Anda di halaman 1dari 56

BAB II

KONSEP DASAR

A. DEFINISI

Stroke non hemoragik adalah stroke yang disebabkan karena

adanya hambatan atau sumbatan pada pembuluh darah otak tertentu

sehingga daerah otak yang diperdarahi oleh pembuluh darah tersebut tidak

mendapat pasokan energi dan oksigen, sehingga pada akhirnya jaringan

sel-sel otak di daerah tersebut mati dan tidak berfungsi lagi (Sofwan,

2010). Stroke non hemoragik yaitu serangan stroke yang terjadi pada otak

yang mengalami gangguan pasokan darah yang disebabkan karena

penyumbatan pada pembuluh darah otak. Penyumbatannya adalah “plak”

atau timbunan lemak yang mengandung kolesterol yang ada dalam darah

(Wardhana, 2011).

Stroke non hemoragik adalah stroke yang terjadi karena

tersumbatnya pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak

sebagian atau keseluruhan terhenti, hal ini disebabkan oleh aterosklerosis

(Pudiastuti, 2011). Stroke merupakan penyakit serebrovaskuler yang

mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat

pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri di

otak (Wilson, 2006).

Dari beberapa pengertian diatas penulis dapat menyimpulkan

stroke non hemoragik adalah sumbatan pada pembuluh darah sehingga

7
8

suplai oksigen dan darah menuju otak menurun yang dapat menyebabkan

gangguan pada otak.

Gambar 2.1. Pembuluh darah menuju otak tersumbat


(Price, 2006)

B. ETIOLOGI

Penyebab stroke non hemoragik ada 3 faktor yaitu :

1. Faktor risiko medis, antara lain :

a. Hipertensi

Seseorang yang mempunyai penyakit hipertensi dapat memicu

terjadinya serangan stroke karena hipertensi (tekanan darah tinggi)

merupakan faktor risikoutama yang menyebabkan pengerasan dan

penyumbatan arteri (Nurhidayat, 2014).

b. Kolesterol tinggi

Bila kolesterol tinggi dapat menyebabkan penebalan dinding dalam

pembuluh darah (aterosclerosis) yang mengakibatkan sumbatan


9

yang akan menghalangi aliran darah, bila yang tersumbat aliran

darah ke otak akan terjadi serangan stroke (Tarwoto, 2007).

Gambar 2.2. Aterosklerosis


(Price, 2006)

c. Penyakit jantung

Pada penyakit jantung denyut di atrium kiri 4 kali lebih cepat

dibandingkan denyut jantung di bagian lain, hal ini menyebabkan

aliran darah tidak teratur dan hal ini menjadikan timbulnya

gumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan stroke

(Wardhana, 2011).

d. Riwayat stroke dalam keluarga

Apabila dalam keluarga ada yang terkena stroke maka

kemungkinan besar dapat menurun, faktor pencetus atau faktor

risiko terkena serangan stroke yang dapat menurun misalnya sakit


10

diabetes, tekanan darah tinggi yang dapat memicu serangan stroke

(Tarwoto, 2007).

2. Faktor risiko perilaku, antara lain :

a. Merokok

Serangan stroke mudah terjadi pada orang yang mempunyai

kebiasaan merokok, karena rokok mengandung zat nikotin yang

dapat memicu peningkatan fibrinogen, yaitu faktor penggumpal

darah yang merangsang terjadinya aterosclerosis yang dapat

memicu terjadinya stroke (Sofwan, 2010).

b. Gaya hidup

Gaya hidup dan pola makan seringkali juga berpengaruh dan

menyebabkan serangan stroke, misalnya kebiasaan menyantap

makanan cepat saji yang mengandung kolesterol tinggi

(Nurhidayat, 2014).

c. Minum alcohol

Orang yang kecanduan alkohol atau meminum minuman yang

mengandung alkohol secara berlebihan dapat merusak sistem organ

tubuh terutama pada pembuluh darah karena kandungan etanol

dalam alkohol yang sering digunakan sebagai pelarut berbagai

bahan-bahan kimia sehingga kemungkinan mendapat serangan

stroke lebih besar (Hidayat, 2009).


11

d. Stress

Stress jika tidak dikontrol dengan baik akan mengakibatkan

peningkatan tekanan darah sehingga memicu terjadinya

penggumpalan darah di otak, gumpalan tersebut dapat menyumbat

pembuluh darah yang dapat memicu serangan stroke (Nurhidayat,

2014).

e. Obesitas

Obesitas juga dapat menyebabkan terjadinya stroke lewat efek

mendengkur dan sleep apnea, karena terhentinya suplai oksigen

secara mendadak di otak (Sofwan, 2010).

3. Faktor risiko lainnya

a. Trombosis serebral

Trombosis serebral adalah pembentukan bekuan darah (trombus) di

dalam pembuluh darah, yang menghambat aliran darah menuju

otak. Terjadi pada pembuluh darah dimana oklusi terjadi trombosis

dapat menyebabkan ischemia jaringan otak, edema, dan kongesti di

area sekitarnya (Pudiastuti, 2011).

b. Emboli serebral

Emboli serebral adalah penyumbatan pada pembuluh darah otak

karena bekuan darah, lemak, atau udara. Kebanyakan emboli

berasal dari trombus di jantung yang terlepas dan menyumbat

sistem arteri serebral (Pudiastuti, 2011).


12

c. Perdarahan intra serebral

Perdarahan intraserebral adalah disfungsi neurologi fokal yang akut

dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak yang terjadi

secara spontan, bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh

karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan kapiler. Pembuluh

darah otak bisa pecah, terjadi karena aterosclerosis dan hipertensi.

Pecahnya pembuluh darah otak akan menyebabkan penekanan,

pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang berdekatan akibatnya

otak akan bengkak, jaringan otak internal tertekan sehingga

menyebabkan infark otak, edema, dan mungkin terjadi herniasi

otak (Pudiastuti, 2011).

d. Ateroma

Pada stroke iskemik, penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur

arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan

lemak) bisa terbentuk didalam arteri karotis sehingga menyebabkan

berkurangnya aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap

karotis jalur utama memberikan darah ke sebagian besar otak

(Junaidi, 2011).

C. PATOFISIOLOGI

Infark regional kortikal, subkortikal atau infark regional di batang

otak terjadi karena kawasan perdarahan suatu arteri tidak atau kurang

mendapat suplai darah lagi. Suplai darah yang tidak disampaikan ke


13

daerah tersebut. Lesi yang terjadi dinamakan infark iskemik jika arteri

tersumbat dan infark hemoragik jika arteri pecah. Stroke iskemik atau

stroke non hemoragik disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah

otak oleh thrombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena

berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah, sehingga

arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area thrombus menjadi

berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi kompleks iskemia,

akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli disebabkan oleh

embolus yang berjalan menuju arteri serebral melalui arteri karotis.

Terjadinya blok pada arteri tersebut menyebabkan iskemia yang tiba-tiba

berkembang cepat dan terjadi gangguan neurologis fokal. Perdarahan otak

dapat disebabkan oleh pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli

(Hidayat, 2009).

Menurut Tarwoto (2007) otak merupakan bagian tubuh yang sangat

sensitive karena jaringan yang lunak maupun karena fungsinya sangat

vital. Untuk melindungi otak ada dua mekanisme tubuh yang berperan

yaitu mekanisme anastomosis dan mekanisme autoregulasi. Mekanisme

anastomosis berhubungan dengan suplay darah ke otak untuk pemenuhan

kebutuhan oksigen dan glukosa. Sedangkan mekanisme autoregulasi

adalah bagaimana otak melakukan mekanisme atau usaha sendiri dalam

menjaga keseimbangan. Misalnya jika terjadi hipoksemia otak maka

pembuluh darah otak akan mengalami vasodilatasi.


14

D. MANIFESTASI KLINIS

Menurut Junaidi (2011) tanda dan gejala yang timbul pada stroke

non hemoragik yaitu :

1. Gangguan penglihatan seperti hemianopia (defek penglihatan atau

kebutaan pada separuh lapang pandang pada satu atau kedua mata),

diplopia (gangguan penglihatan yang mana obyek terlihat ganda).

2. Kelumpuhan wajah atau anggota badan biasanya hemiparesis yang

timbul mendadak atau kelumpuhan ekstremitas, adanya serangan defisit

neurologis fokal, berupa kelemahan atau kelumpuhan lengan atau

tungkai atau salah satu sisi tubuh.

3. Vertigo disertai mual dan muntah atau nyeri kepala yang menetap saat

tidak beraktifitas, pusing tersebut diakibatkan karena suplai oksigen

menuju otak menurun.

4. Disartria (bicara pelo atau cadel), sulit berbicara , kata yang diucapkan

tidak sesuai keinginan atau gangguan bicara dan kata-katanya tidak

dapat dimengerti atau tidak dipahami atau afasia.

5. Perubahan mendadak status mental seperti delirium (keadaan yang

bersifat sementara dan biasanya terjadi secara mendadak, dimana

penderita mengalami penurunan kemampuan dalam memusatkan

perhatiannya dan menjadi linglung, mengalami disorientasi orang,

tempat, dan waktu), letargi atau somnolen (kesadaran menurun, respon

psikomotor yang lambat, mudah tertidur, kesadaran dapat pulih bila

dirangsang namun tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal),


15

stupor atau sopor koma (keadaan seperti tertidur lelap, tetapi ada respon

terhadap nyeri.

6. Ataksia (tungkai atau anggota badan)

Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai

atau salah satu sisi tubuh. Baal atau mati rasa sebelah badan, terasa

kesemutan,  hal ini dikarenakan aliran darah yang tersumbat membuat

suplai oksigen ke otak juga berkurang, sehingga sebagian otak tidak

dapat berfungsi sebagaimana mestinya.

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Ginsberg (2007) pemeriksaan penunjang yang dilakukan

pada pasien stroke yaitu :

1. CT Scan

Memperlihatkan adanya edema, hematoma, iskemia dan adanya infark

dan untuk memperoleh gambaran sejauh mana kerusakan otak terjadi,

pemeriksaan ini juga mungkin menunjukkan adanya daerah kerusakan

lama yang sebelumnya tidak terdeteksi.

2. Angiografi serebral

Membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik seperti

perdarahan atau obstruksi arteri.


16

3. Electrocardiograph (ECG)

Pemeriksaan untuk memperoleh grafik detak jantung, untuk

mendeteksi kemungkinan adanya penyakit jantung dan sejauh mana

penyakit jantung itu mempengaruhi terjadinya penyakit stroke.

4. Fungsi Lumbal

Pemeriksaan ini dengan cara mengeluarkan cairan serebrospinal

dengan memasukan jarum ke dalam ruang subarachnoid, tes ini

dilakukan untuk mengukur dan mengurangi tekanan cairan

serebrospinal dan menentukan ada tidaknya darah pada cairan

serebrospinal.

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI): Menunjukan daerah yang

mengalami infark, hemoragik.

6. Electroencephalograph (EEG): Memperlihatkan daerah lesi yang

spesifik.

7. Ultrasonografi Dopler: Mengidentifikasi penyakit arteriovena

8. Sinar X Tengkorak: Menggambarkan perubahan kelenjar lempeng

pineal.
17

F. KOMPLIKASI

Menurut Junaidi (2011) ada beberapa komplikasi stroke

diantaranya :

1. Dekubitus

Tidur yang terlalu lama karena lumpuh dapat mengakibatkan luka atau

lecet pada bagian tubuh yang menjadi tumpuan saat berbaring, seperti :

pinggul, pantat, sendi kaki, dan tumit. Luka dekubitus bila dibiarkan

akan terkena infeksi.

2. Bekuan darah

Bekuan darah mudah terjadi pada kaki yang lumpuh, penumpukan

cairan dan pembengkakan.

3. Kekakuan otot dan sendi

Terbaring lama akan menimbulkan kekakuan pada otot atau sendi.

4. Nyeri pundak

Keadaan pangkal bahu yang lepas dari sendinya, ini dapat terjadi karena

otot di sekitar pundak yang mengontrol sendi dapat rusak akibat

gerakan.
18

G. PENATALAKSANAAN

Menurut Mutaqqin (2008) penatalaksanaan adalah berusaha

menstabilkan kondisi pasien dengan melakukan kegiatan sebagai berikut:

1. Memposisikan pasien kepala lebih tinggi 15-30 derajat untuk

menurunkan tekanan intrakranial dan menghindari flexi dan rotasi

kepala yang berlebihan.

2. Memberikan terapi oksigen menggunakan nasal canul

3. Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk

usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.

4. Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.

5. Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat

mungkin pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-

latihan gerak pasif.

6. Fisioterapi

Fisioterapi merupakan pelatihan gerakan peregangan atau tindakan

lainnya yang memainkan peranan penting dalam pelatihan seperti

Range Of Motion (ROM). Fisioterapi dilakukan sesegera mungkin

setelah serangan stroke, satu hingga tiga hari setelah terkena stroke.

Tujuan fisioterapi ROM yaitu untuk mempertahankan dan

memperbaiki tingkat kemampuan menggerakan persendian secara

normal dan untuk meningkatkan kekuatan otot. Gerakan yang

dilakukan pada ROM yaitu fleksi dan ekstensi (jari-jari tangan dan

siku), abduksi dan adduksi (jari-jari tangan), rotasi dan pronasi


19

(gerakan memutar), infersi (menggerakan ke dalam), efersi

(menggerakan keluar).

7. Terapi diit makanan

Menurut Utami (2009) penyakit stroke berhubungan dengan jenis

makanan yangdikonsumsi sehari-hari. Walaupun sebagian orang

merasa khawatir akankadar kolesterol penderita, namun permasalahan

utama yang dihadapiseseorang adalah peningkatan berat badan akibat

kurang gerak,kenaikan beratbadan membuat penderita akan semakin

tidak dapat bergerak sehingga akanmenaikkan berat badan lagi.

Mencegah hal-hal diatas maka terapi diit yang tepat perlu diberikan.

Adapun terapi diit yang diberikan adalah sebagai berikut :

a. Memberikan makanan yang cukup nilai gizi untuk mencegah

timbulnya stroke ulang, dan untuk membantu mempercepat

pemulihan kondisi seperti makanan tinggi protein, kalium, dan

kalsium. Dan mengkonsumsi makanan rendah natrium dan rendah

kolesterol.

b. Membantu menurunkan tekanan darah dengan membatasi asupan

garam.

c. Membatasi kolesterol dan lemak, untuk menurunkan kandungan

kolesterol dalam darah.

d. Mencegah atau memperlambat komplikasi lebih lanjut.


20

8. Terapi obat-obatan

Menurut Sofwan (2010) ada beberapa jenis obat-obatan yang

biasanya akan dianjurkan untuk dikonsumsi secara rutin setelah

seseorang terkena stroke yaitu :

a. Golongan obat-obatan antiagregrasi trombosit

Trombosit adalah bagian dari sel darah yang berupa keeping-

keping darah tersebut menggumpal di pembuluh darah otak, maka

bisa menyebabkan sumbatan pembuluh darah yang akhirnya akan

menimbulkan stroke. Obat-obatan golongan ini bekerja dengan

cara mencegah keeping-keping darah supaya tidak menggumpal.

Contoh beberapa obat-obatan golongan ini : tiklodipin,

klopidogrel, dan dipiridamol. Efek samping obat-obatan ini adalah

meningkatnya risiko perdarahan lambung.

b. Golongan obat-obatan Hydroxy Methylglutarly Coenzyme A

Reductase (statin)

Golongan obat-obatanhydroxy methylglutarly coenzyme

areductase ini berperan dalam mengontrol kadar kolesterol dalam

darah. Obat ini akan menurunkan total kolesterol dalam darah,

menurunkan jumlah kolesterol jahat atau Low Density Lipoprotein

(LDL), dan meningkatkan jumlah kolesterol baik atau High

Density Lipoprotein (HDL). Contoh obat-obatan dari golongan

ini : simvastatin, atorvastatin, dan pravastatin.


21

c. Golongan obat-obatan anti hipertensi

Tekanan darah yang tinggi sering dijumpai pada pasien pasca

stroke. Pemberian obat-obatan penurun tekanan darah (anti

hipertensi) sangat penting untuk mengurangi risiko terjadinya

stroke ulang. Penggunaan obat-obatan antihipertensi seperti

Inhibitor Angiotensin Converting Enzyme (ACE), Angiotensin

Reseptor Blocker (ARB), dan diuretik.

d. Golongan obat-obatan antikoagulan

Sering juga disebut golongan penghambat thrombin. Obat ini

bekerja dengan jalan mengganggu pembentukan komponen darah

tertentu dalam pembentukan bekuan darah. Contoh golongan obat

ini : warfarin dan heparin.

H. PROSES KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a. Pengkajian Primer

1)Airway

Airway adalah jalan napas, dalam airway yang dikaji adalah

untuk mengetahui adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas

karena adanya penumpukan sekret akibat kelemahan reflek batuk.

2)Breathing

Breathing adalah pernafasan, yang dikaji dalam breathing adalah

untuk mengetahui adanya kelemahan menelan, batuk, melindungi


22

jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit atau tidak teratur,

suara nafas terdengar ronchi.

3) Circulation

TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap

lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia,

kulit dan membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap

lanjut.

b. Pengkajian Sekunder

1) Aktivitas dan istirahat

Data Subyektif:

a). Kesulitan dalam beraktivitas seperti kelemahan,

kehilangan sensasi atau paralysis.

b). Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang otot).

Data Obyektif:

a). Perubahan tingkat kesadaran.

b). Perubahan tonus otot, paraliysis (hemiplegia),

kelemahan.

c). Gangguan penglihatan.

2). Sirkulasi

Data Subyektif:

a). Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung,

disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial).


23

Data obyektif:

a). Hipertensi arterial.

b). Disritmia, perubahan EKG.

c). Pulsasi kemungkinan bervariasi.

d). Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta

abdominal.

3). Integritas ego

Data Subyektif:

a). Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.

Data obyektif:

a). Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan ,

kegembiraan.

b). Kesulitan berekspresi diri.

4). Eliminasi

Data Subyektif:

a). Inkontinensia, anuria.

b). Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh), tidak

adanya suara usus (ileus paralitik).

5). Makan dan minum

Data Subyektif:

a). Nafsu makan hilang, sulit menelan.

b). Nausea atau vomitus menandakan adanya peningkatan

tekanan intrakranial.
24

c). Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan,dan disfagia.

d). Riwayat diabetes mellitus, peningkatan lemak dalam

darah.

Data obyektif:

a). Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum

dan faring).

b). Obesitas (faktor resiko).

6). Sensori neural

Data Subyektif:

a). Pusing.

b). Nyeri kepala

c). Kelemahan, dan kaki kesemutan.

d). Penglihatan berkurang.

e). Sentuhan karena kehilangan sensor pada sisi kolateral

pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral (sisi yang

sama).

f). Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:

a). Status mental, keadaan koma biasanya menandai stadium

perdarahan, gangguan tingkah laku seperti letargi, apatis,

menyerang dan gangguan fungsi kognitif.

b). Ekstremitas hemiparese dapat juga terjadi hemiplegi.


25

c). Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa)

kemungkinan ekspresif atau kesulitan berkata kata,

reseptif atau kesulitan berkata kata komprehensif, global

atau kombinasi dari keduanya.

d). Penglihatan berkurang.

e). Reaksi dan ukuran pupil tidak sama.

7). Nyeri

Data Subyektif:

a). Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Data obyektif:

a). Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot

pada wajah.

8). Respirasi

Data Subyektif:

a). Perokok (faktor resiko).

b). Sesak nafas.

9). Interaksi sosial

Data obyektif:

a). Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

c. Pengkajian Sistem Motorik

Menurut Sofwan (2010) stroke adalah penyakit saraf

motorik atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter

terhadap gerakan motorik. Gangguan kontrol motor volunter


26

pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada

sisi yang berlawanan dari otak.

1). Inspeksi umum didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah

satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.

Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah

tanda yang lain.

2). Pemeriksaan sistem motorik

a). Pengamatan

(1) Gaya berjalan dan tingkah laku

(2) Simetri tubuh dan ektremitas.

(3) Kelumpuhan badan dan anggota gerak.

b). Gerakan Volunter

Gerakan volunteer yang dimaksud adalah gerakan

pasien atas permintaan pemeriksa, tujuannya untuk

mengetahui apakah pasien masih dapat menekukan

lengannya di sendi siku, mengangkat lengan di sendi

bahu, mengepal dan meluruskan jari-jari tangan,

menekukan di sendi lutut dan panggul serta

menggerakan jari-jari kakinya. Gerakannya meliputi :

(1) Mengangkat kedua tangan pada sendi bahu.

(2) Fleksi dan ekstensi.

(3) Adduksi dan abduksi

(4) Mengepal dan membuka jari-jari tangan.


27

(5) Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul.

(6) Infersi dan efersi

(7) Pronasi dan supinasi

(8) Gerakan jari- jari kaki

c). Tonus otot

Pasien diminta melemaskan ekstremitas yang

hendakdiperiksa kemudian ekstremitas tersebut kita

gerak-gerakkanfleksi dan ekstensi pada sendi siku dan

lutut. Pemeriksa menggerakan secara pasif lengan bawah

sendi siku dan tungkai bawah di sendi lutut berulang kali

secara perlahan kemudian secara cepat. Tahanan yang

terasa oleh pemeriksa sewaktu menekuk dan meluruskan

bagian anggota tubuh harus dinilai menurun, normal atau

meningkat. Tonus yang meningkat dirasakan dengan

tingkat kesulitan dalam menekuk dan meluruskan lengan

bawah sendi siku dan tungkai bawah di sendi lutut.

Sedangkan jika tonus hilang, tidak ada terasa hambatan

waktu menekuk dan meluruskan lengan bawah sendi siku

dan tungkai bawah di sendi lutut.Pada orangnormal

terdapat tahanan yang wajar.

Keterangan :

(1) Flaccid : tidak ada tahanan sama sekali

(2) Hipotoni : tahanan berkurang


28

(3) Spastik : tahanan meningkat dan terdapat pada

awalgerakan

(4) Rigid : tahanan kuat terus menerus selama gerakan

e). Kekuatan otot

Pemeriksaan ini menilai kekuatan otot,

untukmemeriksa kekuatan otot ada dua cara pasien

disuruh menggerakkan bagian ekstremitasatau

badannya dan pemeriksa menahan gerakanini.

Pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas ataubadan

pasien dan disuruh menahan. Cara menilai kekuatan

otot dengan menggunakan angka dari 0-5.

Keterangan skala kekuatan otot :

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi otot, lumpuh

total.

1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak

didapatkangerakan pada persendian yang harus

digerakkan olehotot tersebut.

2 : Didapatkan gerakan,tetapi tidak mampu melawan

gravitasi

3 : Dapat melawan gravitasi tanpa penahanan

4 : Dapat melawan gravitasi dengan penahanan sedang

5 : Tidak ada kelumpuhan ( normal ), dapat melawan

gravitasi secara penuh


29

3). Pemeriksaan refleks

a). Pemeriksaan refleks fisiologis

Refleks fisiologis meliputi refleks peregangan otot yang

muncul pada stimulasi tendon, periosteum, tulang,

persendian, dan fascia. Perlatan yang biasa digunakan

adalah reflex hammer, dan pasien harus dalam keadaan

rileks pada saat dilakukan pemeriksaan.

(1) Refleks biceps

Pasien dalam keadaan duduk dan rileks, lengan pasien

sedikit ditekuk dengan telapak tangan mengarah ke

bawah, kemudian letakkan siku pasien pada tangan

pemeriksa dan letakkan ibu jari pemeriksa untuk

menekan tendon biceps, kemudian dengan

menggunakan palu refleks, pukul ibu jari yang menekan

tendon untuk memunculkan refleks biceps. Reaksi

pertama adalah kontraksi otot dari refleks biceps dan

kemudian fleksi ada siku.

2) Refleks triceps

Pasien duduk dalam posisi rileks, kemudian letakkan

lengan pasien pada tangan pemeriksa, posisi pasien

sama dengan pemeriksan biceps, pasien diminta

merilekskan lengannya. Saat lengan sudah benar-benar

rileks, pukul tendon triceps yang melalui fosa olecranii.


30

Reaksinya adalah kontraksi otot triceps dan sedikit

terhentak.

3) Refleks Patella

Pasien duduk dengan posisi tungkai menggantung,

lakukan palpasi pada sisi kiri dan kanan tendon patella,

kemudian tahan daerah distal paha dengan

menggunakan satu tangan, sedangkan tangan yang lain

memukul tendon patella untuk memunculkan refleks

patella. Tangan pemeriksa yang menahan bagian distal

paha akan merasakan kontraksi otot quadriceps dan

pemeriksa dapat melihat gerakan tiba-tiba dari tungkai

bagian bawah.

4) Refleks Achilles

Pasien duduk dengan satu tungkai menggantung atau

berbaring dengan posisi supinasi, tegangkan tendon

achilles dengan cara menahan kaki di posisi

dorsofleksi, kemudian pukul tendon achilles dengan

ringan dan cepat untuk memunculkan refleks achilles

yaitu fleksi kaki yang tiba-tiba.

b). Pemeriksaan refleks patologis

(1) Refleks Hoffman dan tromner

Dilakukan dengan ekstensi jari tengah pasien, refleks

Hoffman dilakukan denga cara petikan pada kuku jari


31

tengah. Refleks Hoffman tromner positif apabila timbul

gerakan fleksi pada ibu jari, jari telunjuk, dan jari

lainnya.

2) Refleks Babinski

Goreskan ujung palu refleks pada telapak kaki pasien,

goresan dimulai pada tumit menuju ke atas dengan

menyusuri bagian lateral telapak kaki, kemudian

setelah sampai pada pangkal kelingking, goresan

dibelokkan ke medial sampai akhir pada pangkal

jempol kaki. Refleks babinski positif jika ada respon

dorsofleksi ibu jari yang disertai pemekaran jari-jari

yang lain.

3) Refleks Chaddock

Dilakukan goresan dengan ujung palu refleks pada kulit

dibawah maleolus eksternus, goresan dilakukan dari

atas ke bawah (dari proksimal ke distal). Refleks

chaddock postiif bila ada respon dorsofleksi ibu jari

kaki yang disertai pemekaran jari-jari yang lain.

4) Refleks Oppenheim

Dengan menggunakan jempol dan jari telunjuk

pemeriksa, tulang tibia pasien diurut dari atas ke

bawah. Refleks Oppenheim positif jika ada respon


32

dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai pemekaran jari-

jari yang lain.

5) Refleks Gordon

Dilakukan pemijatan pada otot betis, refleks Gordon

positif jika ada respon dorsofleksi yang disertai

pemekaran jari-jari lain.

6) Refleks Schaefer

Dilakukan pada tendon achilles, refleks schaefer positif

jika ada respon dorsofleksi ibu jari kaki yang disertai

pemekaran jari-jari yang lain.

7) Refleks rossolimo-mendel bechterew

Refleks rossolimo dilakukan dengan cara melakukan

ketukan palu refleks pada telapak kaki di daerah basis

jari-jari pasien, refleks mendel bechterew dilakukan

dengan cara menggunakan palu refleks pada daerah

dorsum pedis basis jari-jari kaki. Refleks rossolimo-

mendel bechterew positif jika timbul fleksi plantar jari-

jari kaki.

Refleks dapat diinterpretasikan sebagai refleks negative,

menurun, normal, meningkat, atau hiperaktif dengan kriteria :

0 : Tidak berespon

+1 : Agak menurun, dibawah normal

+2 : Normal
33

+3 : Lebih cepat dibanding normal

+4 : Hiperaktif

4). Sistem skoring stroke siriraj

Ada beberapa pedoman dan kriteria serta alat-alat yang

digunakan untuk memperkirakan penyebab stroke, selain

tentunya gejala klinis pada pasien. Salah satu pedoman

yaitu dengan cara sistem skoring stroke siriraj. Pertama-

tama kita menghitung jumlah skor dari keadaan pasien, lalu

setelah ketemu, hasilnya dicocokan dengan interprestasi

pada rumus berikut :

(2,5 X derajat kesadaran) + (2 X skor muntah) + (2 X skor

nyeri kepala) + (0,1 X tekanan diastolik) – (3 X skor adanya

ateroma) – 12

Keterangan :

a) Derajat kesadaran 0 = kesadaran penuh (composmentis)

Derajat kesadaran 1 = somnolen

Derajat kesadaran 2 = koma

b) Skor muntah 0 = tidak ada

Skor muntah 1 = ada

c) Skor nyeri kepala 0 = tidak ada

Skor nyeri kepala 1 = ada

d) Skor adanya ateroma 0 = tidak ada


34

Skor adanya ateroma 1 = salah satu atau lebih (diabetes,

angina, penyakit pembuluh darah).

Setelah didapatkan nilai hasil akhirnya, maka bisa

dicocokkan dengan tabel berikut :

Tabel 2.1. Skor Stroke Siriraj

Skor Stroke Siriraj Interprestasi

Skor > 1 Perdarahan supratentorial

Skor -1 sampai 1 Perlu CT Scan

Skor <-1 Infark (stroke iskemik)


35

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pathways

Hipertensi Hiperlipidemia Trombus/Emboli

Aterosklerosis

Penyumbatan arteri otak

Infark jaringan otak

Suplai darah dan O2 ke otak menurun

Gangguan Neurologi Vasospasme arteri Ketidakefektifan


Perfusi Jaringan
Pusing
Serebral

Nyeri Akut
Penekanan saluran pernafasan

Gangguan Hemiparese Hemiplegi

Nervus IX dan X Dispnea

Kesulitan sulit Kerusakan Resiko


menelan Ketidakefe
mobilitas Injury
berbicara ktifan Pola
fisik
Nafas

Gangg Resiko
uan Gangguan
Ketidakseimbangan
komu Menelan
Nutrisi Kurang Dari
nikasi Kebutuhan Tubuh
verbal

Gambar 2.3. Pathways Stroke Non Hemoragik


Sumber : Hidayat (2009)
36

b. Diagnosa Keperawatan

1). Ketidakefektifan pola nafas

a). Definisi : Inspirasi dan ekspirasi yang tidak

memberiventilasi adekuat

b). Batasan Karakteristik :

(1) Perubahan kedalaman pernapasan

(2) Perubahan ekskursi dada

(3) Mengambil posisi tiga titik

(4) Bradipnea

(5) Penurunan tekanan ekspirasi

(6) Penurunan tekanan inspirasi

(7) Dispnea

(8) Pernapasan cuping hidung

(9) Ortopnea

(10) Takipnea

(11) Fase ekspirasi memanjang

(12) Penggunaan otot aksesorius untuk bernapas

c).Faktor yang Berhubungan :

(1) Ansietas

(2) Posisi tubuh

(3) Deformitas tulang

(4) Deformitas dinding dada

(5) Keletihan
37

(6) Hiperventilasi

(7) Sindrom hipoventilasi

(8) Gangguan musculoskeletal

(9) Kerusakan neurologis

(10) Imaturitas neurologis

(11) Disfungsi neuromuscular

(12) Obesitas

(13) Nyeri

(14) Keletihan otot pernapasan

(15) Cedera medulla spinalis

d). Intervensi yang Disarankan :

(1) Airway Management (3140)

(2) Airway Suctioning (3160)

(3) Oxygen Therapy(3320)

(4) Positioning (0840)

(5) Respiratory Monitoring (3350)

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

a). Definisi : Mengalami penurunan sirkulasi jaringan otak yang

yang dapat mengganggu kesehatan.

b). Batasan Karakteristik :

(1) Masa tromboplastin parsial abnormal

(2) Masa protrombin abnormal

(3) Segmen ventrikel kiri akinetik


38

(4) Aterosklerosis

(5) Diseksi arteri

(6) Fibrilasi atrium

(7) Koagulasi intravascular

(8) Hipertensi

(9) Trauma kepala

(10) Tumor otak

(11) Embolisme

(12) Baru terjadi infark miokardium

(13) Penyalahgunaan zat

(14) Neoplasama otak

c). Faktor yang Berhubungan :

(1) Peningkatan tekanan intrakranial

d). Intervensi yang Disarankan :

(1) Intracranial Pressure Monitoring (2590)

(2) Neurologic Monitoring (2620)

(3) Peripheral Sensation Management (0180)

(4) Positioning Neurologic (0844)

(5) Vital Signs Monitoring (6680)

3. Nyeri akut

a). Definisi : Pengalaman sensori dan emosional yang tidak

menyenangakan yang muncul akibat kerusakan jaringan

yang aktual dan potensial atau digambarkan dalam hal


39

kerusakan sedemikian rupa yang tiba-tiba atau lambat dari

intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 6

bulan.

b). Batasan Karakteristik :

(1) Perubahan selera makan

(2) Perubahan tekanan darah

(3) Perubahan frekuensi jantung

(4) Perubahan frekuensi pernafasan

(5) Laporan isyarat

(6) Diaforesis

(7) Perilaku distraksi (berjalan mondar mandir, mencari

orang lain, dan aktivitas yang berulang)

(8) Mengekspreksikan perilaku (gelisah, merengek,

menangis)

(9) Masker wajah (mata kurang bercahaya, tampak kacau,

gerakan mata bepencar atau tetap pada satu focus)

(10) Sikap melindungi area nyeri

(11) Fokus menyempit (gangguan persepsi nyeri, hambatan

proses berpikir, penurunan interaksi dengan orang dan

lingkungan)

(12) Indikasi nyeri yang dapat diamati

(13) Perubahan posisi untuk menghindari nyeri


40

(14) Sikap tubuh melindungi

(15) Dilatasi pupil

(16) Melaporkan nyeri secara verbal

(17) Fokus pada diri sendiri

(18) Gangguan tidur

c). Faktor yang Berhubungan :

(1) Agens cedera (biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

d). Intervensi yang Disarankan :

(1) Analgesic Administration (2210)

(2) Environmental Management Comfort (6482)

(3) Medications Administration(2300)

(4) Medication Management (2380)

(5) Pain Management (1400)

4. Gangguan menelan

a). Definisi : Abnormal fungsi mekanisme menelan yang

dikaitkan dengan defisit struktur atau fungsi oral, faring,

dan esophagus

b). Batasan Karakteristik :

Gangguan Fase Esofagus :

(1) Abnormalitas pada fase esophagus pada pemeriksaan

menelan

(2) Pernafasan bau asam

(3) Bruksisme
41

(4) Nyeri epigastrik

(5) Menolak makanan

(6) Nyeri ulu hati

(7) Hematemesis

(8) Hiperekstensi kepala (membungkuk pada saat atau

setelah makan)

(9) Bangun malam karena mimpi buruk

(10) Batuk malam hari

(11) Terlihat bukti kesulitan menelan (stasis makanan pada

rongga mulut)

(12) Odinofagia

(13) Regurgitasi isi lambung

(14) Kegelisahan yang tidak jelas seputar waktu makan

(15) Muntah

Gangguan Fase Oral :

(1) Abnormalitas pada fase oral pada pemeriksaan menelan

(2) Tersedak sebelum menelan

(3) Batuk sebelum menelan

(4) Makanan jatuh dari mulut

(5) Makanan terdorong keluar dari mulut

(6) Pembentukan bolus terlalu lambat


42

Gangguan Fase Faring :

(1) Abnormalitas pada fase faring pada pemeriksaan

menelan

(2) Gangguan posisi kepala

(3) Tersedak

(4) Batuk

(5) Keterlambatan menelan

(6) Menolak makan

(7) Muntah

(8) Ketidakadekuatan elevasi laring

(9) Fefluksi nasal

c). Faktor yang Berhubungan :

Defisit Kongenital :

(1) Masalah perilaku makan

(2) Gangguan dengan hipotonia signifikan

(3) Penyakit jantung congenital

(4) Gagal bertumbuh

(5) Riwayat makan dengan slang

(6) Obstruksi mekanis (edemia, slang trakeostomi, tumor)

(7) Gangguan neuromuscular (penurunan atau hilangnya

refleks muntah, penurunan kekuatan atau ekskursi otot

yang terlibat dalam mastikasi, gangguan persepsi,

paralis fasial)
43

(8) Malnutrisi energi protein

(9) Gangguan pernapasan

(10) Anomaly saluran napas atas

Masalah neurologis :

(1) Akalasia

(2) Defek anatomic didapat

(3) Paralis serebral

(4) Gangguan saraf cranial

(5) Keterlambatan perkembangan

(6) Defek esophagus

(7) Abnormalitas orofaring

(8) Prematuritas

(9) Penyakit refluks gastroesofagus

(10) Abnormalitas laring

(11) Defek laring

(12) Defek nasal

(13) Defek rongga

(14) Nasofaring

(15) Defek trakea

(16) Trauma

(17) Cedera kepala traumatik

(18) Anomali jalan napas atas


44

d). Intervensi yang Disarankan :

(1) Aspiration Precautions(3200)

(2) Feeding(1050)

(3) Self Care Assistance Feeding (1803)

(4) Surveillance (6650)

(5) Swallowing Therapy (1860)

5. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

a). Definisi : Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolik

b). Batasan Karakteristik :

(1) Kram abdomen

(2) Nyeri abdomen

(3) Menghindari makanan

(4) Berat badan 20% atau lebih di bawah berat badan ideal

(5) Kerapuhan kapiler

(6) Diare

(7) Bising usus berlebihan

(8) Kurang minat pada makanan

(9) Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat

(10) Membrane mukosa pucat

(11) Tonus otot menurun

(12) Mengeluh gangguan sensasi rasa

(13) Cepat kenyang setelah makan


45

(14) Sariawan rongga mulut

(15) Steatorea

(16) Kelemahan otot pengunyah

(17) Kelemahan otot untuk menelan

c). Faktor yang Berhubungan :

(1) Faktor biologis

(2) Faktor ekonomi

(3) Ketidakmampuan mengabsorbsi makanan

(4) Ketidakmampuan untuk mencerna makanan

(5) Ketidakmampuan menelan makanan

(6) Faktor psikologis

d). Intervensi yang Disarankan

(1) Fluid Management (4120)

(2) Nutrition Management (1100)

(3) Nutritional Counseling(5246)

(4) Nutrition Therapy (1120)

(5) Nutritional Monitoring (1160)

6. Kerusakan mobilitas fisik

a). Definisi : Keterbatasan pada pergerakan fisik tubuh atau satu

atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah

b). Batasan Karakteristik :

(1) Penurunan waktu reaksi

(2) Kesulitan membolak balik posisi


46

(3) Melakukan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan

(4) Dispnea setelah beraktivitas

(5) Perubahan cara berjalan

(6) Gerakan bergetar

(7) Keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan

motorik halus

(8) Keterbatasan kemampuan melakukan ketrampilan

motorik kasar

(9) Keterbatasan rentang pergerakan sendi

(10) Tremor akibat pergerakan

(11) Ketidakstabilan postur

(12) Pergerakan lambat

c). Faktor yang Berhubungan :

(1) Intoleran aktivitas

(2) Perubahan metabolisme seluler

(3) Ansietas

(4) Indeks massa tubuh diatas persentik ke 75 sesuai usia

(5) Gangguan kognitif

(6) Kontraktur

(7) Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia

(8) Fisik tidak bugar

(9) Penurunan ketahanan tubuh

(10) Penurunan kendali otot


47

(11) Penurunan masa otot

(12) Penurunan kekuatan otot

(13) Kurang pengetahuan tentang nilai aktivitas fisik

(14) Keadaan mood depresif

(15) Keterlambatan perkembangan

(16) Ketidaknyamanan

(17) Dissue

(18) Kaku sendi

(19) Kurang dukungan lingkungan (fisik atau sosial)

(20) Ketrbatasan ketahanan kardiovaskular

(21) Kerusakan integritas struktur tulang

(22) Malnutrisi

(23) Gangguan musculoskeletal

(24) Gangguan neuromuscular

(25) Nyeri

(26) Agens obat

(27) Program pembatasan gerak

(28) Keengganan memulai pergerakan

(29) Gaya hidup monoton

(30) Gangguan sensori perceptual

d). Intervensi yang Disarankan :

(1) Exercise Therapy Ambulation (0221)

(2) Exercise Therapy Joint Mobility (0224)


48

(3) Exercise Promotion (0200)

(4) Exercise Therapy Muscle Control (0226)

(5) Energy Management(0180)

7. Gangguan komunikasi verbal

a). Definisi : Penurunan, kelambatan, atau ketiadaan

kemampuan untuk menerima, memproses, mengirim, dan

menggunakan sistem simbol

b). Batasan Karakteristik :

(1) Tidak ada kontak mata

(2) Tidak dapat bicara

(3) Kesulitan mengekspresikan pikiran secara verbal

(4) Kesulitan menyusun kalimat

(5) Kesulitan memahami pola komunikasi yang biasa

(6) Kesulitan menggunakan ekspresi tubuh

(7) Kesulitan menggunakan ekspresi wajah

(8) Disorientasi orang, ruang, dan waktu

(9) Defisit visual parsial

(10) Bicara pelo

(11) Bicara dengan kesulitan

c). Faktor yang Berhubungan :

(1) Ketiadaan orang terdekat

(2) Perubahan konsep diri

(3) Perubahan sistem saraf pusat


49

(4)Defek anatomis (celahpalatum, perubahan

neuronmuscular pada sistem penglihatan, pendengaran,

dan apparatus fonatori)

(5) Tumor otak

(6) Harga diri rendah kronik

(7) Perubahan harga diri

(8) Perbedaan budaya

(9) Penurunan sirkulasi ke otak

(10)Perbedaan yang berhubungan dengan usia

perkembangan

(11) Gangguan emosi

(12) Kendala lingkungan

(13) Kurang informasi

(14) Hambatan fisik (trakeostomi, intubasi)

(15) Kondisi psikologis (psikosis, kurang stimulus)

(16) Harga diri rendah situasional

(17) Stress

(18) Efek samping obat (agens farmaseutikal)

(19) Pelemahan sistem musculoskeletal

d). Intervensi yang Disarankan :

(1) Anxiety Reduction(5820)

(2) Assertiveness Training (4340)

(3) Cognitive Stimulation(4720)


50

(4) Communication Enhancement Speech Deficit (4976)

(5) Decision Making Support (5250)

8. Resiko injury

a). Definisi : Berisiko mengalami cedera sebagai akibat kondisi

lingkungan yang berinteraksi dengan sumber adaptif dan

sumber defensif individu

b). Batasan Karakteristik :

Eksternal :

(1) Biologis (mikroorganisme)

(2) Zat kimia (racun, alkohol, obat)

(3) Manusia (faktor kognitif, afektif, dan psikomotor)

(4) Cara pemindahan

(5) Nutiri (vitamin dan jenis makanan)

(6) Fisik (struktur, pebngaturan komunitas dan peralatan)

Internal :

(1) Profil darah yang abnormal (gangguan faktor koagulasi,

trombositopenia, penurunan hemoglobin)

(2) Disfungsi biokimia

(3) Usia perkembangan (fisiologis, psikososial)

(4) Disfungsi efektor

(5) Disfungsi imun-autoimun

(6) Disfungsi integrative

(7) Malnutrisi
51

(8) Fisik (gangguan mobilitas)

(9) Psikologis (orientasi afektif)

(10) Disfungsi sensorik

(11) Hipoksia jaringan

c). Faktor yang Berhubungan :

(1) Kelemahan motorik

(2) Penurunan tingkat kesadaran

d). Intervensi yang Disarankan

(1) Environmental Management Safety(6486)

(2) Fall Prevention(6490)

(3) Incident Reporting (7980)

(4) Security Enhancement (5380)

(5) Risk Identication (6610)


52

3. Fokus Rencana Intervensi Tabel 2.2 Fokus Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi


Keperawatan
1 Ketidakefekti Respiratory status : Ventilation Airway Management(3140)
fan pola (0403) 1. Monitor respirasi
nafas Setelah dilakukan tindakan dan status O2
keperawatan selama 3x24 jam 2. Posisikan pasien
diharapkan masalah pola nafas untuk
tidak efektif dapat teratasi memaksimalkan
dengan kriteria hasil: ventilasi
Indikator Awal Akhir 3. Identifikasi pasien
1.Frekuensi 1 5 perlunya
nafas sesuai pemasangan alat
yg diharapkan jalan nafas buatan
2.Irama nafas 1 5 4. Auskultasi suara
3.Penggunaan 1 5 nafas, catat adanya
otot tambahan bunyi suara nafas
4.Dispnea 1 5 tambahan
5. Informasikan pada
Keterangan : pasien dan keluarga
1 : sangat berat tentang teknik
2 : berat relaksasi
3 : sedang 6. Ajarkan batuk secara
4 : ringan efektif
5 : tidak ada 7. Berikan oksigenasi
Oxygen Therapy (3320)
1. Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
2. Pertahankan jalan
nafas yang paten
3. Monitor aliran oksigen
4. Pertahankan posisi
pasien
5. Observasi adanya
tanda hipoventilasi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi


Keperawatan
53

2 Ketidakefekti Circulation status (0401) Peripheral Sensation


fan Perfusi Setelah dilakukan tindakan Management (0180)
Jaringan keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor adanya
Serebral diharapkan masalah daerah tertentu
ketidakefektifan jaringan perfusi yang hanya peka
serebral dapat teratasi dengan terhadap panas/
kriteria hasil: dingin/tajam/
Indikator Awal Akhir tumpul
1.Tekanan 1 5 2. Monitor adanya
darah paretese
sistolik dan 3. Instruksikan
diastolic keluarga untuk
2.Nadi 1 5 mengobservasi
perifer kulit jika ada lesi
3.Adanya 1 5 atau laserasi
tanda 4. Batasi gerakan
peningkatan pada kepala, leher,
tekanan dan punggung
intrakranial 5. Monitor adanya
tromboplebitis
Keterangan : 6. Ciptakan lingkungan
1 : sangat berat yang nyaman
2 : berat 7. Kolaborasi pemberian
3 : sedang obat
4 : ringan Neurologic Monitoring
5 : tidak ada (2620)
1. Monitor ukuran,
bentuk,
kesimetrisan, dan
reaktivitas pupil.
2. Monitor tingkat
kesadaran
3. Monitor GCS
4. Monitor vital signs
5. Monitor status
pernapasan
6. Tingkatkan frekuensi
monitoring
neurologi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi


Keperawatan
3 Nyeri Akut Pain Level (2102) Pain Management(1400)
Setelah dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian
54

keperawatan selama 3x24 jam nyeri secara


diharapkan masalah nyeri klien komprehensif
teratasi dengan kriteria hasil : termasuk lokasi,
Indikat Awal Akhir karakteristik, durasi,
or frekuensi, kualitas,
1.Mela 1 5 dan faktor presipitasi
porkan 2. Observasi reaksi non
adanya verbal dan
nyeri ketidaknyamanan
2.Freku 1 5 3. Gunakan teknik
ensi komunikasi
nyeri terapeutik untuk
3.Ekspr 1 5 mengetahui
esi pengalaman nyeri
wajah pasien
4.Tand 1 5 4. Kontrol lingkungan
a-tanda yang dapat
vital mempengaruhi
seperti suhu ruangan,
Keterangan : pencahayaan, dan
1 : sangat berat kebisingan
2 : berat 5. Kurangi faktor
3 : sedang presipitasi nyeri
4 : ringan 6. Ajarkan teknik non
5 : tidak ada farmakologi
7. Tingkatkan istirahat
8. Ciptakan lingkungan
yang nyaman
9. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik sesuai
indikasi
Analgesic administration
(2210)
1. Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
pertama kali
2. Cek riwayat alergi
3. Kolaborasikan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya nyeri
4. Berikan analgesic tepat
waktu terutama saat
nyeri hebat
5. Evaluasi efektivitas
analgesic, tanda, dan
55

gejala

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi


Keperawatan
4 Gangguan Swallowing Status (1010) Swallowing Therapy (1860)
Menelan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan
keperawatan selama 3x24 jam gejala pasien
diharapkan masalah gangguan terhadap aspirasi
menelan dapat teratasi dengan 2. Monitor tanda
kriteria hasil : kelelahan selama
Indikator Awal Akhir makan, minum, dan
1.Kema 1 5 menelan
mpuan 3. Bantu pasien untuk
mengun duduk dalam posisi
yah tegak saat makan
2.Kema 1 5 4. Bantu pasien untuk
mpuan mempertahankan
menerim posisi duduk selama
a 30 menit setelah
makanan makan
3.Reflek 1 5 5. Instruksikan pasien
menelan untuk meraih
4.Produk 1 5 makanan di bibir atau
si air liur dagu dengan lidah
6. Instruksikan pasien
Keterangan : dan keluarga
1 : sangat berat bagaimana posisi
2 : berat pasien saat makan
3 : sedang 7. Instruksikan pasien
4 : ringan dan keluarga tentang
5 : tidak ada kebutuhan gizi dan
diet modifikasi yang
telah berkolaborasi
dengan ahli gizi
8. Kolaborasi dengan
ahli terapi untuk
menginstruksikan
pada keluarga pasien
tentang latihan
mengunyah dan
menelan
9. Kolaborasi dengan
tenaga kesehatan
lainnya untuk
menyediakan rencana
rehabilitasi
56

10. Konsultasikan
dengan ahli gizi
tentang konsistensi
makanan yang
diberikan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi


Keperawatan
5 Ketidakseimb Nutritional Status (1004) Nutrition Management
angan Nutrisi Setelah dilakukan tindakan (1100)
Kurang Dari keperawatan selama 3x24 jam 1. Kaji adanya alergi
Kebutuhan diharapkan masalah makanan
Tubuh ketidakseimbangan nutrisi dapat 2. Kolaborasi dengan ahli
teratasi dengan kriteria hasil : gizi untuk menentukan
Indikator Awal Akhir jumlah kalori dan
nutrisi yang
1. Adanya 1 5
dibutuhkan pasien
peningkatan
3. Berikan informasi
berat badan
tentang kebutuhan
sesuai dengan
nutrisi
tujuan
4. Ajarkan pasien
2. Berat badan 1 5
bagaimana cara
ideal sesuai
membuat catatan
dengan tinggi
makanan harian
badan
5. Atur pola makan
3. Tidak ada 1 5
pasien
tanda-tanda
6. Tentukan kemampuan
malnutrisi
pasien untuk
4. Tidak terjadi 1 5
memenuhi kebutuhan
penurunan
gizi
berat badan
7. Dorong pasien untuk
yang berarti
makan makanan yang
dianjurkan
Keterangan:
Nutritional monitoring (1160)
1: Parah
1. BB pasien dalam batas
2: Berat
normal
3: Sedang
2. Monitor adanya
4: Ringan
penurunan BB
5: Tidak ada keluhan
3. Monitor turgor kulit
4. Monitor mual muntah
5. Monitor kadar
albumin, total protein,
hb, dan kadar ht
6. Catat adanya edema
7. Monitor kalori dan
intake nutrisi
8. Monitor pertumbuhan
dan perkembangan
57

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi


Keperawatan
6 Kerusakan Join Movement :Active (0206) Exercise therapy :
Mobilitas Setelah dilakukan tindakan Ambulation (0221)
Fisik keperawatan selama 3x24 jam 1. Monitor vital sign
diharapkan masalah gangguan sebelum dan sesudah
mobilitas fisik dapat teratasi latihan dan lihat
dengan kriteria hasil : respon pasien saat
Indikato Awal Akhir latihan
r 2. Konsultasikan
1.Kesei 1 5 dengan terapi fisik
mbanga tentang rencana
n tubuh ambulasi sesuai
2.Gerak 1 5 dengan kebutuhan
an otot 3. Bantu klien untuk
3.Gerak 1 5 menggunakan
an sendi tongkat saat berjalan
4.Kema 1 5 dan cegah terhadap
mpuan cedera
berpind 4. Ajarkan pasien
ah tentang teknik
ambulasi
Keterangan : 5. Kaji kemampuan
1 : sangat berat pasien dalam
2 : berat mobilisasi
3 : sedang 6. Latih pasien dalam
4 : ringan pemenuhan
5 : tidak ada kebutuhan ADLs
secara mandiri
sesuai kemampuan
7. Dampingi dan bantu
pasien saat
mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan
ADLs
8. Berikan alat bantu
jika klien
memerlukan
9. Ajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika perlu
Exercise promotion(0200)
1. Bantu klien dalam
melakukan aktivitas,
58

mendorong klien
untuk meminta jika
membutuhkan
latihan, bantu
identifikasi program
latihan yang sesuai.
2. Perawatan bedrest:
a. Pertahankan tempat
tidur bersih dan
nyaman.
b. Ubah posisi klien
untuk mencegah
dekubitus
c. Berikan fasilitas
pada klien untuk
aktivitas sesuai
kesukaan klien di
tempat tidur
(membaca, dll)
3. Atur tempat klien
atau posisi tubuh
klien
4. Cegah faktor yang
dapat memicu resiko
injuri
5. Terapi latihan:
ambulasi/ROM:
a. Kaji kemampuan
fungsional untuk
identifikasi
kelemahan atau
kekuatan
b. Berikan jadwal
latihan aktivitas
secara bertahap
c. Mulailah latihan
dari gerakan pasif
menuju aktif pada
semua ekstrimitas
d. Sokong ekstrimitas
59

pada posisi
fungsional
6. Evaluasi penggunaan
alat bantu untuk
pengaturan posisi
selama periode

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi


Keperawatan
7 Gangguan Communication (0902) Communication
Komunikasi Setelah dilakukan tindakan Enhancement : Speech
Verbal keperawatan selama 3x24 jam Deficit(4976)
diharapkan masalah gangguan 1. Kaji tingkat
komunikasi verbal dapat teratasi kemampuan
dengan kriteria hasil : dalam
Indikator Awal Akhir berkomunikasi
1.Kata- 1 5 2. Minta klien
kata yang untuk
digunakan melakukan
tepat dan perintah
jelas sederhana
2.Kontak 1 5 3. Tunjukkan objek
mata baik dan minta pasien
3.Interpre 1 5 menyebutkan
stasi nama objek
pembicara tersebut
an orang 4. Ajarkan klien
lain teknik
4.Interpre 1 5 berkomunikasi
stasi non verbal
bahasa 5. Gunakan bahasa
non yang mudah
verbal dipahami
6. Konsultasikan
Keterangan : kepada ahli
1 : sangat berat terapi wicara
2 : berat 7. Instruksikan pasien
3 : sedang dan keluarga untuk
2 : ringan menggunakan
5 : tidak ada bahasa yang mudah
dipahami pasien

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil (NOC) Intervensi


Keperawatan

8 Resiko Injury Risk Control (1902) Environment Management :


60

Setelah dilakukan tindakan Safety (6486)


keperawatan selama 3x24 jam 1. Sediakan
diharapkan klien terhindar dari lingkungan yang
resiko injury dengan kriteria aman untuk
hasil : pasien
Indikator Awal Akhir 2. Identifikasi
1.Tanda- 5 1 kebutuhan
tanda keamanan pasien
resiko sesuai dengan
injury kondisi fisik
2.Penyeba 5 1 dan fungsi
b resiko kognitif pasien
injury dan riwayat
3.Lingkun 5 1 terdahulu pasien
gan yang 3. Hindari
dapat lingkungan yang
mempeng berbahaya
aruhi 4. Pasang safety rail
pada tempat tidur
Keterangan : 5. Sediakan tempat
1 : tidak pernah tidur yang
2 : jarang nyaman dan
3 : kadang-kadang bersih
4 : sering 6. Batasi
5 : selalu pengunjung
7. Berikan
penerangan yang
cukup
8. Anjurkan
keluarga untuk
menemani pasien
9. Kontrol
lingkungan dari
kebisingan
10. Pindahkan
barang-barang
yang dapat
membahayakan
11.Berikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit
Fall Prevention (6490)
61

1. Identifikasi perilaku
dan faktor-faktor
yang mempengaruhi
risiko jatuh
2. Identifikasi
karakteristik
lingkungan yang
dapat mempengaruhi
risiko jatuh
3. Monitor cara dan
keseimbangan dalam
berjalan dan tingkat
kelelahan dengan
ambulasi
4. Instruksikan pada
klien untuk
membatasi aktivitas
yang berlebih
5. Ajarkan pasien untuk
meminimalkan risiko
jatuh
6. Sediakan alat bantu
untuk melakukan
aktivitas

Anda mungkin juga menyukai