Palpasi
Perut
TFU 3 jari bawah processus xypoideus (28cm), punggung kanan, letak
bokong Ѡ
His : 3 kali dalam 10 menit sebanyak selama 30 detik
3. Auskultasi
DJJ (+) 142 x / menit, di sebelah kanan linea nigra, 2 jari atas pusat

4. Pemeriksaan Dalam
ø 4 cm, effacemenT 50%, ketuban (+), kepala hodge II, bagian terbawah
bokong

44
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA/MASALAH KEBIDANAN DAN
ANTISIPASI PENANGANANNYA
1. Fetal distress
Antisipasi : observasi DJJ tiap 30 menit

IV. IDENTIFIKASI KEBUTUHAN SEGERA


1. Kolaborasi dengan dokter Sp.OG
2. Pasang infus RL

V. INTERVENSI
1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan
Rasional : menambah pengetahuan ibu
2. Pasang infus RL
Rasional : mempertahankan asupan pada ibu
3. Lakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG
Rasional : untuk mengetahui tindakan selanjutnya.
4. Siapkan tempat untuk persalinan
Rasional : persalinan berjalan lancar
5. Siapkan perlengkapan, bahan- bahan dan obat-obatan yang diperlukan
Rasional : memperlancar proses persalinan
6. Berikan dukungan emosi pada ibu
Rasional : memperlancar proses persalinan
7. Berikan cukup cairan dan nutrisi pada ibu
Rasional : sebagai sumber energi saat/selama proses persalinan
berlangsung
8. Bantu ibu mengatur posisi yang diinginkan
Rasional : ibu merasa nyaman dan tidak mudah lelah
9. Ajarkan pada ibu teknik bernafas saat ada kontraksi
Rasional : ibu lebih tenang dan mengurangi rasa sakit
10.Lakukan observasi CHPBK
Rasional : memantau kemajuan persalinan
11. Lakukan pemantauan dengan menggunakan partograf
Rasional : mendeteksi adanya partus lama
12.Lakukan pertolongan persalinan bila pembukaan lengkap
Rasional : membantu kelahiran bayi

VI. IMPLEMENTASI

45
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, bahwa sekarang ibu dalam keadaan
akan segera melahirkan, kondisi ibu baik dan janin masih dalam keadaan
presentasi bokong
2. Memasang infus Ringer Laktat 15 tetes per menit selama proses
persalinan
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.Og di RSUD dr.R. Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro untuk menolong persalinan letak sungsang.
4. Menyiapkan tempat untuk persalinan meliputi:
a. Ruangan yang hangat dan bersih memiliki sirkulasi udara yang
baik dan terlindung dari tiupan angin
b. Sumber air bersih dan mengalir untuk cuci tangan dan
memandikan ibu sebelum fan sesudah melahirkan
c. Kamar mandi yang bersih untuk kebersihan pribadi ibu dan
penolong persalinan
d. Penerangan yang cukup
e. Tempat tidur yang bersih untuk ibu
f. Tempat yang bersih untuk memberi asuhan bayi baru lahir
g. Meja yang bersih atau tempat untuk menaruh peralatan persalinan
h. Meja untuk tindakan resusitasi bayi baru lahir
5. Menyiapkan perlengkapan bahan-bahan dan obat-obatan yang diperlukan
diantaranya: partus set, klem kocker, gunting tali pusat, benang tali pusat,
gunting episiotomi dll serta peralatan resusitasi bayi baru lahir.
6. Memberikan dukungan emosional pada ibu dengan cara:
a. Mengijinkan suami dan keluarga
yang diinginkan ibu untuk mendampingi ibu selama proses persalinan
b. Menjaga privacy ibu selama proses
persalinan dengan cara menutup ruangan persalinan dan tidak
menghadirkan orang lain tanpa seijin ibu
c. Memberikan dukungan dan
meyakinkan ibu, memberikan informasi mengenai proses dan
kemajuan persalinannnya serta mendengarkan keluhan ibu.
7. Memberikan cukup cairan dan nutrisi pada ibu yaitu ibu diberi makan dan
minum bila tidak ada his karena bisa menjadi sumber tenaga bagi ibu, ibu
kuat meneran serta untuk mencegah dehidrasi.
8. Membantu ibu mengatur posisi yang diinginkan yaitu yang dirasakan ibu
nyaman misalnya:

46
a. Sebaiknya ibu tidur miring ke kiri,
jika ibu tetap di tempat tidur
b. Ibu boleh jalan- jalan disekitar
tempat tidur selama ketuban belum pecah
c. Ibu boleh jongkok, duduk atau
berdiri
9. Mengajarkan pada ibu teknik bernafas saat kontraksi yaitu ibu diminta
untuk menarik nafas panjang, menahan nafasnya sebentar kemudian
dilepaskan lewat mulut
10.Melakukan observasi CHPBK yaitu:
Contenen atau DJJ : 142x/ menit
His 3x dalam 10 menit lamanya 30 detik
Pembukaan 4 cm
Lingkaran bandle : -
Ketuban : +

11. Melakukan pemantauan persalinan dengan menggunakan partograf yaitu:


a. DJJ : Setiap ½ jam.
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus : setiap ½ jam.
c. Nadi : setiap ½ jam.
d. Pembukaan servik : setiap 4 jam.
e. Penurunan : setiap 4 jam
f. Tekanan darah da temperatur tubuh : setiap 4 jam.
g. Produksi urine, aseton dan protein urine : setiap 2 sampai 4 jam.
12. Melakukan pertolongan persalinan bila pembukaan sudah lengkap

VII.EVALUASI
Tanggal : 15-06-2018 Jam : 10.45 WIB
1. Ibu mengerti tentang keadaannya dan janinnya
2. Telah dipasang infus Ringer Laktat
3. Telah dilakukan kolaborasi dengan dokter Sp.Og di RSUD dr.R.Sosodoro
Djatikoesoemo Bojonegoro.
4. Dilakukan persiapan tempat untuk persalinan

47
5. Dilakukan persiapan perlengkapan, bahan dan obat yang diperlukan untuk
persalinan
6. Suami dan keluarga mendampingi ibu selama proses persalinan untuk
memberikan dukungan
7. Ibu mau makan dan minum saat tidak ada his
8. Ibu miring ke kiri dan miring kanan di tempat tidur
9. Ibu sudah bisa mempraktekkan teknik bernafas saat ada kontraksi
10. Dilakukan observasi CHPBK selama kala I fase aktif
11. Dilakukan pemantauan dengan partograf selama kala I fase aktif
12. Belum dilakukan pertolongan persalinan
ø 4 cm, effacemenT 50%, ketuban (+), kepala hodge II, bagian terbawah
bokong.

CATATAN PERKEMBANGAN
1. Tanggal : 15-06-2018 Jam : 14.45 WIB
S : Ibu mengatakan kenceng-kenceng semakin sering
O : tekanan darah 120/80 mmHg, nadi: 85 x/menit, pernafasan 22 x/menit,
suhu : 36,7oC, DJJ :142 x/menit, His 3 x dalam 10 menit lama 35 detik
VT Ø 7 cm, effasement 75%, ketuban: +, bagian terbawah bokong

48
A : Inpartu Kala I fase aktif
P : Melakukan observasi CHPBK

2. Tanggal : 15-06-2018 Jam : 15.45 WIB


S : Ibu ingin meneran
O : VT Ø 10 cm, effasement 100%, Ketuban: -, bagian bokong
Vulva -Vagina membuka, perineum menonjol
A : Inpartu Kala II
P : Melakukan pertolongan persalinan dengan cara breecth

3. Tanggal : 15-06-2018 Jam : 16.10 WIB


S : Ibu bahagia karena bayinya telah lahir dengan selamat
O : terdapat laserasi pada perineum, kontraksi uterus baik, TFU setinggi
pusat, bayi lahir spontan, jenis kelamin laki- laki, BB 3500 gr, PB: 48
cm, AS: 6-7
A : Inpartu kala III
P : rencana dilanjutkan dengan MAK III
- Pemberian suntik oksitosin
- Melakukan penegangan tali pusat terkendali
- Masase fundus uteri

4. Tanggal : 15-06-2018 Jam : 16.15 WIB


S : Ibu mengatakan perutnya mules dan mengeluarkan darah
O : - Plasenta lahir spontan
- Pemeriksaan : Plasenta :Berat : 500gr tebal : 2,5cm panjang : 20 cm
Lebar : 17 cm, Kotiledon lengkap, selaput
ketuban lengkap
Tali pusat: Insersi : lateralis, panjang ± 46 cm,
kelainan : tidak ada
Lasersi dan perdarahan : terdapat laserasi derajat 2
meliputi mukosa vagina, kulit perineum dan otot

49
perineum. Dilakukan penjahitan dengan anestesi.
Perdarahan ± 100 cc
A : Inpartu Kala IV
P : Rencana dilanjutkan dengan pemantauan 2 jam post partum

5. Tanggal : 15-06-2018 Jam : 16.30 WIB


S : Ibu mengatakan sudah merasa nyaman
O : Keadaan 2 jam post partum

Tgl Waktu TD N S TFU Kontra Kandung Perda


(WIB) (mmH (x/ (oC) ksi Kemih rahan
g) me Uterus
nit)
1. 15-6- 16.30 120/80 82 36,7 Setinggi pusat baik Kosong -
2016
16.45 120/80 82 Setinggi pusat Baik Kosong -

17.00 120/80 82 Setinggi pusat Baik Kosong 50 cc

17.15 120/80 82 Setinggi pusat Baik Kosong -

2. 15-6- 17.45 110/70 80 36,7 1 jari bawah baik Kosong -


2016 pusat
18.15 110/70 80 1 jari bawah baik Kosong 50cc
pusat
A: -
P : Rencana berhasil

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Presentasi Puncak Kepala
Adalah apabila derajat defleksnya ringan, sehingga Ubun-Ubun Besar
merupakan bagian terendah.

50
2. Presentasi Dahi
Pada presentasi dahi, kepala janin mengalami ekstensi sebagian dengan
tulang frontal, yang diikat oleh fontanel anterior dan kubah orbital, terletak
di gelang pelvis
3. Presentasi muka terjadi apabila sikap janin ekstensi maksimal sehingga
oksiput mendekat ke arah punggung janin dan dagu menjadi bagian
presentasinya.
4. Posisi oksipitoposterior adalah jenis malposisi oksiput yang paling sering
dan terjadi pada kira-kira 10% persalinan. Posisi oksipitoposterior yang
persisten terjadi akibat kegagalan rotasi internal sebelum pelahiran (Pearl
et al 1993).
5. Presentasi sungsang terjadi bila bokong atau tungkai janin berpresentasi
kedalam pelvis ibu. Insidensi dari presentasi sungsang adalah 3 perseb dari
semua persalinan. Sebelum 28 minggu, sekitar 25 persen dari janin
berpresentasi sungsang.
6. Letak lintang adalah bila sumbu memanjang janin menyilang sumbu
memanjang ibu secara tegak lurus atau mendekati 90 °.biasanya yang
paling rendah adalah bahu,maka dalam hal ini disebut shoulder
presentation.
4.2 Saran
Demikianlah makalah yang kami buat apabila ada kesalahan dalam
penulisan diharapkan kepada pembaca untuk berkenan memberikan pendapat
dan saran, supaya makalah ini mendekati kesempurnaan. Atas pendapat dan
sarannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Rohani,dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta: Salemba


Medika.

Diane M. 2009. Myles Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC.

(http:// konsep-dasar-kelainan-presentasi-dan.html) diunduh 25 Maret 2018 jam


13.00 WIB

51
52

Anda mungkin juga menyukai