Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR PENYAKIT HIPOGLIKEMIA

oleh
Azin Linggar Pramila

172310101197

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATANN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DASAR HIPOGLIKEMIA


Disusun guna melengkapi tugas Aplikasi Klinis Keperawatan dengan
Dosen Pembimbing Ns. Alfid Tri Afandi, S.Kep., M.Kep

oleh :

Azin Linggar Pramila

172310101197

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATANN
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2020

ii
HALAMAN PENGESAHAN
Tugas Aplikasi Klinis Keperawatan dengan Judul

“KONSEP DASAR PENYAKIT HIPOGLIKEMIA”

yang disusun oleh :

Nama : Azin Linggar Pramila

NIM : 172310101197

Kelas/Angkatan : D-2017

Telah disetujui untuk diseminarkan dan dikumpulkan pada :

Hari/Tanggal :

Makalah ini dikerjakan dan disusun dengan pemikiran sendiri, bukan hasil
jiplakan atau reproduksi ulang makalah yang telah ada.

Penyusun

Azin Linggar Pramila

Mengetahui

Penanggung Jawab Mata Kuliah Dosen Pembimbing

Ns.Jon Hafan S.,M.kep., Sp.Kep.MB Ns. Alfid Tri Afandi, S.Kep., M.Kep

NIP198401022015041002 NIP 760019007

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. yang melimpahkan karunia-Nya sehingga


penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Laporan Pendahuluan Abses
Nervus Inguinalis”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas
Aplikasi Klinis Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Jember.
Penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari kontribusi berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ns. Jon Hafan S, M.Kep., Sp.Kep.MB selaku dosen penanggung jawab
Aplikasi Keperawatan Klinis.
2. Ns. Alfid Tri Afandi, S.Kep., M.Kep dan Ns. Ahmad Zainur Ridlo,
MAdvN, dosen yang telah membimbing dalam penyelesaian tugas ini
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik,
3. Semua pihak yang secara tidak langsung membantu terciptanya makalah ini
yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis juga menerima segala kritik daan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.

Jember, 22 Januari 2019

Azin Linggar Pramila

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN............................................................................................ iii


KATA PENGANTAR ........................................................................................................iv
DAFTAR ISI....................................................................................................................... v
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 1
1.1 Definisi ............................................................................................................... 1
1.2 Epidemiolog ....................................................................................................... 1
1.3 Etiologi ............................................................................................................... 2
1.4 Klasifikasi .......................................................................................................... 5
1.5 Patofisiologi ....................................................................................................... 6
1.6 Manifestasi Klinis.............................................................................................. 6
1.7 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................... 8
1.8 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi .................................. 8
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI ................................................ 10
3.1 Pengkajian ....................................................................................................... 10
3.2 Pemeriksaan Penunjang ................................................................................. 14
3.3 Diagnosa ........................................................................................................... 14
3.4 Intervensi ......................................................................................................... 15
3.5 Evaluasi ............................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 23

v
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi

Hipoglikemia (shock insulin) adalah suatu sindrome yang berawal dari


gangguan metabolisme glukosa, dimana konsentrasi serum glukosa menurun
sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolik sistem saraf (Eliastan,
2010).
Hipoglikemia adalah suatu komplikasi dari Diabetes Melitus dimana gula
dalam darah rendah yaitu kurang dari 60 mg/dl (Morton, 2013).

Hipoglikemia merupakan keadaan dimana kadar gula darah rendah secara


abnormal, terjadi jika gula darah turun dibawah 50-60 mg/dl (2,7 sampai 3,3
mmol/L).
Setyohadi mendefinisikan hipoglikemia sebagai keadaan di mana kadar
gula darah di bawah 60 mg/dl disertai adanya gelaja klinis pada penderita
(Setyohadi, 2012). Pasien diabetes yang tidak terkontrol dapat mengalami
gejala hipoglikemia pada kadar gula darah yang lebih rendah dibandingkan
dengan orang normal, sedangkan pada pasien diabetes dengan pengendalian
gula darah yang ketat (sering mengalami hipoglikemia) dapat mentoleransi
kadar gula darah yang rendah tanpa mengalami gejala hipoglikemia (Younk,
2011).
Secara umum hipoglikemia adalah suatu kondisi dimana terdapat
gangguan metabolisme glukosa didalam tubuh yang mengakibatkan kadar
glukosa dibawah 50-6- mg/dl.

1.2 Epidemiolog
World Health Organisation (WHO) menyatakan bahwa Indonesia menempati
urutan ke empat terbesar di dunia dalam jumlah penderita diabetes, tahun 2000
terdapat 5,6 juta penderita & tahun 2006 menjadi 14 juta & 21 juta jiwa tahun
2025. Diantara provinsi yang ada di Indonesia, jawa tengah memiliki
prevalensi diabetes yang cukup tinggi. Menurut Kemenkes (2011) prevalensi
diabetes melitus tergantung insulin di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2011
sebesar 0,09%, mengalami peningkatan bila dibandingkan prevalensi tahun

1
2010 sebesar 0,08%. Jumlah penderita hipoglikemia pada diabetes di
Indonesia senada dengan prevalensi diabetes di Indonesia yaitu 1,1% secara
nasional dan 5,7% pada penduduk perkotaan di Indonesia. Prevalensi diabetes
tersebut berbeda – beda diberbagai provinsi dan prevalensi diabetes di daerah
perkotaan di Jawa Tengah sebesar 7,8% (Dinkes Jateng, 2011). Jumlah
penderita hipoglikemia sebesar 31 pasien dari 1169 pasien Arnis Prilli
Dharmastuti, Pengaruh Pendidikan Kesehatan 3 penderita diabetes mellitus di
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Moewardi tahun 2015 dari bulan
Januari sampai dengan bulan Juni (Arnis, 2016).
1.3 Etiologi

Terdapat beberapa pencetus hipoglicemia, yang paling sering adalah karena


pengobatan diabitus militus sebagai berikut (Herdman, 2015) :
1. Usia
Penderita diabetes usia lanjut memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
mengalami hipoglikemia daripadaa penderita diabetes usia lanjut yang
sehat dan memiliki fungsi yang baik.
2. Kelebihan (ekses) Insulin
Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi, konsumsi
glukosa yang berkurang, produksi glukosa endogen berkurang misalnya
setelah konsumsi alkohol, peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh
misalnya setelah berolahraga, peningkatan sensitivitas terhadap insulin,
penurunan ekskresi insulin misalnya pada gagal ginjal.
 Dosis insulin atau obat penurun gula darah yang terlalu tinggi
 Konsumsi glukosa yang berkurang.
 Produksi glukosa endogen berkurang, misal setelah konsumsi
alkohol.
 Peningkatan penggunaan glukosa oleh tubuh, misal setelah
berolahraga.
 Peningkatan sensitivitas terhadap insulin.
 Penurunan ekskresi insulin, misal pada gagal ginjal.
 Ekses insulin disertai mekanisme kontra regulasi glukosa yang
terganggu

2
3. Ekses Insulin Disertai Mekanisme Kontra Regulasi Glukosa yang
Terganggu
Hipoglikemi merupakan interaksi antara kelebihan (ekses) insulin dan
terganggunya mekanisme kontra regulasi glukosa. Kejadian ekses insulin
saja belum tentu menyebabkan terjadinya hipoglikemia.
4. Frekuensi Hipoglikemia
Pasien yang sering mengalami hipoglikemi akan mentoleransi kadar gula
darah yang rendah dan mengalami gejala hipoglikemia pada kadar gula
darah yang lebih rendah daripada orang normal
5. Obat Hipoglikemi Oral yang Berisiko Menyebabkan Hipoglikemia
Penggunaan obat hipoglikemik oral yang memiliki cara kerja
meningkatkan sekresi insulin pada pankreas dapat menyebabkan terjadinya
hipoglikemia. Obat- obat tersebut antara lain dipeptydil peptidase-4
inhibitor, glucagon-like peptide-1, golongan glinide, golongan
sulfonylurea: glibenclamide, glimepiride.
6. Terapi Salisilat
Salisilat menurunkan kadar gula darah dan meningkatkan sekresi insulin
yang distimulasi glukosa (glucose-stimulated insulin secretion) pada orang
normal dan pasien diabetes. Salisilat menghambat sintesis prostaglandin
pada berbagai jaringan, termasuk jaringan pankreas. Penurunan produksi
prostaglandin di pankreas berhubungan dengan peningkatan sekresi
insulin, dibuktikan dalam penelitian sebelumnya bahwa pada orang
normal, infus prostaglandin E2 dan analog E2 termetilasi menghambat
respon insulin akut setelah asupan glukosa.
Pemberian aspirin dalam dosis 1,8g – 4,5g per hari dapat menurunkan
kebutuhan suntikan insulin pada pasien diabetes dan pemberian 6g aspirin
per hari selama 10 hari menurunkan rata-rata gula darah puasa dari
371mg/dl menjadi 128mg/dl.

7. Terapi Insulin
Terapi insulin dapat menyebabkan hipoglikemia karena apabila kadar
gula darah turun melampaui batas normal, tidak terjadi fisiologi
penurunan kadar insulin dan pelepasan glukagon, dan juga refleks

3
simpatoadrenal. Berdasarkan berbagai penelitian klinis, terbukti bahwa
terapi insulin pada pasien hiperglikemia memperbaiki luaran klinis.
Insulin, selain dapat memperbaiki status metabolik dengan cepat,
terutama kadar glukosa darah, juga memiliki efek lain yang bermanfaat,
antara lain perbaikan inflamasi.
Pada awalnya, terapi insulin hanya ditujukan bagi pasien diabetes melitus
tipe 1 (DMT1). Namun demikian, pada kenyataannya, insulin lebih
banyak digunakan oleh pasien DMT2 karena prevalensi DMT2 jauh lebih
banyak dibandingkan DMT1. Pasien DMT2 yang memiliki kontrol
glukosa darah yang tidak baik dengan penggunaan obat antidiabetik oral
perlu dipertimbangkan untuk penambahan insulin sebagai terapi
kombinasi dengan obat oral atau insulin tunggal.

8. Aktivitas Fisik/ Olahraga


Aktivitas fisik atau olahraga berperan dalam pencegahan dan penanganan
diabetes. Olahraga dapat memicu penurunan berat badan, meningkatkan
sensitivitas insulin pada jaringan hepar dan perifer, meningkatkan
pemakaian glukosa dan keseharan sistem kardiovaskular.
Namun pada penderita diabetes dengan pengendalian gula darah yang
intensif, olahraga dapat meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia bila
tanpa disertai penyesuaian dosis terapi insulin, dan atau suplementasi
karbohidrat. Hipoglikemia dapat terjadi saat berolah raga, sesaat
setelah berolahraga, ataupun beberapa jam setelah berolahraga. Beberapa
studi terakhir menemukan bahwa hipoglikemia setelah olah raga
dipengaruhi oleh kegagalan sistem otonom pada penderita diabetes.
Pada saat olah raga terjadi penurunan insulin secara fisiologis, sedangkan
pada penderita diabetes yang tergantung pada terapi insulin eksogen,
penurunan insulin fisiologis ini tidak terjadi karena insulin yang beredar
di dalam tubuh adalah insulin eksogen dan tidak dapat dikendalikan oleh
pankreas.
Berbeda dengan penurunan sekresi insulin yang tidak terjadi pada
penderita diabetes, pada saat berolah raga sekresi glukagon dari sel – sel
alfa pankreas tetap terjadi pada penderita diabetes melitus tipe 1 dan tipe

4
2. Hilangnya penurunan kadar insulin juga menghambat proses
glikogenolisis dan glukoneogenesis karena kadar insulin yang relatif
tinggi beredar dalam darah.

Pada penderita diabetes juga terjadi kegagalan sekresi epinefrin. Secara


fisiologis, epinefrin berfungsi meningkatkan glikogenolisis dan
menghambat pemakaian glukosa pada saat olahraga.

9. Keterlambatan Asupan Glukosa


Berkurangnya asupan karbohidrat atau glukosa pada pasien hiperglikemia
karena terlambat makan atau menjalani puasa dengan tidak mengurangi
dosis obat-obatan antidiabetes, dapat terjadi hipoglikemia karena
berkurangnya asupan glukosa dari saluran cerna.
10. Gangguan Ginjal
Hipoglikemia pada gangguan fungsi ginjal dapat diakibatkan oleh
penurunan glukoneogenesis, kerja insulin yang berlebih atau berkurangnya
asupan kalori. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi penurunan
kebutuhan insulin karena perubahan pada metabolisme dan ekskresi
insulin (insulin clearance). Insulin eksogen secara normal dimetabolisme
oleh ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal, waktu paruh insulin memanjang
karena proses degradasi insulin berlangsung lebih lambat.

1.4 Klasifikasi
1. Ringan

Simtomatik, dapat diatasi sendiri, tidak ada gangguan aktivitas


sehari- hari yang nyata. Gejala Hipoglikemia Ringan, ketika kadar glukosa
darah menurun, sistem syaraf simpatis akan terangsang. Terjadi
pelimpahan adrenalin ke dalam darah menyebabkan gejala : perspirasi,
tremor, takhikardia, palpitasi, gelisah dan rasa lapar (Fluide, 2009).
2. Sedang
Simtomatik, dapat diatasi sendiri, menimbulkan gangguan aktivitas
sehari- hari yang nyata (Eliastan, 2010). Penurunan kadar glukosa darah
menyebabkan sel-sel otak tidak memperoleh cukup bahan bakar dengan

5
baik. Tanda-tanda gangguan fungsi pada sistem syaraf pusat mencakup
ketidakmampuan berkonsentrasi, sakit kepala, vertigo, konfusio,
penurunan daya ingat, patirasa di daerah bibir serta lidah, bicara pelo,
gerakan tidak terkoordinasi, perubahan emosional, penglihatan ganda dan
perasaan ingin pingsan

3. Berat
Sering tidak simtomatik, pasien tidak dapat mengatasi sendiri
karena adanya gangguan kognitif. Fungsi sistem syaraf pusat mengalami
gangguan yang sangat berat sehingga pasien memerlukan pertolongan
orang lain untuk mengatasi Hipoglikemia yang diderita, gejalnya :
Disorientasi, serangan kejang, sulit dibangunkan dari tidur, kehilangan
kesadaran (Thim, 2012).
1.5 Patofisiologi
Seperti sebagian besar jaringan lainnya, matabolisme otak bergantung pada
glukosa yang digunakan sebagai bahan bakar. Ketika jumlah glukosa terbatas,
maka otak dapat memperoleh glukosa dari penyimpanan glikogen di astrosit,
namun hanya dapat digunakan beberapa menit saja. Untuk melakukan kerja
yang begitu banyak atau berat, otak sangat tergantung pada suplai glukosa
secara terus-menerus dari darah ke dalam jaringan interstitial di system saraf
pusat dan saraf-saraf didalam system saraf tersebut (Crown, 2009). Oleh
karena itu, jika jumlah glukosa yang disuplai oleh darah menurun atau tidak
mencukupi, maka akan mempengaruhi juga kerja otak. Pada sebagian besar
kasus, penurunan mental seseorang telah dapat dilihat ketika kadar gula
darahnya menurun hingga dibawah 65 mg/dl (3.6 mM). Saat kadar glukosa
darah menurun hingga dibawah 10 mg/dl (0.55 mM), sebagian besar neuron
menjadi tidak berfungsi sehingga dapat menyebabkan koma (Price & Wilson,
1995)
.

1.6 Manifestasi Klinis

Gejala-gejala hipoglikemia terdiri dari dua fase (Morton, 2013), yaitu :

6
a. Fase I : gejala-gejala akibat aktivasi pusat otonom di hipotalamus
sehingga hormon epinefrin masih dilepaskan. Gejala awal ini merupakan
peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat di ambil
tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjut.
b. Fase II : gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak,
karena itu dinamakan gejala neurologis. Pada awalnya tubuh memberikan
respon terhadap rendahnya kadar gula darah dengan melepasakan
epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf.
Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi
jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan
(berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan
kadang rasa lapar). Hipoglikemia yang lebih berat menyebabkan
berkurangnya glukosa ke otak dan menyebabkan pusing, bingung, lelah,
lemah, sakit kepala, perilaku yang tidak biasa, tidak mampu
berkonsentrasi, gangguan penglihatan, kejang dan koma. Hipoglikemia
yang berlangsung lama bisa menyebabkan kerusakan otak yang permanen.
Gejala yang menyerupai kecemasan maupun gangguan fungsi otak bisa
terjadi secara perlahan maupun secara tiba-tiba. Hal ini paling sering
terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral.
Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada
pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah
habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya
hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama
serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.
Tanda dan gejala lain pada hipoglikemi (Graham, 2004) yaitu:
a. Neuroglikopeni : pusing, bingung, bicara tidak jelas,
perubahan perilaku, dan koma
b. Neurogenic : Adrenergic ( tremor halus, jantung berdebar,
cemas, bingung ), Kolinergik (berkeringat, lapar terus,
tingling)
c. Penurunan Berat Badan

7
1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Gula Darah Puasa
Diperiksa untuk mengetahui kadar gula darah puasa sebelum diberi
glukosa 75 jam gram oral dan nilai normalnya antara 70-110mg/ dl
2. Hemoglobin Glikosilasi (HbAIc)
Memberikan indeks rata-rata pengendalian glukosa darah selama 2-3
bulan sebelumnya, target 7% atau kurang
3. Glukosa darah 2 jam post prandial (normal < 140 mg/dl/2 jam),
kreatinin
4. Skrining lipid, target kadar kolesterol total <5,2 mmol/L dan
trigliserida puasa <2,0 mmol/L
5. Urin untuk mencari albumin dan mikroalbumin, serta leukositosis
(Nurarif, 2015)

1.8 Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi

1. Penatalaksanaan Farmakologi

Yaitu dengan injeksi glukosa 40% IV 25ml, infus glukosa 10%,


beri injeksi efedrin bila tidak ada kontraindikasi jantung dll 25-50
mg atau injeksi glukagon 1mg/IM, setelah gula darah stabil, infus
glukosa 10% dilepas bertahap dengan glukosa 5% stop (Herdman,
2014).
2. Penatalaksanaan Non Farmakologi
Beri pisang/ roti/ karbohidrat lain, bila gagal, Beri teh gula, bila
gagal tetesi gula kental atau madu dibawah lidah.

BAB 2. PATHWAY

8
9
BAB 3. ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORI

3.1 Pengkajian
A. Pengkajian : Menurut Potter dan Perry (2005), Merupakan proses yang
terstruktur dan sistematis, mulai dari pengumpulan data, verifikasi
data, dan komunikasi data tentang klien. Pada fase pengkajian ini
terdapat 2 langkah yaitu pengumpulan data dari klien (sumber primer)
dan keluarga, tenaga kesehatan (sumber sekunder) serta analisa data
untuk diagnosa keperawatan.
1. Identitas klien yakni nama, umur, agama, suku, status, pekerjaan,
alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor registrasi, dan diagnosa
medis.
Abses umunya dialami oleh semua golongan usia, namun yang
paling sering diserang adalah bayi dan anak-anak
2. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien abses umumnya memiliki keluhan berupa pusing, lemas,
mual, lelah, tidak dapat konsentrasi, penglihatan abur, dan
takikardi.
b. Riwayat Penyakit Terdahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit – penyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit
pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat maupun
obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota
keluarga yang juga menderita DM atau penyakit keturunan
yang dapat menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal
hipertensi, jantung
d. Pola Fungsional Gordon
Menurut Carpenito (2009),

10
NO Pola Gordon Komponen Pengkajian

1 Pola persepsi Pasien hipoglokemia biasanya dapat terjadi disemua


dan golongan. Perawat harus melakukan anamnesis kepada
pemeliharaan pasien tentang persepsi sehat-sakit, pengetahuan status
kesehatan kesehatan pasien saat ini, perilaku untuk mengatasi
kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan.
2 Pola nutrisi Perawat melakukan pengkajian tentang kebiasaan jumlah
dan makanan dan kudapan, Jenis dan jumlah (makanan dan
metabolisme minuman), Pola makan 3 hari terakhir atau 24 jam terakhir,
porsi yang dihabiskan, nafsu makan, Pola nutrisi pasien
hipoglikemia tidak terganggu.

3 Pola Pada pasien hipoglikemia inguinalis biasanya tidak terjadi


eliminasi gangguan eliminasi.

4 Pola aktivitas Pasien hipoglikemia mengalami kelemahan dan pusing. Hal


dan latihan ini dikarenakan kadar glukosa pasien rendah. Aktivitas
pasien sering dibantu oleh pihak keluarga.

5 Pola tidur Pasien hipoglikemia biasanaya sering tidur karena merasa


dan istirahat lemas, pusing, dan mengantuk karena kurangnya akadr
glukosa. Hal ini tentunya dapat mengganggu kenyamanan
pasien. Tugas perawat adalah melakukan pengkajian
seberapa lama pasien tidur dalam sehari, apakah terdapat
perubahan pola tidur atau lama tidur.

6 Pola Kognitif Pasien hipoglikemi biasanya terganggu karena penyakit ini


dan dapat menyebabkan penurunan konsentrasi. Sebagai
konseptual perawat hal yang harus dikaji adalah apakah ada gangguan
mengenai alat indra pasien, dan bagaimana status neurologis
pasien.

7 Pola persepsi Pasien yang menderita hipogliemi seringkali integritas ego


diri terganggu disebabkan pikiran tentang menghadapi

11
pengobatan. Hal seperti ini dapat dilihat dari rasa cemas,
gelisah, mental kacau, dan perubahan perilaku pasien.

8 Pola peran Perawat mengkaji peran pasien dalam keluarga, pekerjaan


dan dan sosial, kepuasan peran pasien, pengaruh status
hubungan kesehatan terhadap peran, pentingnya keluarga,
pengambil keputusan dalam keluarga, orang-orang terdekat
pasien.

9 Pola Akibat dari kuragnya kadar glukosa bisa menyebabkan


seksualitas tergangguannya pola seksual dan reproduksi karna klien
dan akan merasa lemas dan mengantuk.
reproduksi

10 Pola toleransi Perawat perlu mengkaji adalah Sifat pencetus stress yang
coping- dirasakan baru-baru ini, Tingkat stress yang dirasakan,
stress gambaran respons umum dan khusus terhadap stress,
Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan dan
keefektifannya, Strategi koping yang biasa digunakan,
Pengetahuan dan penggunaan teknik manajemen stress,
Hubungan antara manajemen stress dengan keluarga. Pada
pasien hipoglikemia tingkat stress akan bertambah karena
memikirkan tentang penyakit dan pengobatan yang
dihadapi. Hal ini dapat dilihat dari kegelisahan dan
kecemasan pasien.

11 Pola tata Mayoritas pasien hipoglikemia tidak memerlukan adaptasi


nilai dan dalam menjalankan ibadahnya.
kepercayaan

3. Pemeriksaan Fisik
Menurut Doenges (2000) pemeriksaan pasien hipoglikemia
berdasarkan sistem-sistem tubuh yaitu:
a. Keadaan umum

12
Pasien dalam keadaan lemah dan kesadaran baik, kecuali jika
pasien mengalami shock. Tensi, nadi, dan kesadaran harus
selalu dimonitor setiap jam dan dicatat. Apabila kondisi tetap
stabil interval monitoring diperpanjang, seperti 3 jam sekali.
a) B1 (Breathing)
Mengkaji fungsi pernafasan dengan menilai frekuensi
nafas, apakah ada penggunaan otot bantu pernafasan,
retraksi dinding dada dan adanya sesak nafas. Palpasi
pengembangan paru, auskultasi suaran nafas, kaji adanya
suara napas tambahan, dan kaji adanya trauma pada dadi.
Jika napas tidak memadai maka lakukan pemberian oksigen
dan posisi semifowler.
b) B2 (Blood)
Biasanya pada pasien hipoglikemi engalami palpitasi, akral
dingin dan pucat, berkeringat meski suhu normal.
c) B3 (Brain)
Pasien hipogikemi biasanya agresif, emosi labil, pusing,
penglihatan kabur/ganda, kejang, penurunan kesadaran,
koma.
d) B4 (Bladder)
Mengalami poliuria pada pasien hipoglikemi akibat
diabetes mellitus
e) B5 (Pencernaan)
Sering merasa lapar akibat pelepasan epinefrin atau
adrenalin.
f) B6 (Muskuloskeletal)
Kelemahan dan mudah capek saat melakukan aktivitas
b. Cardiovaskular
Biasanaya pasien mengalami Tachycardia, palpitasi, sinkope.
c. Integumen
Biasanya pasien terlihat pucat dan diaphoresis.
d. Neurologi

13
Biasanaya pasienmengalami Iritable, perilaku tidak terkontrol,
kejang, coma.
e. Muskuloskeletal
Biasanaya pasien mengalami Kelemahan

3.2 Pemeriksaan Penunjang


Berdasarkan Carpenito (2009), pemeriksaan penunjang ada 3 yaitu:
1. Prosedur khusus: Untuk hipoglikemia reaktif tes toleransi glukosa
postpradial oral 5 jam menunjukkan glukosa serum <50 mg/dl setelah
5 jam.
2. Pengawasan di tempat tidur: peningkatan tekanan darah.
3. Pemeriksaan laboratorium: glukosa serum <50 mg/dl, spesimen urin
dua kali negatif terhadap glukosa.
4. EKG: Takikardia.

3.3 Diagnosa

Menurut Potter dan Perry (2005), diagnosa keperawatan


merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga, atau komunitas
terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan
untuk mencapai hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan
bertanggung gugat. Menurut Keliat dkk (2015), data yang digunakan
untuk mendiagnosis dan membedakan satu diagnosis dengan diagnosis
yang lain adalah indikator diagnostik. Indikator diagnostik mencakup
batasan karakteristik yaitu tanda dan gejala dan faktor risiko yang meliputi
faktor yang berhubungan dengan penyebab, keadaan, fakta, atau pengaruh
yang berhubungan dengan diagnosis keperawatan. Diagnosa keperawatan
pasien hipoglikemi berdasarkan Nanda (2018) adalah :

1) Nyeri b.d agen cidera biologis (hipoglikemi) d.d klien mengatakan


nyeri/pusing di kepala
2) Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya paparan informasi d.d klien
mengatakan tidak mengerti tentang penyakitnya

14
3) Keletihan b.d kelelaham d.d kliem mengatakan lemas
4) Risiko ketidakstabilaan kadar glukosa darah b.d hipoglikemi

3.4 Intervensi
Menurut Potter dan Perry (2005), Intervensi keperawatan (perencanaan)
merupakan kegiatan keperawatan yang mencakup peletakan pusat tujuan
pada pasien, menetapkan hasil yang akan dicapai, dan memilih intervensi
agar tujuan tercapai. Pada tahap intervensi adalah pemberian kesempatan
pada perawat, pasien dan keluarga atau orang terdekat pasien untuk
merumuskan suatu rencana tindakan keperawatan agar masalah yang
dialami pasien dapat teratasi. Intervensi adalah peruntuk tertulis yang
memberikan gambaran tepat tentang rencana keperawatan yang akan
dilakukan terhadap pasien berdasarkan diagnosa keperawatan, sesuai
kebutuhan.

15
Tujuan dan
Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
No

Nyeri b.d agen cidera biologis NOC NIC 1. Untuk


1.
(hipoglikemi) d.d klien mengetahui
Tujuan: 1400-manajemen
mengatakan nyeri/pusing di lokasi dna
nyeri
kepala (00132) Setelah dilakukan kualitas nyeri
tindakan 1. Lakukan pasien
keperawatan pengkajian nyeri 2. Agar bisa
selama 1 x 24 jam secara melakukan
diharapkan Nyeri komprehensif tindakan jika
akut dapat 2. Observasi adanya pasien nyeri
dikurangi dengan petunjuk non 3. Untuk
verbal mengenai mengetahui
Kriteria Hasil:
ketidaknyamanan tindakan yang
2102-Tingkat nyeri 3. Gali bersama efektif untuk
1. Nyeri yang pasien faktor- meredakan nyeri
dilaporkan faktor yang dapat 4. Supaya pasien
dipertahankan menurunkan atau mengetahui
pada skala 2 memperberat penyebab,
(cukup berat) nyeri kualitas, dan
ditingkatkan ke 4. Berikan informasi manajemen
skala 4 (ringan) mengenai nyeri nyerinya
2. Ekspresi nyeri 5. Ajarkan prinsip 5. Supaya pasien
wajah manajemen nyeri dapat
dipertahankan 6. Dorong pasien memanajemen
pada skala 2 untuk memonitor nyeri
(cukup berat) dan menangani 6. Mendorong Self
ditingkatkan ke nyeri dengan tepat care pasien
skala 4 (ringan) 7. Dukung istirahat / 7. Untuk meredakan

16
3. Kehilangan tidur yang nyeri pasien
nafsu makan adekuat 8. Supaya tindkaan
dipertahankan 8. Pilih dan penurunan nyeri
pada skala 2 implementasikan efektif
(cukup berat) tindakan yang 9. Mengetahui
ditingkatkan ke beragam untuk tindakan yang
skala 4 (ringan) memfasilitasi dilakukan efektif
4. Tidak bisa penurunan nyeri atau tidak
istirahat 9. Monitor
dipertahankan kepuasaan pasien
pada skala 2 terhadap
(cukup berat) manajemen nyeri
ditingkatkan ke
skala 4 (ringan)
Defisiensi pengetahuan b.d NOC NIC 1. agar pasien
2.
kurangnya paparan informasi mudah mengerti
Tujuan: 5515- Peningkatan
d.d klien mengatakan tidak dan memahami
Kesadaran
mengerti tentang penyakitnya Setelah dilakukan apa yang
Kesehatan
(00126) tindakan dijelaskan oleh
keperawatan 1. Gunakan perawat
selama 1 x 24 jam komunikasi yang 2. informasi sangat
diharapkan sesuai dan jelas penting agar
defisiensi 2. Berikan informasi pasien dapat
pengetahuan penting secara mengerti masalah/
dapat diatasi tertulis maupun penyakit yang
dengan lisan pada pasien sedang dihadapi
sesuai dengan 3. agar pasien cepat
Kriteria Hasil:
bahasa utamanya/ mengerti apa yang
1844-Manajemen bahasa ibu dijelaskan oleh
Penyakit Akut 3. Gunakan strategi perawat
1. Faktor-faktor untuk 4. untuk
penyebab dan meningkatkan memperdalam

17
faktor yang pemahanan pengetahuan
berkontribusi 4. Motivasi individu pasien
dipertahankan untuk
pada skala 2 mengajukan
(pengetahuan pertanyaan dan
terbatas ) meminta
ditingkatkan ke penjelasan
skala 4
(pengetahuan
banyak)
2. Tanda dan
gejala penyakit
dipertahankan
pada skala 2
(pengetahuan
terbatas)
ditingkatkan ke
skala 4
(pengetahuan
banyak).
Keletihan b.d kelelaham d.d NOC NIC 0180-Manajemen
3.
kliem mengatakan lemas Energi
Tujuan: 0180-Manajemen
(00093)
Energi 1. untuk mengetahui
Setelah dilakukan
keterbatasan yang
tindakan 1. anjurkan pasien
dimiliki pasien
keperawatan mengungkapkan
2. untuk mengetahui
selama 1 x 24 jam perasan secara
apakah waktu tidur
diharapkan verbal mengenai
klien cukup atau
keletihan dapat keterbatasan yang
kurang
dikurangi dengan dialami
3. supaya klien dapat
2. monitor waktu
Kriteria Hasil: menghemat energi
dan lama

18
0007-Tingkat tidur/istirahat yang dimiliki
Kelelahan pasien 1850-Peningkatan
3. bantu pasien Tidur
1. kelelahan
untuk memahami
dipertahankan 1. untuk mengetahui
prinsip konservasi
pada skala 3 durasi tidur klien
energi (kebutuhan
ditingkatkan ke 2. supaya klien
membatasi
skala 5 mengetahui pola
aktivitas dan tirah
2. kelesuan tidurya
baring)
dipertahankan 3. untuk memenuhi
pada skala 3 1850-Peningkatan kebutuhan
ditingkatkan Tidur tidur/istirahat yag
pada skala 5 kurang dan
1. monitor /catat
3. kualitas tidur menambah energi
pola tidur pasien
dipertahanan
dan jumlah jam
pada skala 3
tidur
ditingkatkan
2. anjurkan pasien
pada skala 5
untuk memantau
0005-Toleransi pola tidur
terhadap aktivitas 3. anjurkan untuk
tidur siang di
1. tekanan darah
siang hari jika
sistolik ketika
diindikasikan
beraktivitas
untuk memenuhi
dipertahankan
kebutuhan tidur
pada skala 3
4.
ditingkatkan ke
skala 5
2. tekanan darah
diastolik
dipertahankan
pada skala 3
ditingkatkan ke

19
skala 5
3. kemudahan
dalam
melakukan
aktivitas hidup
harian
dipertahankan
pada skala 3
ditingkatkan ke
skala 5

Risiko ketidakstabilaan kadar NOC NIC 2130-Manajemen


4.
glukosa darah b.d hipoglikemi Hipoglikemia
Tujuan: 2130-Manajemen
(00179)
Hipoglikemia 1. Untuk
Setelah dilakukan
mengetahui klien
tindakan 1. Identifikasi
yang dapat
keperawatan pasien yang
berisiko
selama 1 x 24 jam berisiko
mengalami
diharapkan risiko mengalami
hipoglikemia
ketidakstabilaan hipoglikemia
2. Untuk
kadar glukosa 2. Kenali tanda dan
mengetahui tanda
darah dapat gejala
dan gejalanya
dikurangi dengan hipoglikemia
sejak dini
3. Monitor kadar
Kriteria Hasil: 3. Untuk
glukosa darah
2300-Kadar mengetahui
sesua dengan
Glukosa Darah perubahan kadar
indikasi
gula darah
5. glukosa darah 5602-Pengajaran: 5602-Pengajaran:
dipetahankan Proses Penyakit Proses Penyakit
pada skala 3

20
ditingkatkan ke 1. Kaji tingkat 1. Untuk
skala 5 pengetahuan mengetahui
6. urin glukosa pasien terkait tingkat
dipertahankan dengan proses pengetahuan klien
pada skala 3 penyakit yang terhadap penyakit
ditingkatkan spesifik yag dialami
keskala 5 2. Jelaskan 2. Untuk
mengenai proses mengetahui
2113-Keparahan
penyakit , sesuai proses terjadinya
Hipoglikemia
kebutuhan peenyakit
1. berkeringat 3. Identifikasi 3. Untuk
dipertahankan kemungkinan mengetahui
pada skala 3 penyebab, sesuai penyebabnya
ditingkatkan ke kebutuhan 4. Untuk
skala 5 4. Identifikasi mengetahui
2. pusing perubahan perubahan kondisi
dipertahankan kondisi fisik fisik klien
pada skala 3 pasien sebelum dan
ditingkatkan ke sesudah sakit 1.
skala 5
3. mengantuk
dipertahankan
pada skala 3
ditingkatkan ke
skala 5
7.

3.5 Evaluasi

Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan seberapa
jauh keberhasilan yang dicapai sebagai output dari tindakan. Penilaian proses

21
menentukan adakah kekeliruan dari setiap tahapan proses asuhan keperawatan
mulai dari pengkajian, diagnosa, intervensi, implementasi, dan evaluasi.
Evaluasi dilakukan untuk menilai keberhasilan kriteria yang telah ditentukan
sebelumnya dalam intervensi, dinilai dengan cara membandingkan hasil
tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan dengan tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Evaluasi disusun dengan format SOAPIER (Potter
dan Perry, 2005).

S: ungkapan perasaan atau keluhan secara subjektif oleh keluarga pasien atau
pasien setelah dilakukan tindakan atau implementasi. Biasanya pada
pasien hipoglikemi selalu meengeluhkan pusing dan lemas.

O: keadaan objektif yang dapat diidenifikasi oleh perawata menggunakan


pengamatan objektif. Biasanya ditandai dengan tekanan darah menurun,
takikardi, wajag terlihat lesu.

A: analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif

P: perencanaan atau intervensi selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.


Biasanaya dilakukan monitor kadar glukosa/kadar gula darah.

I: pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan. Biasanya dilakukan


terapi manajemen nyeri, observasi tanda-tanda vital, dan melakukan
kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain.

E: tafsiran dari hasil tindakan yang telah ditentukan

R: revisi, komponen evaluasi dapat menjadi petunjuk perlunya perbaikan dari


perubahan intervensi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, G M., Howard K B, Joanne M D, Cheryl M W. (2013). Nursing


Interventions Classification (NIC). Edisi Keenam. Mosby: Elsevier.
Terjemahan oleh Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi T. (2016).
Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi Bahasa Indonesia.
Yogyakarta: Mocomedia.
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosis Keperawatan: Aplikasi Pada Praktik
Klinis Ed 9. Jakarta: EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: EGC.

Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Ed. 3. Jakarta:
EGC.

Eliastan, Michael. 2010. Penuntun Kegawat Daruratan. Jakarta: EGC

Fluide, G. (2009). Emergency Medicine (5th ed.). Australia: Elseiver.

Graham, C. ., & Parke, T. R. . (2004). Critical Care in The Emergency


Department: Shock and Circulatory Support. Emerg Med, 22(1), 17–21.

Herdman, T H., Shigemi Kamitsuru. (2014). NANDA International Inc. Nursing


Diagnoses: Definitions & Classifications 2015-2017. 10th Edition.
Terjemahan oleh Budi Anna Keliat, Heni D W, Akemat Pawirowiyono, M
Arsyad Subu. (2017). Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi
2015-2017. Edisi 10. Jakarta: EGC.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015). Diagnosis Keperawatan dan Klasifikasi


2015-2017. Jakarta: EGC.

Lefebvre PJ, & Scheen AJ. (2003). Hypoglycemia (6th ed.). New York: Mc Graw
Hill.

Morton, P. ., Fontaine, D., Hudak, C. ., & Gallo, B. . (2013). Keperawatan Kritis

23
(8th ed.). Jakarta: EGC

Moorhead, Sue., Marion Johnson, Meridean L M, Elizabeth Swanson. (2013).


Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi Kelima. Mosby: Elsevier.
Terjemahan oleh Intansari Nurjannah dan Roxsana Devi T. (2016).
Pengukuran Outcomes Kesehatan. Edisi Bahasa Indonesia. Yogyakarta:
Mocomedia.

Nanda International. 2012. Nursing Diagnoses : Definition and classification


2010-2012. Wiley-Blackwell: United Kingdom

Nurarif, A. ., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan


Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Media Action.

Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit,


Ed.4, EGC, Jakarta

Rumahorbo, Hotma. 1999. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem


Endokrin. Jakarta: EGC

Setyohadi, D. (2012). Kegawatdaruratan Penyakit Dalam ( Emergency in Internal


Medicine). Jakarta: pusat penerbit ilmu penyakit dalam interna publishing.

Smelltzer, S. ., & Bare, B. . (2009). Textbook of Medical Surgical Nursing.


Lippincot: Williams & wilkins.

Smeltzer, Suzanne C . 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner &


Suddarth Edisi 8. Jakarta: EGC.

Soeatmadji, D. (2008). Hipoglikemia Iatrogenik (5th ed.). Jakarta: Pusat


Penerbitan Depa rtemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.

Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-


Bedah Bruner and Suddarth. Ali Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor
bahasa Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC.

Thim, T., Krarup, N. ., Grove, E. ., Rohde, C. ., & Lofgren, B. (2012). Initial

24
Assesment and Treatment with the Airway, Breathing, Circulation,
Disability, Exposure (ABCDE) Approach.

Younk LM, Mikeladze M, Tate D, & Davis SN. (2011). Exercise-Related


Hypoglycemia in Diabetes Mellitus. Expert Review End Ocrinology
Metabolism, 6, 93–108.

25

Anda mungkin juga menyukai