Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

TUMOR RONGGA MULUT

DI RUANG INTENSIVE CARE UNIT (ICU)

RUMAH SAKIT RSUD KAJEN KABUPATEN PEKALONGAN

Dosen Pembimbing : Benny Arief Sulistyanto, S.kep., Ns. MSN

Nisa Umaroh

201902030059

PROGAM STUDI SARAJA KEPERAWATAN & PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PEKAJANGAN PEKALONGAN

2023
A. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Ameloblastoma menyumbang 10% dari semua tumor odontogenik. Ini berarti
bahwa tumor adalah neoplasma yang berasal dari struktur dentate dan dari epitel
jinak dentin, dan tidak mengalami regresi selama embriogenesis. Ameloblastoma
ini memiliki pola pertumbuhan yang lambat dan dapat tumbuh hingga ukuran
besar dan biasanya asimtomatik serta dapat menyebabkan kelainan bentuk wajah.
(Chung, 2019). Kebanyakan ameloblastoma terjadi pada mandibula dan maksila,
dan jenis yang paling umum adalah fleksi dan folikular. Morfologi mikroskopis
tumor ameloblastoma adalah pulau-pulau epitel yang ditemukan di stroma
jaringan ikat kolagen. Ameloblastoma paling sering tumbuh lambat, tidak
menunjukkan gejala, dan dapat menyentuh rahang (Mansjoer, 2016).
Ameloblastoma adalah tumor odontogenik jinak yang paling umum pada rahang
yang merupakan sekitar 1% dari semua kista dan tumor rahang. Umumnya
merupakan tumor yang tidak nyeri, tumbuh lambat, agresif secara lokal yang
menyebabkan perluasan tulang kortikal, per forasi lingual atau pelat kortikal
bukal dan infiltrasi jaringan lunak. Ini memiliki insiden puncak pada dekade
ketiga dan keempat kehidupan tetapi dapat ditemukan pada semua kelompok
umur dengan predileksi jenis kelamin yang sama (1:1) (Sandiah, 2019).
2. Etiologi
Menurut pendapat beberapa ahli, penyebab ameloblastoma adalah faktor iritan
non spesifik seperti ruam gigi, pencabutan gigi, trauma, kerusakan gigi, infeksi,
peradangan, serta petogenesis virus dan dapat disebabkan oleh malnutrisi. Latief
(2019) mengungkapkan bahwa ameloblastoma adalah kumpulan epitel yang
berasal dari perkembangan organ email, sel basal mukosa mulut, Epitel
heterotrofik dari bagian lain tubuh, terutama kelenjar hipofisis, Sel basal pada
permukaan epitel yang membentuk rahang, Batas epitel kista odontogenik, Sel
rest organ enamel dan Sisa selubung Hertwig ataupun epitel Malassez.
3. Tanda dan gejala
Ameloblastoma biasanya berkembang perlahan, tidak menunjukkan gejala, dan
tidak menyebabkan perubahan fungsi saraf sensorik sampai terjadi
pembengkakan. Kebanyakan pasien mengeluhkan pembengkakan dan asimetri
wajah. Tumor kecil dapat diidentifikasi dengan sinar-x biasa. Seiring waktu,
pembesaran tersebut membentuk pembengkakan yang keras, yang kemudian
dapat menyebabkan penipisan kulit yang menghasilkan egg shell crackling.
Perkembangan tumor yang lambat juga memungkinkan pembentukan tulang
reaktif, yang dapat menyebabkan pembesaran skala besar dan distorsi rahang.
Tumor ini dapat menyebabkan perforasi tulang dan menyebar ke jaringan lunak,
sehingga mempersulit eksisi jika diabaikan. Nyeri kadang dirasakan dan biasanya
berhubungan dengan infeksi sekunder. Efek lain termasuk pergerakan dan
perpindahan gigi, resorpsi akar, paraestesia apabila canalis alveolar inferior
terlibat, kegagalan erupsi gigi, dan ameloblastoma dapat menyebabkan
ulserasi mukosa, tetapi sangat jarang. (Cahyawati, 2018) Ameloblastoma
umumnya jinak, tetapi merupakan tumor invasive lokal. Mandibula yang tebal,
tidak seperti ameloblastoma maksila, memungkinkan tumor menyebar tanpa
hambatan oleh struktur di sekitarnya. ameloblastoma maksila memanifestasikan
dirinya sebagai lesi yang lebih agresif dan persisten, mungkin karena rahang atas
tipis dan rapuh, Selain itu, kontribusi suplai darah yang baik ke rahang atas
dibandingkan dengan rahang bawah mempengaruhi percepatan penyebaran
neoplasma lokal ini (Ogunsalu, 2009). Menurut sebuah penelitian pasien dengan
ameloblastoma sinonasal primer menampakkan adanya lesi massa dan obstruksi
nasal, sinusitis, epistaksis, bengkak pada wajah, dizziness, dan nyeri kepala
(Cahyawati, 2018)
4. Patofisiologi
Menurut Risnah (2020) memiliki sifat yang infiltrasi dan tidak
memiliki kapsul serta mampu berdiferensiasi dengan baik dan tumbuh lambat.
Ameloblastoma dibagi menjadi tiga tahap:
a. Tahap insiasi adalah tahap pertama di mana sel-sel normal melakukan kontak
awal dengan karsinogen dan sel-sel ini menjadi ganas.
b. Tahap promosi, tahap ini adalah tahap kedua di mana karsinogen membelah
dan mengkloning
c. Tahap progresi, di mana sel-sel membelah menunjukkan satu atau lebih fitur
ganas dari neoplasma.
5. Pathways
6. Pemeriksaan penunjang dan hasilnya
Pemeriksaan radiologi untuk membantu mendiagnosis ameloblastoma yaitu foto
polos, Computerized tomography scan (CT Scan) dan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). Foto polos hanya mampu membedakan antara tulang normal
dengan tumor dan tidak dapat membedakan antara jaringan lunak yang normal
dengan tumor, berbeda dengan CT scan dan MRI yang mampu
memperlihankannya dengan jelas. Langkah pertama untuk mendiagnosis
ameloblastoma yaitu dengan radiografi panoramik dan hasil gambaran radiografi
akan bervariasi berdasarkan tipe tumor. Pemeriksaan Computerized tomography
scan (CT Scan) berguna untuk membantu menegakan diagnosis dengan
mengidentifikasi perluasan ke jaringan lunak, kontur dan isi lesi, CT scan
dianjurkan jika pembengkakan teraba keras dan terfiksir ke jaringan sekitar.
Magnetic Resonance Imaging (MRI) esensial digunakan dalam menentukan
prognosis pembedahan dan menentukan perluasan pada ameloblastoma
(Gumgum, 2018)
a. X-ray kepala, digunakan untuk menghasilkan gambar satu dimensi dari leher
dan mencari area rahang yang tidak normal.
b. CT scan (computerized tomography scan), dapat membuat gambar dua dimensi
dan dilakukan untuk mengungkapkan ameloblastoma yang dimensi dan dilakukan
untuk mengungkapkan ameloblastoma yang menginfiltrasi jaringan dan organ
lain.
c. MRI (magnetic resonance imaging) , menjelaskan ketidaknormalan kecil di
daerah kepala dan leher.
d. Tumor marker (penanda tumor)
7. Penangan kegawatdaruratan

Kategori pasien dalam triase IGD masuk IGD Dalam mengategorikan pasien yang
masuk ruang gawat darurat, tenaga medis membedakan pasien berdasarkan kode
warna, mulai dari merah, kuning, hijau dan hitam.

1. Merah

Warna merah dalam triase IGD menunjukkan pasien prioritas pertama yang
berada dalam kondisi kritis (mengancam nyawa) sehingga memerlukan
pertolongan medis sesegera mungkin. Jika tidak diberikan penanganan dengan
cepat, kemungkinan besar pasien akan meninggal. Contoh dalam hal ini adalah
pasien yang kesulitan bernapas, terkena serangan jantung, menderita trauma
kepala serius akibat kecelakaan lalu lintas, dan mengalami perdarahan luar yang
besar.

2. Kuning

Warna kuning menandakan pasien pioritas kedua yang memerlukan perawatan


segera, tetapi penanganan medis masih dapat ditunda beberapa saat karena pasien
dalam kondisi stabil. Meski kondisinya tidak kritis, pasien dengan kode warna
kuning masih memerlukan penanganan medis yang cepat. Pasalnya, kondisi
pasien tetap bisa memburuk dengan cepat dan berisiko menimbulkan kecacatan
atau kerusakan organ. Pasien yang termasuk kategori kode warna kuning
contohnya adalah pasien dengan patah tulang di beberapa tempat akibat jatuh dari
ketinggian, luka bakar derajat tinggi, dan trauma kepala ringan.

3. Hijau

Warna hijau menunjukkan pasien prioritas ketiga yang memerlukan perawatan di


rumah sakit, tetapi masih dapat ditunda lebih lama (maksimal 30 menit). Ketika
tenaga medis telah menangani pasien lain yang kondisinya lebih darurat (kategori
warna merah dan kuning), maka mereka akan langsung melakukan pertolongan
pada pasien pioritas ketiga. Pasien yang cedera tetapi masih sadar dan bisa
berjalan biasanya termasuk dalam kategori triase gawat darurat ini. Contoh lain
dalam kategori adalah pasien dengan patah tulang ringan, luka bakar derajat
rendah, atau luka ringan.

4. Hitam

Kode warna hitam menandakan pasien berada dalam kondisi yang sangat kritis,
tetapi sulit untuk diselamatkan nyawanya. Sekalipun segera ditangani, pasien tetap
akan meninggal. Kondisi ini biasanya terjadi pada pasien yang mengalami cedera
parah yang bisa menyulitkan pernapasan atau kehilangan banyak darah akibat
luka tembak.

Tata Cara Dan Prosedur Triase Gawat Darurat

Saat tiba di IGD, dokter akan langsung memeriksa kondisi pasien secara cepat.
Pemeriksaan akan mengutamakan pengecekan tanda-tanda vital seperti
pernapasan, denyut nadi, dan tekanan darah. Dokter juga akan memeriksa
seberapa parah luka atau cedera yang terlihat. Setelah melakukan pemeriksaan
cepat, dokter dan perawat akan menentukan status triase berdasarkan warna yang
sesuai dengan kondisi pasien. Prioritas penanganan akan diutamakan untuk pasien
dengan triase merah jika tenaga medis yang tersedia terbatas. Namun, setiap
pasien bisa langsung mendapatkan perawatan luka atau gejala lain yang sesuai
jika jumlah tenaga medis cukup untuk menangani pasien. Meskipun begitu,
menurut penjelasan dalam buku Emergency Department Triage, status triase
gawat darurat dapat berubah. Artinya, tenaga medis menilai kondisi pasien secara
berulang selama berada di IGD ataupun ketika diberikan perawatan. Jika pasien
yang berstatus triase merah telah mendapat penanganan, melalui bantuan
pernapasan misalnya, dan kondisinya sudah lebih stabil, status triase pasien bisa
berubah menjadi kuning. Sebaliknya, bila pasien berstatus triase kuning yang
kondisinya bertambah parah, statusnya bisa berubah menjadi triase merah. Oleh
karena itu, sistem triase IGD yang baik harus melakukan pemantauan kondisi
secara berkala pada setiap pasien dan memberikan penanganan yang tepat sesuai
perubahan kondisinya.

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian primer
Pengkajian cepat untuk mengidentifikasi dengan segera masalah aktual/potensial
dari kondisi life threatning (berdampak terhadap kemampuan pasien untuk
mempertahankan hidup). Pengkajian tetap berpedoman pada inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi jika hal tersebut memungkinkan
A = Airway dengan kontrol servikal
Kaji :
 Bersihan jalan nafas
 Adanya/tidaknya sumbatan jalan nafas
 Distress pernafasan
 Tanda-tanda perdarahan di jalan nafas, muntahan, edema laring
B = Breathing dan ventilasi
Kaji :
 Frekuensi nafas, usaha dan pergerakan dinding dada
 Suara pernafasan melalui hidung atau mulut
 Udara yang dikeluarkan dari jalan nafas
C = Circulation
Kaji :
 Denyut nadi karotis
 Tekanan darah
 Warna kulit, kelembaban kulit
 Tanda-tanda perdarahan eksternal dan internal
D = Disability
Kaji :
 Tingkat kesadaran
 Gerakan ekstremitas
 GCS atau pada anak tentukan respon A = alert, V = verbal, P =
pain/respon nyeri, U = unresponsive.
 Ukuran pupil dan respon pupil terhadap cahaya.
E = Eksposure
Kaji :
 Tanda-tanda trauma yang ada.
2. Prioritas penilaian dilakukan berdasarkan :Pengkajian sekunder
a. Pengkajian fisik
 Pengkajian kepala, leher dan wajah
 Periksa rambut, kulit kepala dan wajah
Adakah luka, perubahan tulang kepala, wajah dan jaringan lunak, adakah
perdarahan serta benda asing.
 Periksa mata, telinga, hidung, mulut dan bibir
Adakah perdarahan, benda asing, kelainan bentuk, perlukaan atau keluaran
lain seperti cairan otak.
 Periksa leher
Nyeri tulang servikal dan tulang belakang, trakhea miring atau tidak,
distensi vena leher, perdarahan, edema dan kesulitan menelan.Prosedur
Pengkajian dada
Hal-hal yang perlu dikaji dari rongga thoraks :
 Kelainan bentuk dada
 Pergerakan dinding dada

 Amati penggunaan otot bantu nafas


 Perhatikan tanda-tanda injuri atau cedera, petekiae, perdarahan,
sianosis,
abrasi dan laserasi
- Pengkajian Abdomen dan Pelvis
Hal-hal yang perlu dikaji :
 Struktur tulang dan keadaan dinding abdomen
 Tanda-tanda cedera eksternal, adanya luka tusuk, alserasi, abrasi,
distensi
abdomen dan jejas
 Masa : besarnya, lokasi dan mobilitas
 Nadi femoralis
 Nyeri abdomen, tipe dan lokasi nyeri (gunakan PQRST)
 Distensi abdomen
- Pengkajian Ekstremitas
Hal-hal yang perlu dikaji :
 Tanda-tanda injuri eksternal
 Nyeri
 Pergerakan
 Sensasi keempat anggota gerak
 Warna kulit
 Denyut nadi perifer
- Pengkajian Tulang Belakang
Bila tidak terdapat fraktur, klien dapat dimiringkan untuk mengkaji :
 Deformitas
 Tanda-tanda jejas perdarahan
 Jejas
 Laserasi
 Luka
- Pengkajian Psikosossial
Meliputi :
 Kaji reaksi emosional : cemas, kehilangan
 Kaji riwayat serangan panik akibat adanya faktor pencetus seperti sakit
tiba-tiba, kecelakaan, kehilangan anggota tubuh ataupun anggota
keluarga
 Kaji adanya tanda-tanda gangguan psikososial yang dimanifestasikan
dengan takikardi, tekanan darah meningkat dan hiperventilasi.
b. diagnostic dan laboratorium

Prosedur Indiskai dan Nilai Kemungkinan


Diagnostik/laboratoriu Tujuan normal hasil
m
X-ray kepala, Digunakan
untuk
menghasilkan
gambar satu
dimensi dari _ _
leher dan
mencari area
rahang yang
tidak normal.
Biopsi Indikasi
dilakukan biopsy
karena Adanya
pertumbuahan
jaringan
abnormal dan
tujuan
_ _
dilakukanya
biopsy untuk
menegakan
diagnosis dan
menentukan
penyebaran
penyakit.
3. Diagnosa keperawatan utama
Menurut Risnah (2020) diagnosa yang mungkin muncul pada pasien
ameloblatoma berdasarkan standar diagnosa keperawatan Indonesia (SDKI)
(PPNI, 2017) adalah yaitu: Nyeri akut b.d agen cedera fisik , risiko infeksi b.d
efek prosedur invasif, dan gangguan komunikasi verbal b.d hambatan fisik.
4. Intervensi dan rasionalisasi

Diagnose Rencana keperawatan


TUJUAN INTERVENSI
(SLKI) (SIKI)
Nyeri Akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri (I.08238)
tindakan Observasi:
keperawatan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
diharapkan tingkat durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
nyeri pasien nyeri
menurun 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
Terapeutik:
1. Berikan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri (napas
dalam dan
distraksi)
2. Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi:
1. Ajarkan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
Risiko Infeksi Setelah dilakukan Perawatan Luka (I.14564)
tindakan
keperawatan Observasi
tingkat infeksi 1. Monitor karakteristik luka
pasien menurun Terapeutik
dan integritas 1. Lepaskan balutan dan plester
kulit dan jaringan 2. Bersihkan dengan cairan NaCl
pasien 3. Bersihkan jaringan nekrotik
meningkat 4. Pasang balutan sesuai jenis luka
5. Pertahankan teknik steril saat
melakukan perawatn luka
Edukasi
Anjurkan megkonsumsi makanan tinggi
kalori tinggi protein
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian antibiotik
Gangguan Setelah dilakukan Dukungan kepatuhan program
komunikasi tindakan pengobatan (I.12361)
verbal keperawatan Observasi
komunikasi verbal 1. Identifikasi kepatuhan menjalani
meningkat program pengobatan
Terapeutik
1. Buat komitmen menjalani program
pengobatan dengan baik
2. Buat jadwal pendampingan keluarga
untuk bergantian menemani pasien
selama menjalani
program pengobatan
3. Diskusikan hal-hal yang dapat
mendukung atau menghambat
berjalannya program pengobatan
Edukasi
1. informasikan program pengobatan
yang harus dijalani
2. anjurkan keluarga untuk
mendampingi dan merawat pasien
selama menjalani program
pengobatan

DAFTAR PUSTAKA
Amelia D. M. (2014). Improving Nurses Pain Management in the Post Anasthesia
Care. University of Massachusetts Amherst
Asmawati, Nur, E. 2016. Faktor-faktor yang berhubungan dengan lama hari rawat
pada pasien pasca operasi laparatomi di rumah sakit umum daerah Labuang
Baji Makassar. Jurnal Ilmu Kesehatan, 8(2)
Berkanis, A.T., Nubatonis, D. & Lastari, A.A. 2020. Pengaruh Mobilisasi Dini
Terhadap Intensitas Nyeri Pada Pasienpost Operasi Di Rsud S.K. Lerik
Kupang Tahun 2018. CHMK Applied Scientific Journal, Vol 3 No 1
Cahyawati, Triana Dyah. 2018. Ameloblastoma. Jurnal Kedokteran Unram, 7 (1):
19-25
Cholifah, Noor & Purwanti, Dini. 2019. Hubungan Pemberian Informasi Persiapan
Operasi oleh Perawat dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi di
Ruang Bougenville RSUD RAA Soewondo Kabupaten Pati. University
Research Colloqium Universitas Muhammadiyah Purworejo
Christin, Mei Ika Margareth. 2019. Ekspresi Metalloprotein ASE-9 (MM-9) pada
Subtipe Histopatologi, Gambaran Radiologi dan Ukuran Tumor
Ameloblastoma. Tesis. Fakultas Kedokteran: Universitas Sumatera Utara
Chung W, Cox D, Ochs M. 2019. Odontogenic cysts, tumors, and related jaw
lesions. Head and neck surgery otolaryngology. 4th edn Lippincott Williams
& Wilkins Inc. Philadelphia p: 1570–1584.
Debora, O. 2017. Proses keperawatan dan pemeriksaan fisik. Jakarta : Salemba
Medika
Ditya, W., Zahari, A. & Afriwardi. 2016. Hubungan Mobilisasi Dini dengan Proses
Penyembuhan Luka pada Pasien Pasca Laparatomi di Bangsal Bedah Pria
dan Wanita RSUP Dr. M. Djamil Padang. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(3)
Feranasari. A.A., Epsilawati, Lusi., & Pramanik, Farina. 2020. Fitur Radiografis
Ameloblastoma pada CBCT dan Panoramik. Jurnal Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran, 32 (1): 47-51
Gani, Erisandi Yojanvia and Nur, Hidayat & Nugraheni, Tri Lestari. 2019.
Hubungan Antara Asupan Lemak dan Obesitas dengan Kejadian Kanker
Payudara di Rsud Kota Yogyakarta. skripsi. Poltekkes Kemenkes
Yogyakarta.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia
(1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I).
Jakarta. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus
Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from
http://www.innappni.or.id

Anda mungkin juga menyukai