PENDAHULUAN
Hipertiroid ialah suatu sindroma klinik yang terjadi karena pemaparan jaringan
terhadap hormone tiroid berlebihan. Penyakit tiroid merupakan penyakit yang banyak ditemui
di masyarakat, 5% pada pria dan 15% pada wanita. Penyakit Graves di Amerika sekitar 1%
dan di Inggris 20-27/1000 wanita dan 1.5-2.5/1000 pria, sering ditemui di usia kurang dari 40
tahun. Istilah hipertiroidisme sering disamakan dengan tirotoksikosis, meskipun secara
prinsip berbeda. Dengan hipertiroidisme dimaksudkan hiperfungsi kelenjar tiroid dan sekresi
berlebihan dari hormone tiroid dalam sirkulasi. Pada tirotoksikosis dapat disebabkan oleh
etiologi yang amat berbeda, bukan hanya yang berasal dari kelenjar tiroid. Adapun
hipertiroidisme subklinis, secara definisi diartikan kasus dengan kadar hormone normal tetapi
TSH rendah. Di kawasan Asia dikatakan prevalensi lebih tinggi disbanding yang non Asia
(12% versus 2.5%).
BAB II
1
PEMBAHASAN
Kata thyroid berarti organ berbentuk perisai segi empat. Kelenjar ini merupakan
kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya, dibungkus oleh capsula yang berasal
dari lamina pretracheal fascia profunda. Capsula ini melekatkan thyroid ke larynx dan
trachea. Kelenjar thyroid terletak di leher depan setentang vertebra cervicalis 5 sampai
thoracalis 1, terdiri dari lobus kiri dan kanan yang dihubungkan oleh isthmus. Setiap lobus
berbentuk seperti buah pear, dengan apex di atas sejauh linea oblique lamina cartilage
Berat kelenjar thyroid bervariasi antara 20-30 gr, rata-rata 25 gr. Dengan adanya
facies posteromedial kelenjar. Jumlah ligamentum ini 1 di kiri dan kanan. Fungsinya sebagai
2
ayunan/ gendongan kelenjar ke larynx dan mencegah jatuh/ turunnya kelenjar dari larynx,
a. Lobus Lateralis
1. Apex
2. Basis
1. Apex
lateral)
berada di superficial dan nervus masuk lebih ke dalam dari apex (polus)Ahli
2. Basis
3
Terletak setentang dengan cincin trachea 5 atau 6.
di depan atau belakang atau di antara cabang-cabang arteri tersebut. Ahli bedah
3. Facies
M. Sternothyroideus
M. Sternohyoideus
- 2 saluran : larynx yang berlanjut menjadi trachea, dan pharynx berlanjut menjadi
oesophagus.
4
Berhubungan dengan carotid sheath (selubung carotid) dan isinya yaitu A. Carotis interna, N.
anastomose A. Thyroidea superior dan inferior. Ductus thoracicus terdapat pada sisi
lateralis kelenjar thyroidea tepatnya di antara true dan false capsule. Setentang cartilage
cricoidea dan sebelah dorsal dari N. Laryngeus recurrent. Kelenjar parathyroidea inferior
- Pada polus bawah (inferior) lobus lateralis di dalam false capsule di bawah A. Thyroidea
inferior.
- Di dalam true capsule pada jaringan kelenjar dan ventral terhadap N. Laryngeus recurrent.
II. Isthmus
Isthmus adalah bagian kelenjar yang terletak di garis tengah dan menghubungkan
bagian bawah lobus dextra dan sinistra (isthmus mungkin juga tidak ditemukan). Diameter
5
- Kulit dan fascia superficialis
- V. Jugularis anterior
Levator glandulae. Di margo inferior didapati V. Thyroidea inferior dan A. Thyroidea ima.
Jika ada biasanya terdapat di margo superior isthmus, memanjang ke os hyoidea, atau
6
Sering didapati lembaran fibrosa atau musculous yang menghubungkan lobus
pyramidalis dan os hyoidea, jika penghubung ini otot dikenal dengan nama levator glandula
thyroidea.
1. Outer false capsule : Berasal dari lamina pretracheal fascia cervicalis profunda.
2. Inner true capsule : dibentuk oleh kondensasi jaringan fibroareolar kelenjar thyroidea.
Pada celah antara kedua capsule tersebut didapati kelenjar parathyroidea, pembuluh
Vascularisasi
1. Sistem Arteri
A. Thyroidea superior, adalah cabang A. Carotis externa yang masuk ke jaringan superficial
A. Thyroidea inferior adalah cabang trunchus thyreocervicalis dan masuk ke lapisan dalam
A. Thyroidea ima, Arteri ini kadang-kadang dijumpai merupakan cabang arcus aorta atau A.
ke facies posteromedial.
2. Sistem Vena
7
V. Thyroidea superior; muncul dari polus superior dan berakhir pada vena jugularis interna
(kadang-kadang V. Facialis)
V. Thyroidea inf.; muncul dari margo bawah istmus dan berakhir pada V. Brachiocephalica
sin.
V. Thyroidea media; muncul dari pertengahan lobus lateralis dan berakhir di V. Jugularis int.
3. Aliran Lymphatic
Ascending Lymphatic
- Media, mengalir ke prelaryngeal lymph node yang terletak pada membrane cricothyroidea
Descending Lymphatic
8
- Lateral, mengalir ke Gl. Recurrent chain pada N. Laryngeus recurrent.
2.2 Fisiologi
Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroid utama yaitu tiroksin (T4) yang kemudian
berubah menjadi bentuk aktifnya yaitu triyodotironin (T3). Iodium nonorganik yang diserap
dari saluran cerna merupakan bahan baku hormon tiroid. Zat ini dipekatkan kadarnya menjadi
30-40 kali sehingga mempunyai afinitas yang sangat tinggi di dalam jaringan tiroid. T3 dan
T4 yang dihasilkan ini kemudian akan disimpan dalam bentuk koloid di dalam tiroid.
Sebagian besar T4 kemudian akan dilepaskan ke sirkulasi sedangkan sisanya tetap di dalam
kelenjar yang kemudian mengalami daur ulang. Di sirkulasi, hormon tiroid akan terikat oleh
protein yaitu globulin pengikat tiroid Thyroid Binding Globulin (TBG) atau prealbumin
pengikat albumin Thyroxine Binding Prealbumine (TBPA). Hormon stimulator tiroid Thyroid
Stimulating Hormone (TSH) memegang peranan terpenting untuk mengatur sekresi dari
kelenjar tiroid. TSH dihasilkan oleh lobus anterior 13 kelenjar hipofisis. Proses yang dikenal
sebagai umpan balik negatif sangat penting dalam proses pengeluaran hormon tiroid ke
sirkulasi. Pada pemeriksaan akan terlihat adanya sel parafolikular yang menghasilkan
kalsitonin yang berfungsi untuk mengatur metabolisme kalsium, yaitu menurunkan kadar
Sekresi hormon tiroid dikendalikan oleh kadar hormon perangsang tiroid yaitu
Thyroid Stimulating Hormone (TSH) yang dihasilkan oleh lobus anterior hipofisis. Kelenjar
ini secara langsung dipengaruhi dan diatur aktifitasnya oleh kadar hormon tiroid dalam
sirkulasi yang bertindak sebagai umpan balik negatif terhadap lobus anterior hipofisis dan
terhadap sekresi hormon pelepas tirotropin yaitu Thyrotropin Releasing Hormone (TRH) dari
hipotalamus. Sebenarnya hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak
langsung oleh hormon tiroid. Efek yang umum dari hormon tiroid adalah mengaktifkan
9
transkripsi inti sejumlah besar gen. Oleh karena itu, di semua sel tubuh sejumlah besar enzim
protein, protein struktural, protein transpor, dan zat lainnya akan disintesis. Hasil akhirnya
meningkatkan aktivitas metabolik selular dengan cara meningkatkan aktivitas dan jumlah sel
mitokondria, serta meningkatkan transpor aktif ion-ion melalui membran sel. Efek T3 dan T4
Hormon ini adalah regulator terpenting bagi tingkat konsumsi O2 dan pengeluaran energi
panas. Beberapa efek kalorigenik hormon tiroid disebabkan oleh metabolisme asam
lemak yang dimobilisasi oleh hormon-hormon ini. Di samping itu hormon tiroid
meningkatka aktivitas NaK-ATP ase yang terikat pada membran di banyak jaringan.
Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat dalam
metabolisme bahan bakar. Efek hormon tiroid pada bahan bakar metabolik bersifat
multifaset, hormon ini tidak saja mempengaruhi sintesis dan penguraian karbohidrat,
lemak dan protein, tetapi banyak sedikitnya jumlah hormon juga dapat menginduksi efek
yang bertentangan.
d. Efek simpatomimetik
10
Hormon tiroid meningkatkan ketanggapan sel sasaran terhadap katekolamin
(epinefrin dan norepinefrin), zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf
Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon pertumbuhan, tetapi juga
terutama Sistem Saraf Pusat (SSP). Hormon tiroid juga sangat penting untuk aktivitas
toksik dan mononodular toksik. Hipertiroidisme pada penyakit Graves adalah akibat antibodi
reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid. Sedang pada goiter multinodular toksik ada
Penyakit graves sekarang ini dipandang sebagai penyakit autoimun yang penyebabnya
tidak diketahui. Pada penyakit Graves terdapat dua kelompok gambaran utama, tiroidal dan
ekstratiroidal dan keduannya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat
11
hipeplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekeresi hormon tiroid yang berlebihan.
simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar dan tidak tahan panas, keringat
semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan turun, sering dsertai nafsu makan
Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan infiltrasi kulit lokal yang biasanya
terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati yang ditemukan pada 50% sampai 80% pasien
ditandai oleh mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag
(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata) dan kegagalan konvergensi.
Penyakit Graves agaknya timbul sebagai manifestasi gangguan autoimun. Dalam serum
pasien ini ditemukan antibodi imunoglobulin (IgG). Antibodi ini agaknya bereaksi dengan
reseptor TSH atau membran plasma tiroid. Sebagai akibat interaksi ini antibodi tersebut dapat
merangsang fungsi troid tanpa tergantung dari TSH hipofisis yang dapat mengakibatkan
hipertiroid> Imunoglobulin yang merangsang tiroid ini (TSI) mungkin diakibatka karena
suatu kelainan imunitas yang bersifat herediter, yang memungkinkan kelompokan limfosit
Goiter nodular toksik paling sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai
komplikasi goiter nodular kronik. Pada pasien-pasien ini, hipertiroidisme timbul secara
lambat dan manifestasi klinisnya lebih ringan daripada penyakit Graves. Penderita mungkin
mengalami aritmia dan gagal jantung yang persisten terhadap terapi digitalis. Penderita dapat
pula memperlihatkan bukti-bukti penurunan berat badan, lemah dan pengecilan otot.
Hipertiroidisme pada pasien dengan goiter multi nodular sering dapat ditimbulkan dengan
12
Adenoma Toksik (Penyakit Plummer). Adenoma fungsional yang mensekresi T3 dan
T4 berlebihan akan menyebabkan hipertiroidisme. Lesi-lesi ini mulai sebagai nodul panas
pada scan tiroid, pelan-pelan bertambah dalam ukuran dan bertahap mensupresi lobbus
lainnya. Pasien yang khas adalah individu tua ( biasanya lebih dari 40 tahun) yang mencatat
pertumbuhan akhir-akhir ini dari nodul tiroid yang telah lama ada. Terlihat gejala-gejala
penurunan berat badan, kelemahan, napas sesak, palpitasi, takikardi dan intoleransi terhadap
panas. Pemeriksaan fisisk mnunjukn adanya nodul berbatas jelas pada satu sisi dengan sangat
sedikit jaringan tiroid pada sisi lainnya. Pemeriksaan laboratorium biasanya memperlihatkan
TSH tersupresi dan kadar T3 serum sangat meningkat, dengan hanya peningkatan kadar
Terdapat beberapa kasus kanker tiroid metastatik yang disertai hipertiroidisme. Gambaran
klinis terdiri dari kelemahan, penurunan barat badan, palpitasi, nodul tiroid tetapi tidak ad
biasanya jauh dari tiroid, contoh tulang atau paru. Terapi dengan dosis besar ion radioaktif
Krisis Tiroid adalah suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat dan
mengancam nyawa. Umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves
atau struma multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus : infeksi, operasi,
trauma, zat kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stres, emosi, penghentian obat-obat
2.4 Diagnosis
13
Pada hipertiroid diagnosis dapat ditegakkan dengan manifestasi klinis yang ada dan
beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan T3, T4, dan TSH. Manifestasi klinis
dari hipertiroid dapat dilihat berdasarkan indeks Wayne dan New Castle. Gejala dan tanda
hipertiroid tampak pada tabel dalam penilaian dengan indeks Wayne. Hasil dari penilaian
dengan indeks Wayne adalah jika kurang dari 11 maka eutiroid, 11 sampai 18 adalah normal,
14
dan jika lebih dari 19 adalah hipertiroid ataupun Indeks New Castle .
15
Tabel 1 . Penilaian index Wayne
< 11 : EUTIROID
11-19 : NORMAL
19 : HIPERTIROIDISME
Kadar T4 total selama kehamilan normal dapat meningkat karena peningkatan kadar TBG
oleh pengaruh estrogen. Namun peningkatan kadar T4 total diatas 190 nmol/liter (15 ug/dl)
Pemeriksaan kadar fT4 dan fT3 merupakan prosedur yang tepat karena tidak dipengaruhi
oleh peningkatan kadar TBG. Beberapa peneliti melaporkan bahwa kadar fT4 dan fT3 sedikit
menurun pada kehamilan, sehingga kadar yang normal saja mungkin sudah dapat
menunjukkan hipertiroidisme.
16
3. Indeks T4 bebas (fT4I)
Pemeriksaan fT4I sebagai suatu tes tidak langsung menunjukkan aktifitas tiroid yang tidak
dipengaruhi oleh kehamilan merupakan pilihan yang paling baik. Dari segi biaya,
pemeriksaan ini cukup mahal oleh karena dua pemeriksaan yang harus dilakukan yaitu kadar
fT4 dan T3 resin uptake (ambilan T3 radioaktif). Tetapi dari segi diagnostik, pemeriksaan
4. Tes TRH
Tes ini sebenarnya sangat baik khususnya pada penderita hipertiroidisme hamil dengan gejala
samar-samar. Sayangnya untuk melakukan tes ini membutuhkan waktu dan penderita harus
Pemeriksaan TSH basal sensitif pada saat ini sudah mulai populer sebagai tes skrining
penderita penyakit tiroid. Bukan hanya untuk diagnosis hipotiroidisme, tetapi juga untuk
hipertiroidisme termasuk yang subklinis. Dengan pengembangan tes ini, maka tes TRH mulai
banyak ditinggalkan.
Pemeriksaan kadar TSI dianggap cukup penting pada penderita hipertiroidisme Grave hamil.
penderita akan relaps. Dengan kata lain obat anti tiroid tidak berhasil menekan proses
otoimun.
17
b. Ada kemungkinan bayi akan menjadi hipertiroidisme, mengingat TSI melewati
terapi dengan menekan produksi hormon tiroid atau merusak jaringan kelenjar (dengan
1. Diet yang diberikan harus tinggi kalori, yaitu memberikan kalori 2600-3000 kalori per hari
2. Konsumsi protein harus tinggi yaitu 100-125 gr (2,5 gr/kg berat badan) per hari untuk
4. Mengurangi rokok, alkohol dan kafein yang dapat meningkatkan kadar metabolisme.
mengandung iodida yang menekan fungsi kelenjar tiroid. Pilihan pengobatan tergantung pada
beberapa hal antara lain berat ringannya tirotoksikosis, usia pasien, besarnya struma,
ketersediaan obat antitiroid dan respon atau reaksi terhadapnya serta penyakit lain yang
menyertainya.
18
a) Obat Antitiroid :
Golongan Tionamid
Terdapat 2 kelas obat golongan tionamid, yaitu tiourasil dan imidazol. Tiourasil
dipasarkan dengan nama propiltiourasil (PTU) dan imidazol dipasarkan dengan nama
metimazol dan karbimazol. Obat golongan tionamid lain yang baru beredar ialah tiamazol
Obat golongan tionamid mempunyai efek intra dan ekstratiroid. Mekanisme aksi
intratiroid yang utama ialah mencegah atau mengurangi biosintesis hormon tiroid T3 dan T4,
Sedangkan mekanisme aksi ekstratiroid yang utama ialah menghambat konversi T4 menjadi
sehingga efektif dalam penurunan kadar hormon secara cepat pada fase akut dari penyakit
Graves. Sedangkan kelebihan metimazol adalah efek penghambatan biosintesis hormon lebih
Obat-obat anti tiroid (PTU dan methimazole) diberikan sampai terjadi remisi spontan,
yang biasanya dapat berlangsung selama 6 bulan sampai 15 tahun setelah pengobatan. Untuk
dengan dosis tinggi. Bila telah terjadi keadaan eutiroid secara klinis, diberikan dosis
pemeliharaan (dosis kecil diberikan secara tunggal pagi hari). Regimen umum terdiri dari
pemberian PTU dengan dosis awal 100-150 mg setiap 6 jam. Setelah 4-8 minggu, dosis
dikurangi menjadi 50-200 mg, 1 atau 2 kali sehari. Methimazole mempunyai masa kerja yang
lama sehingga dapat diberikan dosis tunggal sekali sehari. Terapi dimulai dengan dosis
19
methimazole 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan, dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan 5
20 mg perhari.
Ada juga pendapat ahli yang menyebutkan bahwa besarnya dosis tergantung pada
beratnya tampilan klinis, tetapi umumnya dosis PTU dimulai dengan 3x100-200 mg/hari dan
metimazol atau tiamazol dimulai dengan 20-40 mg/hari dosis terbagi untuk 3-6 minggu
pertama. Setelah periode ini dosis dapat diturunkan atau dinaikkan sesuai respons klinis dan
biokimia. Apabila respons pengobatan baik, dosis dapat diturunkan sampai dosis terkecil
PTU 50mg/hari dan metimazol/ tiamazol 5-10 mg/hari yang masih dapat mempertahankan
keadaan klinis eutiroid dan kadar T4 bebas dalam batas normal. Bila dengan dosis awal
belum memberikan efek perbaikan klinis dan biokimia, dosis dapat di naikkan bertahap
sampai dosis maksimal, tentu dengan memperhatikan faktor-faktor penyebab lainnya seperti
ketaatan pasien minum obat, aktivitas fisis dan psikis. Meskipun jarang terjadi, harus
mempunyai efek samping agranulositosis yang lebih kecil), gangguan fungsi hati, lupus like
syndrome, yang dapat terjadi dalam beberapa bulan pertama pengobatan. Agranulositosis
merupakan efek samping yang berat sehingga perlu penghentian terapi dengan Obat Anti
Tiroid dan dipertimbangkan untuk terapi alternatif yaitu yodium radioaktif. Agranulositosis
biasanya ditandai dengan demam dan sariawan, dimana untuk mencegah infeksi perlu
diberikan antibiotika. Efek samping lain yang jarang terjadi namun perlu penghentian terapi
dengan Obat Anti Tiroid antara lain Ikterus Kholestatik, Angioneurotic Edema,
Hepatocellular Toxicity dan Arthralgia Akut. Untuk mengantisipasi timbulnya efek samping
tersebut, sebelum memulai terapi perlu pemeriksaan laboratorium dasar termasuk leukosit
darah dan tes fungsi hati, dan diulang kembali pada bulan-bulan pertama setelah terapi. Bila
ditemukan efek samping, penghentian penggunaan obat tersebut akan memperbaiki kembali
fungsi yang terganggu, dan selanjutnya dipilih modalitas pengobatan yang lain seperti I131
20
atau operasi. Bila timbul efek samping yang lebih ringan seperti pruritus, dapat dicoba ganti
dengan obat jenis yang lain, misalnya dari PTU ke metimazol atau sebaliknya.
klinis dan biokimia guna menentukan dosis obat selanjutnya. Dosis dinaikkan dan diturunkan
sesuai respons hingga dosis tertentu yang dapat mencapai keadaan eutiroid. Kemudian dosis
diturunkan perlahan hingga dosis terkecil yang masih mampu mempertahankan keadaan
eutiroid, dan kemudian evaluasi dilakukan tiap 3 bulan hingga tercapai remisi. Remisi yang
menetap dapat diprediksi pada hampir 80% penderita yang diobati dengan Obat Anti Tiroid
Bila keadaan hipertiroidisme dapat dikontrol dengan pemberian Obat Anti Tiroid dosis
rendah.
Parameter biokimia yang digunakan adalah FT4 (atau FT3 bila terdapat T3
toksikosis), karena hormon-hormon itulah yang memberikan efek klinis, sementara kadar
TSH akan tetap rendah, kadang tetap tak terdeteksi, sampai beberapa bulan setelah keadaan
eutiroid tercapai. Sedangkan parameter klinis yang dievaluasi ialah berat badan, nadi, tekanan
palpitasi, tremor, cemas, dan intoleransi panas melalui blokadenya pada reseptor adrenergik.
Di samping efek antiadrenergik, obat penyekat beta ini juga dapat (meskipun sedikit)
21
menurunkan kadar T3 melalui penghambatannya terhadap konversi T4 ke T3. Dosis awal
golongan penyekat beta dengan durasi kerja lebih panjang, yaitu atenolol, metoprolol dan
nadolol. Dosis awal atenolol dan metoprolol 50 mg/hari dan nadolol 40 mg/hari mempunyai
Pada umumnya obat penyekat beta ditoleransi dengan baik. Beberapa efek samping
yang dapat terjadi antara lain nausea, sakit kepala, insomnia, fatigue, dan depresi, dan yang
lebih jarang terjadi ialah kemerahan, demam, agranulositosis, dan trombositopenia. Obat
golongan penyekat beta ini dikontraindikasikan pada pasien asma dan gagal jantung, kecuali
gagal jantung yang jelas disebabkan oleh fibrilasi atrium. Obat ini juga dikontraindikasikan
pada keadaan bradiaritmia, fenomena Raynaud dan pada pasien yang sedang dalam terapi
c) Obat-obatan Lain
potassium perklorat dan litium karbonat, meskipun mempunyai efek menurunkan kadar
hormon tiroid, tetapi jarang digunakan sebagai regimen standar pengelolaan penyakit Graves.
Obat-obat tersebut sebagian digunakan pada keadaan krisis tiroid, untuk persiapan operasi
Umumnya obat anti tiroid lebih bermanfaat pada penderita usia muda dengan ukuran
kelenjar yang kecil dan tirotoksikosis yang ringan. Pengobatan dengan Obat Anti Tiroid
(OAT) mudah dilakukan, aman dan relatif murah, namun jangka waktu pengobatan lama
yaitu 6 bulan sampai 2 tahun bahkan bisa lebih lama lagi. Kelemahan utama pengobatan
dengan OAT adalah angka kekambuhan yang tinggi setelah pengobatan dihentikan, yaitu
berkisar antara 25% sampai 90%. Kekambuhan dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain
22
dosis, lama pengobatan, kepatuhan pasien dan asupan yodium dalam makanan. Kadar yodium
yang tinggi didalam makanan menyebabkan kelenjar tiroid kurang sensitif terhadap OAT.
kombinasi OAT dan tiroksin eksogen. Hashizume dkk pada tahun 1991 melaporkan bahwa
angka kekambuhan renddah yaitu hanya 1,7 % pada kelompok penderita yang mendapat
terapi kombinasi methimazole dan tiroksin., dibandingkan dengan 34,7% pada kelompok
10 mg perhari ditambah tiroksin 100 g perhari selama 1 tahun, dan kemudian hanya diberi
tiroksin saja selama 3 tahun. Kelompok kontrol juga diberi methimazole dengan dosis dan
cara yang sama namun tanpa tiroksin. Kadar TSH dan kadar TSH-R Ab ternyata lebih rendah
pada kelompok yang mendapat terapi kombinasi dan sebaliknya pada kelompok kontrol. Hal
ini mengisyaratkan bahwa TSH selama pengobatan dengan OAT akan merangsang pelepasan
molekul antigen tiroid yang bersifat antigenic, yang pada gilirannya akan merangsang
pembentukan antibody terhadap reseptor TSH. Dengan kata lain, dengan mengistirahatkan
kelenjar tiroid melalui pemberian tiroksin eksogen (yang menekan produksi TSH), maka
reaksi imun intratiroidal akan dapat ditekan, yaitu dengan mengurangi presentasi antigen.
Pertimbangan lain untuk memberikan kombinasi OAT dan tiroksin adalah agar penyesuaian
dosis OAT untuk menghindari hipotiroidisme tidak perlu dilakukan terlalu sering, terutama
Pembedahan
23
Tiroidektomi subtotal merupakan terapi pilihan pada penderita dengan struma yang
besar. Sebelum operasi, penderita dipersiapkan dalam keadaan eutiroid dengan pemberian
OAT (biasanya selama 6 minggu). Disamping itu, selama 2 minggu preoperatif, diberikan
larutan Lugol atau potassium iodida, 5 tetes 2 kali sehari, yang dimaksudkan untuk
mengurangi vaskularisasi kelenjar dan mempermudah operasi. Sampai saat ini masih terdapat
silang pendapat mengenai seberapa banyak jaringan tiroid yangn harus diangkat.
Tiroidektomi total biasanya tidak dianjurkan, kecuali pada pasein dengan oftalmopati
Graves yang progresif dan berat. Namun bila terlalu banyak jaringan tiroid yang ditinggalkan,
dikhawatirkan akan terjadi relaps. Kebanyakan ahli bedah menyisakan 2-3 gram jaringan
tiroid. Walaupun demikan kebanyakan penderita masih memerlukan suplemen tiroid setelah
laryngeus recurrens merupakan komplikasi pembedahan yang dapat terjadi pada sekitar 1%
kasus.
Pengobatan dengan yodium radioaktif (I131) telah dikenal sejak lebih dari 50 tahun
yang lalu. Radionuklida I131 akan mengablasi kelenjar tiroid melalui efek ionisasi partikel
beta dengan penetrasi kurang dari 2 mm, menimbulkan iradiasi local pada sel-sel folikel
tiroid tanpa efek yang berarti pada jaringan lain disekitarnya. Respons inflamasi akan diikuti
dengan nekrosis seluler, dan dalam perjalanan waktu terjadi atrofi dan fibrosis disertai
respons inflamasi kronik. Respons yang terjadi sangat tergantung pada jumlah I131 yang
ditangkap dan tingkat radiosensitivitas kelenjar tiroid. Oleh karena itu mungkin dapat terjadi
hipofungsi tiroid dini (dalam waktu 2-6 bulan) atau lebih lama yaitu setelah 1 tahun.
Iodine131 dengan cepat dan sempurna diabsorpsi melalui saluran cerna untuk kemudian
dengan cepat pula terakumulasi didalam kelenjar tiroid. Berdasarkan pengalaman para ahli
24
ternyata cara pengobatan ini aman, tidak mengganggu fertilitas, serta tidak bersifat
karsinogenik ataupun teratogenik. Tidak ditemukan kelainan pada bayi-bayi yang dilahirkan
Yodium radioaktif tidak boleh diberikan pada pasien wanita hamil atau menyusui.
Pada pasien wanita usia produktif, sebelum diberikan yodium radioaktif perlu dipastikan dulu
bahwa yang bersangkutan tidak hamil. Selain kedua keadaan diatas, tidak ada kontraindikasi
absolut pengobatan dengan yodium radioaktif. Pembatasan umur tidak lagi diberlalukan
secara ketat. Cara pengobatan ini aman, mudah dan relatif murah serta sangat jarang kambuh.
Reaksi alergi terhadap yodium radioaktif tidak pernah terjadi karena massa yodium dalam
Efek pengobatan baru terlihat setelah 8 12 minggu, dan bila perlu terapi dapat
diulang. Selama menunggu efek yodium radioaktif dapat diberikan obat-obat penyekat beta
dan atau OAT. Respons terhadap pengobatan yodium radioaktif terutama dipengaruhi oleh
besarnya dosis I131 dan beberapa faktor lain seperti faktor imun, jenis kelamin, ras dan
a. Pre operatif
lain yang akan menjalani prosedur pembedahan dengan penekanan pada anamnesis serta
Gejala dan tanda yang harus menjadi perhatian utama pasien hipertiroid adalah terkait dengan
fungsi jantung dan respirasi. Pasien dengan goiter yang besar memiliki problem potensial
terkait dengan jalan napasnya. Sehingga, pada pasien ini, penilaian jalan napas menjadi hal
25
utama yang harus dinilai dengan cermat. Pasien dapat memberikan gejala kesulitan napas
misalnya positional dyspnoe dan hal ini dapat dihubungkan dengan beberapa derajat dari
disfagia. Pasien juga dapat menunjukkan gejala sumbatan pada vena cava terutama pada
kasus goiter retrosternal. Beberapa penilaian lain terhadap jalan napas dapat beruba penilaian
jarak tiromental, derajat protrusi gigi bawah, keterbatasan gerak dari leher dan observasi
struktur faring.
Pasien dinilai tekanan darah, temperatur, denyut dan ritme jantungnya. Selain itu juga
dinilai gejala-gejala yang berhubungan dengan miopati, manifestasi sistem saraf pusat ( misal
: kondisi gugup), tanda-tanda di mata, tanda dehidrasi, maupun adanya kehamilann maupun
EKG, profil darah tes fungsi pembekuan darah,CT scan leher, foto rontgen dada (terutama
pada pasien goiter). Pasien juga harus dinilai apakah akan menjalani pembedahan elektif atau
pembedahan emergency.
tiroidektomi subtotal, harus ditunda hingga pasien mengalami keadaan klinis dan kimiawi
yang eutiroid. Penilaian preoperatif harus termasuk penilaian terhadap fungsi tiroid. Nadi
baik untuk sedasi preoperatif. Meski demikian, beberapa berpendapat bahwa pemberian
sedasi yang berlebihan tidak dianjurkan terutama pada pasien yang memiliki goiter yang
besar yang mengganggu airway. Meskipun hal ini sebenaranya tidak berhubungan langsung
dibutuhkan untuk pasien yang akan menjalani pembedahan darurat. Preparasi cepat ini
asam iopanoic (mengandung iodium dan penghambat pelepasan hormon tiroid). Wanita yang
26
akan menjalani evakuasi darurat dari mola hidatidosa dapat dalam keadaan hipertiroid dan
memiliki resiko terjadi badai tiroid. Obat antitiroid dan antagonis -adrenergik dilanjutkan
sampai pagi hari operasi. Pemberian Prophylthiouracil dan methimazole adalah penting
karena kedua obat ini memiliki waktu paruh yag pendek. Apabila akan dilakukan
Akan tetapi, obat-obatan jenis ini harus dipertimbangkan ulang pemberiannya untuk pasien-
pasien dengan kondisi gagal jantung kongestif (CHF). Meski demikian, menurunkan denyut
jantung dapat meningkatkan fungsi pompa jantung itu sendiri. Kemudian, pasen hipertiroid
yang memiliki laju ventrikel yang cepat dan dalam kondisi CHF serta membutuhkan
pembedahan segera, dapat diberikan esmolol yang dipandu dengan perubahan pulmonary
artery wedge pressure. Jika dosis kecil esmolol (50 g/kg) yang diberikan tidak memperparah
kondisi gagal jantung yang telah ada, dapat diberikan esmolol tambahan.
b. Peri operatif
Fungsi kardiovaskuler dan temperatur tubuh harus dimonitor secara ketat pada pasien
yang memiliki riwayat hipertiroid. Mata pasien harus dilindungi secara baik, karena keadaan
eksoftalmus pada penyakit Graves meningkatkan resiko abrasi kornea sampai dengan
ulserasi. Ketamin, pancuronium, agonis adrenergik indirek dan obat-obat lain yang
tekanan darah dan denyut jantung. Thiopental dapat menjadi obat induksi pilihan di mana
obat ini memiliki efek antitiroid pada dosis tinggi. Pasien hipertiroid dapat menjadi
hipovolemi dan vasodilatasi dan menjadi rentan untuk mengalami respon hipotensi selama
induksi anestesi.
27
Kedalaman anestesi yang adekuat harus dicapai sebelum dilakukan laringoskopi atau
Pemberian agen blok neuromuskuler (NMBAs) harus diberikan secara hati-hati, karena
intubasi dapat diberikan lidokain, fentanyl atau kombinasi keduanya yang diberikan sebelum
intubasi. (Bolaji et all, 2011). Pasien dengan goiter yang besar dan mengalami obstruksi jalan
napas dikelola seperti pasien-pasien lain yang mengalami gangguan jalan napas. (Roizen M
et Fleisher L, 2010). Kesulitan intubasi meningkat kejadiannya pada pasien dengan goiter.
Induksi inhalasi atau intubasi sadar dengan fiberoptik dapat dipertimbangkan apabila ada
Tujuan utama dari manajemen intraoperatif pasien hipertiroid adalah untuk mencapai
kedalaman anestesia (sering dengan isofluran atau desfluran) yang mencegah peningkatan
respon sistem saraf pusat terhadap stimulasi pembedahan. Apabila menggunakan anestesi
c. Post operatif
Ancaman serius pada pasien hipertiroid pada periode postoperatif adalah badai tiroid
(thyroid storm), yang memiliki ciri hiperpireksia, takikardi, penurunan kesadaran (agitasi,
delirium, koma) dan hipotensi. Onset badai tiroid biasanya 6-24 jam setelah pembedahan
28
tetapi dapat muncul intraoperatif, menyerupai hipertermi maligna. Tidak seperti hipertermi
maligna, badai tiroid tidak berhubungan dengan rigiditas otot, peningkatan kreatinin kinase,
Penanganan badai tiroid termasuk hidrasi dan pendinginan, infus esmolol atau
propanolol intravena (0,5 mg dan ditingkatkan sampai denyut jantung < 100/menit),
propylthioruacil (250-500 mg tiap 6 jam secara oral maupun dengan nasograstric tube) diikuti
sodium iodida (1g intravena dalam 12 jam) dan koreksi faktor yang mempresitipasi (misal:
pada nervus reccurent laryngeal akan berakibat pada suara serak (jika unilateral) atau afonia
dan stridor (bilateral). Fungsi pita suara dapat dievaluasi dengan laringoskopi segera setelah
ekstubasi dalam, meskipun hal ini jarang diperlukan. Kegagalan gerak dari satu atau dua pita
suara memerlukan intubsi dan eksplorasi luka. Formasi hematom dapat menyebabkan airway
compromise dari kolapsnya trakhea pada pasien dengan trakheomalasia. Hipoparatiroid dari
dalam 12-72 jam. Pasien yang menjalani subtotaltiroidektomi juga beresiko mengalami
hipotiroid paska pembedahan dengan insidensi sebanyak 60%. Sedangkan untuk pasien yang
menjalani total tiroidektomi, sebagian besar akan mengalami hipotiroid paska pembedahan.
BAB III
KESIMPULAN
29
metabolisme dan keadaan hiperdinamik yang mana memerlukan perhatian dari
seorang ahli anestesi dalam mencegah serta menangani komplikasi yang mungkin
terjadi.
Tindakan pembedahan pada pasien hipertiroid pada pasien yang akan
menjalani pembedahan elektif harus ditunda sampai kondisi pasien eutiroid.
Tindakan pembedahan pada pasien hipertiroid pada pasien yang akan
menjalani pembedahan darurat dapat segera dilakukan dengan sebelumnya
mempersiapkan pasien secepat mungkin untuk dikontrol/dikurangi hiperaktivitas
adrenergik yang ada, yang dilanjutkan durante operasi sampai pengawasan post
operasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunninghams Manual of Practical Anatomy, Thirteenth edition, volume III. Head and
Neck and Brain. London, Oxford University Press, 1967, Page 109-112.
2. Harold H. Lindner, MD, A Lange Medical Book Clinical Anatomy, Appleton & Lange,
5. Richard S. Snell, MD, PhD, Clinical Anatomy for Medical Students, Fifth edition, New
6. Guyton, A.C., dan Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta:
EGC
8. Tjokroprawito A et al, 2007, Hipertiroid, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran, Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo, Surabaya, p
86-92
9. Morgan GE, 2006, Anesthesia for Patient With Endocrine Disease, Clinical
Anesthesiology, 4th edition, McGraw-Hill, p 807-808
31