Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN SNH (STROKE NON HEMORAGIK)


DI IGD
RS ROEMANI MUHAMMADIYAH SEMARANG

Disusun Oleh:

INKA SAPUTRI
202202040022

PROGRAM PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN
PEKALONGAN
2023
A. Pengertian Stroke Non Hemoragik
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan
peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan
otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau
kematian (Batticaca, 2012).
Stroke iskemik (non hemoragik) yaitu tersumbatnya pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan
terhenti. 80% stroke adalah stroke iskemik.

B. Etiologi
Menurut Purwanto (2016) penyebab stroke antara lain :
1. Trombosis serebral
Trombosis yang terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan
oedema dan kongesti disekitarnya.
2. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara yang umumnya berasal dari trombus
dijantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli
tersebut berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik.
3. Hemoragi
Akibat pecahnya pembuluh darah otak yang menyebabkan perembesan
darah yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran, dan
pemisahan jaringan otak yang berdekatan sehingga terjadi infark otak.
4. Hipoksia umum
Akibat hipertensi yang parah, henti jantung paru, dan penurunan
cardiac output akibat aritmia.
5. Hipoksia setempat
Akibat spasme arteri serebral yang disertai perdarahan sub arachnoid
dan vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.
Menurut Wijaya dan Putri (2013) dan Junaidi (2011), faktor risiko dari
stroke diantaranya:
1. Hipertensi
Merupakan faktor risiko utama, hipertensi mempercepat
pengerasan/mengurangi elastisitas dinding pembuluh darah arteri
dan mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos
sehingga mempercepat proses aterosklerosis melalui efek
penekanan pada sel endotel/lapisan dalam dinding arteri yang
berakibat pembentukan plak pembuluh darah semakin cepat dan
apabila pembuluh darah otak menyempit akibat plak maka aliran
darah ke otak terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian.
2. Penyakit kardiovaskuler
Penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke dikemudian
hari seperti penyakit jantung rematik, penyakit jantung koroner
dengan infark otot jantung dan gangguan irama jantung. Faktor
risiko ini pada umumnya akan menimbulkan hambatan atau
sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas gumpalan
atau sel-sel atau jaringan yang telah mati kealiran darah. Misalnya
embolisme serebral yang berasal dari jantung seperti penyakit arteri
koronaria, Congestive Heart Failure, Miocardium Infark dan
hipertrofi ventrikel kiri. Pada fibrilasi atrium, menyebabkan
penurunan CO sehingga perfusi darah ke otak menurun dan
kekurangan oksigen yang akhirnya dapat menyebabkan terjadinya
stroke.
3. Diabetes Mellitus
Pada penyakit diabetes mellitus terjadi gangguan atau kerusakan
vaskuler baik pada pembuluh darah besar maupun pembuluh darah
yang kecil karena hiperglikemi sehingga aliran darah menjadi
lambat dan terbentuk plak serta mampu menebalkan dinding
pembuluh darah otak yang menyebabkan sempitnya diameter
pembuluh darah dan mengganggu kelancaran aliran darah ke otak
yang dapat berisiko terjadinya stroke dan infark sel-selotak.
4. Merokok
Pada perokok akan timbul plak pada pembuluh darah oleh nikotin
sehingga kemungkinan penumpukan aterosklerosis dan kemudian
berakibat terhadap stroke. Merokok menyebabkan peningkatan
koagulabilitas, viskositas darah, meningkatkan kadar fibrinogen,
mendoorong agregasi platelet, meninggikan tekanan darah,
meningkatkan hematokrit, menurunkan jumlah kolesterol
HDL/kolesterol baik dan meningkatkan LDL. Perokok pasif
berisiko sama dengan perokok pasif.
5. Alkohol
Alkohol dapat menyebabkan hipertensi dan penurunan aliran darah
ke otak dan kardiak aritmia serta kelainan motilitas pembuluh darah
sehingga terjadi emboli serebral. Pada tingkatan/kadar yang tinggi
dapat mengakibatkan otak berhenti berfungsi. Alkohol oleh tubuh
dipersepsikan sebagai racun dan hati akan memfokuskan kerjanya
untuk menyingkirkan alkohol tersebut. Akibatnya bahan lain yang
masuk ketubuh seperti karbohidrat dan lemak yang bersirkulasi
dalam darah harus menunggu giliran sampai proses pembuangan
alkohol selesai dilakukan. Karena tidak dimetabolisme dapat
berisiko terkena penyakit kardiovaskuler seperti jantung dan stroke
meningkat.
6. Peningkatan kolesterol
Kolesterol yang ada didalam tubuh terbagi dalam 3 jenis, yaitu
HDL, LDL dan Trigliserida. High Density Lipoprotein (HDL)
dikenal juga dengan kolesterol baik berfungsi untuk mencegah
terjadinya aterosklerosis atau peyempitan pembuluh darah akibat
lemak, Low Density Lipoprotein (LDL) dikenal juga dengan
kolesterol jahat merupakan salah satu penyebab utama
pembentukan aterosklerosis dan trigliserida adalah jenis lemak
yang akan menyimpan kelebihan energi yang di dapat dari makanan
menjadi lemak didalam tubuh. Kolesterol merupakan zat di dalam
aliran darah dimana makin tinggi kolesterol semakin besar
kemungkinan dari kolesterol tersebut tertimbun pada dinding
pembuluh darah dan terbentuk aterosklerosis. Hal ini menyebabkan
saluran pembuluh darah menjadi lebih sempit sehingga
mengganggu suplai darah ke otak.Inilah yang menyebabkan
terjadinya stroke non hemoragik.
7. Obesitas
Obesitas dapat meningkatkan kejadian stroke terutama bila disertai
dengan dislipidemia dan atau hipertensi, melalui proses
aterosklerosis. Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
lewat efek snoring atau mendengkur dan sleep apnea, karena
terhentinya suplai oksigen secara mendadak di otak. Obesitas juga
membuat seseorang cenderung mempunyai tekanan darah tinggi,
meningkatkan risiko terjadinya Diabetes Mellitus, juga
meningkatkan produk sampingan metabolisme yang berlebihan
yaitu oksidan/radikal bebas. Hal tersebut karena umumnya porsi
makan orang gemuk akan lebih banyak.

C. Manifestasi klinis

Menurut Tarwoto (2013) manifestasi klinis stroke meliputi :


1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparesis) atau
hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan.
3. Penurunan kesadaran.
4. Afasia (kesulitan dalam bicara)
5. Disartria (bicara cadel atau pelo).
6. Gangguan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda.
7. Disfagia (kesulitan menelan).
8. Inkontinensia baik bowel maupun bladder.
9. Vertigo, mual, muntah, dan nyeri kepala
D. Pathofisiologi
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensitif dan tergantung
pada oksigen karena tidak mempunyai persediaan suplai oksigen. Setiap
kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi darah pada otak akan
menyebabkan hipoksia (kekurangan oksigen pada otak). Hipoksia yang
berlangsung lama dapat menyebabkan iskemik otak. Iskemik yang terjadi
dalam waktu yang singkat kurang dari 10-15 menit dapat menyebabkan
defisit sementara. Sedangkan iskemik yang terjadi dalam waktu yang lama
dapat menyebabkan kematian sel permanen dan mengakibatkan infark
pada otak. Arteri serebral tengah dan arteri karotis interna adalah
pembuluh darah yang paling sering mengalami iskemik (Batticaca, 2012).
Infark otak adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi,
besarnya pembuluh darah, dan adekuatnya sirkulasi terhadap area yang
disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat
berubah (makin lambat atau makin cepat) pada gangguan lokal
(trobus,emboli,perdarahan, dan spasme vaskular) atau gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). Aterosklerosis sering
sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak
aterosklerotik atau darah dapat membeku pada area yang menyempit
sehingga aliran darah mengalami perlambatan. Trombus dapat pecah dari
dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah
(Purwanto, 2016).
E. Pathways

Faktor pencetus hipertensi, DM, penyakit jantung


Merokok, stress, gaya hidup yang tidak baik
Faktor obesitas dan kolesterol yang meningkat dalam darah

Penimbunan lemak/kolesterol yang meningkat dalam darah

aterosklerosis Pembuluh darah menjadi Penyempitan Pembuluh


kaku dan pecah darah (oklusivaskuler)
Trombus/emboliserebral
Aliran darah terhambat
Stroke Kompresi
Stroke non hemoragik hemoragik jaringan
Eritrosit bergumpal,
otak
endotel rusak
Penurunan suplai darah dan O2
ke otak Cairan plasma hilang

Edema serebral
penurunan kapasitas adaptif Peningkatan TIK
intrakaranial
Penurunan kesadaran Terpasang NGT Terapi cairan
kurang tepat

Butuh bantuan alat napas (ETT, TT, Resiko infeksi Balance cairan
NRM) kurang

Penumpukan sekret berlebih, reflek


batuk menurun Tanda dan gejala infeksi
Dehidrasi

Bersihan jalan napas tidak efektif


Hipertemia
Suhu tubuh
meningkat

Hipertemia

(Nurarif Amin Huda., & Kusuma, H, N. (2015)


F. Komplikasi
Menurut Tarwoto (2013), adapun komplikasi pada stroke adalah sebagai
berikut :
1. Hipoksia serebral dan menurunnya aliran darah otak
Pada area otak yg infark/terjadinya kerusakan maka terjadi gangguan
perfusi jaringan akibat terhambatnya aliran darah otak. Tidak
adekuatnya aliran darah dan oksigen mengakibatkan hipoksia jaringan
otak.
2. Edema serebri
Edema terjadi jika pada area yang mengalami hipoksia atau iskemik
maka tubuh akan meningkatkan aliran darah pada lokasi tersebut
dengan cara vasodilatasi pembuluh darah dan meningkatkan tekanan
sehingga cairan interstisial akan berpindah keekstraseluler sehingga
terjadi edema jaringan otak.
3. Peningkatan Tekanan Intrakranial(TIK)
Tekanan Intrakranial (TIK) adalah tekanan yang terjadi dalam ruang
atau rongga tengkorak. Rongga otak merupakan ruang tertutup yang
terdiri atas darah dan pembuluh darah (2-10%), cairan serebrospinalis
(9- 11%) dan jaringan otak (s.d88%). Ketiga komponen tersebut
merupakan unsur utama dinamik tekanan intrakranial/Intracranial
Pressure (ICP). Volume dari masing-masing komponen tersebut
relative konstan. Sehingga perubahan volume salah satu komponen
akan mempengaruhi tekanan intrakranial.
Tekanan Intrakranial = Volume jaringan otak + Volume darah +

Volume cairan serebrospinalis

Tekanan Intrakranialn ormalnya 0-15 mmHg pada keadaan berbaring.


Posisi berdiri dapat menurunkan tekanan intrakranial. Aktivitas bersin,
batuk, dan valsava manuever dapat meningkatkan tekanan
intrakranial. Secara spesifik tanda dan gejala peningkatan TIK
tergantung dari lokasi kompartemen dari lesi (supratentorial atau pada
infratentorial), lokasi massanya seperti pada batang otak, cerebellum,
atau adanya edema dan kemampuan kompensasi otak
Tanda dan gejala yang khas pada peningkatan TIK, yaitu:
a. Nyeri kepala
b. Muntah proyektil (spontan) tanpa ada rasamual
c. Papiledema
Jika terjadi perdarahan pada suatu arteri serebralis disebut dengan
hemoragi, darah yang keluar dari pembuluh darah dapat masuk
kedalam jaringan otak sehingga terjadi hematom, hematom ini yang
akan menyebabkan Peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK).
Bertambahnya massa pada otak seperti edema otak akan
meningkatkan tekanan intrkranial yang ditandai adanya deficit
neurologi seperti adanya gangguan motorik, sensorik, nyeri kepala,
gangguan kesadaran.
4. Aspirasi
Pasien stroke dengan gangguan kesadaran atau koma sangat rentan
terkena aspirasi karena tidak ada reflex batuk dan menelan.
Komplikasi akibat immobilisasi seperti pneumonia, dekubitus dan
atropi, inkontinensia urin dan bowel.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Radiologi
a. CT Scan (Computerized Tomografi Scaning)
Mengetahui area infark, edema, hematoma, struktur dan sistem
ventrikel otak
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Menunjukkan daerah spesifik yang mengalami infark, hemoragik
dan malformasi arteriovena karena mampu mendeteksi berbagai
kelainan otak dan pembuluh darah otak yang sangat kecil dan tidak
mungkin dijangkau oleh CT-Scan.
c. EEG (ElektroEncephalografi)
Mengidentifikasi masalah didasarkan pada gelombang otak dan
memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
d. Angiografi Serebral
Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti
perdarahan, obstruksi arteri, adanya titik oklusi atau ruptur yang
digunakan untuk mendeteksi abnormalitas didalam pembuluh
darah otak (menyempit atau tersumbat, adanya aneurisma dan
mengetahui tingkat penyempitan dan penyumbatan).
e. Sinar X tengkorak
Mengetahui adanya kalsifikasi karotis interna pada trombosis
serebral.
f. Fungsi lumbal
Menunjukkan adanya tekanan normal, jika tekanan meningkat dan
cairan mengandung darah menunjukkan hemoragik subarachnoid
atau perdarahan intrakranial.
g. EKG (ElektroKardiogram)
Mengetahui adanya kelainan jantung yang juga menjadi faktor
penyebab.
2. Laboratorium
a. Darah rutin
b. Gula darah
c. Urine rutin
d. Cairan cerebrospinal
e. Analisa gas darah
f. Biokimia darah
g. Elektrolit
H. Penatalaksanaan
Menurut (Tarwoto, 2013) adapun penatalaksanaan pada stroke, yaitu:
1. PenatalaksanaanUmum
Golden period adalah batas waktu bilamana pembuluh darah
tersumbat dan bagian otak tidak mendapatkan aliran darah, maka ia
akan rusak. Makin lama penyumbatannya, makin rusaklah pembuluh
darah itu. Masa Golden period adalah 3-6 jam setelah stroke mulai
menyerang. Karena pada masa ini penderita masih sangat
mungkinuntuk terhindar dari stroke, bila langsung ditangani dengan
benar maka jaringan otak masih bisa pulih.
a. Pada fase akut
1) Terapi cairan, pada fase akut stroke berisiko terjadinya
dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami stroke
berisiko terjadinya dehidrasi karena penurunan kesadaran atau
mengalami disfagia. Terapi cairan ini sangat penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The
American Heart Association sudah menganjurkan normal
saline 50 ml/jam selama jam-jam pertama dari stroke iskemik
akut. Segera setelah hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan
bisa diberikan sebagai KAEN3B/KAEN3A. Kedua larutan ini
lebih baik pada dehidrasi hipertonik serta memenuhi
kebutuhan homeostasis kalium dan natrium. Setelah fase akut
stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara
homeostasis elektrolit, khususnya kalium dan natrium.
2) Terapi Oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik
mengalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga
kebutuhan oksigen sangat penting untuk mengurangi hipoksia
dan juga untuk mempertahankan metabolisme otak.
Pertahankan jalan nafas, pemberian oksigen, pengaturan
ventilator merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai
hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri.
3) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intrakranial (TIK)
Penatalaksanaan segera untuk mengurangi peningkatan TIK di
dasarkan pada penurunan otak dengan cara mengurangi edema
serebral, mengurangi volume cairan serebro spinal atau
mengurangi volume darah sambil mempertahankan perfusi
serebral. Dalam keadaan normal, tekanan intrakranial
dipengaruhi oleh aktivitas sehari-hari dan dapat meningkat
sementara waktu sampai tingkat yang jauh lebih tinggi dari
pada normal. Kenaikan sementara TIK tidak menimbulkan
kesukaran, tetapi kenaikan tekanan yang menetap
mengakibatkan rusaknya jaringan otak. Beberapa aktivitas
sehari-hari yang dapat meningkatkan tekanan intracranial
adalah pernapasan abdominal dalam, batuk, dan mengedan
atau valsalvamaneuver. Valsalvamaneuver adalah usaha
pernafasan secara paksa menutup glottis, menghasilkan
peningkatan tekanan intrathoracic, meningkatkan tekanan
intracranial, menghambat venous return dan menurunkan heart
rate. Untuk itu perlu dilakukan pencegahan valsava manuever
antara lain dengan mencegah terjadinya mengejan dan batuk
sehingga diberikan terapi bronkodilator, pemberian oksigen
dan pencahar. Peningkatan tekanan intrakranial biasanya
disebabkan karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan
edema penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol,
kontrol atau pengendalian tekanan darah.
4) Monitor fungsi pernafasan : Analisa Gas Darah
5) Monitor jantung, tanda-tanda vital dan pemeriksaan EKG
6) Evaluasi status cairan danelektrolit
7) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan
cegah resiko injuri
8) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberianmakanan.
9) Cegah emboli paru dan tromboplebitis denganantikoagulan
10) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan
refleks.

b. Fase rehabilitasi

1) Pertahankan nutrisi yangadekuat


2) Program manajemen bladder danbowel
3) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak
sendi (ROM)
4) Pertahankan integritaskulit
5) Pertahankan komunikasi yangefektif
6) Pemenuhan kebutuhansehari-hari
7) Persiapan pasienpulang
2. Pembedahan
Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau
volume lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan
ventrikulo-peritoneal bila ada hidrosefalus obstruktifakut.
3. Terapi obat-obatan
a. Stroke iskemia
1) Pemberian trombolis dengan rt-PA (recombinant tissue-
plasminogen).
2) Pemberian obat-obatan jantung seperti digoksin pada aritmia
jantung atau alfa beta, kaptopril, antagonis kalsium pada
pasien dengan hipertensi.
b. Stroke haemoragik
1) Anti hipertensi : kaptropril, antagonis kalsium
2) Diuretik : manitol 20%, furosemide
3) Antikonvulsan : Fenitoin
4. Penatalaksanaan Keperawatan
Adapun tindakan mandiri yang dapat dilakukan oleh perawat ke pada
pasien, diantaranya :
a. Posisikan tinggi kepala 30-45º serta hindari flexi dan rotasi
kepala yang berlebihan.
b. Pemasangan jalur intravena dengan cairan normal salin 0,9 %
dengan kecepatan 20ml/jam.
c. Pemberian oksigen melalui nasal kanul.
d. Jangan berikan apapun melalui mulut karena adanya penurunan
reflek menelan.
e. Melatih rentang gerak aktif.
Merupakan latihan yang dapat dilakukan secara mandiri oleh
pasien, seperti menggerakkan tangan dan kaki secara mandiri.
f. Melatih rentang gerak pasif
Merupakan latihan yang dilakukan dengan bantuan orang lain,
dalam hal ini baik keluarga maupun perawat diharapkan selalu
melakukan rentang gerak pada pasien yang mengalami
kelemahan pada tubuhnya
g. Melatih rentang gerak aktifasistif
Merupakan latihan yang dilakukan dengan bantuan alat, seperti
latihan menggenggam dengan menggunakan bola tenis, tisu
gulung, botol dan alat lainnya yang aman digunakan untuk
pasien.

I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Menurut Tarwoto (2013), adapun pengkajian yang terkait dengan
stroke, adalah:
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
b. Keluhan Utama
Keluhan yang didapatkan adalah gangguan motorik kelemahan
anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi, nyeri kepala, gangguan sensorik, kejang dan
gangguan kesadaran.

c. Riwayat PenyakitSekarang

Serangan stroke infark biasanya didahului dengan serangan


awalyang disadari oleh pasien, biasanya ditemukan gejala awal
sering kesemutan, rasa lemah pada salah satu anggota gerak.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif dan kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes mellitus.
f. Riwayat Psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga.
g. Aktivitas/istirahat
Merasa kesulitan untuk melakukan aktifitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa mudah
lelah, susah beristirahat (nyeri), gangguan tonus otot, gangguan
penglihatan, dan gangguan tingkat kesadaran.
h. Sirkulasi
Adanya penyakit jantung, hipotensi arterial berhubungan dengan
embolisme/malformasi vaskuler, frekuensi nadi dapat bervariasi
karena ketidakefektifan fungsi/keadaan jantung.
i. Integritas ego
Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa, emosi labil dan
kesulitan untuk mengekspresikan diri.
j. Eliminasi
Perubahan pola berkemih seperti : inkontinensia urin dan anuria,
distensi abdomen, bising usus(-).
k. Makanan/cairan
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut/peningkatan
TIK, kehilangan sensasi (rasa kecap pada lidah dan pipi), Disfagia,
riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah dan kesulitan
menelan.
l. Neurosensori
Adanya sinkope/pusing, sakit kepala berat, kelemahan, kesemutan,
kebas pada sisi yang terkena seperti mati/lumpuh, penglihatan
menurun, hilangnya rangsangan sensoris, gangguan rasa
pengecapan dan penciuman, penurunan status mental/tingkat
kesadaran, paralisis kontralateral, tidak dapat menggenggam,
refleks tendon melemah secara kontralateral, afasia motorik
(kesulitan mengucapkan kata), afasia sensorik (kesulitan
memahami kat-kata bermakna).
m. Nyeri
Sakit kepala dengan intensitas berbeda, tingkah laku yang tidak
stabil dan gelisah.
n. Pernafasan
Ketidakmampuan menelan, batuk/hambatan jalan nafas,
pernafasan sulit, tidak teratur, suara nafas terdengar ronkhi.
o. Keamanan
Masalah penglihatan, tidak mampu mengenali objek, warna dan
wajah yang pernah dikenali, tidak mandiri, gangguan dalam
memutuskan, perhatian terhadap keamanan sedikit.
p. Interaksi social
Masalah bicara dan tidak mampu berkomunikasi.
q. Pemeriksaan Fisik
Menurut Agritubella (2013) adapun focus pengkajian pada stroke
yaitu pada pemeriksaan sistem persarafan dengan pemeriksaan
fisik sebagai berikut:
1) Pemeriksaan status mental, langkah-langkahnya:
(1) Atur posisi klien
(2) Observasi kebersihan klien, cara berpakaian, postur tubuh,
bahasa tubuh, cara berjalan, expresi wajah, kemampuan
berbicara, dan kemampuan mengikuti petunjuk
(3) Kemampuan berbicara klien meliputi: kecepatan,
kemampuan, mengucapkan kata-kata yang keras, lembut,
jelas dan benar

(4) Kaji pula kemampuan pemilihan kata-kata, kemampuan


dan kemudahan merespon pertanyaan

2) Pemeriksaan tingkat kesadaran

Untuk mengetahui tingkat kesadaran secara kuantitatif dapat


digunakan Glasgow Coma Scale (GCS) dengan
memperhatikan respon membuka mata, respon verbal dan
respon motorik.
3) Pemeriksaan nervus kranial
SarafKranial Fungsi Prosedur
Olfaktorius (I) Penciuman, Kemampuan
Penghidu mengidentifikasi bau
yang umum, satu hidung
di tutup, mata pasien
ditutup
Optikus (II) Tajam penglihatan Tes tajam penglihatan
dan lapang pandang dengan snellen test,
opthalmascope, lapang
pandang dengan tes
Konfrontasi
Okulomotoris Keadaan pupil, Inspeksi kelopak mata,
(III), pergerakan bola mata inspeksi pupil dengan
Toklearis (IV) dan kelopak mata senter, gerakan bola mata
Trigeminus Sensasi wajah, Goreskan dengan kapas,
(V) kornea, rasa pada pada bagian dahi, pipi,
lidah bagian dan dagu. Refleks
belakang, kekuatan kornea, Palpasi otot
ototmaseter wajah pada saat
mengatupkan gigi
Fasialis (VII) Sensasi wajah, Lihat kesimetrisan wajah,
kornea, rasa pada anjurkan pasien
lidah bagian untuk memejamkan mata
belakang, kekuatan tes kekuatan kelopak
otot maseter mata, pasien bersiul,
tersenyum, mengrutkan
dahi. Mengidentifikasi
rasa manis dan asin pada
lidah
Akustikus Pendengaran dan Tes berbisik, tes rinne,
(VIII) keseimbangan webber

Glosofaringeus Kemampuan Tes gag refleks dan


(IX) menelan, pergerakan kemapuan menelan
lidah dan
gag reflek
Vagus (X) Sensasi faring, laring Inspeksi palatum dan
dan kemampuan uvula semetris atau tidak,
menelan observasi kemampuan
menelan
Asesoris ( XI) Pergerakan kepala, Tes kekuatan otot
otot leher dan bahu trapezius (otot bahu) dan
tes kekuatan otot
sternokledomastoid
(gerakan leher)
Hipoglosus Kekuatan lidah Inspeksi lidah apakah
(XII) simetris, tremor atau
atropi. Inspeksi
pergerakan lidah dan
kekuatan lidah

4) Pemeriksaan fungsi sensorik

Gejala parethesia (keluhan sensorik) oleh klien digambarkan


sebagai perasa angeli (tingling), mati rasa (numbless), rasa
terbakar/panas (burning), rasa dingin (coldness) atau perasaan
abnormal lainnya.
5) Pemeriksaan fungsi motorik
a) Massa otot
b) Tonus otot (tegangan otot)
c) Kekuatan otot
Skala Lovett's:
0 = Tidak ada kontraksi sama sekali
1= Gerakan kontraksi
2 = Kemampuan untuk bergerak, tetapi tidak kuat kalau
melawan tahanan atau gravitasi
3 = Cukup kuat untuk mengatasi gravitasi
4 = Cukup kuat tetapi bukan kekuatan penuh
5 = Kekuatan kontraksi yang penuh
6) Pemeriksaan reflex
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan tidak
adekuatnya suplai oksigen darah serebral, meningkatnya tekanan
intrakranial, menurunnya oksigenasi serebral
b. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
system saraf pusat, penurunan sirkulasi keotak
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
neuromuskular.
e. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan
ketajaman sensori, penghidu, penglihatan dan pengecapan
f. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake nutrisi berkurang
g. Risiko jatuh berhubungan dengan kekuatan otot menuru
3. Intervensi
NO Diagnosa Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Indonesia (SLKI)
1. Risiko perfusi serebral tidak Setelah dilakukan tindakan Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial
efektif b/d hipertensi Keperawatan 3 x 24 jam diharapkan Observasi
perfusi jaringan serebral pasien menjadi 1. Identikasi penyebab peningkatan TIK
efektif dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK
a) Tingkat kesadaran kognitif meningkat 3. Monitor MAP, CVP, PAWP, PAP, ICP, dan
b) Gelisah menurun CPP, jika perlu
c) Tekanan intrakranial menurun 4. Monitor gelombang ICP
d) Kesadaran membaik 5. Monitor status pernapasan
6. Monitor intake dan output cairan
7. Monitor cairan serebro-spinal
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan
lingkungan yang tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver Valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
7. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
konvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja

Pemantauan Neurologis
Observasi
1. Monitor ukuran, bentuk, kesimetrisan, dan
reaktifitas pupil.
2. Monitor tingkat kesadaran
3. Monitor tanda-tanda vital
4. Monitor status pernapasan : analisa gas darah,
oksimetri nadi, kedalaman napas, pola napas,
dan usaha napas
5. Monitor refleks kornea
6. Monitor kesimetrisan wajah
7. Monitor respons babinski
8. Monitor respons terhadap pengobatan.
Terapeutik
1. Tingkatkan frekuensi pemantauan neurologis,
jika perlu
2. Hindari aktivitas yang dapat meningkatkan
tekanan intrakranial
3. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan
kondisi pasien
4. Dokumentasikan hasil pemantauan.
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan.
2. Gangguan komunikasi verbal Setelah dilakukan tindakan asuhan Promosi komunikasi defisit bicara
berhubungan dengan keperawatan 3x 24 jam diharapkan Observasi
penurunan sirkulasi serebral, komunikasi verbal meningkat dengan 1. Monitor frustasi, marah, depresi, atau hal lain
dan gangguan neuromuskuler Kriteria hasil : yang mengganggu bicara
1. Kemampuan berbicara meningkat 2. Identifikasi perilaku emosional dan fisik sebagai
2. Kemampuan mendengar meningkat bentuk komunikasi
3. Kesesuaian ekspresi wajah/ tubuh Terapeutik
meningkat 1. Gunakan metode komunikasi alternatif(mis:
4. Pelo menurun menulis, mata berkedip, isyarat tangan)
5. Pemahaman komunikasi membaik 2. Berikan dukungan psikologis
3. Ulangi apa yang disampaikan pasien
4. Gunakan juru bicara
Edukasi
1. Anjurkan berbicara perlahan
2. Ajarkan pasien dan keluarga proses kognitif
dengan kemampuan berbicara
Kolaborasi
1. Rujuk keahli patologi bicara atau terapis
3. Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan Tindakan asuhan Dukungan mobilisasi
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
gangguan neuromuscular dan mobilitas fisik tidak terganggu dengan 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
kelemahan anggota gerak kriteria hasil : lainnya
1. Pergerakan ekstremitas meningkat 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
2. Kekuatan otot meningkat 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
3. Rentang gerak( ROM) meningkat sebelum memulai mobilisasi
4. Kelemahan fisik menurun 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
mobilisasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu(
mis; duduk diatas tempat tidur
2. Fasilitasi melakukan pergerakan
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan pergerakan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
2. Anjurkan melakukan mobilisasi dini
3. Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan (mis: duduk diatas tempat tidur)
4. Defisit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan Tindakan asuhan Manajemen nutrisi
dengan ketidakmampuan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
menenlan makanan masalah nutrisi teratasi dengan kriteria 1. Identifikasi status nutrisi
hasil : 2. Identifikasi alergi dan toleransi makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan 3. Identifikasi makanan yang disukai
meningkat 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
2. Kekuatan otot mengunyah meningkat 5. Monitor asupan makanan
3. Kekuatan otot menelan meningkat 6. Monitor berat badan
4. Berat badan membaik Terapeutik
5. Frekuensi makan membaik 1. Lakukan oral hygiene
6. Nafsu mkan membaik 2. Berikan makanan tinggi serat untuk mencegah
7. Membran mukosa membaik konstipasi
3. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
4. Berikan suplemen makanan
5. Hentikan pemberian makanan melalui selang
nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis: peredanyeri, antiemetik)
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
Terapi Menelan
Observasi
1. Monitor tanda dan gejala aspirasi
2. Monitor gerakan lidah saat makan
3. Monitor tanda kelelahan saat makan, minum dan
menelan
Terapeutik
1. Berikan lingkungan yang nyaman
2. Jaga privasi pasien
3. Gunakan alat bantu,jika perlu
4. Hindari penggunaan sedotan
5. Posisikan duduk
6. Berikan permen loliipop untuk meningkatkan
kekuatan lidah
7. Fasilitasi meletakkan makanan dibelakang lidah
8. Berikan perawatan mulut, sesuai kebutuhan
Edukasi
1. Informasikan manfaat terapi menelan kepada
pasien dan keluarga
2. Anjurkan membuka dan menutup mulut saat
memberikan makanan
3. Anjurkan tidak bicara saat makan
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain dalam
memberikan terapi
5. Defisit perawatan diri Setelah dilakukan Tindakan asuhan Dukungan perawatan diri
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam diharapkan Observasi
gangguan neuromuskuler dan defisit perawatan diri tertasi dengan 1. Monitor tingkat kemandirian
kelemahan kriteria hasil : 2. Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan diri,
1. Kemampuan mandi meningkat berpakaian, berhias, dan makan
2. Kemampuan mengenakan pakaian Terapeutik
meningkat 1. Sediakan lingkungan yang terapeutik (mis :
3. Kemampuan makan meningkat suasana rileks, privasi)
4. Verbalisasi keinginan melakukan 2. Siapkan keperluan pribadi (mis: sikat gigi, sabun
perawatan diri meningkat mandi)
3. Dampingi dalam melakukan perawatan diri sampai
mandiri
4. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak mampu
melakukan perawatan diri
5. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan diri secara
konsisten sesuai kemampuan.
6. Risiko jatuh berhubungan Setelah dilakukan Tindakan asuhan Edukasi pencegahan jatuh
dengan penyakit keperawatan 3x24 jam diharapkan tidak Obsevasi
sebrovaskuler terjadi jatuh dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi gangguan kognitif dan fisik yang
1. Tidak terjatuh saat di tempat tidur memungkinkan jatuh
2. Periksa kesiapan, kemampuan menerima informasi
dan persepsi terhadap risiko jatuh
Terapeutik
1. Siapkan materi, media tentang faktor-faktor
penyebab, cara identifikasi dan pencegahan risiko
jatuh di rumah sakit maupun dirumah
2. Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan
pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan dengan
pasien dan keluarga
3. Berikan kesempatan untuk bertanya
Edukasi
1. Ajarkan mengidentifikasi perilaku dan faktor yang
berkonstribusi terhadap risiko jatuh dan cara
mengurangi semua faktor resiko
2. Anjurkan meminta bantuan saat ingin menggapai
sesuatu yang sulit

4. Pelaksanaan
Tindakan keperawatan disesuaikan dengan intervensi yang telah disusun pada uraian rencana keperawatan.

5. Evaluasi
Evaluasi tindakan disesuaikan dengan kriteria hasil pada tujuan di rencana tindakan.
DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, F. 2012. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

PPNI, T. P. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta: Dewan


Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan


Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

PPNI, T. P. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Potter. P. A. & Perry,A.G. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,


Proses dan Praktek. Jakarta: EGC

Pudiastuti.(2011). Penyakit Pemicu stroke.Yogyakarta. Nuha Medika

Purwanto, H. 2016. Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan


Medikal Bedah II. Jakarta : Pusdik SDM Kesehatan Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

Setiadi.2012. Konsep & penulisan dokumentasi asuhan keperawatan. Yogyakarta:


Graha Ilmu

Tarwoto. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta : CV. Sagung Seto

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan


Indoneisa.Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indoneisa.
Jakarta : DPP PPNI

Wijaya, A.S. dan Putri, Y.M. 2013.KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah


(Keperawatan Dewasa).Yogyakarta : Nuha Medika

World Health Organization (WHO). (2015). Health Topics: Stroke,


Cerebrovascular Accident.

Anda mungkin juga menyukai