STEMI
oleh :
Azin Linggar Pramila, S.Kep
NIM 202311101102
1.3 Epidemiologi
Bagi informasi World Health Organization pada tahun 2015, penyakit jantung
iskemik masih jadi pemicu kematian no satu di dunia ialah sebesar 13, 2% ataupun
diperkirakan 105 kematian per 100. 000 populasi. 2 Bagi informasi Global Registry
of Acute Coronary Events( GRACE), dekat 38% dari permasalahan Sindrom Koroner
Kronis( SKA) merupakan STEMI. 3 European STEMI Registry di Sweden memberi
tahu kalau pada tahun 2015, tingkatan peristiwa STEMI merupakan 58 per 100. 000
per tahun. 4 Sebaliknya di negara- negara Eropa yang lain, tingkatan peristiwa
STEMI berkisar dari 43 hingga 144 per 100. 000 per tahun. 5 Di Amerika, terjalin
penyusutan insidensi dari 133 per 100. 000 pada tahun 1999 jadi 50 per 100. 000
pada tahun 2008. 3 Di Indonesia, riset oleh Jakarta Acute Coronary Syndrome( JAC)
Registry periode Oktober 2014 hingga Juli 2015 memberi tahu dari 3015
permasalahan SKA 1024 di antara lain merupakan permasalahan STEMI.
1.4 Etiologi
Infark miokard terjadi apabila suplai oksigen kurang dari kebutuhan dan tidak
tertangani dengan baik sehingga menimbulkan kematian sel- sel jantung tersebut.
Sebagian masalah dapat muncul akibat kurangnya oksigenisasi :
a. Menurunnya suplai oksigen diakibatkan oleh 3 aspek berikut ini:
1) Aspek pembuluh darah berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah selaku
jalur darah menggapai sel jantung. Sebagian perihal yang bisa menganggu
kepatenan pembuluh darah di antara lain aterosklerosis, spasme, serta
arteritis. Ruang darah bisa terjalin pada orang yang tidak mempunyai riwayat
penyakit jantung tadinya serta umumnya dicoba dengan sebagian perihal,
semacam komsumsi obat- obatan tertentu, tekanan pikiran emosi ataupun
perih, terpajan temperatur dingin yang ekstrem, serta merokok.
2) Aspek sirkulsi berkaitan dengan kelancaran darah dari seluruh badan sampai
kembali lagi ke jantung. Sehingga perihal ini tidak hendak lepas dari aspek
pemompaan serta volume darah yang dipompakan. Keadaan yang
menimbulkan kendala pada perputaran keadaan hipotensi. Stenosis ataupun
insufisiensi yang terjalin pada katup jantung( aorta, mitralis, trikuspidalis)
menyebankan penyusutan curah jantung. Penyusutan curah jantung yang
diiringi oleh penyusutan perputaran menimbulkan sebagian bagian badan
tidak tersuplai darah dengan adekuat, tercantum dalam perihal ini otot
jantung.
3) Aspek darah ialah pengangkut oksigen dengan mengarah suluruh bagian
tubuh. Bila energi angkut menurun hingga sebagus apapun perlengkapan
darah serta pemompaan jantung senantiasa tidak lumayan menolong. Perihal
yang menimbulkan terganggunya energi angkut darah, antara lain anemia,
hipoksemia, serta polisitemia.
b. Meningkatnya kebutuhan oksigen pada tubuh. Pada orang wajar kebutuhan
oksigen yang sanggup dikompensasi badan dengan tingkatkan denyut jantung
buat tingkatkan curah jantung. Hendak tetapi, bila orang tersebut sudah
menderita penyakit jantung, kompensasi malah pada kesimpulannya terus
menjadi memperberat kondisinya sebab kebutuhan oksigen terus menjadi
bertambah, sebaliknya suplai oksigen tidak meningkat, oleh karena itu, seluruh
kegiatan yang menimbulkan kenaikan kebutuhan oksigen hendak berjalan pada
infark. Misalnya, kegiatan berlebih, emosi, makan sangat banyak serta lain- lain.
Hipertrofi miokard bisa melaksanakan kejadian sebab terus menjadi banyak sel
yang wajib disuplai oksigen, sebaliknya konsumsi oksigen menurun dari
pemompaan yang tidak efisien.
c. Aspek lainnya
1) Sumbataan pada arteri coroner. Serbuan jantung umumnya terjalin bila
sesuatu penyumbat pada arteri koroner menimbulkan terbatasnya ataupun
terputusnya seluruh darah kesuatu bagian dari jantung. Bila terputusnya
ataupun brkurangnya aliran darah ini berlangsung lebih dari sebagian menit,
hingga jaringan jantung hendak mati. Plak aterosklerotik bisa menimbulkan
sesuatu bekuan darah setempat( trombus) serta hendak menutup arteri.
Trombus diawali pada tempat plak aterosklerotik yang sudah berkembang
sangat besar sehingga sudah memecah susunan intima sehingga langsung
bersentuhan dengan aliran darah. Karna plak tersebut menuju ke permukaan
yang tidak halus untuk darah, trombosit mulai menempel, fibrin mulai
menumpuk serta sel darah terjaring serta menutup pembuluh darah tersebut.
Kadangkala bekuan terlepas dari tempat melekatnya( pada plak
aterosklerotik) serta mengalir kecabang arteria koronaria yang lebih perifer
pada arteri yang sama.
2) Perputaran kolateral didalam jantung. Apabila arteri koronaria lama- lama
menyempit sepanjang bertahun- tahun, pembuluh kolateral bisa tumbuh pada
dikala yang sama dengan pertumbuhan aterosklerotik. Hendak namun, pada
kesimpulannya proses sklerotik tumbuh diluar batasan penyediaan jaringan
koloteral buat membagikan aliran darah yang dibutuhkan. Apabila ini
terjalin hingga hasil kerja otot jantung jadi sangat terbatas, kadang- kadang
demikian terbatas sehingga jantung tidak bisa memompa jumlah aliran darah
wajar yang dibutuhkan. Penyusutan keahlian memompa jantung ikatan
dengan luas serta posisi kehancuran jaringan infark. Bila lebih dari setengah
jaringan jantung yang hadapi kehancuran, umumnya jantung tidak berperan
serta mungkin terjalin kematian. Apalagi kehancuran tidak luas, jantung
tidak sanggup memompa dengan baik sehingga terjalin kematian jantung
ataupun syok. Jantung yang hadapi kematian bisa membengkak serta
sebagian besar ialah usaha jantung buat mengompensasi keahlian memompa
yang menurun (karna jantung yang lebih besar hendak berdenyut lebih
kokoh). Jantung yang membengkak pula ialah cerminan dari kehancuran otot
jantungnya sendiri. Pembesaran jantung sehabis sesuatu sserangan jantung
berikan prognosis yang lebih kurang baik.
3) Pemicu lain ialah embolus. Pemicu lain dari serbuan jantung merupakan
sesuatu berkuan dari bagian jantungnya sendiri. Terkadang embolus tercipta
didalam jantung kemudian rusak serta tersangkut di arteri koroner. Spasme
pada arteri koroner pemicu aliran darah menyudahi. Perihal ini bisa
diakibatkan oleh obat( semacam kokain) ataupun merokok, namun terkadang
tidak dikenal penyebabnya
d. Aspek Efek. Aspek kejadian musibah dipecah 2 jadi 2 kalangan, ialah aspek
resiko yang bisa diganti serta aspek resiko yang tidak bisa diganti. Suatu. Aspek
resiko yang bisa diubah
1) Mayor, semacam merokok, hipertensi, kegemukan, hiperlipidemia,
hiperkolesterolemia, serta pada pola makan( diit besar lemak serta besar
kalori)
2) Minor, semacam tekanan pikiran, karakter A ( emosional, kasar, ambivalen)
serta kurang kegiatan fisik
e. Aspek resiko yang tidak bisa diganti. Aspek resiko ini tercantum hereditas/
generasi, umur lebih dari 40 tahun, ras( insiden lebih besar pada orang berkulit
gelap), perempuan pasca menopause, serta secara universal laki- laki lebih kerap
hadapi penyakit infark miokard (Wulandari, 2019).
a.
1.5 Klasifikasi
IMA dibagi kedalam 2 tipe ialah STEMI( ST- segment elevation infark
miokard) serta NSTEMI( Elevasi segmen non ST infark miokard).
1. STEMI diakibatkan sebab oklusi total dari arteri koronaria sehingga
menimbulkan kehancuran pada susunan jantung. STEMI ini diucap pula dengan
infark transmural sebab kehancuran penuh dari susunan endokardium hingga
epikardium. Akibat kehancuran otot jantung ini hendak terjalin pergantian
cerminan EKG berbentuk ST elevasi yang bisa diklasifikasikan bersumber pada
pada zona bilik ventrikel yang hadapi kehancuran semacam anterior,
anteroseptal, posterior, inferior, lateral, high lateral ataupun anterolateral.
2. NSTEMI umumnya diakibatkan oleh sebab oklusi total pada arteri koronaria
kecil ataupun oklusi sebagian pada arteria koronaria yang ukurannya lebih besar
sehingga menimbulkan kehancuran sebagian pada susunan otot jantung.
Umumnya kedalaman kehancuran sepertiga hingga dengan duapertiga dari
ketebalan bilik ventrikel kiri. NSTEMI kerap diucap dengan infark
subendokardial. Elevasi EKG ST Cerminan tidak timbul pada tipe infark ini
sebab kehancuran otot jantung cuma sebagian. Hendak namun mencari dengan
enzim jantung dalam darah( CKMB ataupun troponin)( Fikriana, 2018).
1.6 Patofisiologi
IMA diawali dengan otot jantung mengalami iskemik akibat memenuhi
kebutuhan metabolik otot jantung. Arteri koronaria terjadi penyumbatan akibat
adanya aterosklerosis plak ataupun thrombus, hingga terjalin penyusutan aliran darah
dalam arteri koronaria sehingga suplai oksigen serta nutrisi ke otot jantung jadi
menurun. Perihal inilah yang menimbulkan kehancuran pada sel otot jantung.
Kenaikan kebutuhan metabolik otot jantung bisa terjalin pada Keadaan kenaikan
latihan raga, hipertensi berat ataupun terdapatnya stenosis katup aorta. Bersumber
pada susunan otot jantung yang terserang, IMA dibagi jadi 2 jenis ialah:
1. Infark miokard transmural. Nekrosis terjalin pada susunan jantung secara merata
mulai dari endokardium, miokardium serta epikardium
2. Infark miokard nontransmural/ infark subendokardial. Nekrosis tidak terjalin
pada segala susunan jantung, namun hendak namun terjalin cuma pada susunan
endokardium saja ataupun endokardium serta miokardium.
Daerah endokardium serta subendokardial ini susunan otot jantung yang
sangat rentan hadapi infark sebab pada wilayah ini memerlukan perfusi yang sangat
tipis banyak. Pada keadaan otot jantung hadapi kendala akibat ketidakseimbangan
suplai darah, hingga hendak memunculkan kehancuran pada otot jantung yang dibagi
kedalam 3 zona ialah zona iskemik, zona luka serta zona infark. Tiap- tiap zona
hendak membagikan cerminan EKG yang berbeda beda.
Pada zona iskemik, hendak timbul cerminan EKG ST tekanan mental dengan
ataupun tanpa T terbalik. Pada zona luka hendak timbul elevasi ST. Sebaliknya pada
zona infark hendak timbul gelombang Q dalam/ patologis( Fikrina, 2018).
Infark miokard kronis syringe terjalin pada orang yang mempunyai satu
ataupun lebih aspek resiko semacam kegemukan, merokok, hipertensi serta lain- lain.
Aspek ini cocok dengan kimiawi terjadinya lipoprotein yang ditunika intima yang
bisa menimbulkan peradangan fibrin serta patelet sehingga memunculkan luka
endotel pembuluh darah koroner. Perihal tersebut menimbulkan invasi serta
penumpukan lipid yang hendak membentuk plak fibrosa. Timbunan plak
memunculkan lesi komplikata yang bisa memunculkan tekanan pada pembuluh darah
serta ikatan bisa terjalin thrombus( Wulandari, 2019).
Trombus yang menutup pembuluh darah pemicu aliran darah menurun
sehinnga suplai oksigen yang diangkut darah kejaringan miokardium menurun yang
berdampak penimbunan asam laktat. Asam laktat yang tingkatkan perih serta
pergantian PH yang pada kesimpulannya menimbulkan pergantian sistem konduksi
jantung sehingga jantung hadapi distrimia. Iskemik yang berlangsung lebih dari 30
menit menimbulkan kehancuran otot jantung yang ireversibel serta kematian otot
jantung( infark).
Miokardium yang hadapi kehancuran jantung ataupun nekrosis tidak lagi bisa
penuhi guna kontraksi serta pemicu keluarnya enzim dari intrasel ke pembuluh darah
yang bisa dideteksi dengan pengecekan laboratorium. otot jantung yang hadapi
pergantian sepanjang pengobatan. Mula- mula otot jantung yang hadapi infark
nampak memar serta sianotik sebab darah didaerah tersebut terhenti dalam jangka
waktu 24 jam mencuat edema sel serta terjalin respons yang dilengkapi infiltrasi
leukosit.
Infark miokard yang menimbulkan guna ventrikel tidak berperan sebab otot
yang lenyap energi kontraksi, sebaliknya otot yang iskemik disekitarnya jugta hadapi
kendala kendala energi kontraksi. Secara fungsional, miokardium infark hendak
mengganti pergantian pada energi kontraksi, gerakan bilik abnormal, penyusutan
volume stroke, penyusutan ejeksi, kenaikan volume akhir sistolik serta penyusutan
volume akhir diastolik ventrikel. Kondisi tersebut menimbulkan kegagalan jantung
dalam memompa darah( dekompensasi kordis). Kala darah tidak lagi dipompa, suplai
darah, serta oksigen sistemik jadi tidak adekuat sehingga memunculkan demam.
Tidak hanya itu bisa diterima kebenaran cairan di paru( edema paru) dengan
manisfestasi sesak napas.
Mayoritas klien mencari penyembuhan sebab alibi perih dada semacam
angina tetapi lebih hebat. Serbuan tersebut terjalin kala klien dalam kondisi rehat,
kerap terjalin di dini hari. Sangat nyata dialami didaerah subternal setelah itu
menjalar kedua lengan, kerongkong ataupun dagu ataupun abdomen sebelah
atas( kerap kali mirip dengan kolelitiatis, kolelitiasis kronis, ulkus peptikum kronis,
ataupun pankreatitis kronis). Mual serta muntah kerap kali menyertai perih.
1.9 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada IMA antara lain: (Fikriana, 2018).
1. Aritmia. Tipe aritmia yang dapat terjadi antara lain:
a. Fibrilasi ventrikel
b. Takikardia ventrikel
c. Ventrikel ektopik
d. Irama idioventrikuler yang dipercepat
e. Fibrilasi atrium
f. Takikardia atrium
g. Blok atrioventrikular
h. Bradikardia sinus
2. Gagal jantung kiri dapat terjadi akibat infark miokard yang meluas pada ventrikel
kiri
3. Syok kardiogenik terjadi akibat disfungsi ventrikel kiri
4. Perikarditis bisa terjalin sepanjang 2 ataupun 3 hari sehabis peristiwa IMA.
Penderita merasakan ketidaknyaman/ perih pada bilik dada yang terus menjadi
memburuk ataupun kadang- kadang cuma timbul dikala inspirasi
5. Embolisme/Trombus pada dinding arteri koronaria mengalami pecah sehingga
akan terdistribusikan secara sistemik dan dapat menyebabkan terjadinya stroke
6. Regurgitasi mitral terjadi karena infark pada otot papillaris
7. Aneurisme ventrikel kiri bagian ventrikel yang terserang infark hendak jadi
dilatasi serta menimbulkan gerakan paradoks dikala fase sistole. Aneurisme
ventrikel bisa diminimalisir dengan pemakaian ACE inhibitor serta penghambat
beta.
1.10 Penatalaksanaan
1. Pengobatan reperfusi digunakan buat tingkatkan aliran darah ke dalam arteri
koronaria. Otot jantung tidak hendak lekas hadapi kematian dikala sehabis
penerapan oklusi arteri kornaria. Bila aliran darah bisa lekas dikembalikan dalam
sebagian jam awal, hingga kehancuran otot jantung hendak bisa dihindari.
Terdapat 2 berbagai pengobatan yang bisa digunakan buat memulihkan aliran
darah arteri koronaria ialah:
b. Intervensi koroner perkutan primer (PCI). PCI dapat segera dilakukan dalam
2 jam pertama dari waktu serangan. Jika dalam 2 jam pertama ini PCI tidak
dapat dilakukan, maka dapat diberikan terapi trombolitik. Akan tetapi untuk
pasien NSTEMI dapat dilakukan angiografi koroner dan revaskularisasi.
2. Terapi trombolitik hanya digunakan untuk pasien dengan STEMI. Untuk pasien
NSTEMI tidak diizinkan menggunakan terapi trombolitik ini.
3. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain:
a. Antiplatelet
b. Antikoagulan
c. Pemblokir beta
d. Nitrat
e. Statin
f. ACE inhibitor atau angiotensin receptor blocker (ARB) (Fikriana, 2018).
1.11 PATHWAY
Kelelahan Gangguan
Bendungan arteri Kegagalan Kegagalan pertukaran gas
pulmonalis Nyeri
ventrikel kiri ventrikel kanan
2.1 Pengkajian
A. Identias
a. Identitas klien : Nama, Usia , Jenis kelamin, Status Pernikahan, perkerjaan,
agama suku, pendidikan dan alamat
b. Identitas penanggung jawan : nama, suis, hubungan kerabat alamat
B. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama :
Kelihan yang biasanya nyeridada, peasaan sulit bernafas, dan pingsan
b. Riwayat penyakit saat ini
C. Riwayat penyakit sat ini adalah gangguan pada sistem kardiaskuler
Riwayat penyakit dulu melakukan pengkajian dengan menanyakan penyakit
yang pernah di derita sebelumnya
a. Riwayat penyakit keluarga mengkaji terkait riwayat kesehatanyang pernah
dialami oleh keluarga, seperti riwayat penyakit yang pernah dimiliki oleh
ayah, ibu.
D. Kebutuhan bio, psiko, sosiso, spiritual
1. Aktivitas/istirahat
a. Gejala : Keletihan/kelelahan terus menerus sepanjang hari,
insomnia, nyeri dada dengan aktivitas, dispnea pada saat istirahat.
b. Tanda : Gelisah, perubahan status mental mis : letargi, tanda vital
berubah pad aktivitas.
2. Sirkulasi
Gejala: riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, gagal jantung
koroner, masalah TD, DM.
Tanda:
a. TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari
tidur sampai duduk/berdiri
b. Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya
dengan pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin
terjadi.
c. Bunyi jantung ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal
jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel.
d. Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar
1) Friksi; dicurigai perikarditis.
2) Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
3) Edema, edema perifer, krekels mungkin ada dengan gagal
jantung/ventrikel.
4) Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego
a. Gejala : Ansietas, kuatir dan takut. Stres yang berhubungan dengan
penyakit/keperihatinan finansial (pekerjaan/biaya perawatan medis)
b. Tanda : Berbagai manifestasi perilaku, mis : ansietas, marah,
ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Eliminasi
Gejala : Penurunan berkemih, urine berwana gelap, berkemih
malam hari (nokturia), diare/konstipasi.
5. Makanan/cairan
a. Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambhan berat
badan signifikan, pembengkakan pada ekstremitas bawah,
pakaian/sepatu terasa sesak, diet tinggi garam/makanan yang telah
diproses dan penggunaan diuretic.
b. Tanda : Penambahan berat badan cepat dan distensi abdomen (asites)
serta edema (umum, dependen, tekanan dn pitting).
6. Higiene
a. Gejala : Keletihan/kelemahan, kelelahan selama aktivitas
Perawatan diri.
b. Tanda : Penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.
7. Neurosensori
a. Gejala : Kelemahan, pening, episode pingsan.
b. Tanda : Letargi, kusut pikir, diorientasi, perubahan perilaku dan
mudah tersinggung.
8. Nyeri/Kenyamanan
a. Gejala : Nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan
atas dan sakit pada otot.
b. Tanda : Tidak tenang, gelisah, focus menyempit dan perilaku
melindungi diri.
9. Pernapasan
a. Gejala : Dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan
beberapa bantal, batuk dengn/tanpa pembentukan sputum, riwayat
penyakit kronis, penggunaan bantuan pernapasan.
b. Tanda :
1)Pernapasan; takipnea, napas dangkal, penggunaan otot asesori
pernpasan.
2)Batuk : Kering/nyaring/non produktif atau mungkin batuk terus
menerus dengan/tanpa pemebentukan sputum.
3)Sputum ; Mungkin bersemu darah, merah muda/berbuih (edema
pulmonal)
4)Bunyi napas ; Mungkin tidak terdengar.
5)Fungsi mental; Mungkin menurun, kegelisahan, letargi. 6) Warna
kulit ; Pucat dan sianosis.
10. Keamanan
Gejala : Perubahan dalam fungsi mental, kehilangankekuatan/tonus
otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
Gejala : Penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa
dilakukan.
12. Pembelajaran/pengajaran
a. Gejala : menggunakan/lupa menggunakan obat-obat jantung,
misalnya : penyekat saluran kalsium.
b. Tanda : Bukti tentang ketidak berhasilan untuk meningkatkan.
13. Pemeriksaan Fisik
1) (B1) Breath
Pada Inspeksi pernapasan berapa kali dalam satu menit, apa ada
rektraksi otot – otot bantu pernapasan, pada Auskultasi adakah suara
nafas tambahan ronchi atau wheezing.
2) (B2) Blood
Perlu dilakukan apakah ada penurunan kadar Hb, Ht, dan leukosit,
ketidakstabilan tekanan darah, nadi, distensi vena jugularis, adanya
suara jantung P2, S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat
dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
3) (B3) Brain
Status mental dan emosi: Kaji apakah ada perubahan status mental
pada klien, disorientasi, kestabilan emosi.
Fungsi psikomotor: apakah pasien mengalami kelemahan pada
ekstremitas atas dan bawah.
Psikosensori: apakah penglihatan mengalami gangguan, reflek pupil
dan kesimetrisan.
4) (B4) Bladder
Kaji apakah terjadi nokturia (rasa ingin kencing di malam hari),
terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat
istirahat. Kaji pula apakah perlu dilakukan pemasangan kateter
terkait dengan kelelahan yang dialami oleh klien ADHF.
5) (B5) Bowel
Biasanya tidak mengalami gangguan buang air besar.
6) (B6) Bone
Adanya keterbatasan aktivitas akibat nyeri yang timbul serta
kelelahan dan apakah mengalami gangguan ekstremitas atas maupun
ekstremitas bawah.
14. Riwayat psikologis. Dalam hal ini yang perlu dikaji adalah tanggapan
pasien mengenai penyakitnya dan bagaimana hubungan pasien dengan
orang lain serta semangat dan keyakinan pasien untuk sembuh.