Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KOMPLIKASI KALA IV PERSALINAN

DI SUSUN OLEH

KELOMPOK 4

MISNAYANTI (19 02 0013)

NUR ATISA S KUNA ( 19 02 0014 )

NUR HASNI ( 19 02 0015 )

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HUSADA MANDIRI POSO

PRODI DIII KEBIDANAN

TAHUN 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT, atas berkah, rahmatdan
karunia-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Makalah ”Komplikasi Kala IV Persalinan”.

Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah
wawasan dan pengalaman bagi para pembaca. Untuk kedepannya dapat memperbaiki
bentuk maupun menambah isi makalah ini agar menjadi lebih baik lagi.kami
menyadari bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Poso, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................ii

DAFTAR ISI..............................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan...............................................................................................................2

BAB 2 PEMBAHASAN..............................................................................................3

A. Laserasi/Ruptur Perineum.................................................................................3
B. Rupture Dinding Vagina.................................................................................10
C. Rupture Uteri...................................................................................................12

BAB 3 PENUTUP.....................................................................................................18

A. Kesimpulan.....................................................................................................18
B. Saran...............................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19

iii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak Negara berkembang
terutama disebabkan oleh perdarahan persalinan, eklamsia, sepsis,dan komplikasi
keguguran. Sebagian besar penyebab utama kesakitan dankematian ibu tersebut
sebenarnya dapat dicegah melalui upaya pencegahan yangefektif. Asuhan
kesehatan ibu selama dua dasawarsa terakhir terfokus kepada :keluarga berencana
untuk lebih mensejahterakan anggota masyarakat. Asuhanneonatal terfokus untuk
memantau perkembangan kehamilan mengenai gejala dantanda bahaya,
menyediakan persalinan dan kesediaan menghadapi komplikasi.Asuhan pasca
keguguran untuk penatalaksaan gawat darurat keguguran dan komplikasinya serta
tanggap terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya.
Persalinan yang bersih dan aman serta pencegahan kajian dan bukti ilmiah
menunjukan bahwa asuhan persalinan bersih, aman dan tepat waktu
merupakansalah satu upaya efektif untuk mencegah kesakitan dan kematian.
Penatalaksanaankomplikasi yang terjadi sebelum, selama dan setelah persalinan.
Dalam upayamenurunkan angka kesakitan dan kematian ibu perlu diantisipasi
adanya keterbatasan kemampuan untuk menatalaksanakan komplikasi pada
jenjang pelayanan tertentu. Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada jalan
lahir. Berbeda dengan episiotomi, robekan ini bersifatnya traumatik karena
perineum tidak kuat menahan regangan pada saat janin lewat. Menurut Oxorn,
robekan perineum adalah robekan obstetrik yang terjadi pada daerah perineum
akibat ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk mengakomodasi
lahirnya fetus. Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka
yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan

1
berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaaan vulva dan
perineum. Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan
tidak jarang pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan atau
dikurangi dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan
cepat.
Penyebab kematian janin dalam rahim paling tinggi yang berasal dari faktor
ibu adalah penyulit kehamilan seperti ruptur uteri dan diabetes melitus. Perdarahan
masih merupakan trias penyebab kematian maternal tertinggi, di samping
preeklampsi/eklampsi dan infeksi. Perdarahan dalam bidang obstetri dapat dibagi
menjadi perdarahan pada kehamilan muda (kurang dari 22 minggu), perdarahan
pada kehamilan lanjut dan persalinan, dan perdarahan pasca persalinan.
Pada robekan ini kadang-kadang vagina atas ikut serta pula.apabila
robekan tidak terjadi pada uterus melainkan pada vagina bagian atas hal itu di
namakan kolpaporeksis.apabila pada rupture uteri peritoneum pada permukaan
uterus ikut robek, hal itu di namakan rupture uteri kompleta, jika tidak rupture
uteri inkompleta.pinggir rupture biasanya tidak rata,letaknya pada uterus
melintang atau membujur atau miring dan bisa agak ke kiri atau ke kanan.ada
kemungkinan pula terdapat robekan dinding pada kandung kencing.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Rupture Perineum?
2. Apa yang dimaksud dengan Ruptur Dinding Vagina ?
3. Apa yang dimaksud dengan Rupture Uteri?

C. Tujuan
1) Untuk mengetahui apa yang dimaksud Rupture Perineum
2) Untuk mengetahui apa yang dimaksud Rupture Dinding Vagina
3) Untuk mengetahui apa yang dimaksud Rupture Uteri

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Rupture Perineum/Laserasi
Rupture perineum atau laserasi adalah robekan yang terjadi pada saat bayi
lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan
persalinan. Perineum merupakan daerah tepi bawah vulva dengan tepi depan anus.
Perineum meregang pada saat persalinan kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah robekan.
Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya jaringan
secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu pada saat persalinan.
Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga jaringan yang robek sulit dilakukan
penjahitan. Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada jalan lahir. Berbeda
dengan episiotomi, robekan ini bersifatnya traumatik karena perineum tidak kuat
menahan regangan pada saat janin lewat. Menurut Oxorn, robekan perineum
adalah robekan obstetrik yang terjadi pada daerah perineum akibat
ketidakmampuan otot dan jaringan lunak pelvik untuk mengakomodasi lahirnya
fetus. Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka yang terjadi
biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas dan berbahaya, untuk
itu setelah persalinan harus dilakukan pemeriksaaan vulva dan perineum.
Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama dan tidak
jarang pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin dengan cepat.

3
a. Anatomi perineum
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang terletak
dibawah dasar panggul.

Gambar 2.1 Anatomi Perineum Eksternal

Perineum terletak antara vulva dan anus, panjangnya rata – rata antar 4
cm. Jaringan yang mendukung perineum terutama ialah diafragma pelvis dan
diafragma urogenitalis.

4
Gambar 2.2 Anatomi Perineum Internal

Diafragma pelvis terdiri atas otot levatorani dan otot koksigis posterior
serta fasia (jaringan ikat yang akan berkurang elastisitasnya pada perempuan yang
lanjut usia) yang menutupi kedua otot ini. Difragma urogenitalis terletak eksternal
dari diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuber isiadika dan simfisis pubis.
Diafragma urogenitalis meliputi muskulus tranversus perinei profunda, otot
konstriktor uretra dan fasia internal maupun eksternal yang menutupinya. Perineum
mendapat pasokan darah trutama dari arteria pudenda interna dan cabang –
cabangnya. Persyarafan perineum terutama oleh nervus pudendus dan cabang –
cabangnya. Oleh sebab itu, dalam menjahit robekan perineum dapat dilakukan
anestesi blok pudendus. Otot levator ani kiri dan kanan bertemu di tengah – tengah di
antara anus dan vagina yang diperkuat oleh tendon sentral perineum. Di tempat ini
bertemu otot –otot bulbokavernosus, muskulus tranversus perinei superfisialis dan
sfingter ani eksternal. Struktur ini membentuk perineal body yang memberikan
dukungan bagi perineum. Dalam persalinan sering mengalami laserasi, kecuali
dilakukan episiotomi yang adekuat.

5
b. Klasifikasi Ruptur Perineum
a. Ruptur Perineum Spontan
Yaitu luka pada perineum yang terjadi karena sebab – sebab tertentu
tanpa dilakukan tindakan perobekan atau disengaja. Luka ini terjadi pada
saat persalinan dan biasanya tidak teratur.

Tabel 2.1 Derajat Ruptur Perineum dan Penatalaksanaanya

Rupture Derajat Derajat dua Derajat tiga Derajat Empat


perineum Satu
Mukosa vagina Mukosa vagina Mukosa vagina Mukosa vagina

Komisura Komisura posterior Komisura posterior Komisura


Lokasi posterior posterior

Kulit perineum Kulit perineum Kulit perineum Kulit perineum


Otot perineum Otot perineum Otot perineum
Otot sfinter ani Otot sfinter ani
Tata Tidak perlu Jahit menggunakan Penolong APN tidak dibekali
laksana dijahit jika tidak teknik yang sesuai keterampilan untuk reparasi laserasi
perineum derajat tiga atau empat,
ada perdarahan dengan kondisi
segara rujuk ke fasilitas rujukan
dan aposisi baik pasien

6
b. Ruptur Perineum yang Disengaja (Episiotomi)
Yaitu luka perineum yang terjadi karena dilakukan pengguntingan atau
perobekan pada perineum. Dahulu episiotomi dianjurkan untuk mengurangi
ruptur yang berlebihan pada perineum agar memudahkan dalam penjahitan,
mencegah penyulit atau tahanan pada kepala dan infeksi, namun hal itu tidak
didukung oleh bukti ilmiah yang cukup. Episiotomi boleh dilakukan bila ada
indikasi tertentu.
Indikasi dilakukan episiotomy diantaranya indikasi janin seperti
distosia bahu dan persalinan bokong, operasi ekstraksi vakum atau forsep,
dan posisi oksiput posterior.
c. Faktor-Faktor Terjadinya Ruptur Perineum
Ruptur perineum dapat terjadi karena beberapa faktor, diantaranya
adalah faktor ibu, faktor janin, dan faktor penolong persalinan.
a. Faktor Ibu
Meliputi partus presipitatus, ibu primipara, pasien tidak mampu
berhenti mengejan, edema dan kerapuhan perineum, varikositas vulva yang
melemahkan jaringan perineum, arkus pubis yang sempit dengan pintu
bawah panggul yang sempit pula sehingga menekan kepala bayi ke arah
posterior.
Primipara adalah seorang wanita yang melahirkan bayi hidup untuk
pertama kalinya. Robekan perineum terjadi hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Pada primipara
atau orang yang baru pertama kali melahirkan factor risikonya adalah
kelenturan perineum. Perineum yang kaku dan tidak elastis akan
menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan risiko terhadap
janin. Perineum yang belum pernah dilalui oleh kepala bayi tidak dapat
menahan tegangan yang kuat sehingga robek pada pinggir depannya. Luka

7
biasanya ringan tetapi kadang-kadang juga terjadi luka yang luas dan
berbahaya.
b. Faktor penolong
Diantaranya adalah pimpinan persalinan yang salah, cara menahan
perineum dan cara berkomunikasi penolong dengan ibu bersalin dapat
mempengaruhi terjadinya rupture perineum.
c. Faktor janin
Salah satu penyebabnya adalah berat badan bayi lahir, posisi kepala
yang abnormal, ekstraksi forceps yang sukar, distosia bahu, dan anomaly
congenital seperti hydrocephalus. Hal ini terjadi karena berat bayi yang besar
sehingga sulit melewati panggul dan menyebabkan terjadinya ruptur
perineum pada ibu bersalin. Pada bayi dengan berat badan lahir cukup besar,
ruptur spontan pada perineum dapat terjadi pada saat kepala dan bahu
dilahirkan. Pada saat melewati jalan lahir, berat badan bayi berpengaruh
terhadap besarnya penekanan terhadap otot-otot yang berada di sekitar
perineum sehingga perineum menonjol dan meregang sampai kepala dan
seluruh bagian tubuh bayi lahir. Semakin besar tekanan pada perineum,
semakin besar pula risiko terjadinya ruptur perineum.

d. Tanda – Tanda dan Gejala Robekan Jalan Lahir


Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik dan
tidak didapatkan adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta,
kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir.
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah perdarahan,
darah segar yang mengalir setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik,
dan plasenta normal.
Ciri khas robekan jalan lahir; Kontraksi uterus kuat, keras dan
mengecil, perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus
menerus setelah massase atau pemberian uterotonika langsung mengeras tapi

8
perdarahan tidak berkurang. Dalam hal apapun, robekan jalan lahir harus
dapat diminimalkan karena tak jarang perdarahan terjadi karena robekan dan
ini menimbulkan akibat yang fatal seperti terjadinya syok.
e. Komplikasi Ruptur Perineum
Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak
segera diatasi, yaitu :
a. Perdarahan
Perdarahan robekan jalan lahir selalu memberikan perdarahan dalam
jumlah yang bervariasi banyaknya. Perdarahan yang berasal dari jalan lahir
selalu harus dievaluasi , yaitu sumber dan jumlah perdarahan sehingga dapat
diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan
robekan uterus (ruptur uteri). Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma dan
robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arteril atau pecahnya
pembuluh darah vena.
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca persalinan
dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan penatalaksanaan
yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan sangat penting.
Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau tanda vital,
mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah perdarahan
lanjutan dan menilai tonus otot.
b. Fistula
Fistula dapat terjadi tanpa diketahui penyebabnya karena perlukaan
pada vagina menembus kandung kencing atau rektum. Jika kandung kencing
luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina. Fistula dapat
menekan kandung kencing atau rektum yang lama antara kepala janin dan
panggul, sehingga terjadi iskemia.
c. Hematoma

9
Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan karena
adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang ditandai
dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan merah.
Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum dan fosa
iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa juga dengan
varikositas vulva yang timbul bersamaan dengan gejala peningkatan nyeri.
Kesalahan yang menyebabkan disgnosis tidak diketahui dan memungkinkan
banyak darah yang hilang. Dalam waktu yang singkat, adanya
pembengkakkan biru yang tegang pada salah satu sisi introitus di daerah
ruptur perineum.
d. Infeksi
Infeksi pada masa nifas adalah peradangan di sekitar alat genital pada
kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat masuknya kuman
ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi. Dengan ketentuan
meningkatkan suhu tubuh melebihi 38o celcius, tanpa menghitung pireksia
nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia nifas harus diperhatikan,
diisolasi dan dilakukan inspeksi pada traktus genitalis untuk mencari
laserasi, robekan atau luka episiotomi.
B. Rupture Dinding Vagina
Patofisiologi ruptur perineum diawali dengan peregangan pada bagian
perineum, terutama pada saat melahirkan yang akhirnya menyebabkan robekan
pada dinding vagina yang dapat meluas hingga mencapai anus.Kondisi seperti
primiparitas dapat menyebabkan ruptur perineum karena jalan lahir dan perineum
belum pernah teregang karena persalinan sebelumnya. Hal ini menyebabkan
kelenturan perineum masih belum cukup menahan ukuran janin dan tekanan
dorongan ibu, sehingga ruptur perineum akan terjadi. Mekanisme lainnya adalah
perineum yang pendek, menyebabkan tekanan pada perineum tidak dapat
ditoleransi dengan maksimal dan meningkatkan kemungkinan ruptur perineum,
yang juga dapat mengakibatkan perdarahan postpartum. Selain itu, penggunaan

10
instrumen pada persalinan biasanya berhubungan dengan penarikan, sehingga
menyebabkan tekanan dan regangan yang lebih tinggi pada perineum saat proses
persalinan.
Menurut ahli, kergantung pada seberapa parah robekan jalan lahir yang
terjadi. Terdapat 4 tingkatan terjadinya ruptur perineum, yaitu:
1) Tingkat 1
Pada ruptur perineum tingkat 1, robekan sangat kecil dan hanya terjadi
di kulit saja. Area yang robek bisa di sekitar labia (bibir vagina), klitoris,
maupun di dalam vagina. Tanpa perawatan tertentu, ruptur perineum tingkat 1
bisa sembuh dengan cepat.Pada beberapa kasus, ibu yang baru melahirkan
akan merasakan sakit meskipun ruptur perineum hanya tingkat 1, namun
sangat jarang menyebabkan masalah pada jangka panjang.
2) Tingkat 2
Tingkatan ruptur perineum kedua berarti telah mengenai otot perineum
dan juga kulit. Dokter kandungan biasanya akan memberikan jahitan untuk
membantu proses pemulihan. Proses menjahit akan dilakukan di ruang
bersalin, dibantu bius lokal.
3) Tingkat 3
Pada beberapa persalinan, ruptur perineum mengenai lapsan vagina
yang lebih dalam bahkan mengenai otot yang mengendalikan anus (anal
sphincter). Setidaknya 6% ruptur perineum tingkat 3 bisa terjadi, dan 2%
terjadi pada ibu yang sudah pernah melahirkan sebelumnya.Jika ruptur
perineum tingkat 3 terjadi, dokter perlu menjahit setiap lapisan terpisah.
Utamanya, harus sangat hati-hati menjahit otot di sekitar anal sphincter.Proses
pemulihan dari ruptur perineum tingkat 3 sekitar 2-3 minggu. Bahkan hingga
beberapa bulan kemudian, masih akan terasa sensasi tidak nyaman saat
bercinta atau buang air besar.
4) Tingkat 4

11
Ini adalah tingkatan tertinggi dalam ruptur perineum, namun paling
jarang terjadi. Robekan ini memanjang hingga ke dinding rektum. Biasanya,
ruptur perineum tingkat 3 dan 4 bisa terjadi apabila bahu bayi tersangkut atau
ada prosedur medis seperti vacum atau forsep.Robekan jalan lahir yang sangat
parah juga berpotensi menyebabkan disfungsi dasar panggul. Selain itu, juga
bisa memicu masalah saat buang air.

C. Ruptura Uteri
Ruptur uteri merupakan salah satu bentuk perdarahan yang terjadi pada
kehamilan lanjut dan persalinan, selain plasenta previa, solusio plasenta, dan
gangguan pembekuan darah. Batasan perdarahan pada kehamilan lanjut berarti
perdarahan pada kehamilan setelah 22 minggu sampai sebelum bayi dilahirkan,
sedangkan perdarahan pada persalinan adalah perdarahan intrapartum sebelum
kelahiran.
Menurut Chapman, 2006;h.288) Ruptur uteri adalah robekan di dinding
uterus, dapat terjadi selama periode antenatal saat induksi, selama persalinan dan
kelahiran bahkan selama stadium ke tiga persalinan.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding Rahim akibat
dilampauinya daya regang miometrium uteri.

Menurut lokasinya, ruptur uteri dapat dibedakan:

12
a. Korpus Uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi,
seperti seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi.
b. Segmen Bawah Rahim
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR
tambah lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptur uteri.
c. Serviks Uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan
ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
d. Kolpoporeksis-Kolporeksis
Robekan – robekan di antara serviks dan vagina.

1. Jenis Ruptura Uteri dan Macam Robekannya


Jenis ruptur uteri:
a. Ruptura uteri spontan
 Terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan.
 Terjadi gangguan mekanisme persalinan sehingga menimbulkan
ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan.
b. Ruptur uteri traumatic
 Terjadi pada persalinan
 Timbulnya ruptura uteri karena tindakan seperti ekstraksi forsep,
ekstraksi vakum, dll.
c. Ruptur uteri pada bekas luka uterus
 Terjadinya spontan atau bekas seksio sesarea dan bekas operasi pada
uterus.
Pembagian ruptur uteri menurut robekannya dibagi menjadi :
1) Ruptur uteri kompleta.
a) Jaringan peritoneum ikut robek.

13
b) Janin terlempar ke ruangan abdomen.
c) Terjadi perdarahan ke dalam ruangan abdomen.
d) Mudah terjadi infeksi.
2) Ruptura uteri inkompleta
a) Jaringan peritoneum tidak ikut robek
b) Janin tidak terlempar ke dalam ruangan abdomen
c) Perdarahan ke dalam ruangan abdomen tidak terjadi
d) Perdarahan dapat dalam bentuk hematoma.
2. Tanda dan Gejala Ruptur Uteri
a. Nyeri tajam, pada abdomen bawah saat kontraksi hebat memuncak.
b. Penghentian kontraksi uterus disertai hilangnya rasa nyeri.
c. Perdarahan vagina ( dalam jumlah sedikit atau hemoragi ).\
d. Terdapat tanda dan gejala syok, denyut nadi meningkat, tekanan darah
menurun dan nafas pendek ( sesak ).
e. Bagian presentasi dapat digerakkan diatas rongga panggul.
f. Bagian janin lebih mudah dipalpasi.
g. Gerakan janin dapat menjadi kuat dan kemudian menurun menjadi tidak
ada gerakan dan DJJ sama sekali atau DJJ masih didengar.
h. Lingkar uterus dan kepadatannya ( kontraksi ) dapat dirasakan disamping
janin ( janin seperti berada diluar uterus ).
i. Kemungkinan terjadi muntah.
j. Nyeri tekan meningkat diseluruh abdomen.
k. Nyeri berat pada suprapubis.
l. Kontraksi uterus hipotonik.
m. Perkembangan persalinan menurun.
n. Perasaan ingin pingsan.
o. Hematuri ( kadang-kadang kencing darah ) karena kandung kencing
teregang atau tertekan.

14
p. Kontraksi dapat berlanjut tanpa menimbulkan efek pada servik atau
kontraksi mungkin tidak dirasakan.
q. DJJ mungkin akan hilang karena anak mengalami hipoksia, yang
disebabkan kontraksi dan retraksi rahim yang berlebihan.

3. Penyebab Terjadinya Ruptura Uteri


a) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas SC
miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia, pelepasan plasenta
secara manual. Dapat juga pada graviditas pada kornu yang rudimenter
dan graviditas interstisialis, kelainan kongenital dari uterus seperti
hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada rahim, misalnya mola
destruens, adenomiosis dan lain-lain atau pada gemelli dan hidramnion
dimana dinding rahim tipis dan regang.
b) Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul 
sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin penderita
DM, hidrops fetalis, postmaturitas dan grandemultipara. Juga dapat karena
kelainan kongenital dari janin : Hidrosefalus, monstrum, torakofagus,
anensefalus dan shoulder dystocia; kelainan letak janin: letak lintang dan
presentasi rangkap; atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang
ubun-ubun dan putar paksi salah. Selain itu karena adanya tumor pada
jalan lahir; rigid cervix: conglumeratio cervicis, hanging cervix,
retrofleksia uteri gravida dengan sakulasi; grandemultipara dengan perut
gantung (pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.

4. Penanganan / Penatalaksanaan
Penanganan ruptura uteri memerlukan tindakan spesialistis dan hanya
mungkin dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas transfusi darah. Sikap
bidan kalau menerima kiriman penderita dengan ruptura uteri di pedesaan
adalah melakukan observasi saat menolong persalinan sehingga dapat

15
melakukan rujukan bila terjadi ruptura uteri mengancam atau membakat. Oleh
karena itu, kerja sama dengan dokter puskesmas atau dokter keluarga sangat
penting.
Menghadapi ruptura uteri yang dapat mencapai polindes/puskesmas
segera harus dilakukan :
a. Pemasangan infus untuk mengganti cairan dan perdarahan untuk mengatasi
keadaan syok.
b. Memberikan profilaksis antibiotika atau antipiretik. Sehingga infeksi dapat
dikurangi.
c. Segera merujuk penderita dengan didampingi petugas agar dapat
memberikan pertolongan.
d. Jangan melakukan manipulasi dengan pemeriksaan dalam untuk
menghindari terjadinya perdarahan baru.
5. Penanganan ruptura uteri :
a. Berikan segera cairan isotonik (ringer laktat atau garam fisiologis) 500 ml
dalam 15-20 menit dan siapkan laparotomy.
b. Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit rujukan.
c. Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan reparasi uterus.
d. Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkhawatirkan lakukan histerektomi.
e. Antibiotika dan serum anti tetanus
Bila terdapat tanda-tanda infeksi segera berikan antibiotika spektrum
luas. Bila terdapat tanda-tanda trauma alat genetalia/luka yang kotor,
tanyakan saat terakhir mendapat tetanus toksoid. Bila hasil anamnesis tidak
dapat memastikan perlindungan terhadap tetanus, berikan serum anti
tetanus 1500 IU/IM dan TT 0,5 ml IM.

16
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Rupture perineum atau laserasi adalah robekan yang terjadi pada saat bayi
lahir baik secara spontan maupun dengan menggunakan alat atau tindakan
persalinan. Perineum merupakan daerah tepi bawah vulva dengan tepi depan anus.

17
Perineum meregang pada saat persalinan kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah robekan.
Patofisiologi ruptur perineum diawali dengan peregangan pada bagian
perineum, terutama pada saat melahirkan yang akhirnya menyebabkan robekan
pada dinding vagina yang dapat meluas hingga mencapai anus
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat
dilampauinya daya regang myometrium. Ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau
bersalin merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwa ibu dan janinnya.
Kematian ibu dan bayinya karena ruptur uteri masih tinggi terutama dinegara
berkembang.
B. Saran
1. Bagi tenaga kesehatan
Tenaga kesehatan hendaknya dapat memberikan pelayanan kesehatan
mulai dari awal kehamilan dan saat persalinan dengan baik untuk menghindari
terjadinya komplikasi dalam persalinan.Tenaga kesehatan harus cepat dan
tanggap dalam mengambil keputusan dalam penatalaksanaan rupture.

2. Bagi ibu dan keluarga


a. Melakukan kunjungan ANC selama kehamilan
b. Bersalin di Nakes
c. Segera datang ketenaga kesehatan jika terdapat tanda – tanda bahaya pada
kehamilan dan tanda – tanda bahaya persalinan.

DAFTAR PUSTAKA

http://warungbidan.blogspot.com/2017/08/makalah-ruptur-perineum-pengertian.html

Prawiroharjo, sarwono: Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina Pustaka, 1976

18
Llewellyn-jones derek: Dasar-dasar Ilmu Kebidanan dan Kandungan, E/6: Jakarta.
Hipokrates,1998

Heller,Iuz: gawat darurat ginekologi obsetri, jakarta,GC,1991

O’grady , john patrick, et al:operative obsetric. Baltimore, williams and wiklins, 1995

19

Anda mungkin juga menyukai