TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi dan Fisiologi Traktus Urinarius
Sistem urinaria merupakan suatu sistem yang di dalamnya terjadi penyaringan darah
sehingga darah bebas dari zat yang tidak digunakan oleh tubuh. Zat ini akan larut dalam air
dan dikeluarkan berupa urine .Sistem urinaria terdiri dari organ-organ yang memproduksi
urine dan mengeluarkannya dari tubuh. Sistem ini merupakan salah satu sistem utama
untuk mempertahankan homeostatis (kekonstanan lingkungan internal).
Sistem urinaria terdiri dari dari dua ginjal yang memproduksi urine, dua ureter yang
membawa urine ke dalam sebuah kandung kemih untuk penampungan sementara; dan
urethra yang mengalirkan urine keluar tubuh melalui orifisium urethra eksterna. Selain itu
dalam sistem ini terjadi proses penyaringan darah sehingga darah bebas dan bersih dari zatzat yang tidak digunakan oleh tubuh dan menyerap zat-zat yang masih dipergunakan oleh
tubuh.
iga terakhir. Ginjal terdiri dari dua buah yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Berbentuk
seperti kacang, pada margo lateral berbentuk conveks sedangkan pada margo medial
berbentuk concave.
Setiap ginjal mempunyai kelenjar adrenal pada bagian atasnya. Ginjal kiri letaknya
lebih tinggi daripada ginjal kanan dikarenakan adanya hepar pada sisi kanan tubuh. Ginjal
kiri biasanya berada 1 cm superior ginjal kanan. Tepi atas ginjal kiri berada setinggi
interspace columna vertebra thorakal 11-12. Tepi bawah ginjal kanan berada setinggi tepi
atas columna vertebra lumbal 3.
Ginjal kiri lebih besar dari ginjal kanan, dan pada umumnya ginjal laki laki lebih
panjang dari ginjal perempuan. Berat ginjal pada orang dewasa sangat ringan, yaitu 150
gram. Adapun ukuran ginjal yaitu panjang : 4-5 inchi (10-12 cm); lebar : 2-3 inchi (5-7
cm);
tebal : 1 inchi (5 cm). Walaupun kecil, ginjal memiliki fungsi yang sangat
penting. Tidak berfungsinya ginjal dapat menyebabkan kematian. Fungsi ginjal adalah
sebagai berikut :
1)
Pengeluaran zat sisa organik. Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Setiap ginjal terdiri dari sekitar satu juta satuan fungsional berukuran mikroskopik yang
dikenal sebagai nefron yang disatukan satu sama lain oleh jaringan ikat. Susunan nefron di
dalam ginjal membentuk dua daerah khusus yaitu daerah sebelah luar yang tampak
granuler (korteks ginjal), dan daerah bagian dalam yang berupa segitiga-segitiga bergarisgaris (piramida ginjal), yang secara kolektif disebut sebagai medula ginjal.
b. Ureter
Ureter merupakan dua saluran yang membawa urine dari ginjal ke kandung kemih
(vesika urinaria) dengan panjang sekitar 25 sampai 30 cm. Memiliki dinding yang tebal
dan saluran yang sempit, yang berlanjut dengan pelvis ginjal dan terbuka ke dasar kandung
kemih. Terdapat tiga tempat penyempitan pada ureter yaitu : (a) pada sambungan dengan
pelvis ginjal; (b) tempat ureter yang melewati tepi pelvis yang lebih kecil; (c) di titik ureter
melewati kandung kemih. Bagian menyempit ini dapat menjadi tempat penimbunan
kalkulus ureterik (batu).
Ureter memiliki diameter sekitar 1 mm - 10 mm. Letaknya menurun dari ginjal
sepanjang bagian belakang dari rongga peritoneum dan di depan dari muskulus psoas dan
processus transversus dari vertebrae lumbal dan berjalan menuju ke bawah dan belakang
serta di depan dari sayap Os. sakral, kemudian melengkung pada bagian anterior dan
medial dan selanjutnya masuk ke kandung kemih melalui bagian posterior lateral.
c. Vesika Urinaria
Vesika Urinaria adalah suatu organ yang berfungsi untuk menampung urine. Pada
laki laki, organ ini terletak di belakang symphisis pubis dan di depan rectum. Pada
perempuan, organ ini terletak agak di bawah uterus, di depan vagina. Saat kosong,
berukuran kecil seperti kenari dan terletak di pelvis. Sedangkan saat penuh berisi urine,
tingginya dapat mencapai umbilicus dan berbentuk seperti buah pir.
Vesika urinaria sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli. Organ ini
merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk
yang
merupakan bagian terpendek dan berdinding tipis; dan d) urethra pars Cavernosa yang
merupakan bagian terpanjang menerima duktus dari kelenjar bulbourethralis dan bermuara
pada ujung penis.
Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki
panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan
kelenjar prostat). Sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3,5 cm. Perbedaan
panjang inilah yang menyebabkan keluhan hambatan pengeluaran urine lebih sering pada
pria.
2. Hidronefrosis
2.1 Pengertian
Hidronefrosis adalah dilatasi piala dan perifer ginjal pada satu atau kedua ginjal
akibat adanya obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik sehingga
tekanan diginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih tekanan
balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi kalau obtruksi terjadi di salah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan, maka hanya satu ginjal saja yang rusak
Batu
Neoplasma/tomur
Hipertrofi prostat
Penyempitan uretra
2.3 Patofisiologi
Obstruksi pada aliran normal urin menyebabkan urin mengalir balik, sehingga
tekanan di ginjal meningkat. Jika obstruksi terjadi di uretra atau kandung kemih, tekanan
balik akan mempengaruhi kedua ginjal, tetapi jika obstruksi terjadi di salah satu ureter
akibat adanya batu atau kekakuan maka hanya satu ginjal saja yang rusak.
Obstruksi parsial atau intermiten dapat disebabkan oleh batu renal yang terbentuk di
piala ginjal tetapi masuk ke ureter dan menghambatnya. Obstruksi dapat diakibatkan oleh
tumor yang menekan ureter atau berkas jaringan parut akibat abses atau inflamasi dekat
ureter dan menjepit saluran tersebut. Gangguan dapat sebagai akibat dari bentuk abnormal
di pangkal ureter atau posisi ginjal yang salah, yang menyebabkan ureter berpilin atau
kaku. Pada pria lansia , penyebab tersering adalah obstruksi uretra pada pintu kandung
kemih akibat pembesaran prostat. Hidronefrosis juga dapat terjadi pada kehamilan akibat
pembesaran uterus.
2.5 Diagnosis
Diagnosa Penyakit Hidronefrosisbisa merasakan adanya massa di daerah antara
tulang rusuk dan tulang pinggul, terutama jika ginjal sangat membesar. Pemeriksaan darah
bisa menunjukkan adanya kadar urea yang tinggi karena ginjal tidak mampu membuang
limbah metabolik ini.
Beberapa prosedur digunakan utnuk mendiagnosis hidronefrosis:
Gambaran radiologi
Gambaran radiologis dari hidronefrosia terbagi berdasarkan gradenya. Ada 4 grade
hidronefrosis, antara lain :
Hidronefrosis derajat 1. Dilatasi pelvis renalis tanpa dilatasi kaliks. Kaliks berbentuk
2.6 Penatalaksanaan
Tujuannya adalah untuk mengaktivasi dan memperbaiki penyebab dari hidronefrosis
(obstruksi, infeksi) dan untuk mempertahankan dan melindungi fungsi ginjal. Untuk
mengurangi obstruksi urin akan dialihkan melalui tindakan nefrostomi atau tipe disertasi
lainnya. Infeksi ditangani dengan agen anti mikrobial karena sisa urin dalam kaliks akan
menyebabkan infeksi dan pielonefritis. Pasien disiapkan untuk pembedahan mengangkat
lesi obstrukstif (batu, tumor, obstruksi ureter). Jika salah satu fungsi ginjal rusak parah dan
hancur maka nefrektomi (pengangkatan ginjal) dapat dilakukan.
Pada hidronefrosis akut:
Jika fungsi ginjal telah menurun, infeksi menetap atau nyeri yang hebat, maka air
kemih yang terkumpul diatas penyumbatan segera dikeluarkan (biasanya melalui
sebuah jarum yang dimasukkan melalui kulit).
Jika terjadi penyumbatan total, infeksi yang serius atau terdapat batu, maka bisa
dipasang kateter pada pelvis renalis untuk sementara waktu.
Pembedahan
3. Nefrolithiasis
3.1 Pengertian
Batu perkemihan dapat timbul dari berbagai tingkat dari system perkemihan ( ginjal,
ureter, kandung kemih ). tetapi yang paling sering ditemukan adalah di dalam ginjal. Batu
ginjal adalah istilah umum batu ginjal disembarang tempat. Batu ini terdiri atas garam
kalsium, asam urat, oksalat, sistin, xantin, dan struvit. Nefrolitiasis adalah adanya
timbunan zat padat yang membatu pada ginjal, mengandung komponen kristal, dan matriks
organik.
3.2 Etiologi
Batu ginjal merupakan konsisi terdapatnya kristal kalsium dalam ginjal, kristal
tersebut dapat berupa kalsium oksalat, kalsium fosfat maupun kalsium sitrat. Tidak ada
penyebab yang bisa dibuktikan yang sering menjadi predisposisi adalah infeksi saluran
kemih hiperkasiuria, hiperpospaturia, hipervitaminosis D dan hipertiroidism dan
kebanyakan intake kalsium serta alkali cenderung timbul presipitasi garam kalsium dalam
urin.
3.4 Patofisiologi
Nefrolitiasis merupakan kristalisasi dari mineral dan matriks seperti pus darah,
jaringan yang tidak vital dan tumor. Komposisi dari batu ginjal bervariasi, kira-kira tiga
perempat dari batu adalah kalsium, fosfat, asam urin dan cistien.peningkatan konsentrasi
larutan akibat dari intake yang rendah dan juga peningkatan bahan-bahan organic akibat
infeksi saluran kemih atau urin ststis sehingga membuat tempat untuk pembentukan batu.
Ditambah dengan adanya infeksi meningkatkan kebasaan urin oleh produksi ammonium
yang berakibat presipitasi kalsium dan magnesium fosfat
Proses pembentukan batu ginjal dipengaruhi oleh beberapa faktor yang kemudian dijadikan
dalam beberapa teori ;
a. Teori supersaturasi
Tingkat kejenuhan kompone-komponen pembentuk batu ginjal mendukung terjadinya
kristalisasi. Kristal yang banyak menetap menyebabkan terjadinya agresi kristal
kemudian timbul menjadi batu.
b. Teori matriks
Matriks merupakan mukoprotein yang terdiri dari 65% protein, 10% heksose, 3-5
heksosamin dan 10% air. Adapun matriks menyebabkan penempelan kristal-kristal
sehingga menjadi batu.
c. Teori kurang inhibitor
Pada kondisi normal kalsium dan fosfat hadir dalam jumlah yang melampui daya
kelarutan,
sehingga
diperlukan
zat
penghambat
pengendapat.
Phospat
Hematuria
Darah dari ginjal berwarna coklat tua, dapat terjadi karena adanya trauma yang
disebabkan oleh adanya batu atau terjadi kolik (ilmu kesehatan anak, 2002:840)
Infeksi
Batu dapat mengakibatkan gejala infeksi traktus urinarius maupun infeksi asistemik
yang dapat menyebabkan disfungsi ginjal yang progresif.
3.6 Diagnosis
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis, penyakit
batu ginjal perlu didukung dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium, dan penunjang
lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran kemih, infeksi dan
gangguan faal ginjal.
Anamnesis
Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus dikejar
mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang dapat
membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah, gross
hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Penderita dengan riwayat batu
sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.
Pemeriksaan Fisik
Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan
nausea.
Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau
dengan hidronefrosis.
Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan retensi
urin.
Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan
urosepsis.
Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda
untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang
ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga
adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak
di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto
polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto
dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu
berada. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi
sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi retrograd.
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan
IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun
dan pada wanita yang sedang hamil (3). Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis
batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai
unutk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu
b. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat
menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan
penyebab batu.
3.7 Penatalaksanaan
1. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang
berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
2. Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk
membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut
nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL.
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)yang adalah tindakan memecahkan batu
ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
3. Tindakan Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang kejut,
atau bila cara non-bedah tidak berhasil.
3. Pyonephrosis
Pionephrosis merupakan urine yang terinfeksi dan bersifat purulent didalam sistem
traktus urinarius yang mengalami obstruksi. Gejala pyonephrosis menyerupai abscess yaitu
demam, menggigil, dan flank pain, walaupun pada beberapa pasien tidak bergejala.
Pyonephrosis dapat disebabkan oleh beberapa kondisi patologis yang mengakibatkan
adanya ascending infection dalam tractus urinarius atau penyebaran bakteri secara
hematogen.
Obstruksi traaktus urinarius dapat mengakibatkan terjadinya pyelonephritis yang
ditandai dengan meningkatnya leukosit, bakteri, dan debris sehingga menimbulkan
pyonephrosis. Dengan terkumpulnya pus, kondisi pasien dapat memburuk dengan cepat
dan timbul sepsis.Oleh karena itu, pengenalan awal dan penanganan infeksi akut pada
ginjal, khususnya pada pasien-pasien dengan kecurigaan obstruksi pada traktus urinarius
sangat penting.
3.2 Epidemiologi
Pyonephrosis jarang terjadi, dan insidensinya tidakk pernah dilaporkan. Resiko
pyonephrosis meningkat pada pasien-pasien dengan obstruksi traktus urinarius bagian atas
sekunder
junction)..2,3
3.3 Etilogi
Infeksi traktus urinarius bagian atas yang dikombinasi dengan obstruksi dan
hydronephrosis dapat mengakibatkan terjadinya pyonephrosis. Hal ini dapat berkembang
menjadi renal dan perirenal abscess.4,5,6Faktor resiko untuk terjadinya pyonephrosis adalah
keadaan immunosupresi akibat obat-obatan (steroids), penyakit (diabetes mellitus, AIDS),
dan obstruksi pada traktus urinarius (batu, tumor, obstruksi ureteropelvic junction,
horseshoe kidney). Pasien-pasien yang immunokompromise dan yang diobati dengan
antibiotika jangka panjang mempunyai resiko untuk terinfeksi jamur. Ketika terbentuk
fungus ball, mereka dapat mengpbstruksi pelvis renal atau ureter, mengakibtakn terjadinya
pyonephrosis. Xanthogranulomatous pyelonephritis, merupakan kondisi klinik dimana
terdapat calculus pada ginjal bagian atas dan infeksi, kondisi ini dapat mengakibatkan
pyonephrosis apabila terjadi obstruksi.
Pyonephrosis tidak umum terjadi pada orang dewasa, anak-anak, dan neonatus.
Namun, akhir-akhir ini pyonephrosis ditemukan terjadi pada beberapa neonatus dan orang
dewasa, menjelaskan bahwa pyonephrosis dapat terjadi pada semua golongan usia. Proses
tejadinya pyonephrosis terdiri dari 2 bagian, yaitu: infeksi dan obstruksi.
Infeksi
Seperti yang dilaporkan dari beberapa literatur, berbagai agen infeksius dapat
diisolasi pada pasien dengan pyonephrosis. Berikut ini merupakan agen infeksius penyebab
pyonephrosis, diurutkan dari yang insidensinya paling sering:
Escherichia coli
Enterococcus species
Enterobacter species
Klebsiella species
Proteus species
Pseudomonas species
Bacteroides species
Staphylococcus species
Salmonella species
Obstruksi
Etiologi dari obstruksi dapat diakibatkan oleh faktor-faktor berikut:
Fungus balls
Kehamilan
Obstruksi ureterocele
Striktur ureter
Papillary necrosis
Tuberculosis
Neurogenic bladder
3.4 Patofisiologi
Eksudat purulen berkumpul didalam tubulus kolektivus yang mengalami
hyronephrosis dan membentuk abscess. Eksudat purulen ini terdiri dari sel-sel radang,
organisme infeksius, dan nekrotik urothelium. Mereka terlindung dari sistem imun tubuh
dan antibiotik. Jika tidak diketahui dan ditangani secara tepat, proses infeksius ini akan
semakin berkembang, dan pasien mengalami perburukan dan urosepsis.
3.5 Gejala Klinik
Gejala klinik pasien-pasien dengan pyonephrosis bervariasi dari asimptomatik
bakteriuria (15%) sampai sepsis. Kecurigaan terhadap penyakit ini harus ditingkatkan
apabila memeriksa pasien dengan riwayat demam, flank pain, infeksi traktus urinarius, dan
obstruksi atau hydronephrosis. Pada pemeriksaan fisik, dapat teraba suatu massa
intraabdominal yang dapat diasosiasikan dengan ginjal yang mengalami hydronephrosis.
3.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan darah lengkap, diff. count, ureum, kreatinin, urinalisis dengan kultur,
dan kultur darah diindikasikan pada pasien dengan suspek pyonephrosis.Pemreriksaan Creactive protein belakangan ini diusulkan untuk membantu diagnosis ginjal dengan
hydronephrosis yang terinfeksi.8Kultur urine dari cairan diatas area obstruksi harus
dilakukan untuk membantu menentukan terapi antibiotik. Spesimen kultur dapat diperoleh
dari kateter. Kultur juga harus diperoleh dari tube percutaneous pada saat dilakukan
nephrostomy.
Hasil lab dapat menunjukkan leukositosis dan bakteriuria; akan tetapi kedua hasil ini
tidak spesifik untuk pyonephrosis dan dapat disebabkan oleh penyakit lain (pyelonephritis,
infeksi traktus urinarius inkomplit). Pyuria, walaupun sering timbul pada pyonephrosis
namun tidak spesifik. Bakteriuria, demam, rasa nyeri, dan leukositosis 30% dapat tidak
timbul pada pasien-pasien dengan pyonephrosis.
Pencitraan
Pemeriksaan radiografik rutin umumnya tidak dilakukan pada pasien-pasien dengan infeksi
traktus urinarius tanpa komplikasi Akan tetapi, pemeriksaan radiografik yang tepat sangat
bermanfaat untuk mendiagnosis pyonephrosis, emphysematous pyelonephritis, dan abscess
renal atau perirenal ketika pasien-pasien tidak mengalami perkembangan dengan terapi
antibiotik.
1. Ultrasonografi
Sensitivitas
ultrasonografi
ginjal
untuk
membedakan
hydronephrosis
dari
3.7 Tatalaksana
Pyonephrosis merupakan kegawatdaruratan bedah dan membutuhkan intervensi
cepat. Pyonephrosis dapat ditangani dengan dekompresi antegrade atau retrograde.
Dekompresi retrograde, atau pemasangan ureteral stent, diindikasikan pada pasien-pasien
tanpa instabilitas hemodinamik. Antibiotik intravena harus diberikan sebelum pemasangan
stent. Kerugian dari dekompresi retrograde adalah tidak adanya akses antegrade untuk
studi radiografik, kateter urine yang lebih kecil dibandingkan akses percutaneus,
peningkatan gejala iritasi sistem urinaria, tidak bisa memberikan medikasi antibiotik lewat
tube nephrostomy, dan keterbatasan percutaneus chemolysis yang berfungsi untuk
menghancurkan batu. Untuk memaksimalkan drainase, kateter urethral harus dibiarkan
ditempat setelah pemasangan stent.
Pendekatan secara retrograde biasanya membutuhkan anestesi umum, dan proses
bypass pada obstruksi tidak dapat dilakukan pada beberapa pasien. Sebagai tambahan,
aliran balik urine yang terinfeksi dari pyelovenous, pyelolymphatic, dan pyelosinus ke
sistem peredaran darah merupakan resiko dari manipulasi retrograde. Hal ini dapat
menyebabkan sepsis iatrogenic.
Penanganan definitif dari batu dan obstruksi dengan ureteroscopy, lithotripsy, atau
endopyelotomy merupakan kontraindikasi utuk penanganan pertama dari pasien-pasien
dengan pyonephrosis. Jika pemasangan stent retrograde dipilih, ahli bedah harus
meminimalkan instrumentasi dan retrograde pyelography serta dekompresi obstruksi
dengan trauma minimal pada traktus urinarius. Walaupun dilakukan pada beberapa
institusi, cara ini tidak direkomendasikan karena dapat menimbulkan sepsis dan
memperparah infeksi.
Penanganan antegrade dengan pemasangan tube nephrostomy percutaneous
diindikasikan pada pasien dengan instabilitas hemodinamik atau sepsis. Jika beberapa
berpendapat bahwa tehnik ini lebih invasif, namun pemasangan tube nephrostomy
mempunyai keuntungan. Melalui tube nephrostomy maka dapat dimasukkan obat-obatan
langsung ke dalam tubulus kolektivus dan ureter untuk mengatasi infeksi, batu terkadang
dapat dihancurkan secara kimiawi lewat irigasi antegrade. Studi radiografik secara
antegrade sangat membantu dalam rencana terapi saat kondisi pasien sudah stabil.
Keuntungan yang paling penting dari cara ini adalah dimungkinkannya drainase pada unit
ginjal yang terinfeksi dengan trauma dan resiko yang minimal terhadap pasien.
Kerugian dari pemasangan tube nephrostomy adalah kemungkinan adanya trauma
ginjal dan kesulitan penempatan tube pada beberapa pasien karena bentuk tubuh atau
hydronephrosis ringan yang membuat penentuan lokasi lewat ultrasonografi menjadi sulit.
Pada manajemen pyonephrosis, tube nephrostomy tidak boleh ditempatkan secara
transpleural. Hal ini untuk menghindari terjadinya pneumothorax, infeksi pleural, dan
pembentukan empyema. Pemasangan tube secara percutaneous pada area suprapubic yang
dibantu lewat ultrasonografi atau radiografi dapat sangat membantu pada beberapa pasien
dengan urosepsis akibat obstruksi vesica urinaria ketika Foley kateter tidak dapat dipasang.
BAB III
LAPORAN KASUS
I
II
Identitas
Nama
: Ny. AP
Usia
: 50 tahun
Jenis kelamin
: perempuan
Status
: Menikah
Alamat
: Pidie Jaya
No. RM
: 0-88-2825
Anamnesis
Keluhan Utama
Nyeri pinggang kanan sejak 5 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli urologi dengan keluhan nyeri pinggang kanan yang
dirasakan sejak 5 bulan yang lalu. Sifat nyeri menetap dan dirasakan seperti ditusuk-
tusuk yang hilang timbul namun tidak menjalar. Pasien juga mengeluhkan ingin miksi
namun urin sulit keluar. Saat miksi, urin berwarna keruh seperti seperti alpukat dan
berbau amis. Pasien memiliki riwayat adanya batu berwarna putih seperti pasir saat
BAK yang keluar saat pasien miksi sebanyak 1 kali. Riwayat demam (+), mual (-),
muntah (-), BAK nyeri (-), panas (-), warna kemerahan (-), BAB normal, makan dan
minum (+).
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah menderita batu ginjal dan ginjal kanan bernanah dan telah
dilakukan tindakan nefrostomi sejak 5 bulan yang lalu. Pasien rutin melakukan control
di poli urologi. Hipertensi (-), DM (-), Riwayat keputihan tidak ditemukan. Riwayat
asam urat tinggi (+). Riwayat demam (+) sejak 5 bulan yang lalu.
Pemeriksaan Fisik
Kesadaran : compos mentis
Vital sign :
- TD
: 110/80
- T
: 36oC
- RR
: 20x/menit
- Nadi
: 80x/menit
a Kepala dan leher
- Kepala
: dalam batas normal
- Rambut : hitam
- Mata
: conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
- Telinga
: discharge (-/-)
- Hidung
- Mulut
- Leher
b Thorax
- Jantung
- Paru
: discharge (-/-)
: dalam batas normal
: tidak teraba benjolan dan tidak ada pembesaran kelenjar limfe
: S1,S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
: Vesikuler (+/+) ; Ronkhi (-/-) ; Wheezing (-/-)
Status lokalis
c Abdomen
- Inspeksi : Distensi
- Auskultasi : Bising usus (+)
- Palpasi
:
- nyeri tekan epigastric (-)
- Nyeri tekan pada pinggang kanan (+)
- Hepar tidak teraba, Lien tidak teraba
- Perkusi
: Tympani
d Ekstremitas
- Edema: - Hangat: +
IV
Diagnosis banding
Piohidronefrosis (dextra)
Hidronefrosis (dextra)
Pyonefrosis (dextra)
Nefrolithiasis (dextra)
Planning
a Cek darah rutin, ureum, kreatinin dan urinalisa.
b USG urologi
c BNO IVP
d CT Scan abdomen
Laboratorium
Pemeriksaan
Tanggal
14 Maret 2016
18 Maret 2016
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
Leukosit
Trombosit
10
32
3,7
11,1
324
8,6
27
3,2
6,6
296
Eosinofil
Basofil
N. Batang
N. Segmen
Limfosit
Monosit
2
1
0
42
41
14
8
0
0
42
38
12
Natrium
142
142
Kalium
3,8
4,2
Clorida
105
108
129
Ureum
22
16
Creatinin
1,30
1,35
Urinalisa
Makroskopik
Berat jenis
1,020
Ph
6,5
Leukosit
Positif
Protein
Positif
Glukosa
Negative
Keton
Negative
Nitrit
Negative
Urobilinogen
Negative
Bilirubin
Negative
Darah
Mikroskopik
Positif
Sedimen Urin
Leukosit
30-40
Eritrosit
4-6
Epitel
Ultrasonografi
Kesan:
Pyohidronefrosis dextra dengan nefrolithiasis dextra
BNO-IVP
10-15
Kesan :
Nonvisualized ginjal dan ureter kanan
Ginjal kiri dan ureter kiri normal
Pengosongan buli-buli normal
VI
VII
Diagnosis kerja
Pyohidronefrosis dextra ec nefrolithiasis dextra + hidronefrosis grade IV
Terapi
Tidakan :
1. Dilakukan Nefrostomi percutan renal dextra
2. Dilakukan open nefrolithiasis dextra
Terapi selanjutnya:
Injeksi fosmicyn 1 gr/12 jam
Injeksi metronidazole 500 mg/8 jam
Injeksi ranitidine 1 amp/12 jam
DAFTAR PUSTAKA
1.
Sjamsuhidrajat R, 1 W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2004. 756-763.
2.
3.
4.
5.
Tanagho EA, McAninch JW. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New York : Lange
Medical Book. 2004. 256-283.