Anda di halaman 1dari 15

TUGAS ILMU KEDOKTERA FORENSIK & MEDIKOLEGAL

ANALISIS KASUS (SKENARIO)

DISUSUN OLEH :

Enrico Tjoanda (18700021)

DOSEN PENGAMPU :
DR. H. AGUS MOCH ALGOZI, SP.F(K), SH, DFM.
DR. MEIVY ISNOVIANA., SH., MH.

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

TAHUN AJARAN 2019/2020


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA
SURABAYA

HALAMAN JUDUL PENUGASAN MAHASISWA

Tugas Mata : Ilmu Kedokteran Forensik & Medikolegal


Kuliah

Semester : Semester V

Jenis Tugas : Analisis Kasus (Skenario)

Disusun Oleh :
Enrico Tjoanda 18700021

Dr. H. Agus Moch Algozi, Sp.F(K), SH, DFM.


Dosen
Pengampu
dr. Meivy Isnoviana., SH., MH.

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME


Dengan ini saya menyatakan dalam tugas ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh kredit, nilai atau gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang
pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan
oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar
pustaka.

Surabaya, 14 Desember 2020

Enrico Tjoanda
18700021
SKENARIO 1

Seorang pengusaha setelah mengambil uang di bank, telah ditodong oleh kawanan perampok
dan karena si pengusaha mencoba melawan, maka salah seorang kawanan perampok telah
menusuk perut korban,korban dibawa ke IRD / Rumah Sakit.

Hasil pemeriksaan :
Status generalis
Keadaan umum kurang baik Kesadaran menurun

T : 90/65, N : 106/menit Pernafasan cepat

Status lokalis :

Robekan pada pakaian korban dibagian perut


Luka terbuka pada daerah perut, dengan tepi luka tajam dan rata, ukuran panjang luka 3 cm,
dan dalam luka 10 cm. lewat luka tersebut keluar usus

Pengobatan :
Infuse dan transfuse darah Rawat inap
Laparotomi

Pertanyaan :

1. Bagaimana visum et repertum korban ini? Ada SPVR korban dari polisi.

Dari skenario diatas, visum et repetum yang diajukan adalah vissum et repetum
korban luka ,harus dibuat memenuhi ketentuan umum sebagai berikut:

a. Diketik di atas kertas berkepala surat instansi pemeriksa


b. Bernomor dan bertanggal
c. Mencantumkan kata ”Pro Justitia” di bagian atas kiri (kiri atau tengah)
d. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar
e. Tidak menggunakan singkatan, terutama pada waktu mendeskripsikan
temuan pemeriksaan
f. Tidak menggunakan istilah asing
g. Ditandatangani dan diberi nama jelas
h. Berstempel instansi pemeriksa tersebut
i. Diperlakukan sebagai surat yang harus dirahasiakan
j. Hanya diberikan kepada penyidik peminta visum et repertum. Apabila
ada
k. lebih dari satu instansi peminta, misalnya penyidik POLRI dan penyidik
POM, dan keduanya berwenang untuk itu, maka kedua instansi tersebut
dapat diberi visum et repertum masing-masing asli.
l. Salinannya diarsipkan dengan mengikuti ketentuan arsip pada
umumnya, dan disimpan sebaiknya hingga 20 tahun.

Penulisan VeR harus memenuhi suatu disain dan format tertentu karena
dokumen tersebut akan digunakan sebagai alat bukti dalam proses peradilan. Unsur
penting dalam VeR yang diusulkan oleh banyak ahli adalah sebagai berikut:

1. Pro Justitia

Kata ini harus dicantumkan di kiri atas, dengan demikian visum et


repertum tidak perlu bermeterai. Maksud pencantuman kata "Pro justitia"
adalah sesuai dengan artinya, yaitu dibuat secara khusus hanya untuk
kepentingan peradilan. Di bagian atas tengah dapat dituliskan judul surat
tersebut, yaitu : Visum et Repertum.

PRO JUSTITIA Surabaya,.....

VISUM ET REPERTUM

No :............................
2. Pendahuluan

Pada bagian pendahuluan ini minimal memuat : identitas pemohon


visum et repertum, tanggal dan pukul diterimanya permohonan visum et
repertum, identitas dokter yang melakukan pemeriksaan, identitas objek yang
diperiksa : nama, jenis kelamin, umur, bangsa, alamat, pekerjaan, kapan
dilakukan pemeriksaan, dimana dilakukan pemeriksaan.

Kasus luka tusuk.

Yang bertandatangan di bawah ini, M.Thaha Fawaid dokter spesialis


forensik pada Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas
Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya/RSUD Soetomo, atas
permintaan dari kepolisian sektor Surabaya barat dengan suratnya No. Pol :
R/12/VER/VI/2020/Reskrim tertanggal Sepuluh Maret Tahun Dua Ribu Dua
Puluh maka dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal Sepuluh Maret tahun
Dua Ribu Dua Puluh pukul Dua Belas lewat sepuluh menit Waktu Indonesia
Bagian Barat , bertempat di Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal
RSUD Soetomo.

RSUD Sanglah telah melakukan pemeriksaan korban dengan nomor


registrasi 123456 yang menurut surat tersebut adalah :--------------

Nama :........

Umur :..........

Jenis Kelamin :..........

Warga negara :..........

Pekerjaan :.............

Agama :..............

Alamat:.............
3. Pemberitaan (hasil pemeriksaan)

Memuat hasil pemeriksaan yang objektif sesuai dengan apa yang


diamati terutama dilihat dan ditemukan pada korban atau benda yang diperiksa.
Pemeriksaan dilakukan dengan sistematis dari atas ke bawah sehingga tidak ada
yang tertinggal. Deskripsinya juga tertentu yaitu mulai dari letak anatomisnya,
koordinatnya (absis adalah jarak antara luka dengan garis tengah badan, ordinat
adalah jarak antara luka dengan titik anatomis permanen yang terdekat), jenis
luka atau cedera, karakteristiknya serta ukurannya. Rincian ini terutama penting
pada pemeriksaan korban mati yang pada saat persidangan tidak dapat
dihadirkan kembali.

Pada pemeriksaan korban hidup, bagian ini terdiri dari :

a. Hasil pemeriksaan yang memuat seluruh hasil pemeriksaan, baik


pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Uraian hasil pemeriksaan korban hidup berbeda
dengan pada korban mati, yaitu hanya uraian tentang keadaan umum dan
perlukaan serta hal-hal lain yang berkaitan dengan tindak pidananya
(status lokalis).
b. Tindakan dan perawatan berikut indikasinya, atau pada keadaan
sebaliknya, alasan tidak dilakukannya suatu tindakan yang seharusnya
dilakukan. Uraian meliputi juga semua temuan pada saat dilakukannya
tindakan dan perawatan tersebut. Hal ini perlu diuraikan untuk
menghindari kesalahpahaman tentang tepat tidaknya penanganan dokter
dan tepat-tidaknya kesimpulan yang diambil.
c. Keadaan akhir korban, terutama tentang gejala sisa dan cacat badan
merupakan hal penting guna pembuatan kesimpulan sehingga harus
diuraikan dengan jelas.

Pada bagian pemberitaan memuat 6 unsur yaitu anamnesis, tanda vital,


lokasi luka pada tubuh, karakteristik luka, ukuran luka, dan tindakan
pengobatan atau perawatan yang diberikan.
Korban Luka Tusuk

HASIL PEMERIKSAAN :

1. Korban datang dalam keadaan kesadaran menurun, keadaan kurang baik.


Mengaku bahwa pada saat setelah mengambil uang di bank, telah ditodong
oleh kawanan perampok dan karena si pengusaha mencoba melawan, maka
salah seorang kawanan perampok telah menusuk perut korban, terdapat
robekan pada pakaian korban dibagian perut, luka terbuka pada daerah
perut, dengan tepi luka tajam dan rata, ukuran panjang luka 3 cm, dan dalam
luka 10 cm. lewat luka tersebut keluar usus.
2. Pada korban ditemukan :

a. Robekan pada pakaian korban dibagian perut


b. Luka terbuka pada daerah perut, dengan tepi luka tajam dan rata,
ukuran panjang luka 3 cm, dan dalam luka 10 cm lewat luka
tersebut keluar usus

3. Pada korban dilakukan operasi laparotomy


4. Diberikan Infuse ,transfuse darah, dan Rawat inap.

4. Kesimpulan

Memuat hasil interpretasi yang dapat dipertanggung jawabkan secara


ilmiah dari fakta yang ditemukan sendiri oleh dokter pembuat visum et
repertum, dikaitkan dengan maksud dan tujuan dimintakannya visum et
repertum tersebut. Pada bagian ini harus memuat minimal 2 unsur yaitu jenis
luka dan kekerasan dan derajat kualifikasi luka.

5. Penutup

Seperti Visum et Repertum pada umumnya pada Penutup memuat kata


“Demikian Visum et Repertum ini dibuat dengan mengingat sumpah pada
waktu menerima jabatan”.
2. Korban ini ternyata akan dilakukan operasi laparotomy. Perlu pertindik
(informed consent) :

a. Apa itu Persetujuan Tindakan Medik ?

Persetujuan Tindakan Medik/Informed Consent adalah Persetujuan yang


diberikan oleh pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan
medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Tindakan medik adalah
suatu tindakan yang dilakukan terhadap pasien berupa diagnostik atau
terapeutik. Semua tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien harus
mendapat persetujuan.

b. Apa guna Informed consent?

Tujuan dari Informed Consent menurut J. Guwandi adalah:

1. Melindungi pasien terhadap segala tindakan medis yang dilakukan tanpa


sepengetahuan pasien
2. Memberikan perlindungan hukum terhadap akibat yang tidak terduga
dan bersifat negatif, misalnya terhadap risk of treatment yang tak
mungkin dihindarkan walaupun dokter sudah mengusahakan
semaksimal mungkin dan bertindak dengan sangat hati-hati dan teliti.

c. Siapa yang menjelaskan dan siapa yang bertanda tangan?

Yang berhak menjelaskan/memberikan informasi ke pasien adalah

 Dokter yang memberikan perawatan/pelaku


pemeriksaan/tindakan dan juga dokter lain yang berwenang.

Yang bertanda tangan pada lembar informed consent adalah

 Pasien yang telah dewasa (>21)


 Keluarga/wali jika pasien belum cukup umur
 Pasien dalam keadaan sadar
d. Kalau penderita tidak sadar, dan tidak ada keluarganya. Siapa yang
bertanda tangan? Bagaimana sikap dokter? Dan bagaimana informed
consentnya?

Pada kasus gawat darurat yang mengancam nyawa, dan tidak ada keluarga
terdekat maka tindakan dokter yang bisa dilakukan tanpa persetujuan tindakan
dokter (Permenkes PTK pasal 4). Ini dilandasi oleh doctrine of necessity, dokter
tetap harus melakukan tindakan medik walaupun tanpa persetujuan tindakan
kedokteran(Guwandi, 2004) disebut presumed consent (perkiraan persetujuan).
Presumed consent didasari oleh fiksi hukum, bahwa seseorang dalam keadaan
tidak sadar akan menyetujui apa yang pada umumnya disetujui oleh para pasien
yang berada dalam keadaan sadar pada situasi dan kondisi sakit yang sama.Pada
kasus gawat darurat yang mengancam nyawa dikenal istilah constructive
consent untuk membedakan dengan implied consent pada kasus non gawat
darurat (Guwandi, 2004)

3. Setelah operasi penderita terkena komplikasi, tidak sembuh, maka keluarga


menuduh dokter/RS melakukan malpraktek.

a. Apa sebenarnya malpraktek itu?

Malpraktek merupakan praktik kedokteran yang salah atau tidak sesuai dengan
standar profesi atau standar prosedur operasional dokter. Dokter yang
melakukan malpraktek dapat bertanggung jawab secara pidana, perdata,
maupun administratif.

b. Bagaimana sikap dokter untuk membuktikan tindakan kita bukan


malpraktek?

Membuktikan tindakan kita bukan malpraktek adalah menjelaskan kepada


keluarga penderita terkait dengan komplikasi yang dapat terjadi (hal ini juga
sudah dijelaskan di awal sebelum operasi dengan informed consent). Dan bisa
membawa saksi perawat ataupun keluarga pasien saat melakukan tindakan agar
tidak dianggap malpraktek.
4. Menentukan pisau yang ditusukan ke korban bila luka korban : panjang luka 3
cm, dan dalam luka 10 cm.

a. Pisau I = panjang 9 cm, lebar 3,5 cm


b. Pisau II = panjang 12 cm, lebar 4 cm
c. Pisau III = panjang 12cm, lebar 2,5 cm

Pisau mana yang dipakai untuk menusuk korban ?

Berdasarkan panjang luka dan dalam luka korban, pisau yang dipakai untuk menusuk
korban merupakan Pisau III.
SKENARIO 2

Dokter tiba di TKP pada tanggal 25 Juni 2018, jam 22.00 ditemukan disebuah kamar,
seorang korban laki-laki dalam keadaan tergantung dengan sebuah stagen pada sebuah
“blandar”. Lebam mayat ditemukan pada ujung anggota gerak atas dan bawah. Sendi rahang,
sendi kuduk dan sendi anggota gerak atas kaku. Sendi anggota gerak bawah lemas. Tanda-
tanda pembusukan tidak ditemukan. Tanda kekerasan tidak ada.

Pertanyaan :

1. Untuk kasus ini, apa tujuan dokter pada pemeriksaan TKP?

Tujuannya :

a. Menentukan korban hidup / meninggal


b. Mengumpulkan Barang Bukti --> pemeriksaan toxikologi.
c. Menentukan cara kematian
d. Memperkirakan saat kematian

2. Apa korban benar-benar telah meninggal? Apa tanda-tanda sudah meninggal?

Tanda kematian tidak pasti adalah penafasan berhenti, sirkulasi terhenti, kulit
pucat, tonus otot menghilang dan relaksasi, pembuluh darah retina mengalami
segmentasi dan pengeringan kornea. Sedangkan tanda pasti kematian adalah lebam
mayat (livor mortis), kaku mayat (rigor mortis), penurunan suhu tubuh (algor
mortis), pembusukan, mumifikasi, dan adiposera.

Pada skenario diatas , korban sudah ditemukan tanda kematian pasti atau telah
memasuki tahap cellular death yaitu ditemukannya :

1. Lebam mayat (livor mortis) pada ujung anggota gerak atas dan bawah.
Lebam mayat perlu diketahui agar dapat mengetahui apakah korban sudah
meinggal dunia atau belum dan untuk menentukan perkiraan saat kematiannya.

2. Sendi rahang, sendi kuduk dan sendi anggota gerak atas kaku, sendi anggota
gerak bawah lemas.

Kaku mayat (rigor mortis) juga dapat menentukan perkiraan saat kematian.

3. Apa tindakan dokter bila tanda-tanda pasti kematian tidak ditemukan?

Jika tanda-tanda pasti kematian pasti tidak ditemukan, maka kemungkinan


korban masih dalam tahap somatic death (systemic death/ clinical death) yaitu
pernafasan dan peredaran darah berhenti, jadi dokter harus mencari tanda tanda somatic
death untuk memastikan tanda kematian pasien.

4. Mungkinkah kasus ini suatu pembunuhan? Bagaimana tanda-tandanya?

Berdasarkan skenario diatas, peristiwa tersebut bukan merupakan pembunuhan,


dikarenakan tanda kekerasan, luka luka iris, tembah dll juga tidak ditemukan, dan kalau
misalkan terjadi pembunuhan biasanya dapat dijumpai korban terikat sedemikian rupa
yang tidak mungkin dilakukan korban sendiri..

5. Bagaimana cara menurunkan tubuh korban dengan tali, kain stagen, dsb?

Potonglah bahan penggantung di luar simpul, berkas serabut tali pada tempat
bergantung dan pada leher diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

6. Barang bukti apa yang perlu diamankan?

Pada kasus gantung diri ini serabut tali pada tempat bergantung dan pada leher
diamankan untuk pemeriksaan lebih lanjut

7. Saat kematian korban ini?

Untuk menentukan saat kematian dari korban kita harus memperhatikan, korban
mencapai kematian sistemik atau kematian pasti. Pada korban ini ditemukan tanda
tanda kematian pasti yaitu, Lebam mayat (Livor mortis) dan Kaku mayat (Rigor mortis)
pada korban, dimana pada kasus ini didapatkan Lebam mayat (Livor mortis) pada ujung
anggota gerak atas dan bawah dan Kaku mayat (Rigor mortis) Sendi rahang, sendi
kuduk dan sendi anggota gerak atas kaku. Sendi anggota gerak bawah lemas (Rigor
mortis dapat mulai dari 2-6 jam setelah kematian). Dari kedua data tersebut bisa dilihat
bahwa saat kematian korban ini belum lah lama, hal ini juga didukung dengan
ditemukannya tidak ada pembusukan pada jenazah (dimana pembusukan merupakan
fase fase terakhir dari kematian yang biasanya mulai terjadi sekitar 24-72 jam setelah
kematian). Jadi dapat disimpulkan saat kematian korban ini +- jam 18.00 pada 25 Juni
2018.

8. Bagaimana garis besar teknik otopsi pada korban ini terutama pada lehernya?

Teknik otopsi pada korban ini pada leher.

1. Pemeriksaan Luar

Ditemukan tanda asphyxia pada umumnya

2. Pemeriksaan Dalam

Ditemukan perdarahan pada otot leher, patah tulang Hyoid, patah tulang
rawan larynx & robekan kecil pada pembuluh darah leher & otot leher

9. Bagaimana kesimpulan/pendapat anda? Jika pada korban didapatkan :

 Adanya lidah menjulur


 Keluarnya sperma
 Keluarnya feces/kencing

Menurut saya jika korban didapatkan lidah terjulur, Keluar Sperma, keluar kotoran
itu semua bukan petunjuk cara kematian korban.
SKENARIO 3

Menentukan saat kematian : TKP dilakukan tanggal 20 November jam 10 pagi

1. Pada korban didapat lebam mayat (+), kaku mayat (-)/belum ada. Kapan
meninggalnya?

Jika korban hanya didapatkan lebam mayat (lebam mayat umumnya sudah
terjadi 20-30 menit setelah kematian namun baru kelihatan dalam rentangan 2-4 jam
setelah kematian) jadi, kemungkinan korban meninggal antara Jam 06.00 – 08.00 pagi
tanggal 20 November 2020.

2. Pada korban didapat lebam mayat (+), kaku mayat sebagian, pembusukan (-
)/belum ada. Kapan meninggalnya?

Jika korban belum terjadi pembusukan menandakan korban meninggal belum


lebih dari 24 jam, kaku mayat sebagian biasanya dimulai 2-6 jam setelah kematian,
maka kemungkinan korban meninggal antara Jam 03.00 – 08.00 pagi tanggal 20
November 2020.

3. Pada korban didapatkan lebam mayat (+), kaku mayat (+) seluruh sendi. Kapan
meninggalnya?

Jika pasien mengalami lebam mayat, namun disertai Kaku mayat seluruh sendi
biasanya 12 jam setelah kematian, maka kemungkinan korban meninggal adalah jam
22.00 malam pada tanggal 19 November 2020.

4. Pada korban didapat lebam mayat (+), kaku mayat (+) sebagian, pembusukan (+).
Kapan meninggalnya?
Pembusukan dimulai 18 – 24 jam setelah seseorang meninggal, maka
kemungkinan korban meninggal antara Jam 10.00 pagi – 16.00 sore tanggal 19
November 2020.

5. Pada korban didapat lebam mayat campur pembusukan, kaku mayat (-),
ditemukan telur lalat saja.

Telur lalat muncul 8 – 14 jam setelah kematian, maka kemungkinan korban


meninggal antara 20.00 malam hari tanggal 19 November 2020 - 02.00 pagi tanggal 20
november 2020.

6. Pada korban didapat lebam mayat campur pembusukan, kaku mayat (-) lemas
semua, telur lalat ada, larva lalat umur 2 hari. Kapan meninggalnya?

Larva muncul di hari ke 9 – 12, jika larva umurnya 2 hari maka kemungkinan
korban meninggal 10 Hari lalu pada tanggal 10 November 2020.

7. Pada korban didapat lebam mayat campur pembusukan, kaku mayat (-)/tidak
ada, ditemukan larva + kepompong. Kapan meninggalnya?

Kepompong muncul lebih dari 12 hari setelah kematian, jadi kemungkinan


korban meninggal adalah 12 hari yang lalu pada tanggal 8 November 2020 atau bisa
lebih dari tanggal itu.

Anda mungkin juga menyukai