Anda di halaman 1dari 68

RESUME BLOK 5

SKENARIO 4
PEMERIKSAAN JANTUNG

Disusun oleh:

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
I. SKENARIO
Sebagai seorang masinis PTKAI DAOP IX Jember, Antok 31 tahun, wajib
melakukan pemeriksaan kesehatan setiap kali harus bertugas. Termasuk pemeriksaan
jantung. Hari itu ketika dilakukan pemeriksaan rutin didapatkan heart rate 72x/mnt,
reguler dan tekanan darah 150/90 mmHg.
Dari hasil pemeriksaan tersebutdanberdasarkanperaturan PTKAI, Antok tidak
diijinkan bertugas hari itu karena tekanan darahnya tinggi, dan disarankan untuk
pemeriksaan lebih lanjut seperti rekam jantung dan sekaligus pengobatannya.

II. KLARIFIKASI ISTILAH


1. Heart rate : Jumlah denyutan jantung per satuan waktu (biasanya dinyatakan dalam
menit).
2. Rekam jantung : Alat untuk mendeteksi ada atau tidaknya kelainan pada jantung.
Biasanya disebut juga EKG (elektrokardigraf), menunjukkan ritme dan frekuensi
jantung.
3. Tekanan darah : Daya dorong darah terhadap pembuluh darah karena adanya pompa
darah ke pembuluh oleh jantung.

III. PERMASALAHAN
1. Berapa tekanan darah normal?
2. Mengapa orang hipertensi tidak boleh banyak bekerja?
3. Apa yang menyebabkan tekanan darah tinggi?
4. Bagaimana pengaturan tekanan darah?

IV. ANALISIS MASALAH


1. Tekanan darah normal 120/80 mmHg.
2. Jika orang dengan hipertensi dipaksa untuk bekerja yang terjadi adalah adanya
penyakit komplikasi lainnya bahkan penyakit jantung. Seperti Penyakit
Jantung Koroner, Arterosklerosis, Gagal jantung, bahkan bisa terjadi
cardiorespiratory arrest.
3. a. Pola hidup
b. Asupan Gizi
c. Usia
d. Tingkat stress
e. Beban kerja

4. Pengaturan tekanan darah


Tekanan darah merupakan hasil dari kontraksi dan relasasi jantung.
Sebenarnya Tekanan darah itu sendiri adalah hasil dari tekanan yang di hasilkan oleh
arteri untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Terdiri dari tekanan sistol dan diastol.
Faktor yang mempengaruhi tekanan darah:resistensi perifer, elastisitas pembuluh
darah, volume darah, semakin banyak tekanan darah akan semakin tinggi dan cardiac
output, tekanan darah meningkat bila cardiac output meningkat.

V. LEARNING OBJECTIVE
1. Mediastinum : anatomi jantung
2. Histology jantung dan pembuluh darah
3. Fisiologi system cardiovaskuler dan system konduksi jantung
4. Pengaturan tekanan darah
5. System sirkulasi
6. System limfatik
7. Farmakodinamik sarah otonom
8. Upaya pencegahan dan promosi kesehatan penyakit cardiovaskuler

VI. PEMBAHASAN

I. Anatomi Jantung
1.1 letak jantung
Jantung terletak di dalam mediastinum di rongga dada. 2/3 nya terletak di
bagian kiri, 1/3 nya terletak di bagian kanan dari garis tengah tubuh. Proyeksi jantung
kanan secara visual pada permukaan anterior adalah dibawah sternum dan tulang iga.
Pada bagian permukaan inferior ( Apeks dan batas kanan jantung) diatas diafragma.
Batas jantung kanan (yang meluas kebagian inferior dan basal) bertemu dengan paru
kanan. Batas jantung kiri (yang meluas dari basal ke apeks) bertemu dengan paru kiri.
Batas superior jantung kanan terletak di intercostae ke-3 kira-kira 3 cm ke
kanan dari garis tengah. Garis yang menghubungkan kedua titik ini berkoresponden
dengan basal jantung.
Batas inferior jantung kiri terletak di apeks di intercostae ke-5 kira-kira 9 cm
ke kiri dari garis tengah. Batas inferior jantung kanan terletak pada intercostae ke-6
kira- kira 3 cm ke kanan dari garis tengah.
Garis yang menghubungkan garis inferior kanan dan kiri berkoresponden
terhadap inferior surface jantungdan garis yang menghubungkan inferior dan superior
kanan berkoresponden ke border jantung kanan.
Berat jantung orang dewasa laki-laki 300-350gr, berat jantung orang dewasa
wanita 250-350 gr. Panjang jantung 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm atau 4 gr/kg BB
dari berat badan ideal.

1.2 Membran jantung

Pericardium adalah memberan yang mengelilingi dan melapisi jantung.dan


memberan ini membatasi jantung pada posisi didalam mediastinum.Pericardium
terdiri dari dua bagian yaitu fibrous pericardium dan serous pericardium.Febrous
pericardium superficial adalah lapisan keras,tidak elastik dan merupakan jaringan
tebal yang tidak beraturan. Fungsi dari fibrous pericardium mencegah peregangan
berlebihan dari jantung,melindungi dan menempatkan jantung dalam mediastinum.
Serous pericardium adalah lapisan dalam yang tipis,memberan yang halus yang
terdiri dari dua lapisan. Lapisan parietal adalah lapisan paling luar dari serous
pericardium yang menyatu dengan perikardium fibrosa. Bagian dalam adalah lapisan
visceral yang di sebut juga epicardium,yang menempel pada permukaan jantung
,antara lapisan parietal dan visceral terdapat cairan yang di sebut cairan perikadial.
Cairan perikardial adalah cairan yang dihasilkan oleh sell pericardial untuk mencegah
pergesekan antara memberan saat jantung berkontraksi.
Dinding jantung terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1) Epikardium ( lapisan terluar )
2) Myocardium ( lapisan tengah )
3) Endocardium ( lapisan terdalam )
Lapisan epikardium dapat disebut juga lapisan visceral,dari serous
perikardium.lapisan luar yang transparan dari dinding jantung terdiri dari
mesothelium yang bertekstur licin pada permukaan jantung.
Myocardium adalah jaringan otot jantung yang paling tebal dari jantung dan
berfungsi sebagai pompa jantung dan bersifat involunter.
Endocardium adalah lapisan tipis dari endotelium yang melapisi lapisan tipis
jaringan penghubung yang memberikan suatu batas yang licin bagi ruang-ruang
jantung dan menutupi katup-katup jantung .Endocardium bersambung dengan
endothelial yang melapisi pembuluh besar jantung.

1.3 Ruang Jantung


Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium dextrum, atrium
sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Atrium dextrum terletak
anterior terhadap atrium sinistrum dan ventriculus dexter anterior terhadap
ventriculus sinister.
Dinding jantung tersusun atas otot jantung, myocardium, yang di luar
terbungkus oleh pericardium serosum, yang disebut epicardium, dan di bagian dalam
diliputi oleh selapis endothel disebut endocardium.
Serambi kanan = Atrium Dexter
Serambi kiri = Atrium Sinister
Bilik kanan = Ventriculus Dexter
Bilik kiri = Veritricuius Sinister
a) Atrium Dextra
Dinding atrium dextra tipis, rata-rata 2 mm. Terletak agak ke depan
dibandingkan ventrikel dextra dan atrium sinistra. Pada bagian antero-superior
terdapat lekukan ruang atau kantung berbentuk daun telinga yang disebut Auricle.
Permukaan endokardiumnya tidak sama. Posterior dan septal licin dan rata. Lateral
dan auricle kasar dan tersusun dari serabut-serabut otot yang berjalan parallel yang
disebut Otot Pectinatus. Atrium Dextra merupakan muara dari vena cava. Vena cava
superior bermuara pada didnding supero-posterior. Vena cava inferior bermuara pada
dinding infero-latero-posterior pada muara vena cava inferior ini terdapat lipatan
katup rudimenter yang disebut Katup Eustachii. Pada dinding medial atrium dextra
bagian postero-inferior terdapat Septum Inter-Atrialis.
Pada pertengahan septum inter-atrialis terdapat lekukan dangkal berbentuk
lonjong yang disebut Fossa Ovalis, yang mempunyai lipatan tetap di bagian anterior
dan disebut Limbus Fossa Ovalis. Di antara muara vena cava inferior dan katup
tricuspidalis terdapat Sinus Coronarius, yang menampung darah vena dari dinding
jantung dan bermuara pada atrium dextra. Pada muara sinus coronaries terdapat
lipatan jaringan ikat rudimenter yang disebut Katup Thebesii. Pada dinding atrium
dextra terdapat nodus sumber listrik jantung, yaitu Nodus Sino-Atrial terletak di
pinggir lateral pertemuan muara vena cava superior dengan auricle, tepat di bawah
Sulcus Terminalis. Nodus Atri-Ventricular terletak pada antero-medial muara sinus
coronaries, di bawah katup tricuspidalis. Fungsi atrium dextra adalah tempat
penyimpanan dan penyalur darah dari vena-vena sirkulasi sistemik ke dalam ventrikel
dextra dan kemudian ke paru-paru.
Karena pemisah vena cava dengan dinding atrium hanyalah lipatan katup atau
pita otot rudimenter maka, apabila terjadi peningkatan tekanan atrium dextra akibat
bendungan darah di bagian kanan jantung, akan dikembalikan ke dalam vena sirkulasi
sistemik. Sekitar 80% alir balik vena ke dalam atrium dextra akan mengalir secara
pasif ke dalam ventrikel dxtra melalui katup tricuspidalisalis. 20% sisanya akan
mengisi ventrikel dengan kontraksi atrium. Pengisian secara aktif ini disebut Atrial
Kick. Hilangnya atrial kick pada Disaritmia dapat mengurangi curah ventrikel.
b) Atrium Sinistra
Terletak postero-superior dari ruang jantung lain, sehingga pada foto sinar
tembus dada tidak tampak. Tebal dinding atrium sinistra 3 mm, sedikit lebih tebal dari
pada dinding atrium dextra. Endocardiumnya licin dan otot pectinatus hanya ada pada
auricle. Atrium kiri menerima darah yang sduah dioksigenasi dari 4 vena pumonalis
yang bermuara pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing
sepasang vena dextra et sinistra. Antara vena pulmonalis dan atrium sinistra tidak
terdapat katup sejati. Oleh karena itu, perubahan tekanan dalam atrium sinistra
membalik retrograde ke dalam pembuluh darah paru. Peningkatan tekanan atrium
sinistra yang akut akan menyebabkan bendungan pada paru. Darah mengalir dari
atrium sinistra ke ventrikel sinistra melalui katup mitralis.
c) Ventrikel Dextra
Terletak di ruang paling depan di dalam rongga thorax, tepat di bawah
manubrium sterni. Sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan ventrikel
sinistra dan di medial atrium sinistra. Ventrikel dextra berbentuk bulan sabit atau
setengah bulatan, tebal dindingnya 4-5 mm. Bentuk ventrikel kanan seperti ini guna
menghasilkan kontraksi bertekanan rendah yang cukup untuk mengalirkan darah ke
dalam arteria pulmonalis. Sirkulasi pulmonar merupakan sistem aliran darah
bertekanan rendah, dengan resistensi yang jauh lebih kecil terhadap aliran darah dari
ventrikel dextra, dibandingkan tekanan tinggi sirkulasi sistemik terhadap aliran darah
dari ventrikel kiri. Karena itu beban kerja dari ventrikel kanan jauh lebih ringan
daripada ventrikel kiri. Oleh karena itu, tebal dinding ventrikel dextra hanya sepertiga
dari tebal dinding ventrikel sinistra. Selain itu, bentuk bulan sabit atau setengah
bulatan ini juga merupakan akibat dari tekanan ventrikel sinistra yang lebih besar
daripada tekanan di ventrikel dextra. Disamping itu, secara fungsional, septum lebih
berperan pada ventrikel sinistra, sehingga sinkronisasi gerakan lebih mengikuti
gerakan ventrikel sinistra. Dinding anterior dan inferior ventrikel dextra disusun oleh
serabut otot yang disebut Trabeculae Carnae, yang sering membentuk persilangan
satu sama lain. Trabeculae carnae di bagian apical ventrikel dextra berukuran besar
yang disebut Trabeculae Septomarginal (Moderator Band). Secara fungsional,
ventrikel dextra dapat dibagi dalam alur masuk dan alur keluar. Ruang alur masuk
ventrikel dextra (Right Ventricular Inflow Tract) dibatasi oleh katup tricupidalis,
trabekel anterior, dan dinding inferior ventrikel dextra. Alur keluar ventrikel dextra
(Right Ventricular Outflow Tract) berbentuk tabung atau corong, berdinding licin,
terletak di bagian superior ventrikel dextra yang disebut Infundibulum atau Conus
Arteriosus. Alur masuk dan keluar ventrikel dextra dipisahkan oleh Krista
Supraventrikularis yang terletak tepat di atas daun anterior katup tricuspidalis.
Untuk menghadapi tekanan pulmonary yang meningkat secara perlahan-lahan,
seperti pada kasus hipertensi pulmonar progresif, maka sel otot ventrikel dextra
mengalami hipertrofi untuk memperbesar daya pompa agar dapat mengatasi
peningkatan resistensi pulmonary, dan dapat mengosongkan ventrikel. Tetapi pada
kasus dimana resistensi pulmonar meningkat secara akut (seperti pada emboli
pulmonary massif) maka kemampuan ventrikel dextra untuk memompa darah tidak
cukup kuat, sehingga seringkali diakhiri dengan kematian.
d) Ventrikel Sinistra
Berbentuk lonjong seperti telur, dimana pada bagian ujungnya mengarah ke
antero-inferior kiri menjadi Apex Cordis. Bagian dasar ventrikel tersebut adalah
Annulus Mitralis. Tebal dinding ventrikel sinistra 2-3x lipat tebal dinding ventrikel
dextra, sehingga menempati 75% masa otot jantung seluruhnya. Tebal ventrikel
sinistra saat diastole adalah 8-12 mm. Ventrikel sinistra harus menghasilkan tekanan
yang cukup tinggi untuk mengatasi tahanan sirkulasi sitemik, dan mempertahankan
aliran darah ke jaringan-jaringan perifer. Sehingga keberadaan otot-otot yang tebal
dan bentuknya yang menyerupai lingkaran, mempermudah pembentukan tekanan
tinggi selama ventrikel berkontraksi. Batas dinding medialnya berupa septum
interventrikulare yang memisahkan ventrikel sinistra dengan ventrikel dextra.
Rentangan septum ini berbentuk segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada
daerah katup aorta. Septum interventrikulare terdiri dari 2 bagian yaitu: bagian
Muskulare (menempati hampir seluruh bagian septum) dan bagian Membraneus.
Pada dua pertiga dinding septum terdapat serabut otot Trabeculae Carnae dan
sepertiga bagian endocardiumnya licin. Septum interventrikularis ini membantu
memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh seluruh ventrikel pada saat kontraksi.
Pada saat kontraksi, tekanan di ventrikel sinistra meningkat sekitar 5x lebih tinggi
daripada tekanan di ventrikel dextra; bila ada hubungan abnormal antara kedua
ventrikel (seperti pada kasus robeknya septum pasca infark miokardium), maka darah
akan mengalir dari kiri ke kanan melalui robekan tersebut. Akibatnya jumlah aliran
darah dari ventrikel kiri melalui katup aorta ke dalam aorta akan berkurang.

1.4 Mediastinum
Mediastinum
adalah ruangan di dalam
rongga dada selain kedua
paru dan termasuk
pleura mediastinalis.
Bagaimanapun, istilah ini
digunakan untuk
menunjukkan daerah di
antara kedua kantong
pleura yang dibatasi
anterior oleh sternum dan
posterior oleh columna
vertebrae thoracicae dan memanjang secara vertikal dari appertura thoracis superior
sampai diafragma. Daerah ini dibagi menjadi mediastinum superior dan inferior, yang
terakhir disebutkan dibagi lagi menjadi bagian anterior, medius, dan posterior. Bidang
yang membagi menjadi mediastinum superior dan inferior melewati symphysis
manubriosternalis dan permukaan bawah vertebra thoracica IV.

Struktur-struktur yang Terdapat di dalam Mediastinum


A. Mediastinum Superior :
o Origo M. sternohyoid dan M. sternothyroid
o Thymus
o Saluran-saluran :
1. Arteri :
- Arcus aorta, a. brachiocephalica, a. carotis communis sin, a. subclavia sin
2. Vena :
- V. cava superior, v. brachiocephalica dex et sin & muara dari v. azygos
3. Ductus thoracicus
o Viscera :
Trachea dan Oesophagus
o Nervi :
Nervi vagi dex et sin, plexus cardiacus, nervus recurrent sin, nervi phrenici dex et sin

B. Mediastinum Anterior :
Tidak terdapat struktur-struktur yang penting, di sini hanya terdapat jaringan ikat
kendor, pembuluh-pembuluh darah kecil, saluran lymphe dan beberapa lymphonodi.

C. Mediastinum Medius :
o Pericardium dan cor
o Pembuluh-pembuluh darah besar :
1. V. cava superior
2. Aorta ascendens
3. Truncus pulmonalis dan bifurcatio trunci pulmonalis
4. Radix pulmonis dex et sin
o Nervi phrenici dex et sin.

D. Mediastinum Posterior :
o Saluran-saluran :
1. Aorta thoracalis
2. V. azygos
3. V. hemiazygos
4. Ductus thoracicus
o Viscera :
1. Oesophagus
2. Trachea
o Nervi :
1. Nervi vagus dex et sin
2. Nervus splanchnicus major
3. Nervus splanchnicus minor
2. Histology jantung dan pembuluh darah
2.1 Histologi jantung
Serabut-serabut otot jantung yang
tersusun seperti suatu kisi-kisi, serabut-
serabutnya terpisah, bergabung, dan
menyebar kembali, seperti bercabang-
cabang. Otot-otot jantung mempunyai
miofibril-miofibril tertentu yang
mengandung filamen aktin dan miosin.
Dan juga bentuknya berlurik-lurik dengan pola yang sama dengan yang terdapat pada
otot rangka yang khas. Pada otot jantung terdapat diskus interkalatus yang sebenarnya
merupakan membran sel yang memisahkan masing-masing sel otot jantung satu sama
lainnya. Jasi, serabut otot jantung terdiri atas banyak sel otot jantung yang saling
berhubungan dan bersisian.
Dinding jantung ada 3 lapisan :
1. Endokardium
o Dinding bagian dalam
o Endotel selapis pipih dan terdapat stratum subendotelia
o Sebelah dalamnya ada lamina subendocardia jaringan ikat (ada embuluh
darah kecil dan serat Purkinje)
2. Miokardium
o Lapisan paling tebal
o Terdiri dari serat otot jantung
3. Epikardium
o Mesotel selapis pipih
o Di bawahnya ada lamina subepicardiaca jaringan ikat di bawahnya (ada
pembuluh darah koronaria, saraf, dan jaringan adiposa)
Ada 4 ruang (2 atrium, 2 ventrikel)
2.2

histologi vascular
Sistem kardiovaskular terdiri dari jantung, arteri besar, arteriol, kapiler, venula,
vena. Fungsi utama sebagai penalur darah yang kaya oksigen dan nutrisi ke sel dan
jaringan, mengembalikan darah vena ke paru untuk pertukaran gas.

Jenis Arteri
Ada 3 jenis arteri : arteri elastik, arteri muscular, dan arteriol
Arteri keluar jantung membentuk percabangan progresif diameter berangsur
kecil tiap percabangan sampai arteri terkecil (kapiler)
Arteri elastik :
Terdiri atas serat jaringan ikat elastic
Terdapat di pembuluh darah aling besar di dalam tubuh (aorta, trunkus pulmonalis,
a.brakiosefalika, a.karotis komunis, a,subklavia, a.vertebralis)
Arteri muskular :
Lebih banyak terdiri atas serat otot polos
Terdapat di pembuluh cabang dari arteri elastik (arteri berukuran sedang)
Arteriol :
Dinding pembuluh terdiri atas 1-5 lapisan serat otot polos
Merupakan pembuluh penyalur darah ke pembuluh darah terkecil (kapiler)

Pola Struktural Arteri


Dindingnya mempunyai 3 lapisan konsentrik
(tunika) , yaitu :
Tunika intima (lapisan terdalam)
Epitel selapis pipih (endotel), di bawahnya ada
jaringan ikat subendotel
Tunika media (lapisan tengah)
Tersusun dari serat otot polos dimana di antara
sel-sel nya ada serat elastik dan reticular, otot
polos ini penghasil matriks ekstraseluler
Tunika adventisia (lapisan terluar)
Terdiri atas serat jaringan ikat kolagen tipe I dan
serat elastik
Pada sebagian dinding arteri muscular ada 2 pita
serat elastik bergelombang dan tipis
Lamina elastika interna (antara tunika intima
dan tunika media)
Tidak terlihat pada arteri kecil
Lamina elastika eksterna (di bagian luar tunika media)
Dijumpai di arteri muscular besar

Pola Struktural Vena


Kapiler-kapiler menyatu membentuk embuluh darah lebih besar (venula)
mengalir ke venula postcapillaris ke vena yang semakin besar
Vena ada yang berukuran kecil, sedang, dan besar
Vena berdinding tipis, diameter lebih besar, banyak variasi structural
Vena berukuran kecil dan sedang (terutama terdapat di daerah ekstremitas)
mempunyai katup (valva) :
Katup untuk membantu aliran darah vena dan mencegah aliran balik (karena darah
jalannya lambat dan tekanan darah vena rendah)
Katup membuka lumen saat darah menuju jantung
Katup menutup saat darah mulai mengalir balik untuk mencegah aliran balik darah
Katup tidak ada pada vena di SSP, vena visera, vena kava superior et inferior
Dinding juga terdapat 3 tunika seperti arteri , hanya saja lebih tipis
Vena Vasorum
Dinding arteri dan vena besar terlalu tebal untuk menerima nutrisi melalui difusi
langsung dari lumennya sehingga dinding dipasok oleh pembuluh darah sendiri
(kecil) yaitu vena vasorum
Pertukaran nutrient dan metabolit berlangsung dengan sel-sel di tunika adventisia dan
tunika media
Jenis Kapiler
Kapiler adalah pembuluh darah terkecil (diameter 8m) dimana ukurannya sama
dengan ukuran eritrosit
Ada 3 jenis kapiler :
Vas capillare continuum
o Jenis yang paling banyak
o Tersusun atas sel-sel endotel yang disatukan membentuk lapisan endotel solid
o Ditemukan di otot, jaringan ikat, jaringan saraf, kulit, organ nafas, kelenjar eksokrin
Vas capillare fenestratum
o Ada lubang besar/fenestra/pori di sitoplasma sel endotel untuk pertukaran cepat
molekul antar darah dan jaringan
o Ditemukan di kelenjar dan jaringan endokrin, usus halus, glomeruli ginjal
Vas capillare sinusoideum
o Pembuluh darah yang berjalan berkelok-kelok tidak teratur
o Diameter lebih besar sehingga memperlambat aliran darah
o Jarang ada taut sel endotel, ada celah lebar antar sel sndotel
o Membran basalis di bawah endotel tidak ada/kurang sempurna sehingga pertukaran
langsung molekul antar darah dan sel
o Ditemukan di hati, limpa, sumsum tulang

Sistem Pembuluh Limfe


Terdiri atas kapiler limfe dan pembuluh limfe
Mulanya berupa saluran buntu (kapiler limfe) di dalam jaringan ikat berbagai organ
Menampung kelebihan cairan interstisial dari jaringan dikembalikan ke vena lewat
pembuluh limfe besar, duktus torakikus, duktus limfatikus kanan
Endotel sangat tipis dan permeable
Struktur mirip vena namun dinding lebih tipis
Mekanisme aliran limfe sama dengan aliran darah (dengan kontraksi otot rangka)
Banyak terdapat katup (valva limfatika)
Ditemukan di semua jaringan kecuali SSP, tulang rawan, tulang, sumsum tulang,
timus, plasenta gigi
3. Fisiologi cardiovaskuler dan system konduksi jantung
1 Siklus Jantung
Pengisian vebtrikel
a Rapid ventrikel filling
b Slow ventrikel filling
c Atrial contraction
(Pengisian ventrikel terjadi karena ada perbedaan tekanan. Tekanan atrium melebihi
tekanan ventrikel menyebabkan sekitar 80 % darah mengalir dari atrium menuju
ventrikel dengan pengisian secara cepat dilanjutkan pengisian secara lambat. Sisa 20
% darah dialirkan ke ventrikel melalui kontraksi atrium)
Kontraksi ventrikel isovolumetrik mempersiapkan tekanan ventrikel
Kontraksi ventrikel terjadi saat tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta
Relaksasi ventrikel isovolumetrik terjadi pengisian atrium
Katub AV membuka
Pengisian ventrikel (kembali )

2.3 Konduksi Jantung

a Fungsi Konduksi Jantung


1 Otomatisasi : kemampuan untuk menimbulkan impuls spontan
2 Ritmisasi : pembangkitan impuls teratur
3 Konduktivitas : kemampuan menghantarkan impuls
4 Daya rangsang: kemampuan berespons terhadap stimulasi
b Potensial Aksi
Pada potensial aksi otot jantung terdapat beberapa fase yaitu :
1 Fase 0 (depolarisasi cepat)
Terjadi peningkatan tajam yang
memperlihat aktivasi kanal Na+.
Amplitudo dan kecepatan fase 0
berkaitan dengan kecepatan potensial
aksi dihasilkan oleh sel-sel lain. Di fase
ini juga sudah dimulai aktivasi kanal
Ca2+ lambat (apabila potensial
transmembran mencapai sekitar 10
mV)
2 Fase 1 (repolarisasi parsial)
Fase ini memperlihatkan
kembalinya negativitas sebagai
perpindahan K+ ke luar sel sesuai dengan perbedaan listrik dan kimiawi.
3 Fase 2 (plateau)
Di fase ini, Ca2+ berpindah ke dalam sel dan menetralkan secara listrik
perpindahan K+ keluar sel. Fase plateu inilah yang membuat kontraksi otot jantung
lebih lama 3-15 kali lipat dari otot rangka.
4 Fase 3 (repolarisasi cepat)
Saluran Ca2+ menutup dan K+ terus berpindah ke luar sel.
5 Fase 4 (fase istirahat)
Potensial transmembran terus menurun hingga tercapai potensial saat istirahat (-90
mV).
c Jalur Konduksi Jantung
1. SA Node ( Sino-Atrial Node )

Terletak dibatas atrium kanan (RA) dan vena cava superior (VCS). Sel-sel
dalam SA Node ini bereaksi secara otomatis dan teratur mengeluarkan impuls
(rangsangan listrik) dengan frekuensi 60 100 kali permenit kemudian menjalar ke
atrium, sehingga menyebabkan seluruh atrium terangsang

2. AV Node (Atrio-Ventricular Node)

Terletak di septum internodal bagian sebelah kanan, diatas katup trikuspid. Sel-
sel dalam AV Node dapat juga mengeluarkan impuls dengan frekuensi lebih rendah
dan pada SA Node yaitu : 40 60 kali permenit. Oleh karena AV Node mengeluarkan
impuls lebih rendah, maka dikuasai oleh SA Node yang mempunyai impuls lebih
tinggi. Bila SA Node rusak, maka impuls akan dikeluarkan oleh AV Node.

3. Berkas His

Terletak di septum interventrikular dan bercabang 2, yaitu :

1. Cabang berkas kiri ( Left Bundle Branch)

2. Cabang berkas kanan ( Right Bundle Branch )

Setelah melewati kedua cabang ini, impuls akan diteruskan lagi ke cabang-
cabang yang lebih kecil yaitu serabut purkinye.

4. Serabut Purkinye

Serabut purkinye ini akan mengadakan kontak dengan sel-sel ventrikel. Dari
sel-sel ventrikel impuls dialirkan ke sel-sel yang terdekat sehingga seluruh sel akan
dirangsang. Di ventrikel juga tersebar sel-sel pace maker (impuls) yang secara
otomatis mengeluarkan impuls dengan frekuensi 20 40 kali permenit.
4. Pengaturan tekanan darah
Tekanan darah merupakan hasil dari kontraksi dan relasasi jantung. Terdiri dari
tekanan sistol dan diastol. Tekanan darah normal 120/80 mmHg. Faktor yang
mempengaruhi tekanan darah:resistensi perifer, elastisitas pembuluh darah, volume
darah, semakin banyak tekanan darah akan semakin tinggi dan cardiac output,
tekanan darah meningkat bila cardiac output meningkat.
Pengaturan tekanan darah
1. Mekanisme jangka pendek. Melalui pengaturan diameter pembuluh darah,
frekuensi jantung, dan kontraktilitas jantung
2. Mekanisme jangka panjang. Dengan mengatur volume darah.
Yang mempengaruhi resistensi perifer:
1. Diameter pembuluh darah: semakin kecil diameter semakin besar tekanan
darah
2. Kekentalan darah: semakin kental darah, semakin tinggi tekanan darah
3. Panjang pembuluh darah total: semakin panjang, semakin tinggi tekanan
darah
Tekanan Sistolik (Systolic Pressure) adalah Tekanan Darah saat Jantung
berdetak dan memompakan darah.
Tekanan Diastolik (Diastolic) adalah Tekanan darah saat Jantung beristirahat
di antara detakan.

Kategori Tekanan Sistolik, mm Hg Tekanan Diastolik, mm


Hg

Hipotensi
< 90 < 60

Normal
90 119 60 79

Prehipertensi
120 139 80 89
Hipertensi Tingkat 1
140 159 90 99

Hipertensi Tingkat 2
160 179 100 109

Hipertensi Tingkat Darurat


180 110

Berdasarkan Tabel Klasifikasi Tekanan Darah diatas, Tekanan Darah yang Normal
adalah berkisar antara 90mmHg sampai 119mmHg untuk Tekanan Sistolik sedangkan
untuk Tekanan Diastolik adalah sekitar 60mmHg sampai 79mmHg. Tekanan darah
dibawah 90/60 mmHg dikategorikan sebagai Hipotensi (Hypotension) atau Tekanan
Darah Rendah, sedangkan diatas 140/90mmHg sudah dikategorikan sebagai Tekanan
Darah Tinggi atau Hipertensi (Hypertension).

Pada umumnya, setelah dokter maupun perawat memeriksa tekanan darah kita,
mereka akan memberitahukan kepada kita hasil pengukuran Tekanan Darah dengan
menyebutkan Tekanan Sistolik dan Tekanan Diastoliknya baik secara lisan maupun
tulisan. Contohnya 120/80. Dari contoh angka tersebut, maka kita dapat mengetahui
bahwa Tekanan Sistolik adalah 120mmHg dan Tekanan Diastolik adalah 80mmHg.

Untuk mencegah Tekanan Darah Tinggi, kita perlu menjalani gaya hidup sehat
dengan menghindari atau berhenti merokok, mengurangi konsumsi Garam dan
Natrium yang berlebihan, membatasi konsumsi Alkohol, menjaga berat badan,
mengonsumsi makanan yang berserat tinggi (sayur dan buah) serta rutin berolahraga.

Perangsangan Parasimpatis pada Jantung


Sistem saraf parasimpatis sangat penting bagi sejumlah fungsi autonom pada
tubuh, namun hanya mempunyai peran kecil dalam pengendalian sirkulasi. Pengaruh
sirkulasi yang penting hanyalah pengaturan frekuensi jantung melalui serat-serat
parasimpatis yang di bawa ke jantung oleh nervus vagus, dari medula langsung ke
jantung.
Perangsangan vagus yang kuat pada jantung dapat menghentikan denyut
jantung selama beberapa detik, tetapi biasanya jantung akan mengatasinya dan
setelah itu berdenyut dengan kecepatan 20 sampai 40 kali per menit. Selain itu,
perangsangan vagus yang kuat dapat menurunkan kekuatan kontraksi otot sebesar 20
sampai 30 persen. Penurunan ini tidak akan lebih besar karena serat-serat vagus di
distribusikan terutama ke atrium tetapi tidak begitu banyak ke ventrikel di mana
tenaga kontraksi sebenarnya terjadi. Meskipun demikian, penurunan frekuensi denyut
jantung yang besar digabungkan dengan penurunan kontraksi jantung yang kecil akan
dapat menurunkan pemompaan ventrikel sebesar 50 persen atau lebih, terutama bila
jantung bekerja dalam keadaan beban kerja yang besar. Dengan cara ini, curah
jantung dapat diturunkan sampai serendah nol atau hampir nol.

Perangsangan Parasimpatis pada Pembuluh Darah


Serabut parasimpatis hanya dijumpai di beberapa daerah pada tubuh. Serabut
parasimpatis mempersarafi kelenjar air liur dan kelenjar gastrointestinal, dan
berpengaruh vasodilatasi pada organ erektil di genitalia eksterna. Serabut
postganglion pasasimpatis melepaskan asetilkolin yang menyebabkan vasodilatasi.7
Perangsangan Simpatis pada Jantung
Serat-serat saraf vasomotor simpatis meninggalkan medula spinalis melalui
semua saraf spinal toraks dan lumbal pertama dan kedua. Serat-serat ini masuk ke
dalam rantai simpatis dan kemudian ke sirkulasi melalui dua jalan; (1) melalui saraf
simpatis spesifik, yang terutama menginervasi vaskulatur dari visera internal dan
jantung serta (2) melalui nervus spinalis yang terutama menginervasi vaskulatur
daerah perifer. Inervasi arteri kecil dan arteriol menyebabkan rangsangan simpatis
meningkatkan tahanan dan dengan demikian menurunkan kecepatan aliran darah
yang melalui jaringan. Inervasi pembuluh besar, terutama vena, memungkinkan bagi
rangsangan simpatis untuk menurunkan volume pembuluh ini dan dengan demikian
mengubah volume sistem sirkulasi perifer.

Hal ini dapat memindahkan darah ke dalam jantung dan dengan demikian
berperan penting dalam pengaturan fungsi kardiovaskular.
Perangsangan simpatis yang kuat dapat meningkatkan fekuensi denyut jantung
pada manusia dewasa dari 180 menjadi 200 dan, walaupun jarang terjadi, 250 kali
denyutan per menit pada orang dewasa muda. Juga, perangsangan simpatis
meningkatkan kekuatan kontraksi otot jantung, oleh karena itu akan meningkatkan
volume darah yang dipompa dan meningkatkan tekanan ejeksi. Jadi, perangsangan
simpatis sering dapat meningkatkan curah jantung sebanyak dua sampai tiga kali lipat
selain peningkatan curahan yang mungkin disebabkan oleh mekanisme Frank-
Starling. Secara singkat, mekanisme Frank-Starling dapat diartikan sebagai berikut:
semakin besar otot jantung diregangkan selama pengisian, semakin besar kekuatan
kontraksi dan semakin besar pula jumlah darah yang dipompa ke dalam aorta.
Sebaliknya, penghambatan sistem saraf simpatis dapat digunakan untuk
menurunkan pompa jantung menjadi moderat dengan cara sebagai berikut: Pada
keadaan normal, serat-serat saraf simpatis ke jantung secara terus-menerus
melepaskan sinyal dengan kecepatan rendah untuk mempertahankan pemompaan
kira-kira 30 persen lebih tinggi bila tanpa perangsangan simpatis. Oleh karena itu,
bila aktivitas sistem saraf simpatis ditekan sampai di bawah normal, keadaan ini akan
menurunkan frekuensi denyut jantung dan kekuatan kontraksi ventrikel, sehingga
akan menurunkan tingkat pemompaan jantung sampai sebesar 30 persen di bawah
normal.
Gb. Efek peningkatan aktivitas simpatis pada jantung dan tekanan darah.
Perangsangan Simpatis pada Pembuluh Darah
Serabut simpatis tersebar luas pada pembuluh darah tubuh, terbanyak
ditemukan di ginjal dan kulit, tetapi relatif jarang di koroner dan pembuluh darah
otak, dan tidak ada di plasenta. Serabut ini melepaskan norepinefrin yang berikatan
dengan adrenoseptor di membran sel otot polos pembuluh darah. Serabut simpatis
menyebabkan vasokonstriksi pada sebagian besar pembuluh darah, tetapi di otak,
jantung, dan otot rangka menyebabkan vasodilatasi.7

Gb. Efek penurunan aktivitas simpatis pada arteri dan tekanan darah
a Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi batas
normal. Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena
termasuk penyakit yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih
dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Berbagai faktor dapat memicu terjadinya
hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui
(hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan
kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari pembuluh darah dari
tepi dan peningkatan volume aliran darah.
1 Etiologi
Penyebab hipertensi yang paling sering pada remaja (usia 13-18 tahun) adalah
hipertensi esensial dan penyakit parenkim ginjal. Beberapa penelitian telah
membuktikan bahwa hipertensi esensial tercatat lebih dari 80% sebagai penyebab
hipertensi pada remaja diikuti oleh penyakit ginjal lainnya. Penyakit renovaskular
dapat dicurigai pada remaja yang menderita hipertensi berat. Juga terdapat beberapa
penyebab hipertensi yang jarang, seperti renin-secreting tumor, pheochromocytoma,
obat-obatan (kokain, kontrasepsi, dekongestan), dan sebagainya.

2 Patofisiologi
Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada
ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi
ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal.
Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan
volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan
tekanan darah (Anggraini, 2008).
Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi
dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari
arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah
ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi
sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai
dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.
Klasifikasi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program
merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professionalm sukarelawan,
dan agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada
tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani,
2008).
Tabel 1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluatin, and Treatment of High Blood Pressure)

Kategori Kategori Tekanan dan/ Tekanan


Tekanan Darah Tekanan Darah Darah Sistol atau Darah Diastol
menurut JNC 7 menurut JNC 6 (mmHg) (mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - 160 atau 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 180 atau 110
(Sumber: Sani, 2008)
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya
dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko komplikasi
kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut
pra hipertensi (Sani, 2008).

b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)


WHO dan International Society of Hypertension Working Group (ISHWG)
telah mengelompokkan hipertensi dalam klasifikasi optimal, normal, normal-
tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang, dan hipertensi berat (Sani, 2008).
Tabel 2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diatol (mmHg)
Optimal
Normal < 120 < 80
Normal-Tinggi < 130 < 85
130-139 85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan) 140-159 90-99
Sub-group: perbatasan 140-149 90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) 180 110
Hipertensi sistol terisolasi 140 < 90
(Isolated systolic
hypertension)
Sub-group: perbatasan 140-149 <90
(Sumber: Sani, 2008)

c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society


Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan darah
<120/80 mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg
termasuk normal tinggi (Shimamoto, 2006).
Tabel 3
Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS
Tekanan Darah Sistol Tekanan Darah Diastol CHS-2005
(mmHg) (mmHg)
< 120 < 80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2
180 110 Tingkat 3
140 90 Hypertensi Sistol
Terisolasi
(Sumber: Shimamoto, 2006)

d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)


Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:
1. Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang
berbeda, maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan
afektivitas pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.
2. Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi
sistol-distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang rendah (60-
70 mmHg) harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
3. Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai
pengobatan adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.
Tabel 4
Klasifikasi menurut ESH
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 180 dan/atau 110
Hipertensi sistol 140 Dan < 90
terisolasi
(Sumber: Mancia G, 2007)
e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB)
(Douglas JG, 2003)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua
kategori yang berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan
kategori yang lebih tinggi.
2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih
pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai
3 berdasarkan tekanan darah sistol ( 140 mmHg) dan diastole ( < 90
mmHg).
4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap
peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.
Tabel 5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori Tekanan Tekanan
Darah Sistol Darah Diastol
(mmHg) (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi Tahap 3 180 dan/atau 110
Hipertensi Sistol 140 dan < 90
terisolasi
(Sumber: Douglas JG, 2003)

f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia


(Sani, 2008).
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia 13-
14Januari 2007 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai
pedoman penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang
melayani masyarakat umum:
1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan
ditujukan untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan
diambil dari pedoman Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan data
penelitian hipertensi di Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi
jumlah penderita yang banyak masih jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik
dan diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.
3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya
tekanan darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan
penyakit penyerta tertentu.
Tabel 6
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Tekanan Darah dan/atau Tekanan Darah
Sistol (mmHg) Diastol (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi Tahap 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Tahap 2 160-179 Atau 100
Hipertensi Sistol 140 Dan <90
terisolasi
(Sumber: Sani, 2008)

Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik


dan hipertensi diastolik (Smith, Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik
adalah jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka
sistolik. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila
jantung berkontraksi (denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam
arteri pada suatu saat dan tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah
sebagai tekanan atas yang nilainya lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil
menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran
darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah
diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan menurut Arjatmo T dan
Hendra U (2001) faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain
ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam
keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder
dan primer. Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya
dapat diketahui (Lanny Ssustrani, dkk, 2004).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi
Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi
yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita
dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan
biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat
komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal (Mahalul Azam,2005).

3 Pencegahan hipertensi
Haruslah diakui sangat sulit untuk mendeteksi dan mengobati penderita
hipertensi secara adekuat, harga obat-obat antihipertensi tidaklah murah, obat-obat
baru amat mahal, dan mempunyai banyak efek samping. Untuk alas an inilah
pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak lengkap tanpa dilakukan tindakan
pencegahan untuk menurunkan faktor resiko penyakit kardiovaskuler akibat
hipertensi. Pencegahan sebenarnya merupakan bagian dari epngobatan hipertensi
karena mampu memutus mata rantai penatalaksanaan hipertensi dan komplikasinya.
Pencegahan hipertensi dilakukan melalui dua pendekatan : i) intervensi untuk
menurunkan tekanan darah di populasi dengan tujuan menggeser distribusi tekanan
darah kea rah yang lebih rendah. Penurunan TDS sebanyak 2 mmHg di populasi
mampu menurunkan kematian akibat stroke, PJK, dan sebab sebab lain masing-
masing sebesar 6%, 4% dan 3%. Penurunan TDS 3 mmHg ternyata dapat
menurunkan kematian masing-masing sebesar 8%, 5% dan 4%.ii)strategi penurunan
tekanan darah ditujukan pada mereka yang mempunyai kecenderungan meningginya
tekanan darah, kelompok masyarakat ini termasuk mereka yang mengalami tekanan
darah normal dalam kisaran yang tinggi (TDS 130-139 mmHg atau TDD 85-89
mmHg), riwayat keluarga ada yang menderita hipertensi, obsitas, tidak aktif secara
fisik, atau banyak minum alcohol dan garam. Berbagai cara yang terbukti mampu
untuk mencegah terjadinya hipertensi, yaitu pengendalian berat badan, pengurangan
asupan natrium kloride, aktifitas alcohol, pengendalian stress, suplementasi fish oil
dan serat The 5-year primary prevention of hypertension meneliti berbagai faktor
intervensi terdiri dari pengurangan kalori, asupan natrium kloride dan alcohol serta
peningkatan aktifitas fisik. Hasil penelitian menunjukkan penurunan berat badan
sebesar 5,9 pounds berkaitan dengan penurunan TDS dan TDD sebesar 1,3 mmHg
dan 1,2 mmHg. Penelitian yang mengikut sertakan sebanyak 47.000 individu
menunjukan perbedaan asupan sodium sebanyak 100 mmo1/hari berhubungan
dengan perbedaan TDS sebesar 5 mmHg pada usia 15-19 tahun dan 10 mmHg pada
usia 60-69 tahun. Meningginya TDS dan TDD, meningkatnya sirkulasi kadar
kateholamin, cortisol, vasopressin, endorphins, andaldosterone, dan penurunan
ekskresi sodium di urine merupakan respons dari rangsangan stress yang akut.
Intervensi pengendalian stress seperti relaksasi, meditasi dan biofeedback mampu
mencegah dan mengobati hipertensi.

4 Pengobatan
Farmakologik
1. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis.
Pengurangan volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan
dieresis dalam penurunan curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah
pada akhirnya. Penurunan curah jantung yang utama menyebabkan resitensi
perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi kronik volume cairan ekstraseluler
dan volume plasma hampir kembali kondisi pretreatment.
a. Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita
dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas
30 mL/menit, thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk
menurunkan tekanan darah. Dengan menurunnya fungsi ginjal, natrium dan
cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat Henle perlu digunakan untuk
mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan
mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan tekanan darah
dengan cara memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang
berperan dalam penurunan resistensi vascular perifer.
b. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika
digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik
dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium thiazide atau jerat Henle.
Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium
yang disebabkan oleh diuretik lainnya.
c. Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi
lebih berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga
6 minggu dengan spironolakton).

2. Beta Blocker
Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan
menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik
jantung dan inhibisi pelepasan renin dan ginjal.
a. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan
kardioselektif pada dosis rendah dan mengikat baik reseptor 1 daripada
reseptor 2. Hasilnya agen tersebut kurang merangsang bronkhospasmus
dan vasokontruksi serta lebih aman dari non selektif bloker pada
penderita asma, penyakit obstruksi pulmonari kronis (COPD), diabetes
dan penyakit arterial perifer. Kardioselektivitas merupakan fenomena
dosis ketergantungan dan efek akan hilang jika dosis tinggi.
b. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas
intrinsik simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis reseptor
.

3. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)


ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam
regulasi tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan
dan ada pada beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya
merupakan sel endothelial. Kemudian, tempat utama produksi angiotensin II
adalah pembuluh darah bukan ginjal. Pada kenyataannya, inhibitor ACE
menurunkan tekanan darah pada penderita dengan aktivitas renin plasma
normal, bradikinin, dan produksi jaringan ACE yang penting dalam
hipertensi.

4. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)


Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk
ACE) dan jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti chymases.
Inhibitor ACE hanya menutup jalur renin-angiotensin, ARB menahan
langsung reseptor angiotensin tipe I, reseptor yang memperentarai efek
angiotensin II. Tidak seperti inhibitor ACE, ARB tidak mencegah
pemecahan bradikinin.

5. Antagonis Kalsium
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga mengurangi
masuknya kalsium ekstra selluler ke dalam sel. Relaksasai otot polos
vasjular menyebabkan vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan
darah. Antagonis kanal kalsium dihidropiridini dapat menyebbakan aktibasi
refleks simpatetik dan semua golongan ini (kecuali amilodipin) memberikan
efek inotropik negative.
Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi nodus
AV, dan menghasilkan efek inotropik negative yang dapat memicu gagal
jantung pada penderita lemah jantung yang parah. Diltiazem menurunkan
konduksi AV dan denyut jantung dalam level yang lebih rendah daripada
verapamil.

6. Alpha blocker
Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat reseptor 1
yang menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vascular perifer yang
memberikan efek vasodilatasi. Kelompok ini tidak mengubah aktivitas
reseptor 2 sehingga tidak menimbulkan efek takikardia.

7. VASO-dilator langsung
Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos
arteriol. Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik
dari pusat fasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan
pelepasan renin. Oleh karena itu efek hipotensi dari vasodilator langsung
berkurang pada penderita yang juga mendapatkan pengobatan inhibitor
simpatetik dan diuretik.

8. Inhibitor Simpatetik Postganglion


Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari terminal
simpatetik postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap
respon stimulasi saraf simpatetik. Hal ini mengurangi curah jantung dan
resistensi vaskular perifer .

Non Farmakologik
Pengobatan hipertensi secara non farmakologik termasuk di antaranya
mencegah dan mengatasi obesitas, peningkatan aktivitas fisik dan olah raga,
modifikasi diet termasuk mengurangi konsumsi garam, dan berhenti merokok. Pada
remaja yang obesitas terdapat penurunan tekanan darah yang signifikan setelah
program penurunan berat badan, terlebih lagi bila digabung dengan peningkatan
akifitas fisik/olahraga. Mengurangi garam dalam makanan sehari-hari juga dapat
membantu menurunkan tekanan darah. Jumlah garam yang dianjurkan adalah 0.5-1
mEq/kgBB/hari atau kira-kira 2 gram NaCl /hari untuk remaja dengan berat badan
20-40kg. Berhenti merokok, minum alkohol dan obat golongan simpatomimetik, juga
dianjurkan untuk menurunkan tekanan darah. Bila dengan cara ini, setelah beberapa
minggu tidak berhasil menurunkan tekanan darah atau sebaliknya jadi meningkat,
maka selanjutnya diperlukan pengobatan farmakologik.

b Hipotensi

Tekanan darah rendah atau Hipotensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah
seseorang turun di bawah angka normal, yaitu mencapai nilai rendah 90/60 mmHg.
Nilai normal tekanan darah seseorang dengan ukuran tinggi badan, berat badan,
tingkat aktifitas normal dan kesehatan secara umum adalah 120/80 mmHG. Walaupun
begitu, beberapa orang mungkin memiliki nilai tekanan darah sekitar 110/90 mmHg
atau bahkan 100/80 mmHg akan tetapi mereka tidak/belum atau jarang menampakkan
beberapa keluhan berarti, sehingga hal itu dirasakan biasa saja dalam aktivitas
kesehariannya. Apabila kondisi tersebut terus berlanjut, didukung dengan beberapa
faktor yang memungkinkan memicu menurunnya tekanan darah yang signifikan
seperti keringat dan berkemih banyak namun kurang minum, kurang tidur atau
kurang istirahat (lelah dengan aktivitas berlebihan) serta haid dengan perdarahan
berlebihan, maka tekanan darah akan mencapai ambang rendah (hipotensi) 90/60
mmHg.

1 Tanda dan Gejala Tekanan Darah Rendah


Orang yang mengalami tekanan darah rendah umumnya akan mengeluhkan
keadaan sering pusing, sering menguap, penglihatan terkadang dirasakan kurang jelas
(berkunang-kunang) terutama sehabis duduk lama lalu berjalan, keringat dingin,
merasa cepat lelah tak bertenaga, bahkan mengalami pingsan yang berulang. Pada
pemeriksaan secara umum detak/denyut nadi
lemah, penderita tampak pucat, hal ini disebabkan suplai darah yang tidak maksimum
keseluruh jaringan tubuh.

2 Penyebab Tekanan Darah Rendah


Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa terjadinya penurunan
tekanan darah, hal ini
dapat dikategorikan sebagai berikut:
1. Kurangnya pemompaan darah dari jantung. Semakin banyak darah yang dipompa
dari jantung setiap menitnya (cardiac output, curah jantung), semakin tinggi
tekanan darah. Seseorang yang memiliki kelainan/penyakit jantung yang
mengakibatkan irama jantung abnormal, kerusakan atau kelainan fungsi otot
jantung, penyakit katup jantung maka berdampak pada berkurangnya
pemompaan darah (curah jantung) keseluruh organ tubuh.
2. Volume (jumlah) darah berkurang. Hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan
yang hebat (luka sobek,haid berlebihan/abnormal), diare yang tak cepat teratasi,
keringat berlebihan, buang air kecil atau berkemih berlebihan.
3. Kapasitas pembuluh darah. Pelebaran pembuluh darah (dilatasi) menyebabkan
menurunnya tekanan darah, hal ini biasanya sebagai dampak dari syok septik,
pemaparan oleh panas, diare, obat-obat vasodilator (nitrat, penghambat kalsium,
penghambat ACE).

3 Penanganan dan Pengobatan Darah Rendah


Ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk memperbaiki kondisi tekanan darah
renda
(hipotensi), diantaranya :
1. Minum air putih dalam jumlah yang cukup banyak antara 8 hingga 10 gelas per
hari, sesekali minum kopi agar memacu peningkatan degup jantung sehingga
tekanan darah akan meningkat.
2. Mengkonsumsi makanan yang cukup mengandung kadar garam.
3. Berolah raga teratur seperti berjalan pagi selama 30 menit, minimal 3x seminggu
dapat membantu mengurangi timbulnya gejala.
4. Pada wanita dianjurkan untuk mengenakan stocking yang elastis.
5. Pemberian obat-obatan (meningkatkan darah) hanya dilakukan apabila gejala
hipotensi yang dirasakan benar-benar mengganggu aktivitas keseharian, selain itu
dokter hanya akan memberikan vitamin (suport/placebo) serta beberapa saran
yang dapat dilakukan bagi penderita.
Sebagian besar masyarakat berpandangan bahwa dengan mengkonsumsi daging
kambing bagi penderita hipotensi dapat meningkatkan tensi darah. Hal tesebut belum
jelas, namun dapat dibenarkan kalau hal itu akan meningkatkan kandungan
haemoglobin (Hb) dalam darah. Tekanan darah rendah artinya suplai darah yang tidak
maksimal ke seluruh bagian tubuh. Haemoglobin (Hb) rendah adalah berarti bahwa
kandungan Hb sebagai zat pengikat oxygen dalam darah memiliki kadar rendah yang
membuat penderita menjadi pucat (anemia), pusing (oxygen yang di angkut/suplai
darah ke otak kurang), merasa cepat lelah dan sebagainya. Dalam kasus Hipotensi
yang benar-benar diperlukan pemberian obat, biasanya ada beberapa jenis obat yang
biasa dipakai seperti fludrocortisone, midodrine, pyridostigmine, nonsteroidal anti-
inflammatory drugs (NSAIDs), caffeine dan erythropoietin.

Renin

Angiotensin I

Angiotensin
Angiotensin I I Converting Enzyme (ACE)
5. Sistem Sirkulasi

A. FUNGSI SIRKULASI DARAH

Fungsi sirkulasi adalah untuk melayani kebutuhan jaringan; untuk


mentranspor nutrien ke jaringan, untuk mentranspor produk-produk yang tidak
berguna bagi tubuh, untuk mengantarkan hormon dari satu organ ke organ yang lain,
dan secara umum untuk memelihara lingkungan yang sesuai dalam seluruh cairan
jaringan tubuh agar dapat bertahan hidup secara optimal, serta untuk fungsi
metabolisme sel-sel tubuh.

B. PEMBULUH DARAH
Sirkulasi darah pada tubuh manusia memiliki saluran khusus yang dikenal
sebagai pembuluh darah. Secara garis besar terdapat 2 macam pembuluh darah, yaitu
Vena dan Arteri, tetapi masing-masing pembuluh darah tersebut terbagi lagi menjadi
beberapa jenis pembuluh darah sesuai dengan ukuran dan fungsinya.

1. Arteri
Merupakan pembuluh darah yang mentransport darah dibawah tekanan
tinggi ke seluruh jaringan tubuh. Arteri memiliki dinding vaskular yang
kuat, dan di dalamnya darah mengalir dengan kecepatan tinggi.
2. Arteriol
Merupakan cabang terkecil dari sistem arteri dan berfungsi sebagai katub
kendali, di mana darah akan dikeluarkan ke dalam kapiler. Arteriol juga
memiliki dinding otot kuat yang mampu menutup arteriol sama sekali atau
memungkinkannya untuk melakukan dilatasi, sehingga mempunyai
kemampuan untuk mengatur aliran darah ke kapiler sebagai responnya
terhadap kebutuhan jaringan.
3. Kapiler
Berfungsi untuk pertukaran cairan, nutrisi, elektrolit, hormon, dan bahan-
bahan lainnya antara darah dengan cairan interstitial. Untuk peran ini,
dinding kapiler bersifat sangat tipis dan permeabel untuk zat-zat
bermolekul kecil.
4. Venule
Berfungsi untuk mengumpulkan darah dari kapiler. Venule merupakan
cabang vena yang terkecil dan secara bertahap akan bergabung menjadi
vena yang semakin besar ukurannya.
5. Vena
Vena merupakan pembuluh darah yang mentransport darah dari seluruh
jaringan tubuh ke jantung. Sama pentingnya dengan arteri, vena bertindak
sebagai penampung utama darah. Bedanya, sistem vena memiliki tekanan
yang sangat rendah dan memiliki lapisan dinding yang lebih tipis.
Meskipun demikian, dinding vena mempunyai otot yang dapat
menyebabkan vena berkontraksi (vasokonstriksi/lumen vena menjadi lebih
sempit) dan juga dapat melebar (vasodilatasi). Dengan demikian vena
bertindak sebagai penampung darah ekstra yang dapat dikendalikan
bergantung pada kebutuhan tubuh.

C. KLASIFIKASI DAN MEKANISME SIRKULASI


Sirkulasi dalam tubuh manusia dibagi menjadi 2: Sirkulasi Sistemik dan
Sirkulasi Pulmonal. Sirkulasi Sistemik ialah sirkulasi yang menyuplai darah ke
seluruh tubuh kecuali paru-paru, sedangkan Sirkulasi Pulmonal ialah sirkulasi yang
menyuplai darah ke paru untuk mengadakan pertukaran gas oksigen dengan
karbondioksida.

Proses Sirkulasi Sistemik diawali dengan aliran darah dari seluruh jaringan
tubuh menuju Vena Cava Superior dan Vena Cava Inferior, melalui Vena tersebut
darah akan masuk ke dalam Atrium Kanan Jantung lalu melewati katub tricuspid dan
masuk ke dalam Ventrikel Kanan Jantung. Proses selanjutnya diikuti dengan Sirkulasi
Pulmonal, darah yang telah tertampung di dalam ventrikel kanan tadi akan dipompa
menuju paru melewati Arteri Pulmonalis. Di dalam jaringan paru inilah akan terjadi
proses difusi gas, yaitu pertukaran antara gas oksigen dengan karbondioksida, di
mana karbondioksida akan dilepaskan untuk dihembuskan keluar tubuh melalui
exhalasi (menghembuskan napas) dan oksigen yang diperoleh dari inhalasi (menarik
napas) akan diikat oleh erythrocyte/sel darah merah untuk disebarkan ke sel-sel
tubuh. Proses selanjutnya diikuti dengan Sirkulasi Sistemik lagi, di mana darah dari
dalam paru (kaya akan oksigen) akan keluar dari paru dan masuk ke dalam Atrium
Kiri Jantung melalui Vena Pulmonalis, kemudian darah tersebut akan melewati katub
mitral dan masuk ke dalam Ventrikel Kiri Jantung. Darah yang tertampung dalam
ventrikel kiri tadi akan dipompa ke aorta (arteri terbesar pada tubuh manusia) untuk
disebarkan ke seluruh jaringan tubuh. Darah yang telah mengalir dalam arteri akan
mengalami difusi gas pada target organ dan proses tersebut terjadi di dalam struktur
pembuluh darah kapiler yang terdapat pada target organ. Setelah mengalami difusi
gas dalam kapiler, darah akan memasuki venule (vena kecil) yang selanjutnya akan
terus mengalir ke vena-vena tubuh hingga tertampung kembali ke Vena Cava dan
proses yang telah saya jelaskan di awal tadi akan terulang kembali. Begitu seterusnya
karena proses ini tidak akan pernah berhenti selama manusia hidup.

D. DIFUSI GAS
Organ paru memiliki struktur alveoli yang berperan penting pada proses
pernapasan karena di alveoli terdapat pembuluh darah kapiler untuk proses difusi gas
oksigen/O2 dari alveoli ke kapiler paru dan difusi karbondioksida/CO2 dari darah ke
alveoli paru.

Semua gas yang berhubungan dengan fisiologi pernapasan adalah molekul-


molekul sederhana yang dapat bergerak bebas satu sama lain, proses ini disebut
difusi. Proses difusi ini terjadi melalui membran di seluruh bagian terminal paru,
tidak hanya dalam alveoli itu sendiri. Membran ini secara bersama-sama dikenal
sebagai membran pernapasan atau membran paru yang memiliki beberapa lapisan,
antara lain: (1) lapisan cairan yang melapisi alveolus dan berisi surfaktan untuk
mengurangi tekanan permukaan cairan alveolus, (2) epitel alveolus yang terdiri dari
sel epitel yang tipis, (3) membran basalis epitel, (4) ruang interstitial tipis di antara
epitel alveolus dan membran kapiler, (5) membran basalis kapiler yang pada beberapa
tempat bersatu dengan membran basalis epitel, dan (6) membran endotel kapiler.
Meskipun lapisannya banyak, tetapi ketebalan membran pernapasan ini sangat tipis.
Diameter rata-rata kapiler paru juga sangat kecil, sehingga membran eritosit/sel darah
merah di dalamnya dapat bersentuhan langsung dengan dinding kapiler, hal ini
menyebabkan O2 dan CO2 tidak perlu melewati sejumlah besar plasma ketika
berdifusi di antara alveoli dan eritrosit sehingga dapat meningkatkan kecepatan difusi

tersebut.

- Gambar (a) di atas menunjukan proses difusi O2 dan CO2 yang terjadi
di paru: O2 dari alveoli menembus membran pernapasan dan masuk ke
kapiler paru untuk berikatan dengan hemoglobin di dalam eritrosit,
membentuk ikatan yang disebut Oxyhemoglobin. Sedangkan CO2 dari plasma
menembus kapiler paru dan masuk ke alveoli, selanjutnya CO2 akan
dikeluarkan melalui proses ekspirasi pernapasan.
- Gambar (b) di atas menunjukan proses difusi O2 dan CO2 yang terjadi
di jaringan: Ikatan Oxyhemoglobin dalam eritrosit akan terlepas sehingga O2
akan keluar dari eritrosit dan menembus dinding kapiler untuk masuk ke
dalam sel-sel jaringan. Sedangkan CO2 dari sel jaringan akan masuk ke
kapiler dan berikatan dengan senyawa H2O/air di dalam plasma.

Sistem kardiovaskuler mendistribusikan darah ke seluruh tubuh melalui sistem


peredaran darah (sirkulasi darah). Sirkulasi darah terbagi menjadi 2 bagian yaitu
1.sirkulasi sistemik (Sistem peredaran darah besar)
2.Sirkulasi pulmonal ( Sistem peredaran kecil).

- Sirkulasi pulmonal atau disebut juga sistem peredaran darah kecil adalah sirkulasi
darah antara jantung dan paru-paru.
1. Darah dari jantung (ventrikel kanan) dialirkan ke paru-paru melalui arteri
pulmonalis.
2. Darah ini banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa metabolisme
untuk dibuang melalui paru-paru ke atmosfer.
3. Selanjutnya darah akan teroksigenasi pada kapiler paru dan kembali ke
jantung(atrium kiri) melalui vena pulmonalis

- Sirkulasi sistemik atau peredaran darah besar adalah srikulasi darah dari
jantung(ventrikel kiri) ke seluruh tubuh (kecuali paru-paru).
1. Darah dari ventrikel kiri dipompakan ke seluruh tubuh melalui aorta,
2. Kemudian aorta bercabang-cabang menjadi arteri-arteri yang lebih kecil yang
tersebar ke seluruh tubuh.
3. Selanjutnya darah dikembalikan ke jantung (atrium kanan) melalui vena cava
4. Sirkulasi darah antara jantung dan seluruh tubuh berjalan satu arah.
5. Darah dari ventrikel kanan dialirkan ke paru-paru kemudian kembali ke jantung
dan diedarkan ke seluruh tubuh dari ventrikel kiri melalui aorta.
6. Aorta akan bercabang-cabang menjadi arteri, arteriola dan kapiler.
7. Selanjutnya dikembalikan ke jantung melalui vena (pembuluh balik)
6. Sistem Limfatik

c Pengertian

Sistem Limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi


mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh. Limfa berasal dari
plasma darah yang keluar dari sistem kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya.
Cairan ini kemudian dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses difusi ke dalam
kelenjar limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi. System Limfatik juga
dianggap sebagai system pelengkap dari sistem imunitas tubuh seseorang.

d Fungsi Sistem Limfa


Sistem Limfa memiliki beberapa macam fungsi, seperti :

1. Mengembalikan cairan & protein dari jaringan ke sirkulasi darah.

2. Mengangkut limfosit.

3. Membawa lemak emulsi dari usus.

4. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk menghindarkan


penyebaran.

5. Menghasilkan zat antibodi.

e Cara kerja Sistem Limfatik

Sistem limfatik (lymphatic system) atau sistem getah bening membawa cairan
dan protein yang hilang kembali ke darah. Cairan memasuki sistem ini dengan cara
berdifusi ke dalam kapiler limfa kecil yang terjalin di antara kapiler-kapiler sistem
kardiovaskuler.
Apabila sudah berada dalam sistem limfatik, cairan itu disebut limfa (lymph)
atau getah bening, komposisinya kira-kira sama dengan komposisi cairan interstisial.
Sistem limfatik mengalirkan isinya ke dalam sistem sirkulasi di dekat persambungan
vena cava dengan atrium kanan.
Pembuluh limfa, seperti vena , mempunyai katup yang mencegah aliran balik
cairan menuju kapiler. Kontraksi ritmik (berirama) dinding pembuluh tersebut
membantu mengalirkan cairan ke dalam kapiler limfatik. Seperti vena, pembuluh
limfa juga sangat bergantung pada pergerakan otot rangka untuk memeras cairan ke
arah jantung.
Di sepanjang pembuluh limfa terdapat organ yang disebut nodus (simpul)
limfa (lymph node) atau nodus getah bening yang menyaring limfa. Di dalam nodus
limfa terdapat jaringan ikat yang berbentuk seperti sarang lebah dengan ruang-ruang
yang penuh dengan sel darah putih. Sel-sel darah putih tersebut berfungsi untuk
menyerang virus dan bakteri.
Organ-organ limfa diantanya kelenjar getah bening (limfonodus), tonsil,
tymus, limpa ( spleen atau lien) , limfonodulus. System limfe terdiri dari pembuluh
limfe, nodus limfatik, organ limfatik, nodul limfatik, sel limfatik.

f Hubungan Sistem Limfatik dengan Sistem Imunitas

Beberapa sistem tubuh membantu mempertahankan tubuh terhadap berbagai


bahaya, seperti sinar ultraviolet matahari, panas berlebihan, zat kimia beracun,
kerusakan fisik, dan ancaman mikroorganisme, seperti bakteri dan virus. Namun
demikian, sistem imunitas, bersama sistem limfatik, adalah cara perlindungan tubuh
yang utama dari serangan.
Sistem limfatik merupakan bagian pelengkap dari sistem imunitas dan
berperan penting dalam pertahanan tubuh terhadap penyakit. Bagian aktif sistem ini
adalah cairan limfa, yang awalnya berupa cairan intertisial yang terkumpul dari sel-
sel di seluruh tubuh. Cairan itu mengalir ke jejaring kapiler kecil di sela-sela jaringan
yang kemudian menyatu dan membentuk pembuluh yang lebih besar yang disebut
limfatik (pembuluh limpa). Nodus limfa (kelenjar limfa) adalah daerah penyaring
dan penyimpan dalam sistem ini, dan tersebar di sepanjang jalur limfa.
Tidak seperti darah yang mengalir karena adanya pompa jantung, limfa
mengalir secara pasif saat pembuluh limfa ditekan oleh kontraksi otot sekitar sewaktu
bergerak. Cairan limfa masuk ke peredaran darah melalui vena subklavia kiri dan
kanan. Organ limfoid, meliputi timus dan limfa, dan jaringan limfoid, seperti tonsil
dan plak peyer, melengkapi seluruh sistem. Organ limfoid mengandung sejumlah
besar sel darah putih khusus, terutama limfosit, yang melindungi tubuh dari benda
asing seperti serang mikroorganisme.

g Bagian-bagian Sistem Limfatik


1 Pembuluh Limfe
Di dalam tubuh, selain pembuluh darah juga terdapat pembuluh limfe.
Pembuluh ini mengangkut cairan dari jaringan menuju darah. Selain itu, juga
mengangkut lemak dan bahan bahan asing untuk dirombak ke nodus limfe. Pembuluh
limfa bermuara di berbagai jaringan dan peredarannya termasuk sirkulasi terbuka. Di
dalam tubuh ada 2 pembuluh limfe besar :
1. Ductus Limfaticus Dexter (Pembuluh Limfe Kanan)
Pembuluh limfe ini mengangkut limfe yang berasal dari kepala,
dada sebelah kanan, dan lengan kanan. Pembuluh limfe kanan
bermuara pada pembuluh balik di bawah vena subclavia dextra
(vena yang melewati tulang selangka sebelah kanan).
2. Ductus Thoracicus (Pembuluh Limfe Dada)
Pembuluh ini mengangkut limfe yang berasal dari bagian tubuh
lain dan bermuara ke pembuluh balik di bawah vena subclavia
sinestra (vena yang melewati tulang selangka kiri). Pembuluh
limfe dada juga merupakan tempat bermuaranya pembuluh kil atau
pembuluh lemak, yaitu pembuluh yang mengumpulkan asam
lemak yang diserap dari usus. Lemak inilah yang menyebabkan
cairan limfe berwarna kuning keputih-putihan.
Limfe berasal dari cairan seluruh bagian tubuh. Hal ini memungkinkan di
dalam limfe terdapat kuman-kuman penyakit. Kuman-kuman penyakit ini perlu
difilter oleh pembuluh limfe. Proses ini dilakukan oleh kelenjar limfe. Jadi, bila
terdapat kuman pada suatu luka, maka kuman tersebut akan dibinasakan sebelum
masuk ke dalam sirkulasi darah.

2 Nodus limfatik
Nodus limfaticus terdapat di sepanjang jalur pembuluh limfe berupa benda
oval atau bulat yang kecil. Ditemukan berkelompok yang menerima limfe dari bagian
tubuh. Fungsi utama nodus limfaticus untuk menyaring antigen dari limfe
danmenginisiasi respon imun. Timus terletak di mediastinum anterior berupa 2 lobus.
Pada bayi dan anak-anak, timus agak besar dan sampai ke mediastinum superior.
Timus terus berkembang sampai pubertas mencapai berat 30 -50 gr. Kemudian
mengalami regresi dan digantikan oleh jaringan lemak
3 Komponen sistem limfatik
Komponen struktural sistem limfatik terdiri atas :
1. Kapiler Limfatik yang berfungsi mengumpulkan kelebihan cairan interstisial di
jaringan.
2. Pembuluh Limfatik berfungsi Membawa cairan limfe dari kepiler limfatik ke
vena di leher yang akan dikemballikan ke pembuluh darah.
3. Nodus Lilmfatik; Terdapat sepanjang pembuluh limfatik yang berfungsi untuk
menyaring material dari limfe sebelum masuk ke pembuluh darah.
4. Tonsils berfungsi untuk menghancurkan benda-benda asing yang memasuki
saluran nafas bagian atas dan sistem pencernaan.
5. Limpa berfungsi menyaring benda-benda asing dari darah, menghasilkan
limfosit, menyimpan sel darqah merah, melepaskan darah kedalam tubuh pada
kasus kehilangan darah yang hebat.
6. Kelenjar timus ; Membentuk antibodi pada bayi baru lahir, memproduksi
timosin, tempat differensiasi limfosit menjadi limfosit T.

4 Nodul limfatik
- Kelompok sel limfatik yang diselubungi oleh matrix extra celluler
- Bagian tengah disebut pusat benih (germinal center) yang berisi
proliferasi limfosit B dan makrofag
- Limfosit T terdapat diluar pusat benih
- Berfungsi menyaring dan membunuh antigen
5 Sel limfatik
o Tonsil
Merupakan kelompok sel limfatik dan matrix extra seluler yang
dibungkus oleh capsul jaringan pemyambung, tapi tidak lengkap.
Terdiri atas:
Bagian tengah (germinal center)
Crypti, pinggir yang menonjol
Ditemukan dipharyngeal yaitu :
Tonsil pharyngeal (adenoid), dibagian posterior
Nasopharynx
Tonsil palatina, posteo lateral cavum oral
Tonsil lingualis, sepanjang 1/3 posterior lidah

f. Perbandingan dan limfatik Sistem Kardiovaskular

Sistem kardiovaskular (Darah) Sistem limfatik (Getah bening)


Darah bertanggung jawab Getah bening bertanggung jawab
untuk untuk

mengumpulkan dan mendistribusikan mengumpulkan dan mengeluarkan


oksigen, nutrisi dan hormon ke produk- produk sisa tertinggal dalam
seluruh jaringan tubuh. jaringan.
Darah mengalir dalam suatu loop Getah bening mengalir dalam
terus rangkaian

menerus tertutup seluruh tubuh terbuka dari jaringan ke pembuluh


melalui arteri, kapiler, dan vena. limfatik. Setelah di dalam kapal ini,
getah bening mengalir hanya satu arah.
Darah dipompa tubuh. Jantung Getah tidak dipompa. Hal pasif
memompa mengalir

Darah ke dalam arteri yang dari jaringan ke kapiler getah


membawa ke semua dari. Vena bening. Aliran dalam pembuluh limfatik
kembali darah dari seluruh bagian dibantu oleh gerakan tubuh lainnya seperti
tubuh ke jantung. pernapasan dan tindakan otot di dekatnya
dan pembuluh darah.
Darah terdiri dari plasma cair Getah bening yang telah disaring dan
yang siap

mengangkut sel-sel darah putih dan untuk adalah cairan putih susu atau jelas.
merah dan platelet.
Darah terlihat dan kerusakan Getah tidak terlihat dan kerusakan
pembuluh pada
ELEKTROKARDIOGRAM (EKG)
EKG adalah salah satu test diagnostik yang digunakan untuk mendeteksi kelainan
jantung. Di mana untuk menentukan nilai normal pada EKG, memerlukan analisis
yang tepat. Sinus Rhytm adalah nilai normal atau parameter normal sebuah EKG,
walaupun dalam praktiknya banyak sekali variant-variant normal EKG yang nanti
akan ditemukan.
Adapun kriteria nrmal EKG atau sinus rhytm sebagai berikut :
Irama regular
Frekuensi antara 60-100x/menit
Adanya gelombang P yang normal atau berasal dari SA node, karena adanya gel P
tapi belum tentu berasal dari SA node.
Selalu ada gelombang P yang diikuti komplek QRS dan gel T
Gelombang P wajib positip di lead II
Gelombang P wajib negatif di lead aVR
Komplek QRS normal (0,08 - 0,11 detik)

EKG mempunyai 10 elektroda yaitu 4 elektroda ekstermitas dan 6 elektroda


prekordial.
4 Elektroda ekstremitas dilekatkan di:
Lengan kanan (Lka)
Lengan kiri (Lki)
Tungkai kanan selalu dihubungkan dengan bumi untuk menjamin potensial nol yang
stabil (Tka)
Tungkai kiri (Tki)
6 Elektroda prekordial V1-V6:
V1: PSL D, ICS IV
V2: PSL S, ICS IV
V3: titik tengah antara V2 dan V4
V4: MCL S, ICS V
V5: AAL, sama tinggi dengan V4
V6: MAL, sama tinggi dengan V4 & V5

Elektrokardiogaram yang normal


EKG adalah suatu rekaman yang diperoleh dari perubahan aktivitas listrik
jantung yang ditandai dengan gelombang P, Q, R, S, T, dan U.
Gelombang P
Gelombang P merupakan
depolarisasi atrium dan
merupakan perjalanan impuls dari
impuls SA. Gelombang P yang
normal selama <0,08 detik dan
amplitudonya <2,5 mm.
QRS Kompleks
QRS kompleks
menunjukkan depolarisasi
ventrikel jantung. Ada berbagai
macam gambaran QRS kompleks.
Gelombang T
Gelombang T ditimbulkan oleh proses repolarisasi ventrikel. Waktu
gelombang T biasanya 0,10-0,25 detik. Gelombang T positif di I dan II; mendatar
difasis atau negatif di aVL dan aVF; negatif di V1 dan positif di V2 sampai V6.
Gelombang U
Gelombang U adalah defleksi positif yang kecil sesudah gelombang T, disebut
juga after potensial. Gelombang U yang negatif selalu berarti abnormal.
Dari sandapan-sandapan diatas dapat menunjukkan keadaan jantung sebagai berikut:
Keadaan jantung antero septal pada sandapan : V1, V2, V3
Keadaan jantung superior : I, aVL
Keadaan jantung anterior : II, III, aVR
Keadaan jantung anterotorakal : I, aVL, V5 dan V6
OBAT OTONOM
Cara Kerja Obat Otonom
Obat otonom mempengaruhi transmisi neurohumoral dengan cara menghambat atau
mengintensifkannya. Terdapat beberapa kemungkinan pengaruh obata pada transmisi
sistem kolinergik maupun adrenergik, yaitu :
1. Hambatan pada sintesis atau pelepasan transmitor
2. Menyebabkan pelepasan transmitor
3. Ikatan dengan reseptor
Obat yang menduduki reseptor dan dapat me bulkan efek yang mirip dengan efek
transmitor disebut agonis . Obat yang hanya menduduki reseptor dapat me bulkan
efek langsung, tetapi efek akibat hilangnya efek transmitor ( karena tergesernya
transmitor dari reseptor) disebut antagonis atau bloker.
4. Hambatan destruksi transmitor
Penggolongan Obat Otonom
Menurut efek utamanya, maka obat otonom dapat dibagi ke dalam 5 golongan, yaitu :
a. Parasimpatomimetik atau Kolinergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan
saraf parasimpatis.
b. Simpatomimetik atau Adrenergik
Efek obat golongan ini menyerupai efek yang ditimbulkan oleh aktivitas susunan
saraf simpatis.
c. Parasimpatolitik atau Penghambat kolinergik
Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf
parasimpatis.
d. Simpatolitik atau Penghambat adrenergic
Efek obat golongan ini menghambat timbulnya efek akibat aktivitas saraf simpatis.
e. Obat Ganglion
Efek obat golongan ini merangsang atau menghambat penerusan impuls ganglion.
7. Farmakodinamik Obat Otonom
A. Anatomi sistem saraf otonom
Sistem saraf otonom dibagi menjadi dua bagian besar; simpatis
(thorakolumbal) dan parasimpatis (kraniosakral). Kedua divisi ini diawali dari
inti/pusat dalam Sistem Saraf Pusat (SSP) dan memunculkan serabut saraf eferen
preganglionik yang keluar dari batang otak atau medulla spinalis dan berakhir pada
ganglia motor.
Pada umumnya serabut preganglion simpatis berakhir pada ganglia yang
terletak sepanjang rantai paravertebral di kanan dan kiri kolumna spinalis. Dari
ganglia tersebut, keluar serabut pasca ganglionik simpatis yang mempersarafi
jaringan. Saraf simpatis ini meninggalkan region torakolumbal medulla spinalis (T1-
T3) dan bersinaps pada ganglion paravertebralis ataupun pada ganglion pravertebralis
dan membentuk pleksus pada rongga abdomen. Serabut saraf tidak bermielin pasca
ganglion keluar dari neuron di ganglion dan mempersarafi sebagian besar organ
tubuh.
Zat transmitor yang dilepaskan pada ujung saraf simpatis adalah
noradrenalin. Inaktivasi transmitor ini terjadi terutama oleh karena ambilan kembali
transmitor ke dalam terminal saraf. Beberapa serabut simpatis praganglion langsung
berjalan menuju medulla adrenal yang dapat melepaskan adrenalin (epinefrin) ke
dalam sirkulasi. Norepinefrin dan epinefrin menghasilkan efek pada organ efektor

melalui kerja pada adrenoreseptor , 1 atau 2 .


Sebagian besar serabut preganglionik parasimpatis berakhir pada sel-sel
ganglion yang tersebar atau berbentuk anyaman pada dinding organ yang dipersarafi.
Pada sisitem parasimpatis ini, serabut praganglion meninggalkan sistem saraf pusat
melalui saraf kranial (khususnya saraf III, VII, IX, dan X) dan akar saraf spinal sacral
ketiga dan keempat. Serabut saraf ini seringkali berjalan lebih jauh dari pada serabut
simpatis, sebelum membentuk sinaps pada ganglion yang sering berasa di dalam
jaringan itu sendiri.
Ujung saraf serabut parasimpatis pasca ganglion melepaskan asetilkolin
yang bekerja pada organ efektor melalui aktivitas reseptor muskarinik. Asetilkolin
yang dilepaskan pada sinaps diinaktivasi oleh enzim asetilkolinesterase.
Pada bagian motor perifer dari sistem saraf otonom ini, terdapat sejumlah
besar serabut aferen yang berjalan dari tepi ke pusat integrasi, termasuk pleksu
senterikus di usus, ganglia otonom, dan SSP. Kebanyakan neuron sensoris yang
berakhir pada SSP bertemu dalam pusat integrasi di hipotalamus dan medulla serta
memacu aktivitas refleks motor yang diteruskan ke efekto rmelalui serabut saraf
eferen. Hal ini membuktikan bahwa beberapa serabut sensoris memiliki fungsi
motorik perifer yang penting.

a. Kimiawi Neurotransmitter SistemSarafOtonom


Klasifikasi saraf otonom salah satunya berdasarkan molekul transmitter
utamanya yaitu asetilkolin (ACh) dan norepinefrin (NE) yang dilepas dari gelembung
akhir saraf (sinaps). Sejumlah besar serabut SSO perifer mensintesis dan melepas Ach
sehingga disebut serabut kolinergik. Yang termasuk serabut kolinergik adalah semua
serabut preganglionik eferen otonom dan serabut motorik somatik (bukan otonom)
yang menuju ke otot rangka. Jadi, hampir semua serabut eferen yang meninggalkan
SSP adalah kolinergik. Umumnya sabut pascaganglionik simpatis melepas NE
sehingga disebut serabut adrenergik. Ada empat tahapan kunci dari fungsi
neurotransmitter yang merupakan sasaran potensial terapi farmakologi yaitu sintesis,
penyimpanan, pelepasan, dan terminasi kerja neurotransmitter.
1 Transmisi Kolinergik
Ujung neuron kolinergik mengandung sejumlah besar vesikel
kecil yang melekat ke membrane dan menumpuk di bagian sinaptik
membrane sel. Vesikel ini mengandung Ach dalam konsentrasi tinggi
dan sejumlah kotransmitter. Pelepasan transmitter ini bergantung pada
kalsium ekstraseluler dan terjadi bila suatu potensial kerja mencapai
akhiran saraf dan memicu masuknya sejumlah ion kalsium. Untuk
penguat Ach ini, maka satu atau lebih kotransmitter juga akan dilepas
dalam waktu yang bersamaan.
Setelah dilepas dari ujung presinaptik, molekul Ach akan
terikat dan mengaktifkan reseptor ACh (kolinoseptor). Semua ACh
yang terlepas tadi akan larut dengan sejumlah molekul
asetilkolinesterase (AChE). AchE akan memecah Ach menjadi kolin
dan asetat yang sudah tidak memiliki efek transmitter lagi sehingga
kerja transmitter berhenti. Kebanyakan sinaps kolinergik
mengandung banyak sekali AChE, sehingga waktu paruh ACh di luar
vesikal menjadi sangat singkat.

2 Transmisi Adrenergik
Beberapa proses penting dalam ujung saraf noradrenergik
adalah tempat-tempat potensial dari kerja obat, salah satunya konversi
tirosin menjadi dopa, yang merupakan tahapan sintesis NE dengan
kecepatan terbatas. Pelepasan simpanan transmitter vesikuler pada
ujung saraf adrenergik juga mirip dengan kolinergik yaitu bergantung
pada kalsium. Selain NE, juga dilepas kotransmitter seperti ATP,
dopamine--hidroksilase, dan peptide tertentu ke dalam celah
simpatik.
Transmisi noradrenergic berakhir dengan beberapa cara, termasuk
penyebaran secara mudah dari tempat reseptor atau kedalam glia
perisinaptik atau sel otot polos.

B. Kotransmitter Saraf Kolinergik dan Adrenergik

Sebagaimana yang diketahui, vesikel kolinergik dan adrenergik mengandung


substansi lain sebagai penambah kekuatan trasnmit terutamanya. Perannya dalam
fungsi saraf yang melepas Ach atau NE belum diketahui. Kemungkinan kerjanya
memperlambat kerjapada suplemen, memperpanjang atau memodulasi efek
sementara dari transmitter utama. Diperkirakan pula berperan dalam inhibisi umpan
balik pada ujung saraf yang samam atau yang berdekatan.

C. Reseptor Otonom
Secarahistoris, dari analisa struktur -aktivitas, dengan perbandingan teliti
tentang potensi dari serangkaian analogi otonom, kini telah dapat didefinisikan
perbedaan subti pereseptor otonom, termasuk muskarinik dan nikotinik kolinoseptor,
serta allfa, beta, dan dopamine adrenoseptor. Subtipe reseptor asetilkolin utama
dinamakan menurut alkaloid yang pada mulanya digunakan dalam identifikasinya:
muskarin dan nikotin. Sedangkan reseptor yang bereaksi terhadap katekolamin seperti
norepinefrin. Secaraanalogi, istilah kolinoseptor bereaksi terhadap ACh.
Adrenoseptor dapat dibagi menja ditipe -adrenoseptordan -adrenoseptor
sesuai dengan selektivitas agonis dan antagonis. Perkembangan obat penghambat
yang lebih selektif menyebabkan penamaan subkelas dalam tipe utama seperti dalam
kelas -adrenoseptor yang dibagi menjadi 1dan 2dan kelas -adrenoseptor yang
dibagi menjadi 1dan 2.
Neuron Noradrenergik dan Norkolinergik
Serabut sensoris sistem nonadrenergik, nonkolinergik, lebih tepat disebut
serabut eferen sensorik atau efektor sensorik lokal sebab bila diaktivasi
oleh masukan sensorik, serabut ini mampu melepas transmitter peptide
dariujung sensornya, dari cabanga ksonlokal, dan kolateral yang berakhir pada
ganglia otonom. Peptida tadi merupakan agonis kuat pada kebanyakan
jaringan efektor otonom.
8. Upaya Pencegahan Dan Promosi Kesehatan Penyakit Cardiovaskular
Promosi kesehatan merupakan segala upaya yang direncanakan untuk
mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, atau masyarakat, sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan atau promosi
kesehatan
Tujuan promosi kesehatan pada penyakit kardiovaskular untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang kondusif terutama pada penyakit kardiovaskular.
Metode promkes yang dapat digunakan :
a. Metode Individual
- Bimbingan dan Konseling
- Wawancara
b. Metode Kelompok
- Kelompok Besar (Ceramah, Seminar)
- Kelompok Kecil (Diskusi kelompok, Curah pendapat, Bola Salju, Buzz group,
Bermain peran)
c. Metode Massa
- Ceramah umum, talk show (tv, radio), simulasi, sinetron, artikel pada media
cetak, rubrik tanya jawab, billboard

Pencegahan Penyakit Jantung dan Stroke dengan Pola Hidup Sehat


Upaya pencegahan untuk menghindari penyakit jantung dan stroke dimulai dengan
memperbaiki gaya hidup dan mengendalikan faktor risiko sehingga mengurangi
peluang terkenapenyakit tersebut. Untuk pencegahan penyakit jantung & stroke
hindari obesitas/kegemukan dan kolesterol tinggi. Mulailah dengan mengkonsumsi
lebih banyak sayuran, buah-buahan, padi-padian, makanan berserat lainnya dan ikan.
Kurangi daging, makanan kecil (cemilan), dan makanan yang berkalori tinggi dan
banyak mengandung lemak jenuh lainnya. Makanan yang banyak mengandung
kolesterol tertimbun dalam dinding pembuluh darah dan menyebabkan aterosklerosis
yang menjadi pemicu penyakit jantung dan stroke.
1. Berhenti merokok merupakan target yang harus dicapai, juga hindari asap rokok dari
lingkungan. Merokok menyebabkan elastisitas pembuluh darah berkurang, sehingga
meningkatkan pengerasan pembuluh darah arteri, dan meningkatkan faktor
pembekuan darah yang memicu penyakit jantung dan stroke. Perokok mempunyai
peluang terkena stroke dan jantung koroner sekitar dua kali lipat lebih tinggi
dibanding dengan bukan perokok.
2. Kurangi minum alkohol. Makin banyak konsumsi alkohol maka kemungkinan stroke
terutama jenis hemoragik makin tinggi. Alkohol dapat menaikan tekanan darah,
memperlemah jantung, mengentalkan darah dan menyebabkan kejang arteri.
3. Lakukan Olahraga/aktivitas fisik. Olahraga dapat membantu mengurangi bobot
badan, mengendalikan kadar kolesterol, dan menurunkan tekanan darah yang
merupakan faktor risiko lain terkena jantung dan stroke
4. Kendalikan tekanan darah tinggi dan kadar gula darah. Hipertensi merupakan faktor
utama terkena stroke dan juga penyakit jantung koroner. Diabetes juga meningkatkan
risiko stroke 1,5-4 kali lipat, terutama apabila gula darahnya tidak terkendali.
5. Hindari penggunaan obat-obat terlarang seperti heroin, kokain, amfetamin, karena
obat-obatan narkoba tersebut dapat meningkatkan risiko stroke 7 kali lipat dibanding
dengan yang bukan pengguna narkoba

1 Kebijakan

Didasarkan pada konsep bahwa penyakit jantung dan pembuluh darah adalah
kelompok penyakit yang disebabkan oleh banyak faktor risiko. Oleh karena itu
pencegahan dan prevensi sekunder penyakit jantung dan pembuluh darah
merupakan cara yang utama.
Kebijakan tersebut secara global dtujukan kepada faktor yang mempengaruhi
derajat kesehatan secara komprehensif dan terintegrasi. Kebijakan pencegahan dan
penanggulanagan penyakit jantung dan pembuluh darah mencakup kebijakan
dalam peningkatan surveilans faktor risiko penyakit, registrasi kematian, kebijakan
dalam promosi dan pencegahan penyakit serta kebijakan dalam manajemen
pelayanan kesehatan bagi penyakit jantung dan pembuluh darah.
a. Kebijakan Surveilans
Surveilans penyakit jantung dan pembuluh darah terdiri surveilans faktor risiko
penyakit dan registrasi kematian. Dengan surveilans akan diperoleh informasi
yang esensial yang digunakan untuk pengambilan keputusan dalam upaya
pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah dengan
biaya yang efektif. Untuk itu kebijakan surveilans penyakit jantung dan
pembuluh darah adalah sebagai berikut :

o Surveilans faktor risiko merupakan prioritas karena lebih layak dan peka
untuk mengukur hasil intervensi jangka menengah, serta sudah tersedia
metode yang baku (WHO Steps Approach) sehingga dapat dibandingkan
antara orang, tempat dan waktu.

o Surveilans faktor risiko sebaiknya dilakukan dengan memanfaatkan


sistem yang sudah ada misalnya Susenas, SKRT, SDKI dan Sukerti
(Survei Kesehatan Rumah Tangga Indonesia) pada tingkat nasional
dengan mengembangkan dalam Survei Kesehatan Daerah di daerah yang
membutuhkan dan melaksanakan.

o Survei maupun registrasi penyakit dan kematian akibat penyakit jantung


dan pembuluh darah pada populasi sebaiknya dikembangkan di kota-kota
yang mempunyai fasilitas pelayanan yang lengkap, sistem informasi
kependudukan yang baik dan memadai.
b. Kebijakan Promosi dan Pencegahan Penyakit
Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah dilakukan
pada seluruh fase kehidupan melalui pemberdayaan berbagai komponen di
masyarakat seperti organisasi profesi, LSM, media massa, dunia usaha dan
lain-lain dengan tujuan untuk memacu kemandirian masyarakat dalam
pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah.

Upaya promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah pada
masyarakat yang masih sehat dan masyarakat yang berisiko dengan tidak
melupakan masyarakat yang berpenyakit dan masyarakat yang menderita
kecacatan dan memerlukan rehabilitasi. untuk itu kebijakan promosidan
pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah adalah sebagai berikut:
o Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah
dikembangkan melalui upaya-upaya yang mendorong memfasilitasi
diterbitkannya kebijakan yang mendukung upaya pencegahan dan
penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah.
o Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah dilakukan
melalui pengemhangan kemitraan antara pemerintah. Masyarakat,
organisasi kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan
swasta.
o Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah
merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam semua pelayanan
kesehatan yang terkait dengan penanggulangan penyakit jantung dan
pembuluh darah.
o Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah didukung
oleh tenaga profesional melalui peningkatan kemampuan secara terus
menerus (capacity building).
o Promosi dan pencegahan penyakit jantung dan pembuluh darah
dikembangkan dengan menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan
masalah, potensi, dan sosial budaya untuk meningkatkan efektifitas
intervensi yang dilakukan di bidang penanggulangan.

c. Kebijakan Manajemen Pelayanan Kesehatan


Manajemen pelayanan kesehatan penyakit jantung dan pembuluh darah
meliputi keseluruhan spektrum pelayanan baik secara preventif, promotif,
kuratif dan rehabilitatif yang professional, sehingga pelayanan kesehatan
penyakit jantung dan pembuluh darah tersedia, dapat diterima, mudah dicapai,
berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. Kebijakan manajemen pelayanan
kesehatan sebagai berikut :
o Meningkatkan kemampuan upaya menanggulangi kasus penyakit jantung
dan pembuluh darah melalui pemenuhan kebutuhan sumber daya dan
peningkatan kapasitas sumber daya manusia di semua jenjang
pelayanan.
o Meningkatkan kemampuan deteksi dini dan pengobatan untuk
pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah
tertentu di tingkat pelayanan dasar untuk mencegah komplikasi lanjut
dan biaya pengobatan yang mahal.

o Meningkatkan upaya penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh


darah dengan mengacu pada standar dan pedoman pelayanan yang etis
dan professional, yang disusun bersama ikatan profesi, dan sektor terkait
didasarkan pada bukti ilmiah ( evidence base).
o Menyusun standar pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah
dengan mempertimbangkan pelayanan bersifat jangka panjang (longterm
care)d an cost effective yang terjangkau masyarakat.
o Menjalin kerja sama dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit
jantung dan pembuluh darah antar institusi pelayanan, baik pemerintah,
swasta, pembentukan pusat-pusat unggulan pelayanan medik penyakit
jantung dan pembuluh darah, serta dibentuknya sistem informasi masing-
masing penyakit jantung dan pembuluh darah.
o Mengintergrasikan kegiatan promosi dan pencegahan penyakit jantung
dan pembuluh darah dalam pelayanan kesehatan di setiap institusi
pelayanan.

2 Strategi
Strategi pencegahan jangka pendek bertujuan mengurangi risiko timbulnya
penyakit jantung dan pembuluh darah baru yang terjadi pada masa dekat (di
bawah 10 tahun). Keadaan ini ditujukan bagi populasi yang telah memiliki
kemungkinan risiko penyakit jantung dan pembuluh darah yang tinggi dan untuk
itu diperlukan intervensi yang lebih intensif. Perubahan pola hidup tetap menjadi
elemen terpenting dari penurunan risiko jangka panjang. Tetapi lebih banyak orang
akan memerlukan tambahan terapi obat dalam rangka mengurangi risiko dibanding
dalam pencegahan jangka panjang. Sementara itu strategi jangka panjang
bertujuan mengurangi risiko penyakit jantung dan pembuluh darah selama hidup
dengan jalan mencegah terbentuk dan berkembangnya plak pembuluh darah dan
sebab dasar dari penyakit jantung dan pembuluh darah. Pencegahan seumur hidup
memprioritaskan perubahan pola hidup yang menjadi penyebab utama faktor
risiko, seperti kegemukan, kurang aktifitas dan pola makan.
a Surveilans
o Pengembangan jejaring kerja antar institusi penyelenggara surveilans.
o Pelembagaan dan pengembangan kapasitas surveilans penyakit jantung
dan pembuluh darah pada berbagai tingkatan.
o Pembuatan standarisasi penyelenggaraan surveilans faktor risiko,
surveilans penyakit, registrasi kematian.
o Advokasi kepada pengambil keputusan di pemerintahan maupun pada
masyarakat yang peduli dalam pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah.

b Promosi dan Pencegahan Penyakit


o Advokasi kepada pengambil keputusan baik dalam pemerintahan maupun
masyarakat yang peduli dalam pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah.
o Bina suasana
o Pemberdayaan masyarakat melalui peningkatan peran serta masyarakat
dalam berbagai bentuk kegiatan.

c Manajemen Pelayanan Kesehatan


o Peningkatan kompetensi pelayanan dalam deteksi dini dan
penatalaksanaan.
o Melakukan efisiensi penggunaan teknologi canggih.
o Pengembangan program dan standar pelayanan dalam pengendalian
penyakit jantung dan pembuluh darah.
o Standarisasi pencatatan dan pelaporan dalam pengendalian penyakit
jantung dan pembuluh darah.
3 Pokok-pokok Kegiatan
Program pencegahan dan penanggulangan penyakit jantung dan pembuluh darah
bertujuan menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit
jantung dan pembuluh darah. Kegiatan pokok yang dilakukan dalam program
pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah adalah :

a Surveilans
o Fasilitasi berfungsinya jaringan kerjasama antar institusi penyelenggara
surveilans dan berbagai pihak yang terlibat di bidang penanggulangan PJ
dan PD.
o Fasilitasi pelembagaan dan pengembangan kapasitas surveilans PJ dan
PD di tingkat nasional dan daerah, pemerintah, profesi, lembaga
swadaya, dan swasta.
o Advokasi kepada penyandang dana agar memberi dukungan pembiayaan
jangka panjang bagi kegiatan surveilans faktor risiko dan
penanggulangan PJ dan PD.
o Pengembangan dan penyelenggaraan surveilans faktor risiko dengan
mengadaptasi metode pendekatan WHO steps yang terstandarisasi dan
komparable yang diintegrasikan ke dalam Susenas dan studi morbiditas,
SKRT, dan Surkesda.
o Pengembangan surveilans morbiditas dan mortalitas PJ dan PD yang
terintegrasi dengan surveilans penyakit jantung, menggunakan system
registrasi terpadu yang terstandarisasi di berbagai unit layanan kesehatan.
o Bimbingan dan bantuan teknis pelatihan surveilans faktor risiko PJ dan
PD bagi institusi di berbagai tingkat.

b Promosi dan Pencegahan Penyakit


o Melakukan pembinaan dan fasilitasi terhadap kelompok masyarakat yang
peduli terhadap penyakit jantung dan pembuluh darah. Bagi daerah yang
belum ada perlu difasilitasi untuk pembentukannya.
o Diprioritaskan pada pencegahan timbulnya faktor risiko utama yaitu
peningkatan aktivitas fisik, menu makanan seimbang, tidak konsumsi
alcohol, dan tidak merokok.
o Mendorong/memfasilitasi diterbitkannya kebijakan public yang
menddukung kegiatan pencegahan dan penanggulangan PJ dan PD
dengan pendekatan advokasi kepada lembaga legislasi maupun eksekutif
(seperti upaya tentang larangan merokok, atau penyediaan tempat khusus
bagi perokok sehingga tak mencemari lingkungan.
o Menjalin kemitraan antara pemerintah, masyarakat, organisasi
kemasyarakatan, organisasi profesi termasuk dunia usaha dan swasta.
o Menetapkan daerah percontohan dengan tujuan mendorong kemandirian
masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi penyakit jantung dan
pembuluh darah, melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Peduli
Jantung Sehat.
o Dilakukan pada semua unit pelayanan kesehatan, khususnya yang terkait
dengan pelayanan masalah penyakit jantung dan pembuluh darah.
o Mendorong dan memfasilitasi masyarakat untuk melakukan pemeriksaan
faktor risiko secara berkala.

c Manajemen Pelayanan Kesehatan


o Pengembangan standar dan pedoman pelayanan dalam pengendalian PJ
dan PD pada semua tingkat pelayanan.
o Peningkatan penapisan teknologi diagnostic dan terapi dalam
pengendalian penyakit jantung dan pembuluh darah.
o Penyediaan obat-obatan dalam pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah.
o Pengembangan kerjasama dengan institusi pendidikan dan kolegium
kedokteran yang terkait dengan pengendalian penyakit jantung dan
pembuluh darah.
o Pengembangan pelayanan penyakit jantung dan pembuluh darah berbasis
komunitas/kunjungan rumah bagi kasus kronis dan terminal.
o Pengembangan pusat unggulan tingkat nasional dan regional.
o Integrasi kegiatan promosi dan pencegahan dalam pelayanan penyakit
jantung dan pembuluh darah.
II. SIMPULAN
Pemahaman terhadap sistem kardiovaskuler sangat dibutuhkan agar kita dapat
mengetahui bagaimana sistem kardiovaskuler tersebut berperan dalam tubuh kita.
Selain itu, masalah-masalah yang dapat ditimbulkan akibat kegagalan sistem
kardiovaskuler harus dipelajari agar kita juga dapat mengetahui farmakologi obat
otonom berkaitan dengan sistem kardiovaskuler dan sistem sirkulasi, serta promosi
kesehatan yang tepat untuk penyakit kardiovaskuler.

Anda mungkin juga menyukai