Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

STRUMA
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Bedah
Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh:
SITTA GREWO LIANDAR
20100310017
Diajukan Kepada:
dr. Sunarto, Sp. B

BAGIAN ILMU BEDAH


RSUD SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKAR
2014
HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui referat dengan judul :

STRUMA

Hari/ Tanggal : 17 November 2014


Tempat : RSUD Setjonegoro Wonosobo
Oleh :
Sitta Grewo Liandar
20100310017

Disahkan oleh :
Dokter Pembimbing

dr. Sunarto, Sp.B


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

1
2

LEMBAR PENGESAHAN

DAFTAR ISI

A.
B.
C.
D.
E.
F.
G.
H.
I.

ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID


DEFINISI
INSIDENSI
ETIOLOGI
PATOFISIOLOGI
JENIS STRUMA
MANIFESTASI KLINIK
PENATALAKSANAAN
KOMPLIKASI

DAFTAR PUSTAKA

4
5
6
6
6
8
15
16
16
20

REFERAT
STRUMA
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI KELENJAR TIROID
Kelenjar tiroid terletak di regio colli anterior diantara fascia colli dan fascia
prevertebralis. Kelenjar tiroid dibagi menjadi 2 lobus yaitu lobus kanan dan lobus kirai yang
dihubungkan oleh ismus. Terkadang dapat ditemukan bagian keempat yaitu lobus piramidalis
yang letaknya di atas isthmus agak ke kiri dari garis tengah. Lobus ini merupakan sisa
jaringan embrional tiroid yang masih tertinggal.
3

Kelenjar tiroid mempunyai berat sekitar 25 30 gram dan terletak antara tiroidea dan
cincin trakea keenam. Seluruh jaringan tiroid dibungkus oleh suatu lapisan yang disebut true
capsule.
Vaskularisasi dari kelenjar tiroid berasal dari :
a. A. Tiroidea superior yang merupakan cabang dari A. Carotis Externa
b. A. Tiroidea Inferior yang merupakan cabang dari A. Subclavia
c. A. Tiroidea Ima yang merupakan cabang dari Arcus Aorta
Selain arteri sistem vena yang terdapat pada kelenjar tiroid adalah vena tiroidea superior,
vena tiroidea media, vena tiroidea inferior..
Terdapat 2 syaraf yang mensarai laring dengan pita suara ( plica vokalis) yaitu nevus
rekurens dan cabang nevus laringeus superior. Saraf yang melewati tiroid adalah Nervus
Rekurens. Saraf ini terletak di dorsal tiroid sebelum masuk ke laring.
Fisiologi Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan suatu kelenjar endokrin yang mensekresikan hormon utama yaitu
Tiroksin atau T4. Bentuk aktif hormon ini adalah triiodotironin (T3), yang sebagian besar berasal dari
konversi hormon T4 di perifer, dan sebagian kecil dibentuk langsung oleh kelenjar tiroid. Di dalam
darah sebagian besar T3 dan T4 terikat oleh protein plasma yaitu albumin, Thyroxin Binding Pre
Albumin (TBPA) dan Thyroxin Binding Globulin (TGB). Sebagian kecil T3 dan T4 bebas beredar
dalam darah dan berperan dalam mengatur sekresi TSH. Hormon tiroid dikendalikan oleh thyroidstimulating hormone ( TSH ) yang dihasilkan lobus anterior glandula hypofise dan pelepasannya
dipengaruhi oleh thyrotropine-releasing hormone ( TRH ). Kelenjar thyroid juga mengeluarkan
calcitonin dari parafolicular cell, yang dapat menurunkan kalsium serum berpengaruh pada tulang.
Fungsi hormon tiroid antara lain :
1) meningkatkan kecepatan metabolisme
2) efek kardiogenik

3) simpatogenik
4) pertumbuhan dan sistem saraf

B. DEFINISI
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid yang disebabkan oleh penambahan jaringan
kelenjar tiroid itu sendiri. Pembesaran kelenjar tiroid ini ada yang menyebabkan perubahan
fungsi pada tubuh dan ada juga yang tidak mempengaruhi fungsi. Struma merupakan suatu
penyakit yang sering dijumpai sehari-hari, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti, struma dengan atau tanpa kelainan fungsi metabolisme dapat didiagnosis secara tepat.
C. INSIDENSI
Menurut WHO, Indonesia merupakan negara endemis goiter. Penyakit ini dominan
terhadap wanita dibanding laki- laki. Umumnya 95% bersifat jinak dan 5% besifat ganas.
Pada area endemik kekurangan iodium struma nodular toksik terjadi sekitar 58% kasus
dari kasus hipertiroidism, 10% berbentuk nodul toksik yang solid. Grave diseases sekitar 40%
dai kasus hipertiroidism. Struma nodular toksik lebih dominan kejadiannya pada wanita
dibanding laki- laki.
D. ETIOLOGI
Struma terjadi akibat kekurangan yodium yang dapat menghambat pembentukan hormon
tiroid oleh kelenjar tiroid sehingga terjadi pula penghambatan dalam pembentukan TSH oleh
5

hipofisis anterior. Hal tersebut memungkinkan hipofisis mensekresikan TSH dalam jumlah
yang berlebihan. TSH kemudian menyebabkan sel-sel tiroid mensekresikan tiroglobulin
dalam jumlah yang besar (kolid) ke dalam folikel, dan kelenjar tumbuh makin lama makin
bertambah besar. Akibat kekurangan yodium maka tidak terjadi peningkatan pembentukan T4
dan T3, ukuran folikel menjadi lebih besar dan kelenjar tiroid dapat bertambah berat sekitar
300-500 gram. Selain itu struma dapat disebabkan kelainan metabolik kongenital yang
menghambat sintesa hormon tiroid, penghambatan sintesa hormon oleh zat kimia(goitrogenic
agent), proses peradangan atau gangguan autoimun seperti penyakit Graves. Pembesaran
yang didasari oleh suatu tumor atau neoplasma dan penghambatan sintesa hormon tiroid oleh
obat-obatan misalnya thiocarbamide, sulfonylurea dan litium, gangguan metabolik misalnya
struma kolid dan struma non toksik (struma endemik).
E. PATOFISIOLOGI
Pembesaran kelenjar tiroid atau struma diklasifikasikan berdasarkan efek fisiologisnya,
klinis, dan perubahan bentuk yang terjadi. Struma dapat dibagi menjadi :
1) Struma Toksik, yaitu struma yang menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid meliputi seluruh lobus,
seperti yang ditemukan pada Graves disease.
b. Nodosa, yaitu jika pembesaran kelenjar tiroid hanya mengenai salah satu
lobus, seperti yang ditemukan pada Plummers disease.
2) Struma Nontoksik, yaitu struma yang tidak menimbulkan gejala klinis pada tubuh,
berdasarkan perubahan bentuknya dapat dibagi lagi menjadi
a. Diffusa, seperti yang ditemukan pada endemik goiter
b. Nodosa, seperti yang ditemukan pada keganasan tiroid
Pembesaran kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh :
1) Hiperplasia dan Hipertrofi
Setiap organ apabila dipicu untuk bekerja akan mengalami kompensasi dengan cara
memperbesar dan memperbanyak jumlah selnya. Demikian juga dengan kelenjar tiroid pada

saat pertumnuhan akan dipacu untuk bekerja memproduksi hormon tiroksin sehingga lama
kelamaan akan membesar, misalnya saat pubertas dan kehamilan.
2) Inflamasi atau Infeksi
Proses peradangan pada kelenjar tiroid seperti pada tiroiditis akut, tiroiditis subakut
(de Quervain) dan tiroiditis kronis (Hashimoto)
3) Neoplasma
Jinak dan ganas
Struma menimbulkan gejala klinis dikarenakan oleh perubahan kadar hormon tiroid di
dalam darah. Kelenjar tiroid dapat menghasilkan hormon tiroid dalam kadar berlebih atau
biasa disebut hipertiroid maupun dalam kadar kurang dari normal atau biasa disebut
hipotiroid. Gejala yang timbul pada hipertiroid adalah :

Peningkatan nafsu makan dan penurunan berat badan

Tidak tahan panas dan hiperhidrosis

Palpitasi, sistolik yang tinggi dan diastolik yang rendah sehingga


menghasilkan tekanan nadi yang tinggi (pulsus celler) dan dalam jangka
panjang dapat menjadi fibrilasi atrium

Tremor

Diare

Infertilitas, amenorrhae pada wanita dan atrofi testis pada pria

Exophtalmus

Gejala yang timbul pada hipotiroid adalah kebalikan dari hipertiroid :

Nafsu makan menurun dan berat badan bertambah

Tidak tahan dingin dan kulit kering bersisik

Bradikardi, tekanan sistolik yang rendah dan tekanan nadi yang lemah

Gerak tubuh menjadi lamban dan edema pada wajah, kelopak mata dan
tungkai
7

F. JENIS STRUMA
a.

Struma Difusa Toksik


Definisi
Struma difusa toksik dapat kita temukan pada Graves Disease. Penyakit ini juga biasa disebut

Basedow. Trias Basedow meliputi pembesaran kelenjar tiroid difus, hipertiroidi dan eksoftalmus.

Penyakit ini lebih sering ditemukan pada orang muda dengan gejala seperti berkeringat
berlebihan, tremor tangan, menurunnya toleransi terhafap panas, penurunan berat badan,
ketidakstabilan emosi, gangguan menstruasi berupa amenorrhea, dan polidefekasi ( sering
buang air besar ). Klinis sering ditemukan adanya pembesaran kelenjar tiroid, kadang
terdapat juga manifestasi pada mata berupa exophthalmus dan miopatia ekstrabulbi.
Walaupun etiologi penyakit Graves tidak diketahui pasti, tampaknya terdapat peran dari
suatu antibodi yang dapat ditangkap reseptor TSH, yang menimbulkan stimulus terhadap
peningkatan hormon tiroid. Penyakit ini juga ditandai dengan peningkatan absorbsi yodium
radiokatif oleh kelenjar tiroid.

Patofisiologi
Graves Disease merupakan suatu penyakit yang disebabkan oleh kelainan system
imun dalam tubuh, di mana terdapat suatu zat yang disebut sebagai Thyroid Receptor
Antibodies. Zat ini menempati reseptor TSH di sel-sel tiroid dan menstimulasinya secara
berlebiham, sehingga TSH tidak dapat menempati reseptornya dan kadar hormone tiroid
dalam tubuh menjadi meningkat.
Gejala Klinis
Gejala dan tanda yang timbul merupakan manifestasi dari peningkatan metabolisme di
semua sistem tubuh dan organ yang mungkin secara klinis terlihat jelas. Peningkatan
8

metabolisme menyebabkan peningkatan kebutuhan kalori, dan seringkali asupan ( intake)


kalori tidak mencukupi kebutuhan sehingga terjadi penurunan berat badan secara drastis.
Peningkatan metabolisme pada sistem kardiovaskuler terlihat dalam bentuk
peningkatan sirkulasi darah, antara lain dengan peningkatan curah jantung/ cardiac output
sampai dua-tiga kali normal, dan juga dalam keadaan istirahat. Irama nadi meningkat dan
tekanan denyut bertambah sehingga menjadi pulsus celer; penderita akan mengalami
takikardia dan palpitasi. Beban pada miokard, dan rangsangan saraf autonom dapat
mengakibatkan kekacauan irama jantung berupa ektrasistol, fibrilasi atrium, dan fibrilasi
ventrikel.
Pada saluran cerna sekresi maupun peristaltik meningkat sehingga sering timbul
polidefekasi dan diare.
Hipermetabolisme susunan saraf biasanya menyebabkan tremor, penderita sulit tidur,
sering terbangun di waktu malam. Penderita mengalami ketidakstabilan emosi, kegelisahan,
kekacauan pikiran, dan ketakutan yang tidak beralasan yang sangat menggangu.
Pada saluran napas, hipermetabolisme menimbulkan dispnea dan takipnea yang tidak
terlalu mengganggu. Kelemahan otot terutama otot-otot bagian proksimal, biasanya cukup
mengganggu dan sering muncul secara tiba-tiba. Hal ini disebabkan oleh gangguan elektrolit
yang dipicu oleh adanya hipertiroidi tersebut.
Gangguan menstruasi dapat berupa amenorea sekunder atau metrorhagia. Kelainan
mata disebabkan oleh reaksi autoimun berupa ikatan antibodi terhadap reseptor pada jaringan
ikat dan otot ekstrabulbi dalam rongga mata. Jaringan ikat dan jaringan lemaknya menjadi
hiperplastik sehingga bola mata terdorong ke luar dan otot mata terjepit. Akibatnya terjadi
eksoftalmus yang dapat menyebabkan kerusakan bola mata akibat keratitis. Gangguan gerak
otot akan menyebabkan strabismus.

Gambar : Skema patogenesis penyakit Graves

Tatalaksana
Terapi penyakit Graves ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/
hipertiroidi dengan pemberian antitiroid, seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol.
Terapi definitif dapat dipilih antara pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan
yodium radiokatif, atau tiroidektomi. Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi
dilakukan terutama jika pengobatan dengan medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid
besar. Pembedahan yang baik biasanya memberikan kesembuhan yang permanen meskipun
kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi dan komplikasi yang minimal.
b. Struma Nodosa Toksik
Definisi
Struma nodosa toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus yang disertai
dengan tanda-tanda hipertiroid. Pembesaran noduler terjadi pada usia dewasa muda sebagai suatu
struma yang nontoksik. Bila tidak diobati, dalam 15-20 tahun dapat menjadi toksik. Pertama kali
dibedakan dari penyakit Graves oleh Plummer, maka disebut juga Plummers disease.
Patofisiologi
Penyakit ini diawali dengan timbulnya pembesaran noduler pada kelenjar tiroid yang tidak
menimbulkan gejala-gejala toksisitas, namun jika tidak segera diobati, dalam 15-20 tahun dapat
menimbulkan hipertiroid. Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan dari nontoksik menjadi toksik
antara lain adalah nodul tersebut berubah menjadi otonom sendiri (berhubungan dengan penyakit
autoimun), pemberian hormon tiroid dari luar, pemberian yodium radioaktif sebagai pengobatan.
Gejala Klinis
10

Saat anamnesis, sulit untuk membedakan antara Graves disease dengan Plummers disease
karena sama-sama menunjukan gejala-gejala hipertiroid. Yang membedakan adalah saat pemeriksaan
fisik di mana pada saat palpasi kita dapat merasakan pembesaran yang hanya terjadi pada salah satu
lobus.
Tatalaksana
Terapi yang diberikan pada Plummers Disease juga sama dengan Graves yaitu

ditujukan pada pengendalian keadaan tirotoksisitas/ hipertiroidi dengan pemberian antitiroid,


seperti propil-tiourasil ( PTU ) atau karbimazol. Terapi definitif dapat dipilih antara
pengobatan anti-tiroid jangka panjang, ablasio dengan yodium radiokatif, atau tiroidektomi.
Pembedahan terhadap tiroid dengan hipertiroidi dilakukan terutama jika pengobatan dengan
medikamentosa gagal dengan kelenjar tiroid besar. Pembedahan yang baik biasanya
memberikan kesembuhan yang permanen meskipun kadang dijumpai terjadinya hipotiroidi
dan komplikasi yang minimal.
c. Struma Difusa Nontoksik
Definisi

Struma endemik Struma endemik adalah penyakit yang ditandai dengan pembesaran
kelenjar tiroid yang terjadi pada suatu populasi, dan diperkirakan berhubungan dengan
defisiensi diet dalam harian. Epidemologi Endemik goiter diperkirakan terdapat kurang lebih
5% pada populasi anak sekolah dasar/preadolescent (6-12 tahun), seperti terbukti dari
beberapa penelitian. Goiter endemik terjadi karena defisiensi yodium dalam diet. Kejadian
goiter endemik sering terjadi di derah pegnungan, seperti di himalaya, alpens, daerah dengan
ketersediaan yodium alam dan cakupan pemberian yodium tambahan belum terlaksana
dengan baik
Patofisiologi

Umumnya,

mekanisme

terjadinya

goiter

disebabkan

oleh

adanya

defisiensi intake iodin oleh tubuh. Selain itu, goiter juga dapat disebabkan oleh kelainan
sintesis

hormon

tiroid

kongenital

ataupun

goitrogen

(agen

penyebab

goiter

seperti intake kalsium berlebihan maupun sayuran famili Brassica). Kurangnya iodin
menyebabkan kurangnya hormon tiroid yang dapat disintesis. Hal ini akan memicu
peningkatan pelepasan TSH (thyroid-stimulating hormone) ke dalam darah sebagai efek
kompensatoriknya. Efek tersebut menyebabkan terjadinya hipertrofi dan hiperplasi dari sel
folikuler tiroid, sehingga terjadi pembesaran tiroid secara makroskopik. Pembesaran ini dapat
menormalkan kerja tubuh, oleh karena pada efek kompensatorik tersebut kebutuhan hormon
11

tiroid terpenuhi. Akan tetapi, pada beberapa kasus, seperti defisiensi iodin endemik,
pembesaran ini tidak akan dapat mengompensasi penyakit yang ada. Kondisi itulah yang
dikenal dengan goiter hipotiroid. Derajat pembesaran tiroid mengikuti level dan durasi
defisiensi hormon tiroid yang terjadi pada seseorang.
d. Goiter Difus
Goiter difus adalah bentuk goiter yang membentuk satu buah pembesaran yang
tampak tanpa membentuk nodul. Benttuk ini biasa ditemukan dengan sifat non-toksik (fungsi
tiroid normal), oleh karena itu bentuk ini disebut juga goiter simpel. Dapat juga disebut
sebagai goiter koloid karena sel folikel yang membesar tesebut umumnya dipenuhi oleh
koloid. Kelainan ini muncul pada goiter endemik dan sporadik.
Goiter endemik muncul di tempat yang tanah, air, maupun suplai makanannya mengandung
sedikit iodin, sehingga terjadi defisiensi iodin secara meluas di daerah teresebut. Contoh
daerahnya adalah daerah pegunungan Alps, Andes atau Himalaya.
Sementara itu, goiter sporadik muncul lebih jarang dan dapat disebabkan oleh
berbagai hal, yaitu konsumsi bahan yang menghambat sintesis hormon tiroid atau gangguan
enzim untuk sintesis hormon tiroid yang turun secara herediter.
Pada goiter simpel, terdapat dua fase evolusinya, yaitu hiperplastik dan involusi koloid. Pada
fase hiperplastik, kelenjar tiroid membesar secara difus dan simetris, walaupun
pembesarannya tidak terlalu besar (hingga 100-150 gram). Folikel-folikelnya dilapisi oleh sel
kolumner yang banyak dan berdesakan. Akumulasi sel ini tidak sama di keseluruhan kelenjar.
Apabila setelah itu konsumsi iodin ditingkatkan atau kebutuhan tubuh akan hormon tiroid
menurun, terjadi involusi sel epitel folikel sehingga terbentuk folikel yang besar dan dipenuhi
oleh koloid. Biasanya secara makroskopik tiroid akan terlihat coklat dan translusen,
sementara secara histologis akan terlihat bahwa folikel dipenuhi oleh koloid serta sel
epitelnya gepeng dan kuboid.
Gejala Klinis
Sebagian besar manifestasi klinik berhubungan dengan pembesaran kelenjar tiroid. Sebagian
besar pasien tetap menunjukkan keadaan eutiroid, namun sebagian lagi mengalami keadaaan
hipotiroid. Hipotiroidisme lebih sering terjadi pada anak-anak dengan defek biosintetik sebagai
penyebabnya, termasuk defek pada transfer yodium.
12

Tatalaksana
Tujuan dari pengobatan struma endemik adalah untuk mengecilkan struma dan mengatasi
hipotiroidisme yang mungkin ada, yaitu dengan pemberian SoL Lugoli selama 4-6 bulan. Bila ada
perbaikan, pengobatan dilanjutkan sampai tahun dan kemudian tapering off dalam 4 minggu. Bila 6
bulan sesudah pengobatan struma tidak juga mengecil maka pengobatan medikamentosa tidak
berhasil dan harus dilakukan tindakan operatif.
e. Struma Nodosa Nontoksik
Definisi

Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid yang secara klinik teraba
nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme. Istilah struma nodosa
menunjukkan adanya suatu proses, baik fisiologis maupun patologis yang menyebabkan pembesaran
asimetris dari kelenjar tiroid. Karena tidak disertai tanda-tanda toksisitas pada tubuh, maka
pembesaran asimetris ini disebut sebagai struma nodosa nontoksik. Kelainan ini sangat sering
dijumpai sehari-hari, dan harus diwaspadai tanda-tanda keganasan yang mungkin ada.
Patofisiologi
SNNT dapat juga disebut sebagai goiter sporadis. Jika goiter endemis terjadi 10% populasi di
daerah dengan defisiensi yodium, maka goiter sporadis terjadi pada seseorang yang tidak tinggal di
daerah endemik beryodium rendah. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan jelas, bisa
terdapat gangguan enzim yang penting dalam sintesis hormon tiroid atau konsumsi obat-obatan yang
mengandung litium, propiltiourasil, fenilbutazone, atau aminoglutatimid.
Gejala Klinis

Pada umumnya struma nodosa non toksik tidak mengalami keluhan karena tidak ada
hipo- atau hipertiroidisme. Yang penting pada diagnosis SNNT adalah tidak adanya gejala
toksik yang disebabkan oleh perubahan kadar hormon tiroid, dan pada palpasi dirasakan
adanya pembesaran kelenjar tiroid pada salah satu lobus. Biasanya tiroid mulai membesar
pada usia muda dan berkembang menjadi multinodular pada saat dewasa. Karena
pertumbuhannya berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan
di leher. Sebagian besar penderita dengan struma nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa
keluhan.Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernafasan karena menonjol
ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea bila pembesarannya
bilateral. Struma nodosa unilateral dapat menyebabkan pendorongan sampai jauh ke arah
kontra lateral. Pendorongan demikian mungkin tidak mengakibatkan gangguan pernafasan.

13

Penyempitan yang berarti menyebabkan gangguan pernafasan sampai akhirnya terjadi


dispnea dengan stridor inspiratoar. Keluhan yang ada ialah rasa berat di leher. Sewaktu
menelan trakea naik untuk menutup laring dan epiglotis sehingga terasa berat karena
terfiksasi.
Tatalaksana
Tindakan operatif masih merupakan pilihan utama pada SNNT. Macam-macam teknik
operasinya antara lain :
a. Lobektomi, yaitu mengangkat satu lobus, bila subtotal maka kelenjar disisakan
seberat 3 gram
b. Isthmolobektomi, yaitu pengangkatan salah satu lobus diikuti oleh isthmus
c. Tiroidektomi total, yaitu pengangkatan seluruh kelenjar tiroid
d. Tiroidektomi subtotal bilateral, yaitu pengangkatan sebagian lobus kanan dan
sebagian kiri, sisa jaringan 2-4 gram di bagian posterior dilakukan untuk mencegah
kerusakan pada kelenjar paratiroid atau N. Rekurens Laryngeus
f. Karsinoma Tiroid
Definisi
Karsinoma tiroid adalah suatu keganasan (pertumbuhan tidak terkontrol dari sel) yang terjadi
pada kelenjar tiroid. Kanker tiroid adalah sutu keganasan pada tiroid yang memiliki 4 tipe yaitu:
papiler, folikuler, anaplastik dan meduller. Kanker tiroid jarang menyebabkan pembesaran kelenjar,
lebih sering menyebabkan pertumbuhan kecil (nodul) dalam kelenjar. Sebagian besar nodul tiroid
bersifat jinak, biasanya kanker tiroid bisa disembuhkan
Kanker tiroid sering kali membatasi kemampuan menyerap yodium dan membatasi
kemampuan menghasilkan hormon tiroid, tetapi kadang menghasilkan cukup banyak hormon tiroid
sehingga terjadi hipertiroidisme.
Klasifikasi karsinoma tiroid
1. Karsinoma papiler, karsinoma ini berasal dari sel-sel tiroid dan merupakan jenis paling umum
dari karsinoma tiroid. Lebih sering terdapat pada anak dan dewasa muda dan lebih banyak pada
wanita. Terkena radiasi semasa kanak ikut menjadi sebab keganasan ini. Pertama kali muncul berupa
benjolan teraba pada kelenjar tiroid atau sebagai pembesaran kelenjar limfe didaerah leher. Metastasis
dapat terjadi melalui limfe ke daerah lain pada tiroid atau, pada beberapa kasus, ke paru.
2. Karsinoma folikuler, karsinoma ini berasal dari sel-sel folikel dan merupakan 20-25 % dari
karsinoma tiroid. Karsinoma folikuler terutama menyerang pada usia di atas 40 tahun.Karsinoma
14

folikuler juga menyerang wanita 2 sampai 3 kali lebih sering daripada pria. Pemaparan terhadap sinar
X semasa kanak-kanak meningkatkan resiko jenis keganasan ini. Jenis ini lebih infasif daripada jenis
papiler.
3. Karsinoma anaplastik, karsinoma ini sangat ganas dan merupakan 10% dari kanker tiroid. Sedikit
lebih sering pada wanita daripada pria. Metastasis terjadi secara cepat, mula-mula disekitarnya dan
kemudian keseluruh bagian tubuh. Pada mulanya orang yang hanya mengeluh tentang adanya tumor
didaerah tiroid. Dengan menyusupnya kanker ini disekitar, timbul suara serak, stridor, dan sukar
menelan. Harapan hidup setelah ditegakkan diagnosis, biasanya hanya beberapa bulan.
4. Karsinoma parafolikular, karsinoma parafolikular atau meduller adalah unik diantara kanker
tiroid. Karsinoma ini umumnya lebih banyak pada wanita daripada pria dan paling sering di atas 50
tahun. Karsinoma ini dengan cepat bermetastasis, sering ketempat jauh seperti paru, tulang, dan hati.
Ciri khasnya adalah kemampuannya mensekresi kalsitonin karena asalnya. Karsinoma ini sering
dikatakan herediter.
G. MANIFESTASI KLINIK
Perbedaan Nodul Tiroid Jinak dan Ganas
Sekitar 5% struma nodosa mengalami keganasan. Di klinik perlu dibedakan nodul tiroid jinak
dan nodul ganas yang memiliki karakteristik :
1. Konsistensi keras pada beberapa bagian atau menyeluruh pada nodul dan sukar digerakkan,
walaupun nodul ganas dapat mengalami degenerasi kistik dan kemudian menjadi lunak.
2. Sebaliknya nodul dengan konsistensi lunak lebih sering jinak, walaupun nodul yang
mengalami kalsifikasi dapat ditemukan pada hiperplasia adenomatosa yang sudah
berlangsung lama.
3. Infiltrasi nodul ke jaringan sekitarnya merupaka tanda keganasan, walaupun nodul ganas
tidak selalu melakukan infiltrasi. Jika ditemukan ptosis, miosis, dan enoftalmus merupakan
tanda infiltrasi ke jaringan sekitar
4. 20% nodul soliter bersifat ganas sedangkan nodul multipel jarang yang ganas.
5. Nodul yang muncul tiba-tiba atau cepat membesar perlu dicurigai ganas terutama yang tidak
disertai nyeri. Atau nodul lama yang tiba-tiba membesar progresif
6. Nodul dicurigai ganas bila disertai dengan pembesaran kelenjar getah bening regional atau
perubahan suara menjadi serak.
7. Pulsasi arteri karotis teraba dari arah tepi belakang muskulus sternokleidomastoideus karena
desakan pembesaran nodul (Berrys Sign)
15

Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang diutarakan oleh pasien bisa berupa benjolan di leher
yang sudah berlangsung lama, maupun gejala-gejala hipertiroid atau hipotiroidnya. Jika pasien
mengeluhkan adanya benjolan di leher, maka harus digali lebih jauh apakah pembesaran terjadi sangat
progresif atau lamban, disertai dengan gangguan menelan, gangguan bernafas dan perubahan suara.
Setelah itu baru ditanyakan ada tidaknya gejala-gejala hiper dan hipofungsi dari kelenjer tiroid. Perlu
juga ditanyakan tempat tinggal pasien dan asupan garamnya untuk mengetahui apakah ada
kecendrungan ke arah struma endemik. Sebaliknya jika pasien datang dengan keluhan ke arah gejalagejala hiper maupun hipofungsi dari tiroid, harus digali lebih jauh ke arah hiper atau hipo dan ada
tidaknya benjolan di leher.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik status lokalis pada regio coli anterior, yang paling pertama dilakukan
adalah inspeksi, dilihat apakah pembesaran simetris atau tidak, timbul tanda-tanda gangguan
pernapasan atau tidak, ikut bergerak saat menelan atau tidak.
Pada palpasi sangat penting untuk menentukan apakah bejolan tersebut benar adalah kelenjar
tiroid atau kelenjar getah bening. Perbedaannya terasa pada saat pasien diminta untuk menelan. Jika
benar pembesaran tiroid maka benjolan akan ikut bergerak saat menelan, sementara jika tidak ikut
bergerak maka harus dipikirkan kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher. Pembesaran

yang teraba harus dideskripsikan :


- Lokasi: lobus kanan, lobos kiri, ismus
- Ukuran: dalam sentimeter, diameter panjang
- Jumlah nodul: satu (uninodosa) atau lebih dari satu (multinodosa)
- Konsistensinya: kistik, lunak, kenyal, keras
- Nyeri: ada nyeri atau tidak pada saat dilakukan palpasi
- Mobilitas: ada atau tidak perlekatan terhadap trakea, muskulus sternokleidomastoidea
- Kelenjar getah bening di sekitar tiroid : ada pembesaran atau tidak
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan laboratorium yang digunakan dalam mendiagnosis penyakit tiroid terbagi
atas :
1. Pemeriksaan untuk mengukur fungsi tiroid. Pemeriksaan untuk
mengetahui kadar T3 dan T4 serta TSH paling sering menggunakan
teknik radioimmunoassay (RIA) dan ELISA dalam serum atau plasma
16

darah. Kadar normal T4 total pada orang dewasa adalah 50-120 ng/dl.
Kadar normal untuk T3 pada orang dewasa adalah 0,65-1,7 ng/dl.
2. Pemeriksaan untuk menunjukkan penyebab gangguan tiroid. Antibodi
terhadap macam-macam antigen tiroid yang ditemukan pada serum
penderita dengan penyakit tiroid autoimun. Seperti antibodi tiroglobulin
dan thyroid stimulating hormone antibody
3. Pemeriksaan radiologis

Foto rontgen dapat memperjelas adanya deviasi trakea atau


pembesaran struma retrosternal yang pada umumnya secara klinis pun
sudah bisa diduga. Foto rontgen leher posisi AP dan lateral biasanya
menjadi pilihan.

USG tiroid yang bermanfaat untuk menentukan jumlah nodul,


membedakan antara lesi kistik maupun padat, mendeteksi adanya
jaringan kanker yang tidak menangkap iodium dan bisa dilihat dengan
scanning tiroid.

Scanning Tiroid dasarnya adalah presentasi uptake dari I 131 yang


didistribusikan tiroid. Dari uptake dapat ditentukan teraan ukuran,
bentuk lokasi dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid
(distribusi dalam kelenjar). Uptake normal 15-40% dalam 24 jam. Dari
hasil scanning tiroid dapat dibedakan 3 bentuk, yaitu cold nodule bila
uptake nihil atau kurang dari normal dibandingkan dengan daerah
disekitarnya, ini menunjukkan fungsi yang rendah dan sering terjadi
pada neoplasma. Bentuk yang kedua adalah warm nodule bila uptakenya
sama dengan sekitarnya, menunjukkan fungsi yang nodul sama dengan
bagian tiroid lain. Terakhir adalah hot nodule bila uptake lebih dari
normal, berarti aktifitasnya berlebih dan jarang pada neoplasma.
4. FNAB. Pemeriksaan histopatologis akurasinya 80%. Hal ini perlu
diingat agar jangan sampai menentukan terapi definitif hanya
berdasarkan hasil FNAB saja.

17

I. TATALAKSANA STRUMA
Indikasi operasi pada struma adalah :
1. Struma difus toksik yang gagal dengan terapi medikamentosa
2. Struma uni atau multinodosa dengan kemungkinan keganasan
3. Struma dengan gangguan kompresi
4. Kosmetik
Kontraindikasi pada operasi struma :
1. Struma toksika yang belum dipersiapkan sebelumnya
2. Struma dengan dekompensasi kordis dan penyakit sistemik lain yang
belum terkontrol
3. Struma besar yang melekat erat ke jaringan leher sehingga sulit digerakkan
yang biasanya karena karsinoma. Karsinoma yang demikian biasanya
sering dari tipe anaplastik yang jelek prognosisnya. Perlekatan pada trakea
ataupun laring dapat sekaligus dilakukanreseksi trakea atau laringektomi,
tetapi perlekatan dengan jaringan lunak leher yang luas sulit dilakukan
eksisi yang baik.
Pertama-tama dilakukan pemeriksaan klinis untuk menentukan apakah nodul
tiroid tersebut suspek maligna atau suspek benigna. Bila nodul tersebut suspek
maligna, maka dibedakan apakah kasus tersebut operable atau inoperable.
Bila kasus yang dihadapi adalah inoperable maka dilakukan tidakan biopsi
insisi untuk keperluan pemeriksaan histopatologis. Dilanjutkan dengan tindakan
debulking dan radiasi eksterna atau kemoradioterapi. Bila nodul tiroid suspek maligna
yang operable atau suspek benigna dapat dilakukan tindakan isthmolobektomi atau
lobektomi. Jika setelah hasil PA membuktikan bahwa lesi tersebut jinak maka operasi
selesai, tetapi jika ganas maka harus ditentukan terlebih dahulu jenis karsinoma yang
terjadi.
Komplikasi pembedahan tiroid :
18

a. Perdarahan dari A. Tiroidea superior


b. Dispneu
c. Paralisis N. Rekurens Laryngeus. Akibatnya otot-oto laring terjadi
kelemahan
d. Paralisis N. Laryngeus Superior. Akibatnya suara penderita menjadi lenih
lemah dan sukar mengontrol suara nada tinggi, karena terjadi
pemendekan pita suara oleh karena relaksasi M. Krikotiroid.
Kemungkinan nervus terligasi saat operasi

19

DAFTAR PUSTAKA
Acosta, J., et al. 2007. Sabiston Textbook of Surgery (ed 18th). Elsevier: U.S.A.
Chandrawati, Pertiwi. 2012. Invaginasi. Ejurnal UMM, 181-192
Mansjoer, Arif., Triyanti, Kuspuji., Savitri, Rakhmi., dll. (2001). Kapita Selekta Kedokteran
Jilid 2 (3th ed.). Jakarta: Media Aesculapius.
Medscape. 2014. Intussusception. Dikutip dari
http://emedicine.medscape.com/article/930708-overview#aw2aab6b2b5aa.
Sjamsuhidayat, R dan Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. ECG: Jakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai