PEMICU 2
Disusun Oleh:
Suwita
170600035
Kelas A
Kelompok 4
MEDAN
2020
Nama Pemicu: Mayat tak dikenal
Penyusun: Yendriwati, drg., M.Kes., Sp.OF; dr. Agustinus Sp.F, Hendry Rusdi, drg., Sp.BM(K),
M.Kes
Penyidik membawa sesosok mayat tidak dikenal ke RSUP Adam Malik Medan untuk divisum.
Diperkirakan tubuh mayat rusak akibat terjatuh ke dalam sumur. Kondisi tubuh mayat telah
terjadi proses pembusukkan dengan perut gembung dan mulut kaku. Wajah mayat sulit untuk
dikenali. Pemeriksaan ekstra oral diperoleh indeks sefalik 78. Untuk melakukan pemeriksaan
gigi (intra oral) dilakukan reseksi rahang. Gigi-gigi yang akan/sedang erupsi adalah Kaninus dan
Premolar 2 atas. Pemeriksaan intra oral dijumpai: gigi insisivus sentralis atas berbentuk oval,
gigi molar satu atas dijumpai cusp carrabelli. Beberapa gigi belum erupsi dan masih dalam tahap
perkembangan (lihat gambar radiografi).
Pertanyaan:
1. Jelaskan prosedur yang harus dilakukan Tim Forensik untuk membuat visum kasus
pembunuhan diatas?
4. Jelaskan cara-cara menentukan ras pada mayat dan tentukan perkiraan ras pada mayat
tersebut! Apa alasannya?
5. Jelaskan cara-cara/metode menentukan jenis kelamin dan metode apa yang digunakan pada
kasus di atas? tentukan perkiraan jenis kelamin mayat tersebut?
6. Jelaskan cara-cara/metode yang digunakan untuk menentukan umur dan metode apa yang
digunakan pada kasus di atas! tentukan perkiraan umur mayat tersebut?
7. Apakah diperlukan pemeriksaan DNA untuk kasus ini? Berikan alasannya?
Jawaban:
Kelompok pasien tersebut di atas untuk dilakukan kekhususan dalam hal pencatatan
temuan-temuan medis dalam rekam medis khusus, diberi tanda pada map rekam
medisnya (tanda “VER”), warna sampul rekam medis serta penyimpanan rekam
medis yang tidak digabung dengan rekam medis pasien umum.
“Ingat ! kemungkinan atas pasien tersebut di atas pada saat yang akan datang, akan
dimintakan visum et repertumnya dengan surat permintaan visum yang datang
menyusul.”
Pada saat menerima surat permintaan visum et repertum perhatikan hal-hal sebagai
berikut : asal permintaan, nomor surat, tanggal surat, perihal pemeriksaan yang
dimintakan, serta stempel surat. Jika ragu apakah yang meminta penyidik atau bukan
maka penting perhatikan stempel nya. Jika stempelnya tertulis “KEPALA” maka
surat permintaan tersebut dapat dikatakan sah meskipun ditandatangani oleh pnyidik
yang belum memiliki panfkat inspektur dua (IPDA).
Setelah selesai meneliti surat permintaan tersebut dan kita meyakini surat tersebut sah
secara hukum, maka isilah tanda terima surat permintaan visum et repertum yang
biasanya terdapat pada kiri bawah. Isikan dengan benar tanggal, hari dan jam kita
menerima surat tersebut, kemudian tuliskan nama penerima dengan jelas dan bubuhi
dengan tanda tangan.
Pasien atau korban yang datang ke rumah sakit atau ke fasilitas pelayanan kesehatan
tanpa membawa Surat Permintaan Visum (SPV) tidak boleh ditolak untuk dilakukan
pemeriksaan. Lakukan pemeriksaan sesuai dengan standar dan hasilnya dicatat dalam
rekam medis. Visum et Repertum baru dibuat apabila surat permintaan visum telah
disampaikan ke rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Pemeriksaan korban secara medis
Tahap ini dikerjakan oleh dokter dengan menggunakan ilmu forensik yang telah
dipelajarinya. Namun tidak tertutup kemungkinan dihadapi kesulitan yang
mengakibatkan beberapa data terlewat dari pemeriksaan. Ada kemungkinan didapati
benda bukti dari tubuh korban misalnya anak peluru, dan sebagainya. Benda bukti
berupa pakaian atau lainnya hanya diserahkan pada pihak penyidik. Dalam hal pihak
penyidik belum mengambilnya maka pihak petugas sarana kesehatan harus me-
nyimpannya sebaik mungkin agar tidak banyak terjadi perubahan. Status benda bukti
itu adalah milik negara, dan secara yuridis tidak boleh diserahkan pada pihak
keluarga/ahli warisnya tanpa melalui penyidik.
d. Pengetikan surat keterangan ahli/visum et repertum
Pengetikan berkas keterangan ahli/visum et repertum oleh petugas administrasi
memerlukan perhatian dalam bentuk/formatnya karena ditujukan untuk kepentingan
peradilan. Misalnya penutupan setiap akhir alinea dengan garis, untuk mencegah
penambahan kata-kata tertentu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Contoh : “Pada pipi kanan ditemukan luka terbuka, tapi tidak rata sepanjang lima
senti meter“
e. Penandatanganan surat keterangan ahli / visum et repertum
Undang-undang menentukan bahwa yang berhak menandatanganinya adalah dokter.
Setiap lembar berkas keterangan ahli harus diberi paraf oleh dokter. Sering terjadi
bahwa surat permintaan visum dari pihak penyidik datang terlambat, sedangkan
dokter yang menangani telah tidak bertugas di sarana kesehatan itu lagi. Dalam hal ini
sering timbul keraguan tentang siapa yang harus menandatangani visum et repertun
korban hidup tersebut. Hal yang sama juga terjadi bila korban ditangani beberapa
dokter sekaligus sesuai dengan kondisi penyakitnya yang kompleks. Dalam hal
korban ditangani oleh hanya satu orang dokter, maka yang menandatangani visum
yang telah selesai adalah dokter yang menangani tersebut (dokter pemeriksa).
Dalam hal korban ditangani oleh beberapa orang dokter, maka idealnya yang
menandatangani visumnya adalah setiap dokter yang terlibat langsung dalam
penanganan atas korban. Dokter pemeriksa yang dimaksud adalah dokter pemeriksa
yang melakukan pemeriksaan atas korban yang masih berkaitan dengan
luka/cedera/racun/tindak pidana.
Dalam hal dokter pemeriksa sering tidak lagi ada di tempat (diluar kota) atau sudah
tidak bekerja pada Rumah Sakit tersebut, maka visum et repertum ditandatangani oleh
dokter penanggung jawab pelayanan forensik klinik yang ditunjuk oleh Rumah Sakit
atau oleh Direktur Rumah Sakit tersebut.
f. Penyerahan benda bukti yang telah selesai diperiksa
Benda bukti yang telah selesai diperiksa hanya boleh diserahkan pada penyidik saja
dengan menggunakan berita acara.
g. Penyerahan surat keterangan ahli/visum et repertum.
Surat keterangan ahli/visum et repertum juga hanya boleh diserahkan pada pihak
penyidik yang memintanya saja. Dapat terjadi dua instansi penyidikan sekaligus
meminta surat visum et repertum. Penasehat hukum tersangka tidak diberi
kewenangan untuk meminta visum et repertum kepada dokter, demikian pula tidak
boleh meminta salinan visum et repertum langsung dari dokter. Penasehat hukum
tersangka dapat meminta salinan visum et repertum dari penyidik atau dari
pengadilan pada masa menjelang persidangan.
Sumber:
(Afandi D. Visum Et Repertum. Tata Laksana dan Teknik Pembuatan Ed. 2.
2017:812)
2. Perkiraan waktu kematian dapat ditentukan dari tanda tanda kematian yang terdapat pada
jenazah seperti livor mortis (lebam mayat), rigor mortis (kaku mayat), dan dekomposisi
(tanda pembusukan)
Lebam mayat
a. Lebam mayat disebut juga livor mortis atau postmortem lividity, adalah suatu
keadaan dimana terjadi pengumpulan darah pada bagian-bagian tubuh yang
terletak paling bawah namun bukan daerah yang tertekan akibat berhentinya
pompa jantung dan pengaruh gaya gravitasi.
b. Timbul antara 15 menit sampai 1 jam setelah kematian. Pada awalnya lebam mayat
pada penekanan akan menghilang. Seiring dengan bertambahnya waktu maka
lebam mayat berangsur-angsur semakin jelas dan merata. Dengan munculnya kaku
mayat termasuk pada tunika muskularis pembuluh darah maka lebam mayat akan
menetap walaupun pada bagian tersebut ditekan. Lebam mayat akan menetap
sekitar 12 jam setelah kematian.
c. Periksa bagian terbawah dari jenazah. Tampak sebagai bercak besar pada kulit
berwarna merah keunguan yang kemudian melebar dan merata pada bagian tubuh
yang rendah.
d. Tekan pada bagian yang terdapat bercak merah keunguan, saat dilepas tekanan
memucat atau tidak.
e. Foto untuk dokumentasi pemeriksaan.
f. Catat distribusi lebam mayat, warna, hilang atau tidak pada penekanan.
Kaku mayat
a. Kaku mayat disebut juga rigor mortis atau postmortem rigidit, adalah suatu
keadaan dimana terjadi pemecahan ATP menjadi ADP dan penumpukan asam
laktat yang tidak bisa diresintesis kembali menjadi ATP karena tidak adanya
oksigen yang masuk ke tubuh. Hal ini mengakibatkan serat otot memendek dan
kaku. Kaku mayat muncul sekitar 2 jam setelah kematian dan setelah 12 jam
menjadi sempurna pada seluruh tubuh dan sukar dilawan.
b. Lakukan saat melepas pakaian (jika berpakaian)
c. Raba kekakuan otot mulai dari otot-otot kecil hingga otot-otot besar.
d. Gerakkan persendian rahang, leher, anggota gerak atas dan bawah sambil
merasakan tahanan pada otot-otot di sekitarnya.
e. Catat distribusi kaku mayat dan intensitas kekakuan.
Sumber:
a. Henky Kunthi Yulianti Ida Bagus Putu Alit Dudut Rustyadi. Buku Panduan
Belajar Koas Ilmu Kedokteran Forensik Dan Medikolegal. Denpasar:
Udayana University Press. 2017
b. Madea B. Methods for determining time of death. Forensic Sci Med Pathol
2016; 12(4): 451-485.
3. Diseksi wajah dan / reseksi rahang, yang mungkin diperlukan untuk akses penuh ke
struktur gigi hanya dilakukan dengan persetujuan petugas / pemeriksa medis. Biasanya,
keadaan yang menentukan keputusan untuk reseksi sebagai berikut:
a. Untuk mendapatkan akses yang jelas dalam rongga mulut pada kasus dengan
pembukaan rahang yang terbatas.
b. Pada korban yang telah membusuk, terbakar, atau terfragmentasi. Reseksi rahang
dalam kasus seperti itu memfasilitasi pencatatan keadaan gigi dan pemeriksaan
radiografi. Pembedahan pada kepala yang terbakar harus dilakukan dengan hati-
hati untuk menjaga struktur gigi yang rapuh dan rahang secara in situ.
Teknik untuk melakukan reseksi rahang:
1) Stryker Autopsy Saw Method: jaringan lunak dan perlekatan otot bagian lateral
mandibula didiseksi dengan melakukan insisi dari mucobuccal fold ke batas
bawah mandibula. Perlekatan otot lingual juga diinsisi dengan cara yang sama.
Pada maxilla, perlekatan otot fasial diinsisi pada prosesus malar dan diatas tulang
nasal anterior. Pemotongan dengan stryker saw dilakukan pada ramus bagian atas
untuk menghindari molar 3 yang mungkin impaksi. Palu dan pahat bedah
kemudian digunakan pada prosesus malar yang telah dipotong dengan stryker saw
untuk menyelesaikan pemisahan maxila.
2) Mallet and chisel method: Palu dan pahat dapat digunakan untuk menyebabkan
fraktur "Le Fort" Tipe I pada maxila. Pukulan pahat dilakukan di bawah lengkung
zygomatik, di atas dinding sinus maksilaris secara bilateral. Pada mandibula
pukulan dapat dilakukan pada sendi temporomandibular.
3) Pruning shears method: melibatkan penggunaan gunting yang besar. Bilah pada
gunting dimasukkan kedalam lubang hidung ke sinus maksilaris. Potongan
kemudian dibuat di sepanjang bidang di atas apeks gigi rahang atas secara
bilateral. Pemotongan tulang mandibula dilakukan dengan memasukkan bilah
gunting pada aspek lingual dari ramus dekat coronoid notch secara bilateral.
4. Indeks sefalik adalah perbandingan antara lebar kepala dengan panjang kepala dikalikan
100. Indeks ini menggambarkan bentuk kepala. Indeks sefalik dapat ditentukan
berdasarkan rumus berikut.
Dari kasus diketahui indeks sefalik pada korban adalah 78, hal tersebut menunjukkan
tipe kepala korban adalah mesocephal yang berarti ras kaukasoid.
Sumber:
Romdhon AR. IDentifikasi Forensik Rekonstruksi Menggunakan Indeks
Kefalometri. J Majority. 2015; 4(8): 23-27.
5. Identifikasi jenis kelamin dalam ruang lingkup antropologi dan kedokteran gigi forensik
dapat dilakukan dengan berbagai metode. Metode yang dapat dilakukan antara lain
melalui metode karakteristik morfologi, metode morfometrik (pengukuran), pemeriksaan
histologis, serta pemeriksaan analisis DNA baik dari tulang maupun gigi.
Pada kasus-kasus tertentu, tulang tidak dapat memberikan hasil identifikasi yang optimal,
lain halnya dengan gigi. Gigi digunakan sebagai media identifikasi karena gigi
merupakan bagian tubuh yang paling keras dan secara kimiawi merupakan jaringan
paling stabil dan paling tahan terhadap degradasi dan dekomposisi, sehingga membuat
gigi dapat bertahan untuk periode yang lama dibandingkan dengan jaringan tubuh
lainnya. Gigi juga memiliki ketahanan terhadap temperatur yang tinggi sehingga sangat
bermanfaat dalam identifikasi pada korban terbakar. Hal ini disebabkan sedikitnya
jaringan organik yang dikandungnya, terutama lapisan enamel, yang merupakan jaringan
paling keras pada tubuh manusia.
Metode karakteristik morfologi maupun morfometrik merupakan metode penentuan jenis
kelamin yang paling sederhana, namun umumnya lebih bersifat subjektif dan
membutuhkan data berbasis populasi untuk dapat diterapkan dalam identifikasi
individual. Oleh sebab itu, perlu dilakukan pemeriksaan dengan metode analisis lain yang
dapat memberikan hasil yang lebih objektif dan akurat dalam penentuan jenis kelamin
seseorang. Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk membahas metode pemeriksaan
jenis kelamin lain melalui gigi yaitu secara histologis dan analisis DNA.
Metode identifikasi jenis kelamin melalui gigi ada beberapa metode dan identifikasi jenis
kelamin melalui gigi.
Pada kasus dalam menentukan jenis kelamin digunakan metode karakteristik morfologi
gigi yang mana diketahui gigi insisivus sentralis atas berbentuk oval yang berarti pasien
berjenis kelamin perempuan karena pada laki-laki bentuk gigi insisivus sentralis atasnya
square.
Sumber:
Syafitri K, Auerkari E, Suhartono W. Metode Pemeriksaan Jenis Kelamin Melalui
Analisis Histologi dan DNA dalam Identifikasi Odontologi Forensik. Jurnal PDGI
2013; 62(1): 11-13
METODE GUSTAFSON
Merupakan metode penentuan usia berdasarkan perubahan makrostruktural gigi
geligi. Skala nilai adalah 0, 1, 2, 3.
Gustafon membagi menjadi 6 tahapan, yaitu:
a. Derajat atrisi
b. Jumlah dentin sekunder
c. Posisi perlekatan gingiva
d. Derajat resorpsi akar
e. Transparansi dentin akar
f. Ketebalan sementum
Nilai masing-masing perubahan dijumlah (X) dan kemudian dihitung dengan rumus
Y=3,52X+8,88. Sampel yang digunakan adalah gigi insisivus. Standard error sekitar 4,5
tahun.
Metode yang dapat digunakan pada kasus adalah metode Nolla, dimana gigi yang terlihat
jelas pada kasus yang dapat dipakai untuk pengukuran adalah M1 kiri bawah yang berada
pada tahap 9.7, dimana akar sudah terbentuk sempurna dan apex terbuka. Kemudian
disesuaikan ke tabel mandibula gigi 6 berada antara nilai 9.7 dan 10, yaitu umur 9-10
tahun. Gigi lain yang dapat dilihat adalah P2 maksila kanan atas, berada pada tahap 8,
dimana pada 2/3 akar telah terbentuk, dan tabel berada di antara nilai 7.4 dan 8.1 yaitu
umur 9-10 tahun.