oleh
Azin Linggar Pramila
172310101197
oleh :
172310101197
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Aplikasi Klinis Keperawatan dengan Judul
NIM : 172310101197
Kelas/Angkatan : D-2017
Hari/Tanggal :
Makalah ini dikerjakan dan disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil
jiplakan atau reproduksi ulang makalah yang telah ada.
Penyusun
Mengetahui
Ns.Jon Hafan S.,M.kep., Sp.Kep.MB Ns. Alfid Tri Afandi, S.Kep., M.Kep
iii
KATA PENGANTAR
Penulis juga menerima segala kritik daan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
iv
DAFTAR ISI
v
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
1.2 Epidemiolog
World Health Organisation (WHO) menyatakan bahwa Indonesia menempati
urutan ke empat terbesar di dunia dalam jumlah penderita diabetes, tahun 2000
terdapat 5,6 juta penderita & tahun 2006 menjadi 14 juta & 21 juta jiwa tahun
2025. Diantara provinsi yang ada di Indonesia, jawa tengah memiliki
prevalensi diabetes yang cukup tinggi. Menurut Kemenkes (2011) prevalensi
diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011
sebesar 0,09%, mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun
1
2010 sebesar 0,08%. Jumlah penderita hipoglikemia pada diabetes di
Indonesia senada dengan prevalensi diabetes di Indonesia yaitu 1,1% secara
nasional dan 5,7% pada penduduk perkotaan di Indonesia. Prevalensi diabetes
tersebut berbeda – beda diberbagai provinsi dan prevalensi diabetes di daerah
perkotaan di Jawa Tengah sebesar 7,8% (Dinkes Jateng, 2011). Jumlah
penderita hipoglikemia sebesar 31 pasien dari 1169 pasien Arnis Prilli
Dharmastuti, Pengaruh Pendidikan Kesehatan 3 penderita diabetes mellitus di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi tahun 2015 dari bulan
Januari sampai dengan bulan Juni (Arnis, 2016).
1.3 Etiologi
2
3. Ekses Insulin Disertai Mekanisme Kontra Regulasi Glukosa yang
Terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin dan
terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses insulin
saja belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
4. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemi akan mentoleransi kadar gula
darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula
darah yang lebih rendah daripada orang normal
5. Obat Hipoglikemi Oral yang Berisiko Menyebabkan Hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja
meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya
hipoglikemia. Obat- obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4
inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide, golongan
sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
6. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin
yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion) pada orang
normal dan pasien diabetes. Salisilat menghambat sintesis prostaglandin
pada berbagai jaringan, termasuk jaringan pankreas. Penurunan produksi
prostaglandin di pankreas berhubungan dengan peningkatan sekresi
insulin, dibuktikan dalam penelitian sebelumnya bahwa pada orang
normal, infus prostaglandin E2 dan analog E2 termetilasi menghambat
respon insulin akut setelah asupan glukosa.
Pemberian aspirin dalam dosis 1,8g – 4,5g per hari dapat menurunkan
kebutuhan suntikan insulin pada pasien diabetes dan pemberian 6g aspirin
per hari selama 10 hari menurunkan rata-rata gula darah puasa dari
371mg/dl menjadi 128mg/dl.
7. Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila kadar
gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi
penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks
3
simpatoadrenal. Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa
terapi insulin pada pasien hiperglikemia memperbaiki luaran klinis.
Insulin, selain dapat memperbaiki status metabolik dengan cepat,
terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang bermanfaat,
antara lain perbaikan inflamasi.
Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes melitus
tipe 1 (DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin lebih
banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih
banyak dibandingkan DMT1. Pasien DMT2 yang memiliki kontrol
glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral
perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi
kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal.
4
2. Hilangnya penurunan kadar insulin juga menghambat proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis karena kadar insulin yang relatif
tinggi beredar dalam darah.
1.4 Klasifikasi
1. Ringan
5
baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem syaraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusio,
penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan
perasaan ingin pingsan
3. Berat
Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri
karena adanya gangguan kognitif. Fungsi sistem syaraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan
orang lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang diderita, gejalnya :
Disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, kehilangan
kesadaran (Thim, 2012).
1.5 Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak bergantung pada
glukosa yang digunakan sebagai bahan bakar. Ketika jumlah glukosa terbatas,
maka otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit,
namun hanya dapat digunakan beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja
yang begitu banyak atau berat, otak sangat tergantung pada suplai glukosa
secara terus-menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial di system saraf
pusat dan saraf-saraf didalam system saraf tersebut (Crown, 2009). Oleh
karena itu, jika jumlah glukosa yang disuplai oleh darah menurun atau tidak
mencukupi, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada sebagian besar
kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika kadar gula
darahnya menurun hingga dibawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa
darah menurun hingga dibawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron
menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menyebabkan koma (Price & Wilson,
1995)
.
6
a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus
sehingga hormon epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan
peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di ambil
tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjut.
b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,
karena itu dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan
respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan
epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf.
Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi
jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan
(berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan
kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan
berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah,
lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu
berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia
yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen.
Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa
terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering
terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral.
Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada
pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah
habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya
hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama
serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
Tanda dan gejala lain pada hipoglikemi (Graham, 2004) yaitu:
a. Neuroglikopeni : pusing, bingung, bicara tidak jelas,
perubahan perilaku, dan koma
b. Neurogenic : Adrenergic ( tremor halus, jantung berdebar,
cemas, bingung ), Kolinergik (berkeringat, lapar terus,
tingling)
c. Penurunan Berat Badan
7
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Gula Darah Puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa sebelum diberi
glukosa 75 jam gram oral dan nilai normalnya antara 70-110mg/ dl
2. Hemoglobin Glikosilasi (HbAIc)
Memberikan indeks rata-rata pengendalian glukosa darah selama 2-3
bulan sebelumnya, target 7% atau kurang
3. Glukosa darah 2 jam post prandial (normal < 140 mg/dl/2 jam),
kreatinin
4. Skrining lipid, target kadar kolesterol total <5,2 mmol/L dan
trigliserida puasa <2,0 mmol/L
5. Urin untuk mencari albumin dan mikroalbumin, serta leukositosis
(Nurarif, 2015)
1. Penatalaksanaan Farmakologi
BAB 2. PATHWAY
8
9
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI
3.1 Pengkajian
A. Pengkajian : Menurut Potter dan Perry (2005), Merupakan proses yang
terstruktur dan sistematis, mulai dari pengumpulan data, verifikasi
data, dan komunikasi data tentang klien. Pada fase pengkajian ini
terdapat 2 langkah yaitu pengumpulan data dari klien (sumber primer)
dan keluarga, tenaga kesehatan (sumber sekunder) serta analisa data
untuk diagnosa keperawatan.
1. Identitas klien yakni nama, umur, agama, suku, status, pekerjaan,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan diagnosa
medis.
Abses umunya dialami oleh semua golongan usia, namun yang
paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien abses umumnya memiliki keluhan berupa pusing, lemas,
mual, lelah, tidak dapat konsentrasi, penglihatan abur, dan
takikardi.
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan
yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung
d. Pola Fungsional Gordon
Menurut Carpenito (2009),
10
NO Pola Gordon Komponen Pengkajian
11
pengobatan. Hal seperti ini dapat dilihat dari rasa cemas,
gelisah, mental kacau, dan perubahan perilaku pasien.
10 Pola toleransi Perawat perlu mengkaji adalah Sifat pencetus stress yang
coping- dirasakan baru-baru ini, Tingkat stress yang dirasakan,
stress gambaran respons umum dan khusus terhadap stress,
Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, Strategi koping yang biasa digunakan,
Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress,
Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga. Pada
pasien hipoglikemia tingkat stress akan bertambah karena
memikirkan tentang penyakit dan pengobatan yang
dihadapi. Hal ini dapat dilihat dari kegelisahan dan
kecemasan pasien.
3. Pemeriksaan Fisik
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan pasien hipoglikemia
berdasarkan sistem-sistem tubuh yaitu:
a. Keadaan umum
12
Pasien dalam keadaan lemah dan kesadaran baik, kecuali jika
pasien mengalami shock. Tensi, nadi, dan kesadaran harus
selalu dimonitor setiap jam dan dicatat. Apabila kondisi tetap
stabil interval monitoring diperpanjang, seperti 3 jam sekali.
a) B1 (Breathing)
Mengkaji fungsi pernafasan dengan menilai frekuensi
nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada dan adanya sesak nafas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suaran nafas, kaji adanya
suara napas tambahan, dan kaji adanya trauma pada dadi.
Jika napas tidak memadai maka lakukan pemberian oksigen
dan posisi semifowler.
b) B2 (Blood)
Biasanya pada pasien hipoglikemi engalami palpitasi, akral
dingin dan pucat, berkeringat meski suhu normal.
c) B3 (Brain)
Pasien hipogikemi biasanya agresif, emosi labil, pusing,
penglihatan kabur/ganda, kejang, penurunan kesadaran,
koma.
d) B4 (Bladder)
Mengalami poliuria pada pasien hipoglikemi akibat
diabetes mellitus
e) B5 (Pencernaan)
Sering merasa lapar akibat pelepasan epinefrin atau
adrenalin.
f) B6 (Muskuloskeletal)
Kelemahan dan mudah capek saat melakukan aktivitas
b. Cardiovaskular
Biasanaya pasien mengalami Tachycardia, palpitasi, sinkope.
c. Integumen
Biasanya pasien terlihat pucat dan diaphoresis.
d. Neurologi
13
Biasanaya pasienmengalami Iritable, perilaku tidak terkontrol,
kejang, coma.
e. Muskuloskeletal
Biasanaya pasien mengalami Kelemahan
3.3 Diagnosa
14
3) Keletihan b.d kelelaham d.d kliem mengatakan lemas
4) Risiko ketidakstabilaan kadar glukosa darah b.d hipoglikemi
3.4 Intervensi
Menurut Potter dan Perry (2005), Intervensi keperawatan (perencanaan)
merupakan kegiatan keperawatan yang mencakup peletakan pusat tujuan
pada pasien, menetapkan hasil yang akan dicapai, dan memilih intervensi
agar tujuan tercapai. Pada tahap intervensi adalah pemberian kesempatan
pada perawat, pasien dan keluarga atau orang terdekat pasien untuk
merumuskan suatu rencana tindakan keperawatan agar masalah yang
dialami pasien dapat teratasi. Intervensi adalah peruntuk tertulis yang
memberikan gambaran tepat tentang rencana keperawatan yang akan
dilakukan terhadap pasien berdasarkan diagnosa keperawatan, sesuai
kebutuhan.
15
Tujuan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
No
16
3. Kehilangan tidur yang nyeri pasien
nafsu makan adekuat 8. Supaya tindkaan
dipertahankan 8. Pilih dan penurunan nyeri
pada skala 2 implementasikan efektif
(cukup berat) tindakan yang 9. Mengetahui
ditingkatkan ke beragam untuk tindakan yang
skala 4 (ringan) memfasilitasi dilakukan efektif
4. Tidak bisa penurunan nyeri atau tidak
istirahat 9. Monitor
dipertahankan kepuasaan pasien
pada skala 2 terhadap
(cukup berat) manajemen nyeri
ditingkatkan ke
skala 4 (ringan)
Defisiensi pengetahuan b.d NOC NIC 1. agar pasien
2.
kurangnya paparan informasi mudah mengerti
Tujuan: 5515- Peningkatan
d.d klien mengatakan tidak dan memahami
Kesadaran
mengerti tentang penyakitnya Setelah dilakukan apa yang
Kesehatan
(00126) tindakan dijelaskan oleh
keperawatan 1. Gunakan perawat
selama 1 x 24 jam komunikasi yang 2. informasi sangat
diharapkan sesuai dan jelas penting agar
defisiensi 2. Berikan informasi pasien dapat
pengetahuan penting secara mengerti masalah/
dapat diatasi tertulis maupun penyakit yang
dengan lisan pada pasien sedang dihadapi
sesuai dengan 3. agar pasien cepat
Kriteria Hasil:
bahasa utamanya/ mengerti apa yang
1844-Manajemen bahasa ibu dijelaskan oleh
Penyakit Akut 3. Gunakan strategi perawat
1. Faktor-faktor untuk 4. untuk
penyebab dan meningkatkan memperdalam
17
faktor yang pemahanan pengetahuan
berkontribusi 4. Motivasi individu pasien
dipertahankan untuk
pada skala 2 mengajukan
(pengetahuan pertanyaan dan
terbatas ) meminta
ditingkatkan ke penjelasan
skala 4
(pengetahuan
banyak)
2. Tanda dan
gejala penyakit
dipertahankan
pada skala 2
(pengetahuan
terbatas)
ditingkatkan ke
skala 4
(pengetahuan
banyak).
Keletihan b.d kelelaham d.d NOC NIC 0180-Manajemen
3.
kliem mengatakan lemas Energi
Tujuan: 0180-Manajemen
(00093)
Energi 1. untuk mengetahui
Setelah dilakukan
keterbatasan yang
tindakan 1. anjurkan pasien
dimiliki pasien
keperawatan mengungkapkan
2. untuk mengetahui
selama 1 x 24 jam perasan secara
apakah waktu tidur
diharapkan verbal mengenai
klien cukup atau
keletihan dapat keterbatasan yang
kurang
dikurangi dengan dialami
3. supaya klien dapat
2. monitor waktu
Kriteria Hasil: menghemat energi
dan lama
18
0007-Tingkat tidur/istirahat yang dimiliki
Kelelahan pasien 1850-Peningkatan
3. bantu pasien Tidur
1. kelelahan
untuk memahami
dipertahankan 1. untuk mengetahui
prinsip konservasi
pada skala 3 durasi tidur klien
energi (kebutuhan
ditingkatkan ke 2. supaya klien
membatasi
skala 5 mengetahui pola
aktivitas dan tirah
2. kelesuan tidurya
baring)
dipertahankan 3. untuk memenuhi
pada skala 3 1850-Peningkatan kebutuhan
ditingkatkan Tidur tidur/istirahat yag
pada skala 5 kurang dan
1. monitor /catat
3. kualitas tidur menambah energi
pola tidur pasien
dipertahanan
dan jumlah jam
pada skala 3
tidur
ditingkatkan
2. anjurkan pasien
pada skala 5
untuk memantau
0005-Toleransi pola tidur
terhadap aktivitas 3. anjurkan untuk
tidur siang di
1. tekanan darah
siang hari jika
sistolik ketika
diindikasikan
beraktivitas
untuk memenuhi
dipertahankan
kebutuhan tidur
pada skala 3
4.
ditingkatkan ke
skala 5
2. tekanan darah
diastolik
dipertahankan
pada skala 3
ditingkatkan ke
19
skala 5
3. kemudahan
dalam
melakukan
aktivitas hidup
harian
dipertahankan
pada skala 3
ditingkatkan ke
skala 5
20
ditingkatkan ke 1. Kaji tingkat 1. Untuk
skala 5 pengetahuan mengetahui
6. urin glukosa pasien terkait tingkat
dipertahankan dengan proses pengetahuan klien
pada skala 3 penyakit yang terhadap penyakit
ditingkatkan spesifik yag dialami
keskala 5 2. Jelaskan 2. Untuk
mengenai proses mengetahui
2113-Keparahan
penyakit , sesuai proses terjadinya
Hipoglikemia
kebutuhan peenyakit
1. berkeringat 3. Identifikasi 3. Untuk
dipertahankan kemungkinan mengetahui
pada skala 3 penyebab, sesuai penyebabnya
ditingkatkan ke kebutuhan 4. Untuk
skala 5 4. Identifikasi mengetahui
2. pusing perubahan perubahan kondisi
dipertahankan kondisi fisik fisik klien
pada skala 3 pasien sebelum dan
ditingkatkan ke sesudah sakit 1.
skala 5
3. mengantuk
dipertahankan
pada skala 3
ditingkatkan ke
skala 5
7.
3.5 Evaluasi
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai output dari tindakan. Penilaian proses
21
menentukan adakah kekeliruan dari setiap tahapan proses asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya dalam intervensi, dinilai dengan cara membandingkan hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Evaluasi disusun dengan format SOAPIER (Potter
dan Perry, 2005).
S: ungkapan perasaan atau keluhan secara subjektif oleh keluarga pasien atau
pasien setelah dilakukan tindakan atau implementasi. Biasanya pada
pasien hipoglikemi selalu meengeluhkan pusing dan lemas.
22
DAFTAR PUSTAKA
Lefebvre PJ, & Scheen AJ. (2003). Hypoglycemia (6th ed.). New York: Mc Graw
Hill.
23
(8th ed.). Jakarta: EGC
24
Assesment and Treatment with the Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure (ABCDE) Approach.
25