“ELIMINASI”
(MATA KULIAH BERPIKIR KRITIS)
DOSEN PEMBIMBING:
Ns. FEBRIANTI ASTUTI, M.Kep
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3
3. JOHARIAH, A.Md.kep
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Eliminasi.
Makalah ini disusun guna melengkapi tugas Kelompok Kami.
Makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Ibu Ns. Febrtianti Astuti, M.Kep, selaku dosen Mata Kuliah Kebutuhan Dasar
manusia (KDM)
Saya menyadari bahwa Makalah ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan Makalah ini dapat mencapai sasaran
yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.
Penyusun
Kelompok 3 Progsus S1 Keperawatan KLU
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2
DAFTAR ISI................................................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang......................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................. 6
2.1.1 Definisi ............................................................................................... 6
2.1.2 Anatomi Fisiologi Eliminasi Urin......................................................... 6
2.1.3 Anatomi Fisiologi Eliminasi fekal........................................................ 12
2.1.4 Etiologi.................................................................................................. 19
2.1.5 Faktor Predisposisi/Faktor Pencetus..................................................... 22
2.1.6 Klasifikasi............................................................................................. 23
2.1.7 Patofisiologi.......................................................................................... 24
2.1.8 Manifestasi Klinis/Tanda dan Gejala................................................... 27
2.1.9 komplikasi............................................................................................ 28
2.1.10 Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 29
2.1.11 penatalaksanaan.................................................................................. 30
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem perkemihan disebut juga urinari sistem atau renal sistem. Terdiri
dari:
1. Dua buah ginjal, yang berfungsi membuang zat-zat sisa metabolisme
atau zat yang berlebihan dalam tubuh serta membentuk urin.
2. Dua buah ureter, yang berperan untuk mentransport urin ke kandung
kemih/ bladder.
3. Kandung kemih/ bladder, yang merupakan tempat penampungan
urin.
4. Uretra, yang merupakan saluran yang mengalirkan urin dari bladder/
kandung kemih keluar tubuh.
1. Anatomi Ginjal
Masing-masing ginjal mempunyai panjang kira-kira 12 cm dan lebar
2,5 cm pada bagian paling tebal. Berat satu ginjal pada orang
dewasa kira-kira 150 gram dan kira-kira sebesar kepalan tangan.
Ginjal terletak retroperitoneal dibagian belakang abdomen. Ginjal
kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri karena ada hepar disisi
kanan. Ginjal berbentuk kacang, dan permukaan medialnya yang
cekung disebut hilus renalis, yaitu tempat masuk dan keluarnya
sejumlah saluran, seperti pembuluh darah, pembuluh getah bening,
saraf, dan ureter.
Pembungkus ginjal:
a. Bagian dalam: capsula renalis yang berlanjut dengan lapisan
permukaan ureter.
b. Bagian tengah: capsula adiposa yang merupakan jaringan lemak
untuk melindungi ginjal dari trauma.
c. Bagian luar: Fascia renalis (jaringan ikat) yang membungkus
ginjal dan menghubungkannya dengan dinding abdomen
posterior. Jaringan flexible ini memungkinkan ginjal bergerak
dengan lembut saat diafragma bergerak waktu bernafas.
Mencegah penyebab infeksi dari ginjal ke bagian tubuh lainnya.
4. Anatomi Uretra
Uretra merupakan saluran yang mengeluarkan urin keluar tubuh.
Uretra terbentang dari dasar kandung kencing ke orifisium uretra
eksterna. Pada laki-laki panjangnya sekitar 20 cm sedangkan pada
wanita panjangnya sekitar 3-5 cm.
Uretra pria panjang 18-20 cm dan bertindak sebagai saluran untuk
system reproduksi maupun perkemihan. Pada wanita panjang uretra
kira-kira 4 cm dan bertindak hanya sebagai system Perkemihan.
Uretra mulai pada orifisium uretra internal dari kandung kemih dan
berjalan turun dibelakang simpisis pubis melekat ke dinding anterior
vagina. Terdapat sfinter internal dan external pada uretra, sfingter
internal adalah involunter dan external dibawah kontrol volunter
kecuali pada bayi dan pada cedera atau penyakit saraf.
Dinding urethra terdiri dari 3 lapisan:
a. Lapisan otot polos, merupakan kelanjutan otot polos dari Vesika
b. urinaria. Mengandung jaringan elastis dan otot polos. Sphincter
urethra menjaga agar uretra tetap tertutup.
c. Lapisan submukosa, lapisan longgar mengandung pembuluh
darah dan saraf.
d. Lapisan mukosa.
2.1.4 Etiologi
1. Gangguan Eliminasi Urin
a. Intake cairan
Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine atau defekasi. Seperti protein dan
sodium mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi
meningkatkan pembentukan urine intake cairan dari kebutuhan,
akibatnya output urine lebih banyak.
b. Aktivitas
Aktifitas sangat dibutuhkan untuk mempertahankan tonus otot.
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang
baik untuk tonus sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus
otot kandung kemih terjadi pada masyarakat yang menggunakan
kateter untuk periode waktu yang lama. Karena urine secara
terus menerus dialirkan keluar kandung kemih, otot-otot itu tidak
pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi. Aktifitas
yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang
diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolisme
tubuh.
1) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal,
striktur urethra
2) Infeksi
3) Kehamilan
4) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
5) Trauma sumsum tulang belakang
6) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung
kemih, urethra.
7) Umur
8) Penggunaan obat-obatan
2.1.6 Klasifikasi
1. Eliminasi Urin
a. Retensi urine
Retensi urine adalah akumulasi urine yang nyata didalam
kandung kemih akibat ketidakmampuan mengosongkan kandung
kemih.
b. Dysuria
Adanya rasa nyeri, sakit atau kesulitan dalam berkemih.
c. Polyuria
Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti
2500 ml/ hari, tanpa adanya intake cairan.
d. Inkontinensi Urin Ketidaksanggupan sementara atau permanen
otot spingter eksternal untuk mengontrol keluarnya urin dari
kantong kemih.
e. Urinari suppresi Adalah berhenti mendadak produksi urin
2. Eliminasi Fekal
a. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi , yang diikuti
oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan kering.
b. Impaksi
Impaksi feses merupakan akibat dari konstipasi yang tidak
diatasi. Impaksi adalah kumpulan feses yang mengeras,
mengendap di dalam rektum, yang tidak dapat dikeluarkan.
c. Diare
d. Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan
pengeluaran feses yang cair dan tidak berbentuk. Diare adalah
gejala gangguan yang mempengaruhi proses pencernaan,
absorpsi, dan sekresi di dalam saluran GI.
e. Inkontinensia
Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol
keluarnya feses dan gas dari anus.
f. Flatulen
Flatulen adalah penyebab umum abdomen menjadi penuh,
terasa nyeri, dan kram.
g. Hemoroid
Adalah vena-vena yang berdilatasi, membengkak dilapisan
rectum.
2.1.7 Patofisiologi
1. Gangguan Eliminasi Urin
Gangguan pada eliminasi sangat beragam seperti yang telah
dijelaskan di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan
oleh etiologi yang berbeda. Pada pasien dengan usia tua, trauma
yang menyebabkan cedera medulla spinal, akan menyebabkan
gangguan dalam mengkontrol urin atau inkontinensia urin. Gangguan
traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada
medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu
terjadi bersama-sama dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa
kerusakan yang nyata pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa
mengakibatkan efek yang nyata di medulla spinallis. Cedera medulla
spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik
dikaitkan dengan cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan
sebagai syok spinal. Syok spinal merupakan depresi tiba-tiba
aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) di bawah tingkat
cedera. Dalam kondisi ini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian
segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis
komplet dan fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini
mempengaruhi refleks yang merangsang fungsi berkemih dan
defekasi. Distensi usus dan ileus paralitik disebabkan oleh depresi
refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi usus (Brunner &
Suddarth, 2002). Hal senada disampaikan Sjamsuhidajat (2004),
pada komplikasi syok spinal terdapat tanda gangguan fungsi
autonom berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi
ortostatik serta gangguan fungsi kandung kemih dan gangguan
defekasi.
Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian
dan penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini
saling berlawanan dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot
kandung kemih dalam hal penyimpanan dan pengeluaran urin
dikontrol oleh sistem saraf otonom dan somatik. Selama fase
pengisian, pengaruh system saraf simpatis terhadap kandung kemih
menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran
kemih. Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem
simpatis dari aktivitas kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan
peningkatan tekanan otot dari leher kandung kemih dan proksimal
uretra.
Pengeluaran urine secara normal timbul akibat dari kontraksi yang
simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal ini
dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai
neurotransmiter utama yaitu asetilkholin, suatu agen kolinergik.
Selama fase pengisian, impuls afferen ditransmisikan ke saraf
sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal sakral segmen 2-4 dan
informasikan ke batang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran parasimpatis dari pusat kemih sakral spinal.
Selama fase pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran
parasimpatis sakral dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor.
Hambatan aliran simpatis pada kandung kemih menimbulkan
relaksasi pada otot uretra trigonal dan proksimal. Impuls berjalan
sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan
skelet dari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan
resistensi saluran yang minimal. Pasien post operasi dan post partum
merupakan bagian yang terbanyak menyebabkan retensi urine akut.
Fenomena ini terjadi akibat dari trauma kandung kemih dan edema
sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri, epidural
anestesi, obat-obat narkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik,
hematoma pelvik, nyeri insisi episiotomy atau abdominal, khususnya
pada pasien yang mengosongkan kandung kemihnya dengan
manuver Valsalva. Retensi urine post operasi biasanya membaik
sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih yang adekuat.
2.1.9 Komplikasi
1. Masalah Kulit. seperti ruam, infeksi kulit dan luka.
2. Infeksi Saluran Kemih. Inkontinensia bisa meningkatkan risiko
terjadinya infeksi saluran kemih berulang.
3. Mengganggu Kehidupan Sosial. Inkontinensia urine merupakan
masalah yang memalukan, sehingga bisa memengaruhi hubungan
sosial, pekerjaan, dan hubungan pribadi pengidapnya.
4. Prolaps. Bagian dari vagina, kandung kemih, dan terkadang uretra
dapat jatuh ke pintu masuk vagina. Hal ini biasanya disebabkan oleh
melemahnya otot dasar panggul.
2.1.11 Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan pada eliminasi fekal (PPNI, 2018):
a. Konstipasi
1) Periksa tanda dan gejala konstipasi
2) Periksa pergerakan usus, karakteristik feses
3) Identifikasi factor risiko konstipasi
4) Monitor tanda dan gejala rupture usus dan/ atau peritonisis
5) Anjurkan diet tinggi serat
6) Lakukan massage abdomen
7) Lakukan evakuasi feses secara manual
8) Berikan enema atau irigasi
9) Jelaskan etiologi masalah dan alasan tindakan
10) Anjurkan peningkatan asupan cairan
11) Latih buang air besar secara teratur
12) Ajarkan cara mengatasi komstipasi/impaksi
13) Konsultasi dengan tim medis tentang penurunan/
peningkatan frekuensi
14) suara usus
15) Kolaborasi penggunaan obat pencahar
b. Diare
1) Identifikasi penyebab diare
2) Identifikasi riwayat pemberian makanan
3) Identifikasi gejala invaginasi-Monitor warna, volume,
frekuensi, dan konsistensi tinja.
4) Monitor tanda dan gejala hypovolemia
5) Monitor iritasi dan ulserasi kulit di daerah perineal
6) Monitor jumlah pengeluaran diare
7) Monitor keamanan penyiapan makanan
8) Berikan asupan cairan oral
9) Pasang jalur intravena
10) Berikan cairan intravena
11) Ambil sampel darah untuk pemeriksaan darah lengkap dan
elektrolit
12) Ambil sampel feses untuk kultur, jika perlu
13) Anjurkan makanan porsi kecil dan sering secara bertahap
14) Anjurkan menghindari makanan,pembentuk gas, pedas, dan
mengandung laktosa-
15) Kolaborasi pemberian obat antimotilitas
16) Kolaborasi pemberian obat antispasmodic/ spasmolitik
17) Kolaborasi pemberian obat pengeras feses
3. Karakteristik feses
a. Warna yang normal : kuning (bayi), cokelat (dewasa)
b. Bau yang normal : menyengat yang dipengaruhi oleh tipe makanan
c. Konsistensi yang normal : lunak, berbentuk
d. Frekuensi yang normal : bervariasi ; bayi 4-6 kali sehari ( jika
mengonsumsi ASI) atau 1-3 kali sehari ( jika mengonsumsi susu
botol ) ; orang dewasa setiap hari atau 2-3 kali seminggu
e. Jumlah yang normal : 150 gr per hari ( orang dewasa)
f. Bentuk yang normal : menyerupai diameter rektum
g. Unsur-unsur yang normal : makanan tidak dicerna, bakteri mati,
lemak, pigmen empedu, sel-sel yang melapisi mukosa usus, air
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisis kandungan feses : untuk mengetahui kondisi patologis
seperti : tumor, perdarahan dan infeksi.
b. Tes Guaiak : pemeriksaan darah samar di feses yang mengitung
jumlah darah mikroskopik di dalam feses.
Psikologis
a. Depresi.
b. Stres emosi.
c. Konfusi mental.
Farmakologis
a. Antasida mengandung aluminium.
b. Antikolinergik.
c. Antikonvulsan.
d. Antidepresan.
e. Agens antilipemik.
f. Garam bismuth.
g. Kalsium karbonat.
h. Penyekat saluran kalsium.
i. Diuretik.
j. Garam besi.
k. Penyalahgunaan laksatif.
l. Agens antiinflamasi.
m. Nonsteroid.
n. Opiat.
o. Penotiazid.
p. Sedatif.
q. Simpatomimetik
Mekanis
a. Ketidakseimbangan elektrolit.
b. Hemoroid
c. Penyakit Hirschsprung.
d. Gangguan neurologis
e. Obesitas
f. Obstruksi pasca bedah
g. Kehamilan
h. Pembesaran prostat
i. Abses rektal
j. Fisura anal rektal
k. Striktur anal rektal
l. Prolaps rektal
m. Ulkus rektal
n. Rektokel
o. Tumor
Fisiologis
a. Perubahan pola makan
b. Perubahan makanan
c. Penurunan motilitas traktus gastrointestinal
d. Dehidrasi
e. Ketidakadekutan gigi geligi
f. Ketidakadekuatan higiene oral
g. Asupan serat tidak cukup
h. Asupan cairan tidak cukup
i. Kebiasaan makan buruk
2. Diare
Definisi: pasase feses yang lunak dan tidak berbentuk
Batasan karakteristik
a. Nyeri abdomen
b. Sedikitnya tiga kali defekasi perhari
c. Kram
d. Bising usus hiperaktif
e. Ada dorongan
Faktor yang berhubungan:
Psikologis
a. Ansietas
b. Tingkat stres tinggi
Situasional
a. Efek samping obat
b. Penyalahgunaan alkohol
c. Kontaminan
d. Penyalahgunaan laksatif
e. Radiasi
f. Toksin
g. Melakukan perjalanan
h. Selang makan
Fisiologis
a. Proses infeksi
b. Inflamasi
c. Iritasi
d. Malabsorpsi
e. Parasit
PENUTUP
4.1 Kesiimpulan
Eliminasi merupakan proses pembuangan dan terdiri dari eliminasi uri dan
eliminasi alvi. Organ yang berperan dalam proses eliminasi urin adalah ginjal,
kandung kemih, uretra. Gangguan eliminasi urin misalnya retensi urin,
inkontinensia urine dan enuresis.
Sedangkan gangguan eliminasi fecal misalnya konstipasi, impaction,
diare, inkontinesia fecal, flatulens, dan hemoroid. Gangguan eliminasi urine dan
fecal dapat di bantu dgn menggunakan pispot dan urinal, memasang kateter
sementara dan memasang kateter menetap.
4.2 Saran
Demi perbaikan proses pembuatan makalah kedepannya, diharapkan
mahasiswa lebih serius dalam pelaksanaan pembuatan makalah. Bagi rekan
rekan mahasiswa disarankan agar dapat memanfaatkan setiap kesempatan
untuk menambah wawasan dan pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA