Anda di halaman 1dari 7

A 30 year old man came to the ER Bhayangkara Hospital Pekanbaru with complains of pain in the

face, hands, and feet. The patient admitted that he was beaten by debt collector because he had a
single debt installment. From the forensic examination, found bruises on the left cheek measuring
2x3 cm, abrasions on the right forearm in the front side of 3x1 cm, and bruises on the lower leg of
the right leg measuring 2x5 cm. the patient came with a Visum et Repertum request letter from the
local police. Patients get wound cleaning and pain medication.

Seorang laki-laki berusia 30 tahun datang ke IGD RS Bhayangkara Pekanbaru dengan keluhan nyeri
pada wajah, tangan, dan kaki. Pasien mengaku dipukuli oleh debt collector karena memiliki cicilan
utang tunggal. Dari pemeriksaan forensik, ditemukan lebam di pipi kiri berukuran 2x3 cm, lebam di
lengan bawah kanan di sisi depan 3x1 cm, dan lebam di tungkai bawah kaki kanan berukuran 2x5 cm.
pasien datang dengan membawa surat permohonan Visum et Repertum dari kepolisian setempat.
Pasien mendapatkan pembersihan luka dan obat pereda nyeri.

Data tambahan :

1. Anamnesis :
- KU
- Kromologi kejadian : apa kejadiannya? Kapan kejadiannya? Dimana kejadiannya?
Bagaimana kejadiannya? Oleh siapa dilakukan/siapa pelakunya?
- Riwayat penyakit yang sebelumnya pernah diderita (yang berkaitan)

2. Pada pakaian
- Ada bercak darah? Kotoran? Robekan?

3. TTV
- Keadaan umum :
- Keasadaran
- RR
- HR
- BP
- Suhu

4. PF head to toe

5. Kondisi luka :
- Lokasi/region :
- Koordinat/patokan :
- Jenis luka :
- Warna :
- Bentuk luka :
- Tepi luka :
- Sudut luka :
- Dasar luka :
- Keadaan sekitar luka :
- Ukuran luka :
- Jembatan jaringan :
- Benda asing :
- Perawatan/pengobatan yang diberikan :

6. Pemeriksaan penunjang
- Rontgen Cranium AP-Lat
- Rontgen Cruris kanan AP-Lat
- Rontgen antebrachia kanan Ap-Lat

Terminologi :

1. Lebam/kontusio/contusion :
- bruising to the skin and underlying tissues from an injury/ memar pada kulit dan jaringan di
bawahnya karena cedera
- Luka tanpa disertai kerusakan kulit

2. Visum et repertum : keterangan tertulis yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi)
penyidik tentang pemeriksaan medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati
ataupun bagian dari tubuh manusia, berupa temuan dan interpretasinya, dibawah sumpah
dan untuk kepentingan peradilan. // a written statement made by a doctor at the written
(official) request of an investigator regarding a medical examination of a human being,
whether living or dead or part of a human body, in the form of findings and interpretations
thereof, under oath and for the benefit of the court.

3. Luka/wound : any damage to the skin and/or underlying tissues caused by an accident, act of
violence, or surgery. Wounds in wich the skin or mucous membrane is broken are called
open ; those wich they remain intact are termed closed. Wound can be devided into the
following categories : incised wound, abrasion, laceration, penetrating wound and
contusion.

4. Abrasion : also called a graze, a wound on the skin surface that is caused by scraping or
rubbing.

5. Laceration : a tear, irregular wound

Identifikasi masalah :

1. Mengapa korban lebam? (patomekanisme lebam)


 Bila dilihat dari skenario, korban menderita lebam. Lebam atau kontusio adalah luka
tumpul. Artinya, korban dianiaya menggunakan senjata tumpul atau bisa dengan tangan
kosong, sehingga tidak ada luka terbuka pada tubuh korban. Lebam terjadi akibat
rupture pembuluh darah dan bocornya darah dari pembuluh darah yang rupture ke
jaringan sekitarnya dengan kulit yang intak.

2. Derajat luka korban? Luka derajat ringan
3. Apa kemungkinan alat yang menyebabkan lebam pada korban?
 Benda2 yang dapat mengakibatkan luka dengan sifat tumpul adalah benda yang
memiliki permukaan tumpul. Luka yang terjadi dapat berupa memar(kontusio,
hematom), luka lecet (ekskoriasi, abrasi) dan luka robek (vulnus laseratum). Pada kasus
ini, berdasarkan scenario korban menderita luka lebam. Kemungkinan korban dipukuli
oleh tangan kosong atau benda tumpul.

4. Mengapa diperlukan Visum et Repertum?


 Karena visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis
dalam 184 KUHP. Pada, Visum et repertum diuraikan segala sesuatu tentang hasil
pemeriksaan medis yang tertuang didalam bagian pemeberitaan, yang karenanya dapat
dianggap sebagai pengganti barang bukti. Isinya juga ada keterangan dari dokter
mengenai hasil pemeriksaan medis di bagian kesimpulan sehingga dapat diketahui apa
yang terjadi pada korban. Jika korban akan menuntut debt kolektor yang telah
melakukan penganiayaan terhdadap korban, maka VeR ini merupakan salah satu bukti
penting yang dapat memberatkan pelaku di pengadilan.

 Because visum et repertum is one of the legal evidence as written in the 184 Criminal
Code. In Visum et repertum, everything about the results of the medical examination is
contained in the reporting section, which can therefore be considered as a substitute for
evidence. It also contains information from the doctor regarding the results of the
medical examination in the conclusion section so that it can be seen what happened to
the victim. If the victim is going to sue the debt collector who has abused the victim,
then this VeR is one of the important pieces of evidence that can incriminate the
perpetrator in court.

5. Jenis visum et repertum apakah yang diperlukan untuk kasus ini?


 Ada beberapa jenis VeR : secara umum ada dua jenis : VeR korban hidup dan VeR korban
mati. Unutk korban hiudp ada VeR luka, VeR kejahatan seksual, VeR psikiatrik. Pada
kasus ini VeR yang diperlukan adalah VeR luka. Karena pada kasus ini adalah kasus
penganiayaan.

6. Apa kesimpulan dari VeR?


Pada korban laki-laki ini ditemukan memar pada pipi kiri, lengan bawah kanan dan tungkai
bawah kanan akibat kekerasan tumpul, yang telah mengakibatkan sakit atau halangan unutk
sementara waktu.

Terhadap korban dilakukan foto rontgen cranium/cruris/antebrachia dan didapatkan …..


Pasien dipulangkan dengan diberi obat pernghilang nyeri dan pesan agar istirahat.

7. How to make a VeR?


a. Penerimaan korban yang dikirim oleh penyidik
b. Penerimaan surat permintaan ahli/visum et repertum
 Adanya surat permintaan keterangan ahli/visum et repertum merupakan hal yang
penting untuk dibuatnya visum et repertum tersebut. Dokter sebagai penanggung
jawab pemeriksaan medikolegal harus meneliti adanya surat permintaan tersebut
sesuai ketentuan yang berlaku. Hal ini merupakan aspek yuridis yang sering
menimbulkan masalah, yaitu pada saat korban akan diperiksa surat permintaan dari
penyidik belum ada atau korban (hidup) datang sendiri dengan membawa surat
permintaan visum et repertum.

c. Pemeriksaan korban secara medis


 Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah
dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang
mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan. Ada kemungkinan didapati
benda bukti dari tubuh korban misalnya anak peluru, dan sebagainya. Benda bukti
berupa pakaian atau lainnya hanya diserahkan pada pihak penyidik. Dalam hal pihak
penyidik belum mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan harus me-
nyimpannya sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan. Status benda bukti
itu adalah milik negara, dan secara yuridis tidak boleh diserahkan pada pihak
keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik.

d. Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum

e. Penandatanganan surat keterangan ahli/visum et repertum


 Undang-undang menentukan bahwa yang berhak menandatanganinya adalah dokter.
Setiap lembar berkas keterangan ahli harus diberi paraf oleh dokter.

f. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa


 Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik saja
dengan menggunakan berita acara.

g. Penyerahan surat keterangan keterangan ahli/visum et repertum


 Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan
pada pihak penyidik yang memintanya saja. Dapat terjadi dua instansi penyidikan
sekaligus meminta surat visum et repertum. Penasehat hukum tersangka tidak
diberi kewenangan untuk meminta visum et repertum kepada dokter, demikian
pula tidak boleh meminta salinan visum et repertum langsung dari dokter.
Penasehat hukum tersangka dapat meminta salinan visum et repertum dari
penyidik atau dari pengadilan pada masa menjelang persidangan.
a. Acceptance of victims sent by investigators

b. Acceptance of expert request letter/visum et repertum

c. Medical examination of the victim

d. Typing expert certificate/visum et repertum

e. Signing of expert certificate/visum et repertum

f. Submission of evidence that has been checked

g. Submission of expert certificate/visum et repertum

8. how to make wound descriptions?


 Luka-luka yang ditemukan harus dideskripsikan dengan jelas, lengkap, dan baik.
Deskripsi luka secara sistematis : regio, koordinat, jenis luka, bentuk luka, tepi luka,
dasar luka, keadaan sekitar luka, ukuran luka, jembatan jaringan, benda asing.
 The injuries found must be clearly, completely, and well described. wounds must be
described systematically. Systematic description of the wound: region, coordinates, type
of wound, wound shape, wound edges, wound bed, wound surroundings, wound size,
tissue bridges, foreign bodies.

9. How to determine the degree of injury?


- Luka ringan
Tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau pekerjaan
(KUHP 352). Umunya tanpa luka atau dengan luka lecet memar kecil di lokasi yang tidak
berbahaya/tidak menurunkan fungsi alat tubuh.

- Luka sedang
Diantara luka ringan dan luka berat. Mengakibatkan korban tidak dapat melakukan
pekerjaannya karena sakit yang dialami, tetapi tidak sampai mengakibatkan

Luka sedang .
Luka yang terletak antara luka ringan dan berat
Yaitu luka yg menimbulkan panyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan
jabatan atau mata pencaharian untuk sementara waktu .hukuman dapat
dijatuhkan berdasarkan pasal 351 KUHP
penganiayaan diancam dgn pidana penjara paling lama 2 thn 8 bln atau denda
plg banyak 4500.

Pasal 90 KUHP
Luka berat berarti :
• Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali,
atau yang menimbulkan bahaya maut.
• Tidak mampu terus menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian.
• Kehilangan salah satu panca indra.
• Mendapat cacat berat.
• Menderita sakit lumpuh.
• Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih.
• Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352 (1) KUHP
menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk
menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”. Jadi bila
luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan penyakit
atau komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut.

Rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam pasal 351 (1) KUHP tidak
menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati
“penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke dalam kategori tersebut

Rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan luka berat diatur dalam pasal 351 (2)
KUHP yang menyatakan bahwa Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam
pasal 90 KUHP secara limitatif. Sehingga bila kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu
luka sebagaimana dicantumkan dalam pasal 90 KUHP, maka korban tersebut dimasukkan dalam
kategori tersebut.4 Luka berat menurut pasal 90 KUHP adalah :

• jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang
menimbulkan bahaya maut;

• tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;

• kehilangan salah satu panca indera;

• mendapat cacat berat;

• menderita sakit lumpuh;

• terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

• gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

- The legal formulation regarding minor abuse as regulated in KUHP 352 (1) of the
Criminal Code states that "persecution that does not cause illness or an obstacle to
carrying out a job or income, is threatened as light persecution". So if the wound on a
victim is expected to be able to heal completely and not cause disease or complications,
then the wound is included in that category.

- The legal formulation of (moderate) persecution as regulated in KUHP 351 (1) of the
Criminal Code does not state anything about illness. So if we examine a victim and find
"disease" due to the violence, then the victim is included in that category

- The legal formulation regarding maltreatment that causes serious injuries is regulated in
KUHP 351 (2) of the Criminal Code which states that if the act results in serious injuries,
the guilty person is threatened with a maximum imprisonment of five years". Serious
injury itself has been regulated in Article 90 of the Criminal Code in a limited manner. So
if we examine a victim and find one of the injuries as stated in Article 90 of the Criminal
Code, then the victim is included in that category. 4 Serious injuries according to Article
90 of the Criminal Code are:
• falling ill or receiving an injury that does not give any hope of recovery at all, or which
poses a mortal danger;

• inability to continue to carry out job duties or job search;

• loss of one of the five senses;

• has a serious disability;

• suffer from paralysis;

• impaired thinking power for more than four weeks;

• the death or death of a woman's womb.

Anda mungkin juga menyukai