Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tamponade jantung, penekanan jantung akibat penimbunan berlebihan
cairan atau darah didalam kantong pericardium, dapat terjadi jika tekanan
dikantong pericardium meningkat sehingga setara atau lebih besar daripada
tekanan diastolic jantung. Hal in menyebabkan pengisian diastolic jantung
berhenti, akibatnya volume sekuncup dan curah jantung kolaps (Elisabeth J.
Corwin, 2009).
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah
250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlansung cepat, dan 1000 cc bila
pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena perikardium
mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan
volume cairan yang bertambah tersebut. Lebih sering terjadi adalah tamponade
berlangsung lebih perlahan dan gejala klinis nya menyerupai gagal jantung,
ternasuk dispnea, ortopnea, bendungan hati, dan hipertensi vena jugularis (Arif
Mutaqqin, 2009).
Insiden tamponade jantung adalah 2 kasus per 10.000 populasi di Amerika
Serikat. Sekitar 2% luka tembus dilaporkan menyebabkan tamponade jantung.
Pada anak-anak, tamponade jantung lebih sering terjadi pada anak laki-laki
daripada anak perempuan, dengan rasio laki-laki-perempuan 7: 3. Pada orang
dewasa, tamponade jantung tampaknya sedikit lebih umum pada pria
dibandingkan pada wanita. Rasio laki-laki-perempuan 1,25: 1, berdasarkan
kode International Classification of Diseases (ICD) 423,9. Namun, rasio laki-
laki-perempuan sebesar 1,7: 1 diamati di pusat trauma tingkat 1 lainnya
(Yarlagadda, 2017).
Jadi, Tamponade jantung merupakan kompresi jantung akibat
penumpukan cairan atau darah di dalam rongga perikardium yang bervariasi
bergantung dari tebalnya miokardium ventrikel dan tebalnya perikardium
parietal. Akibat penumpukan cairan dapat mempengaruhi tekanan di kantong
perikardium dan dapat menyebabkan kolapsnya jantung bahkan mengancam
jiwa.

1
Berdasarkan pemaparan di atas, untuk itu dibuatlah makalah ini dengan
judul “Konsep Patofisiologi Yang Terkait Dengan Tamponade Jantung”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat diketahui bahwa makalah ini akan
membahas mengenai bagaimana Konsep Patofisiologi Yang Terkait Dengan
Tamponade Jantung dengan rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana anatomi fisiologi sistem cardiovaskuler?
2. Apa yang dimaksud dengan tamponade jantung?
3. Apa saja etiologi dari tamponade jantung?
4. Apa saja klasifikasi tamponade jantung?
5. Bagaimana manifestasi klinis tamponade jantung?
6. Bagaimana patofisiologi tamponade jantung?
7. Apa saja komplikasi tamponade jantung?
8. Apa saja pemeriksaan penunjang pada tamponade jantung?
9. Bagaimana penatalaksanaan tamponade jantung?
10. Bagaimana konsep dasar asuhan keperawatan pasien dengan tamponade
jantung?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Patofisilogi Intensif
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan memahami anatomi fisiologi sistem
cardiovaskuler
b. Untuk mengetahui dan memahami tamponade jantung
c. Untuk mengetahui dan memahami etiologi dari tamponade jantung
d. Untuk mengetahui dan memahami klasifikasi tamponade jantung
e. Untuk mengetahui dan memahami manifestasi klinis tamponade
jantung
f. Untuk mengetahui dan memahami patofisiologi tamponade jantung
g. Untuk mengetahui dan memahami komplikasi tamponade jantung

2
h. Untuk mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada
tamponade jantung
i. Untuk mengetahui dan memahami penatalaksanaan tamponade
jantung
j. Untuk mengetahui dan memahami konsep dasar asuhan keperawatan
pasien dengan tamponade jantung

D. Manfaat Penulisan
Mengetahui dan dapat memahami terkait Patofisiologi Intensif
Keperawatan Tentang Tamponade Jantung dan Konsep Asuhan Keperawatan
Pada Pasien dengan Tamponade Jantung.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Anatomi Fisiologi Jantung


Jantung merupakan organ muskular berongga, bentuknya menyerupai
piramid atau jantung pisang yang merupakan pusat sirkulasi darah ke seluruh
tubuh, terletak dalam rongga toraks pada bagian mediastinum. Ujung jantung
mengarah ke bawah, ke depan bagian kiri. Basis jantung mengarah ke atas, ke
belakang, dan sedikit ke arah kanan. Pada basis jantung terdapat aorta, batang
nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh balik paru serta terdiri
dari 4 ruang yaitu atrium dekstra, ventrikel dekstra, atrium sinistra, dan
ventrikel sinistra. (Syaifuddin, 2011).
Lapisan jantung terdiri atas tiga lapisan, yaitu sebagai berikut (Syaifuddin,
2011):
1. Perikardium adalah kantong berdinding ganda yang dapat membesar
mengecil, membungkus jantung dan pembuluh darah besar. Kantong ini
melekat pada diafragma, sternum, dan pleura yang membungkus paru-paru
pada rawan II-IV.
a. Lapisan fibrosa (viseral), bagian kantong yang membatasi pergerakan
jantung terikat di bawah sentrum tendinium diafragma, bersatu
dengan pembuluh darah besar, melekat pada sternum melalui
ligamentum sternoperikardial.
b. Lapisan serosa (parietal) dalam terdiri dari dua lapisan.
1) Perikardium viseral (kavitas perikardialis), yang mengandung
sedikit cairan yang berfungsi sebagai pelumas untuk
mempermudah pergerakan jantung. Ruang perikardial biasanya
berisi 20-50 mL cairan.
2) Perikardium parietal (epicardium), membatasi perikardium
fibrosum.
Diantara dua lapisan jantung ini terdapat lendir sebagai pelicin untuk
menjaga agar pergesakan antara perikardium tersebut tidak menimbulkan
gangguan terhadap jantung.

4
2. Miokardium menerima darah dari arteri koronaria. Arteri koronaria kiri
bercabang menjadi arteri desending anterior dan arteri sirkumfleks. Arteri
koronaria kanan memberikan darah untuk sinoatrial node, ventrikel kanan,
permukaan diafragma ventrikel kanan. Vena koronaria mengembalikan
darah ke sinus kemudian bersirkulasi langsung ke dalam paru.
3. Endokardium (permukaan dalam jantung). Dinding dalam atrium diliputi
oleh membran yang mengilat, terdiri dari jaringan endotel atau selaput
lendir endokardium, kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava.
Lapisan ini melapisi jantung, katup, dan menyambung dengan lapisan
endotelial yang melapisi pembuluh darah yang memasuki dan
meninggalkan jantung.
Siklus jantung dimulai dari simpul sino atrial dan berjalan cepat menuju
berkas antrioventrikuler (AV) ke dalam ventrikel. Karena susunan khusus
sistem penghantar atrium ke ventrikel terdapat perlambatan 1/10 detik maka
memungkinkan atrium berkontraksi mendahului ventrikel. Atrium bekerja
sebagai pompa primer bagi ventrikel dan ventrikel menyediakan sumber tenaga
utama bagi pergerakan darah melalui sistem vaskular. Pada setiap siklus
jantung terjadi sistole dan diastole secara berurutan dan teratur dengan adanya
katup jantung yang terbuka dan tertutup. Pada saat itu jantung bekerja sebagai
pompa yang mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Selama satu siklus kerja
jantung terjadi perubahan tekanan di dalam rongga jantung sehingga terdapat
perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ini menyebabkan darah mengalir dari
rongga yang tekanannya lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah.
Pada keadaan normal (fisiologis) jumlah darah yang dipompakan oleh
ventrikel kiri dan ventrikel kanan sama besarnya. Bila tidak demikian akan
terjadi penimbunan darah di tempat tertentu, misalnya bila jumlah darah yang
dipompakan ventrikel dekstra lebih besar dari ventrikel sinistra. Jumlah darah
yang dipompakan ventrikel dalam satu menit disebut curah jantung (cardiac
output) dan jumlah darah yang dipompakan ventrikel setiap kali sistole disebut
volume skuncup (stroke volume) dengan demikian curah jantung sama dengan
isi sekuncup dikali frekunsi denyut jantung permenit. Besarnya curah jantung

5
seseorang tidak selalu sama, bergantung pada keaktifan tubuhnya. Curah
jantung merupakan faktor utama dalam sirkulasi.
Sirkulasi darah berfungsi sebagai sistem transpor oksigen, karbon
dioksida, makanan, hormon dan obat-obatan ke seluruh jaringan sesuai dengan
kebutuhan metabolisme setiap sel dalam organ tubuh. Tekanan darah sangat
penting dalam sistem sirkulasi darah dan selalu diperlukan untuk daya dorong
mengalirkan darah di dalam arteri, arteriola, kapiler dan sistem vena sehingga
terbentuk aliran darah yang menetap. Tekanan sistole merupakan tekanan
darah tertinggi pada saat jantung dalam keadaan sistolik sekitar 120 mmHg
sedangkan tekanan diastole merupakan tekanan darah yang terendah pada saat
jantung dalam keadaan diastolik sekitar 80 mmHg. Terdapat pusat pengaturan
dan pengawasan tekanan darah yaitu sistem saraf (pusat vasomotor,
baroreseptor dan sistemik), sistem humoral atau kimia (renin-angiotensin,
vasopresin, epinefrin, asetilkolin, serotonin, adenosin kalsium, magnesium,
hidrogen dan valium) dan sistem hemodinamik (dipengaruhi oleh volume
darah, susunan kapiler, perubahan tekanan osmotik, dan hidrostatik bagian luar
dan dalam sistem vaskular).

Gambar 1. Penampang Jantung

B. Definisi Tamponade Jantung


Tamponade jantung adalah kompresi jantung yang mengancam jiwa
sebagai akibat dari terdapatnya cairan di dalam sakus perikardial (Diane C.
Baughman, 2000). Tamponade jantung adalah kondisi yang mengancam jiwa

6
karena akumulasi cairan perikardial yang lambat atau cepat dengan kompresi
jantung berikutnya (Jesper K. Jensen, dkk, 2017).
Tamponade jantung, penekanan jantung akibat penimbunan berlebihan
cairan atau darah didalam kantong pericardium, dapat terjadi jika tekanan
dikantong pericardium meningkat sehingga setara atau lebih besar daripada
tekanan diastolic jantung. Hal in menyebabkan pengisian diastolic jantung
berhenti, akibat nya volume sekuncup dan curah jantung kolaps (Elizabeth J.
Corwin, 2009).
Tamponade jantung merupakan kompresi jantung akibat penumpukan
cairan atau darah di dalam rongga perikardium yang bervariasi bergantung dari
tebalnya miokardium ventrikel dan tebalnya perikardium parietal. Akibat
penumpukan cairan dapat mempengaruhi tekanan di kantong perikardium dan
dapat menyebabkan kolapsnya jantung bahkan mengancam jiwa.

Gambar 2. Tamponade Jantung

C. Etiologi Tamponade Jantung


Penyebab akumulasi cairan perikardial yang mengarah ke tamponade
jantung menurut Jesper K. Jensen, dkk, 2017 adalah sebagai berikut:
1. Penyakit idiopatik,
2. Perikarditis (infeksi),
3. Neoplastik,
4. Pembedahan pasca-jantung,
5. Trauma,
6. Gagal ginjal,

7
7. Diseksi aorta dan lain-lain (gagal ginjal kronis, penyakit tiroid,
amiloidosis),
8. Lupus eritematosus sistemik,
9. Rheumatoid arthritis,
10. Skleroderma,
11. Radiasi.

D. Klasifikasi Tamponade Jantung


Sedangkan menurut Spodick, 2003 dalam Natiqah, 2012, berdasarkan
etiologinya, tamponade jantung dibagi menjadi , yaitu:
1. Acute tamponade
Biasanya disebabkan oleh ruptur traumatik dari ventrikel akibat
trauma tumpul atau prosedur lainnya; juga disebabkan oleh aortic
dissection atau infark miokard dengan ruptur ventrikel. Acute tamponade
mempunyai onset yang tiba-tiba, dan dapat menyebabkan nyeri dada,
takipnea, dan dispnea, serta membahayakan jiwa bila tidak diatasi dengan
tepat. Tekanan vena jugularis juga meningkat, dan mungkin berhubungan
dengan distensi vena di dahi dan kulit kepala. Suara jantung juga seringkali
tidak terdengar.
2. Subacute tamponade
Subacute tamponade dapat asimptomatis pada awalnya, tetapi bila
tamponade jantung melewati batas kritis, maka akan menimbulkan gejala
dispnea, rasa tidak nyaman atau penuh di dada, edema perifer, rasa lelah,
atau gejala lainnya yang disebabkan peningkatan tekanan pengisian dan
cardiac output yang terbatas. Dapat disebabkan karena infeksi virus atau
bakteri, neoplasma, gagal ginjal, idiopatik serta lupus eritematosus
sistemik. Pemeriksaan fisik pada subacute tamponade meliputi hipotensi
dengan pulse pressure yang menyempit dan menggambarkan stroke
volume yang terbatas. Walaupun begitu, pasien dengan riwayat hipertensi
akan tetap hipertensi karena peningkatan aktivitas simpatis pada kasus
tamponade.

8
E. Manifestasi Klinis Tamponade Jantung
Tanda dan gejala pada pasien yang mengalami penyakit tamponade
jantung menurut Diane C. Baughman, 2000 dapat dilihat sebagai berikut :
1. Penurunan tekanan darah, kenaikantekanan vena (distensi vena leher), dan
bunyi jantung terdengar sangat jauh (muffled)
2. Pulsus paradoksus
3. Gelisah, bingung, dan tak tenang
4. Dispnea, takipnea, dan nyeri prekordial
5. Penigkatan tekanan vena sentral
Tanda-tanda tamponade jantung, tekanan vena meningkat, hepatomegali
dan edema kaki juga dapat ditemukan. Bunyi jantung lemah, tapi dapat juga
normal bila efusi perikard berada dibelakang. Edwart sign yaitu perkusi pekak
dibawah angulus skapula kiri bila efusi perikard banyak (Arif Muttaqin, 2009).
Keluhan dan gejala yang mungkin ada yaitu adanya jejas trauma tajam dan
tumpul di daerah dada atau yang diperkirakan menembus jantung, gelisah,
pucat, keringat dingin, peninggian vena jugularis, pekak jantung melebar, suara
jantung redup dan pulsus paradoksus. Trias classic beck berupa distensis vena
leher, bunyi jantung melemah dan hipotensi didapat pada sepertiga penderita
dengan tamponade.

F. Patofisiologi Tamponade Jantung


Neoplasma menyebabkan terjadinya pertumbuhan sel secara abnormal
pada otot jantung. Sehingga terjadi hiperplasia sel yang tidak terkontrol, yang
menyebabkan pembentukan massa (tumor). Hal ini yang dapat mengakibatkan
ruang pada kantong jantung (perikardium) dengan lapisan paling luar jantung
(epikardium). Uremia juga mengakibatkan temponade jantung. Dimana orang
yang mengalami uremia di dalam darahnya terdapat toksik metabolik yang
dapat menyebabkan inflamasi (dalam hal ini inflamasi terjadi pada
perikardium). Selain itu, temponade jantung juga dapat disebabkan akibat
trauma tumpul/ tajam. Jika trauma ini mengenai ruang perikardium akan terjadi
perdarahan sehingga darah banyak terkumpul di ruang perikardium. Hal ini
mengakibatkan jantung terdesak oleh akumulasi ciran tersebut

9
Proses patofisiologis yang mendasari untuk pengembangan tamponade
adalah karena berkurangnya tekanan diastolik yang mengisi distending
transmural karena tidak cukup untuk mengatasi tekanan intrapericardial yang
meningkat. Takikardia adalah respon jantung awal untuk perubahan ini untuk
mempertahankan curah jantung. Aliran balik vena sistemik juga diubah selama
tamponade. Jantung dikompresi pada seluruh siklus jantung karena tekanan
intrapericardial meningkat, aliran balik vena sistemik terganggu dan terjadi
kolaps ventrikel kanan dan atrium kanan. Karena vaskular paru adalah sirkuit
yang luas dan memenuhi persyaratan, darah cenderung terakumulasi di
sirkulasi vena, dengan mengorbankan pengisian ventrikel kiri. Hal ini
menyebabkan berkurangnya cardiac output dan aliran balik vena.
Reddy et al menjelaskan 3 fase perubahan hemodinamik pada tamponade
jantung, yaitu sebagai berikut: (Yarlagadda, 2017)
1. Tahap I: Akumulasi cairan perikardial menyebabkan peningkatan
kekakuan ventrikel, memerlukan tekanan pengisian yang lebih tinggi.
Selama fase ini, tekanan ventrikel kiri dan kanan mengisi lebih tinggi dari
tekanan intrapericardial
2. Tahap II: Dengan akumulasi cairan lebih lanjut, tekanan perikardial
meningkat di atas tekanan pengisian ventrikel, sehingga curah jantung
berkurang.
3. Fase III: Terjadi penurunan output jantung lanjut, karena equilibrium
tekanan perikardial dan pengisian ventrikel kiri (LV).
Jumlah cairan yang cukup untuk menimbulkan tamponade jantung adalah
250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlansung cepat, dan 1000 cc bila
pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena perikardium
mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan
volume cairan yang bertambah tersebut. Jumlah cairan yang dibutuhkan untuk
menghasilkan tamponade bervariasi bergantung dari tebalnya miokardium
ventrikel, dan kebalikannya dengan tebalnya perikardium parietal (Arif
Mutaqqin, 2009).
Pada setiap ruang jantung, memiliki tekanan intramural (tekanan
intracardiac dikurangi tekanan pericardial), merupakan penentu utama pada

10
pengisian jantung. Tekanan transmural merupakan “true filling pressure” yang
berkontribusi terhadap preload ventrikel. Tekanan perikardial normal lebih
rendah dibandingkan titik pertengahan tekanan diastolik atrium kanan dan
ventrikel kanan, sehingga tekanan transmural atrium kanan (tekanan atrium
kanan dikurangi tekanan pericardial) normalnya lebih tinggi dari tekanan
intrakardiaknya. Pada tamponade jantung, peningkatan tekanan perikardial
progresif akan mengurangi rata-rata tekanan transmural diawali pada ruang
jantung kanan kemudian ruang jantung kiri
Seperti kebanyakan tamponade, mengakibatkan kelainan tekanan dan
aliran, tekanan transmural yang timbal balik berkurang dan peningkatan selama
pernapasan pada jantung kiri dibandingkan kanan. Sehingga, inspirasi
meningkatkan pengisian jantung kanan dengan mengorbankan jantung kiri
dengan pemulihan pada ekspirasi. Pada kondisi tamponade kritis, output
jantung biasanya turun setidaknya 30%, tekanan transmural rata-rata nol
(biasanya antara 15 dan 30 mmHg dalam perikardium dan antara 15 dan 30
mmHg dalam jantung pada pasien euvolemic), sehingga mekanisme
kompensasi pernapasan menjadi mekanisme fisiologis utama yang
berkontribusi pada tingkat tertentu untuk output dan input jantung. Secara
klinis, kompensasi pernapasan dinyatakan sebagai pulsus paradoksus.

11
Pathway

Efek inflamasi, tumor, Pasca operasi jantung,


gagal ginjal, invasi trauma tajam/ tumpul
bakteri

Perlengkatan Kerusakan struktur dan


jaringan termasuk pembuluh
darah
Perikarditis
Perembesan darah ke ruang
perikardium
Akumulasi cairan pada
perikardium Akumulasi darah

Tamponade Jantung

Gang.
Tekanan cairan Tekanan vena
Kontraktilitas
intraperikardium pada
jantung
ruang jantung jantung
Tekanan vena
jugularis
Volume end diastolic Kontraksi jantung

Muncul gejala
Curah jantung hemodinamik: Hipotensi, Suara jantung
takikardi, takipnea menjauh, melemah

O2 dalam darah
Perfusi jaringan
Ginjal, suplai
Respirasi, takipnea, urin output
hiperventilasi
Serebral, Cardio, suplai
kesadaran stroke
Pola napas tidak
efektif Iskemi miokard,
nyeri dada
Perfusi jaringan tidak efektif

12
G. Komplikasi Tamponade Jantung
Komplikasi yang mungkin terjadi pada tamponade jantung menurut
Natiqah, 2012 , yaitu sebagai berikut:
1. Gagal jantung
2. Syok kardiogenik
3. Henti jantung
4. Penimbunan cairan di paru-paru (edema paru)
5. Kematian

H. Pemeriksaan Penunjang Tamponade Jantung


Pemeriksaan penunjang pada pasien dengan tamponade jantung, yaitu
sebagai berikut (Rosfanty,2009, dalam Natiqah, 2012 dan Vinasta A.W, dkk,
2015):
1. Rontgen dada
Menunjukkan gambaran “water bottle-shape heart”, kalsifikasi
perkardial.

a. Kardiomegali bentuk bulat atau segitiga, dengan gambaran paru yang


bersih
b. Foto lateral kadang terlihat double fat stripe

Gambar 3. Foto Thorax AP : Jantung membesar berbentuk botol

2. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium disesuaikan dengan etiologi terjadinya
tamponade jantung, misalnya pemeriksaan berikut :
a. Peningkatan creatine kinase dan isoenzim pada MI dan trauma
jantung.

13
b. Profil renal dan CBC uremia dan penyakit infeksi yang berkaitan
dengan pericarditis
c. Protrombin time (PT) dan aPTT (activated partial thromboplastin
time) menilai resiko perdarahan selama intervensi misalnya drainase
perikardial.

3. Elektrokardiografi (EKG)
Karakteristik menurut Surya Dharma, 2009 :
a. Amplitudo rendah pada semua sadapan (karena cairan akan meredam
curah jantung listrik),
b. Fenomena electrical alternans (aksis listrik jantung berubah-ubah
pada setiap denyutan). Tampak di EKG perubahan amplitudo tiap
komples QRS, terjadi karena jantung berotasi secara bebas dalam
kantung perikard yang berisi cairan.

Gambar 4. Hasil EKG

4. Echocardiografi
Meskipun echocardiografi menyediakan informasi yang berguna,
tamponade jantung adalah diagnosis klinis. Berikut ini dapat diamati
dengan echocardiografi 2-dimensi :
a. Zona ruang bebas posterior dan anterior ventrikel kiri dan di belakang
atrium kiri : Setelah operasi jantung, suatu pengumpulan cairan lokal

14
posterior tanpa efusi anterior yang signifikan dapat terjadi dan dapat
membahayakan cardiac output.
b. Kolapsnya diastolic awal dari dinding bebas ventrikel kanan
c. Kompresi end diastolic / kolapsnya atrium kanan
5. Pulse Oksimetri
Variabilitas pernapasan di pulse-oksimetri gelombang dicatat pada
pasien dengan paradoksus pulsus. Dalam kelompok kecil pasien dengan
tamponade, terjadi peningkatan variabilitas pernapasan di pulsa-oksimetri
gelombang pada semua pasien. Ini harus meningkatkan kecurigaan untuk
kompromi hemodinamik. Pada pasien dengan atrial fibrilasi, pulsa
oksimetri dapat membantu untuk mendeteksi keberadaan paradoksus
pulsus.
6. USG Fast, untuk mendeteksi cairan di rongga perikardium.

I. Penatalaksanaan Tamponade Jantung


Penatalaksanaan pada pasien dengan tamponade jantung dapat dilakukan
dengan perikardiosintesis dan perikardiotomi (Suzanne C. Smeltzer, 2001).
1. Perikardiosentesis
Apabila fugsi jantung saangat terganggu, maka perlu dilakukan
aspirasi perikardial (tusukan pada perikardium) untuk mengambil cairan
dari kantung perikardium dengan tujuan mencegah tamponade jantung
yang dapat menghambat kerja jantung. Selama prosedur pasien harus
dipantau EKG dan pengukuran tekanan hemodinamika. Peralatan
resusitasi darurat harus juga tersedia. Posisi kepala tempat tidur dinaikkan
45-60 derajat, agar jantung lebih dekat ke dinding dada sehingga jarum
dapat dimasukkan dengan mudah.
Jarum aspirasi perikardium dipasang pada spuit 50 ml melalui three-
way stop cock. Lead V (kawat lead prekordial), EKG dihubungkan ke
ujung jarum mengisap dengan perekat aligator, karena EKG dapat
membantu menentukan apakah jarum telah menyentuh perikardium. Bila
terjadi tusukan maka akan terjadi elevasi segmen ST atau stimulasi
kontraksi ventrikel prematur. Ada berbagai tempat yang mungkin

15
digunakan untuk aspirasi perikardium. Jarum bisa dimasukkan pada sudut
antara prosesus xifoideuss dengan arkus iga kiri. Titik jantung ini paling
aman karena jantung tidak ditutupi paru sehingga mengurangi
kemungkinan penyebaran infeksi ke paru atau perikarditis puruless. Hal
ini juga untuk menghindari tertusuknya arteri mamaria interna, lokasi efusi
perikardium umumnya berada di bawah, sehingga cairan yang sedikitpun
dapat diperoleh dari sini. Jarum dimasukkan perlahan sampai memperoleh
cairan.
Bila terjadi penurunan tekanan vena sentral dengan disertai
peningkatan tekanan darah ini menunjukkan tamponade jantungnya sudah
hilang. Pasien biasanya setelah itu merasa lebih nyaman. Selama prosedur
ini dilakukan, perhatikan adanya darah dalam cairan yang keluar. Darah
perikard tidak akan membeku dengan cepat, sementara darah yang tidak
sengaja terhisap dari bilik jantung akan segera membeku. Setelah
perikardiosentesis tekanan darah pasien, tekanan vena dan suara jantung
harus dipantau untuk mengetahui apakah terjadi lagi tamponade. Bila perlu
dilakukan aspirasi ulang.

Gambar 5. Perikardiosentesis

2. Perikardiotomi
Efusi perikardium berulang, biasanya berhubungan dengan penyakit
neoplasma, sehingga mungkin perlu ditangani dengan perikardiotomy
(perikardial window). Tindakan ini dilakukan dibawah anestesi umum,
tetapi pintasan jantung paru jarang dilakukan. Satu bagian perikardium di
eksisi supaya cairan perikardial dapat mengalir melalui sistem limfatik

16
kerongga abdomen. Kateter dapat dipasang diantara perikardium dan
rongga abdomen untuk mengalirkan cairan perikardium.
Terapi farmakologis yang dapat diberikan, yaitu dengan mengonsumsi
obat-obatan yang mengurangi pre-load (Preload adalah derajat peregangan
serabut miokardium segera sebelum kontraksi. Peregangan serabut
miokardium bergantung pada volume darah yang meregangkan ventrikel pada
akhir-diastolik.), misalnya golongan nitrat (berguna dalam pengobatan angina
dan mengurangi alir balik vena sehingga mengurangi beban ventrikel kiri
seperti hidralazin hidroklorida), anti aritmia (mengobati denyut jantung tidak
beraturan seperti procainamide), antibiotik (seperti isoniazid) dan diuretik
(membuang kelebihan garam dan air dari dalam tubuh melalui urine, seperti
furosemide dan bumetanide). Pada saat fase akut dapat dilakukan dengan
meningkatkan ekspansi volume intravaskuler (salin dengan cairan kristaloid 1-
2 liter tetesan cepat atau transfusi darah jika perdarahan masif yang tidak
berespon terhadap pemberian cairan awal), pembuangan cairan perikardial
emergensi dengan perikardioseintesis. Obat-obatan Inotropic (dobutamine)
bermanfaat untuk meningkatkan cardiac output tanpa meningkatkan resistensi
vascular sistemik.

J. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Tamponade Jantung


1. Pengkajian
a. Pengkajian Primer
Data Subyektif
1) Riwayat Penyakit Sekarang
a) Cedera tumpul atau cedera tembus pada dada, leher
punggung atau perut.
b) Pembedahan jantung
c) Dispnea, cemas, nyeri dada, dan lemah
2) Riwayat Kesehatan
a) Penyakit jantung
b) Penyakit infeksi dan neoplastik.
c) Penyakit ginjal

17
Data Obyektif
1) Airway
Tidak ditemukan adanya tanda dan gejala.
2) Breathing
a) Takipnea
b) Tanda kusmaul: peningkatan tekanan vena saat inspirasi
ketika bernafas spontan
3) Circulation
a) Takikardi
b) Peningkatan volume vena intravaskular.
c) Pulsus paradoksus >10mmHg, tekanan nadi <30mmHg,
tekanan sistolik <100mmHg
d) Pericardial friction rub
e) Pekak jantung melebar
f) Trias classic beck berupa: distensis vena leher, bunyi jantung
melemah / redup dan hipotensi didapat pada sepertiga
penderita dengan tamponade.
g) Tekanan nadi terbatas
h) Kulit lembab, bibir, jari tangan dan kaki sianosis
4) Disability, penurunan tingakat kesadaran

b. Pengkajian Sekunder
1) Exposure, adanya jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada.
2) Five Intervensi
a) Foto thorax menunjukkan pembesaran jantung
b) EKG menunjukkan electrical alternas atau amplitude
gelombang P dan QRS yang berkurang pada setiap
gelombang berikutnya
c) Echocardiografi adanya efusi pleura
3) Hasil pemeriksaan EKG pada tamponade jantung menunjukkan :
a) Kolaps diastole pada atrium kanan

18
b) Kolaps diastole pada ventrikel kanan
c) Kolaps pada atrium kiri
d) Peningkatan pemasukan abnormal pada aliran katup
trikuspidalis dan terjadi penurunan pemasukan dari aliran
katup mitral > 15 %
e) Peningkatan pemasukan abnormal pada ventrikel kanan
dengan penurunan pemasukan dari ventrikel kiri
f) Penurunan pemasukan dari katup mitral .
g) Pseudo hipertropi dari ventrikel kiri
h) Pemeriksaan Doppler: Analisis Doppler terhadap tanda
morfologi jantung dapat membantu dalam menegakkan
keakuratan diagnosa klinis dan mendukung pemerikasaan
laboraturium dari pola hemodinamik pada tamponade.
4) Head to Toe
a) Kepala dan wajah: pucat, bibir sianosis
b) Leher: peninggian vena jugularis
c) Dada: ada jejas trauma tajam dan tumpul di daerah dada,
tanda kusmaul, takipnea, bunyi jantung melemah / redup dan
pekak jantung melebar
d) Abdomen dan pinggang: tidak ada tanda dan gejala
e) Pelvis dan perineum: tidak ada tanda dan gejala
f) Ekstrimitas: pucat, kulit dingin, jari tangan dan kaki sianosis
5) Inspeksi Back/ Posterior Surface, tidak ada tanda dan gejala

2. Diagnosa Keperawatan
a. Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan takipnea,
tanda kusmaul
b. Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung ditandai
dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun, kulit
dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis,
c. Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal,
gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan

19
nadi lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit pucat,
sianosis, akral dingin.

3. Perencanaan
Diagnosa 1 : Pola nafas tidak efektif b.d hiperventilasi ditandai dengan
takipnea dan tanda kusmaul.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1 x 15 menit


diharapkan pola nafas efektif dengan kriteria hasil :
a. Takipnea tidak ada
b. Tanda kusmaul tidak ada
c. TTV dalam rentang batas normal (RR : 16 – 20 x/ mnt).

Intervensi
a. Monitor ketat tanda-tanda vital terutama frekuensi dan irama
pernafasan
Rasional: Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital
b. Monitor suara napas, pengembangan dada dan penggunaan otot bantu
pernafasan
Rasional: Pengembangan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan
mengindikasikan gangguan pola nafas
c. Berikan posisi semifowler jika tidak kontrainndikasi
Rasional: Memaksimalkan ekspansi paru
d. Ajarkan klien nafas dalam
Rasional: Dengan latihan nafas dalam dapat meningkatkan
pemasukan oksigen
e. Berikan oksigen sesuai indikasi
Rasional: Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko kerusakan
jaringan
f. Berikan bronkodilator bila perlu
Rasional: Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi ventilasi
pernapasan

20
Diagnosa 2 : Penurunan curah jantung b.d perubahan sekuncup jantung
ditandai dengan distensi vena jugularis, perubahan EKG, TD menurun,
kulit dingin, pucat, jari tangan dan kaki sianosis

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 10 menit


diharapkan curah jantung ke seluruh tubuh adekuat dengan kriteria hasil :
a. TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg).
b. Nadi perifer teraba kuat
c. Suara jantung normal.
d. Sianosis dan pucat tidak ada.
e. Kulit teraba hangat
f. EKG normal
g. Distensi vena jugularis tidak ada.

Intervensi
a. Monitor TTV berkelanjutan
Rasional: TTV merupakan indicator keadaan umum tubuh (jantung)
b. Auskultasi suara jantung, kaji frekuensi dan irama jantung
Rasional: Perubahan suara, frekuensi dan irama jantung dapat
mengindikasikan adanya penurunan curah jantung
c. Palpasi nadi perifer dan periksa pengisian perifer
Rasional: Curah jantung yang kurang mempengaruhi kuat dan
lemahnya nadi perifer
d. Kaji akral dan adanya sianosis atau pucat
Rasional: Penurunan curah jantung menyebabkan aliran ke perifer
menurun
e. Kaji adanya distensi vena jugularis
Rasional: Tamponade jantung menghambat aliran balik vena sehingga
terjadi distensi pada vena jugularis
f. Monitor balance cairan
Rasional: Evaluasi kekurangan atau kelebihan cairan
g. Berikan oksigen sesuai indikasi

21
Rasional: Oksigen yang adekuat mencegah hipoksia
h. Periksa EKG, foto thorax, echocardiografi sesuai indikasi.
Rasional: Pada tamponade jantung, terjadi abnormalitas irama jantung
dan terdapat siluet pembesaran jantung
i. Lakukan tindakan perikardiosintesis.
Rasional: Dengan perikardiosintesis cairan dalam ruang pericardium
dapat keluar

Diagnosa 3 : Perfusi jaringan (cerebral, perifer, cardiopulmonal, renal,


gastrointestinal) tidak efektif b.d suplai O2 menurun ditandai dengan nadi
lemah, TTV abnormal, penurunan kesadaran, kulit pucat, sianosis, akral
dingin.

Tujuan : setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 15 menit


diharapkan perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil :
a. Nadi teraba kuat
b. TTV dalam batas normal (Nadi : 60-100 x/mnt, TD : 110-140 mmHg)
c. Tingkat kesadaran composmentis
d. Sianosis atau pucat tidak ada
e. Nadi teraba lemah, terdapat sianosis,
f. Akral teraba hangat

Intervensi :
a. Monitor tanda-tanda vital
Rasional: Perubahan tanda-tanda vital seperti takikardi akibat dari
kompensasi jantung untuk memenuhi suplai O2
b. Monitor adanya ketidakadekuatan perfusi (kulit : dingin dan pucat,
sianosis)
Rasional: Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan
c. Monitor status kesadaran
Rasional: Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan
penurunan tingkat kesadaran

22
d. Anjurkan untuk bed rest/ istirahat total
Rasional: Menurunkan kebutuhan oksigen
4. Implementasi
Dilakukan sesuai intervensi dan kondisi pasien

5. Evaluasi
Hasil dari evaluasi dari yang diharapkan dalam pemberian tindakan
keperawatan melalui proses keperawatan pada klien dengan Malpresentasi
berdasarkan tujuan pemulangan adalah :
a. Pola nafas efektif
b. Curah jantung ke seluruh tubuh adekuat
c. Perfusi jaringan adekuat

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tamponade jantung merupakan kompresi jantung akibat penumpukan
cairan atau darah di dalam rongga perikardium yang bervariasi bergantung dari
tebalnya miokardium ventrikel dan tebalnya perikardium parietal. Akibat
penumpukan cairan dapat mempengaruhi tekanan di kantong perikardium dan
dapat menyebabkan kolapsnya jantung bahkan mengancam jiwa. Tamponade
jantung dapat disebabkan neoplastik, trauma, pembedahan pasca-jantung,
gagal ginjal, radiasi, perikarditis, penyakit idiopatik, lupus eritematosus
sisemik, rheumatoid arthritis, dan skleroderma dengan klasifikasi akut dan
kronis, serta tanda gejala khas berupa distensi vena leher, bunyi jantung
melemah, dan hipotensi. Penatalaksanaan pada tamponade jantung dapat
dilakukan dengan paericardiosentesis dan perikardiotomi. Jumlah cairan di
ruang perikardial biasanya berisi 20-50 mL dan pada tamponade jantung bisa
250 cc bila pengumpulan cairan tersebut berlansung cepat, dan 1000 cc bila
pengumpulan cairan tersebut berlangsung lambat, karena perikardium
mempunyai kesempatan untuk meregang dan menyesuaikan diri dengan
volume cairan yang bertambah tersebut.

B. Saran
Penulis berharap dengan makalah ini, semoga mahasiswa keperawatan
dapat mengerti bagaimana patofisiologi pada pasien dengan tamponade
jantung beserta asuhan keperawatannya sehingga bisa berpikir kritis dalam
melakukan tindakan keperawatan.

24
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, Diane C. Alih Bahasa Yasmin Asih. 2000. Buku saku dari Brunner &
Suddarth. Jakarta: Penerbit EGC
Corwin, Elizabeth J. Alih bahasa oleh Nike Budhi Subekti. 2009. Buku Saku
Patofisiologi Edisi 3. Jakarta: Penerbit EGC
Dharma, Surya. 2009. Sistematika Interpretasi EKG: Pedoman Praktis. Jakarta:
EGC
Jesper K. Jensen, dkk. 2017. Cardiac Tamponade: A Clinical Challenge. ESC
(www.escardio.org/Journals/E-Journal-of-Cardiology-Practice/Volume-
15/Cardiac-tamponade-a-clinical-challenge Diakses pada hari Minggu, 14
Oktober 2018 pukul 06.40 WITA)
Muttaqin, Arif. 2009. Pegantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
sistem Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC NOC. Yogyakarta:
Mediaction
Natiqah. 2012. Tamponade Jantung. Wordpress
(https://natiqahdr.wordpress.com/2012/01/13/tamponade-jantung/
Diakses pada hari Senin, 15 Oktober 2018 pukul 10.09 WITA)
Smelter, Suzanne C. Alih bahasa oleh Agung waluyo. 2001. Buku ajar keperawatan
medical bedah Brunner & Suddarth Vol 2 Edisi 8. Jakarta: Penerbit EGC
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi: Kurikulum Berbasis Kompetensi untuk
Keperawatan dan Kebidanan. Jakarta: EGC
Vinasta A.W, dkk. 2015. Tamponade Jantung. Dokumen Tips
(https://dokumen.tips/download/link/print-makalah-tamponade-
jantungdocx Diakses pada hari Senin, 15 Oktober 2018 pukul 10.20
WITA)
Yarlagadda, Chakri. 2017. Cardiac Tamponade. Medscape
(https://emedicine.medscape.com/article/152083-overview#a5 Diakses
pada hari Minggu, 14 Oktober 2018 pukul 10.20 WITA)

25

Anda mungkin juga menyukai