Anda di halaman 1dari 22

PRESENTASI KASUS

Low Back Pain e.c SpodYlolisthesis Lumbalis


Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi
Dokter Bagian Ilmu Saraf Rumah Sakit Daerah Wonosobo

Diajukan Kepada
Dr.Kurdi, Sp.S

Disusun Oleh
Sitta Grewo Liandar
20100310017

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN


PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA BAGIAN
ILMU SARAF
2015

HALAMAN PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Low Back Pain e.c Spondilolisthesis Lumbalis
Telah Dipresentasikan Oleh :
SITTA GREWO LIANDAR
20100310017

Tanggal

: Desember 2015

Tempat

: RSUD SetjonegoroWonosobo

Telah Disetujui Oleh :


Dokter Pembimbing

dr.Kurdi, Sp.S

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Alhamdulillah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam
presentasi kasus untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan
profesi di bagian Ilmu Saraf:
Low Back Pain e.c Spondilolisthesis Lumbalis
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh
karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih keapada:
1. Dr. Kurdi, Sp.S selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis saraf RSUD
Wonosobo.
2. Teman-teman koass serta tenaga kesehatan RSUD Wonosobo yang telah membantu
penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih memiliki
banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan
presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi
penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Wonosobo, Desember 2015

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................... 2
KATA PENGANTAR................................................................................................ 3
DAFTAR ISI............................................................................................................. 4
BAB I...................................................................................................................... 5
BAB II................................................................................................................... 15
BAB III.................................................................................................................. 23
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 24

BAB I
LAPORAN KASUS
I.

II.

IDENTITAS
Nama
: Tn. S
Umur
: 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat
: Garung
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Tani
ANAMNESIS
Auto anamnesis pada tanggal 19 November 2015
1. Keluhan Utama
Nyeri pinggang.
2. Keluhan Tambahan
Tidak ada.
3. RPS (Riwayat penyakit Sekarang)
Seorang laki-laki berumur 52 tahun datang ke IGD RSUD Setjonegoro di
bawa oleh keluarganya dengan keluhan nyeri pinggang dan terasa sangat pegal. Hal
ini dirasakan setelah pasien terjatuh dari galengan setinggi 1 meter 10 hari yang
lalu. Saat jatuh posisi pasien terduduk. Untuk meredakan nyerinya pasien
mengkonsumsi obat dari mantri dan setelah minum obat dirasakan membaik. Tetapi
keluhan kembali datang apabila pasien tidak meminum obat.. Untuk meredakan
nyerinya pasien hanya berbaring di kasur. Rasa nyeri bertambah jika pasien
beraktivitas ( mencangkul, mengangkat pupuk). Rasa pegal di pinggang bertambah
parah sejam 3 hari yang lalu hingga pasien kesulitan untuk berjalan karena nyeri
yang dirasakannya.
4. RPD (Riwayat Penyakit Dahulu)
Sebelumnya pasien pernah mondok di RSI dengan keluhan lemas seluruh
badan selama 19 hari.
5. Riwayat Sosial dan Riwayat Pribadi
Pasien bekerja sebagai petani. Sering melakukan pekerjaan berat seperti
mencangkul dan mengangkat karung berisi pupuk. Hubungan dengan rekan kerja
baik. Hubungan dengan keluarga baik, tidak ada masalah dalam rumah tangga.
6. RPK (Riwayat Penyakit Keluarga)
Pasien mengaku bahwa tidak ada keluarganya yang memiliki riwayat sakit
yang serupa. Terdapat riwayat hipertensi.
7. Anamnesis Sistemik
a. Kepala
: tidak nyeri
b. Mata
: pandangan tidak kabur
c. Telinga
: pendengaran baik, tidak keluar cairan.
d. Hidung
: tidak keluar cairan, tidak gatal.
e. Bibir dan mulut
: tidak kering.
5

f.
g.
h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
III.

Leher dan tenggorokan


Thorax
Pencernaan
Inguinal
Genital
Kaki dan tangan
Kulit
Kejiwaan
Berat Badan

: tenggorokan tidak terasa kering dan sakit


: tidak sesak napas.
: BAB normal.
: terdapat benjolan kanan dan kiri
: tidak ada peradangan.
: gerak bebas, tidak lemas, nyeri pinggang.
: kulit tidak kering.
: tidak gelisah, tenang.
: cukup.

RESUME ANAMNESIS
Seorang laki-laki berumur 52 tahun datang ke RSUD dengan keluhan nyeri
pinggang menjalar hingga ke tungkai sejak 10 hari yang lalu. Nyeri dirasakan
memberat setelah beraktivitas. Pasien mengkonsumsi obat dari mantri sempat
membaik tetapi kemudian nyeri bertambah parah sejak 3 hari yang lalu.

IV.

PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
a. Baik, tenang. Kesadaran : compos mentis
b. GCS : EVM(4/5/6) 15
2. Vital Sign
TD : 160/ 80 mmHg
HR : 72 x/menit
RR : 20x/menit
T
: 36,9
3. Status Generalis
a. Kulit: tidak pucat, sedikit kering, tidak hipo maupun hiper pigmentasi.
b. Kepala:
Bentuk mesocepal, simetris, tidak ada deformitas.
Ekspresi muka tenang, tidak tampak kesakitan.
Rambut sedikit putih, tidak mudah rontok.
Facial : simetris, tidak ada paresis, tidak ada deformitas.
Mata : visus mata menurun, conjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik,
tidak ada edema palpebra, mata tidak merah, pupil isokor, 3mm, reflek

cahaya positif.
Telinga : tidak ada deformitas, serumen minimal, tidak ada gangguan

pendengaran, tidak ada otalgia, tidak ada tinitus.


Hidung : nafas cuping hidung negatif, tidak ada deviasi septum, rhinore

negatif, tidak ada edema chonca.


Mulut : bibir tidak sianosis, tidak kering, tidak ada stomatitis, lidah tidak
kotor, tidak ada atrofi papil lidah, tidak menggunakan gigi pasangan, uvula

dan tonsila tidak membesar dan tidak hiperemis


c. Leher
Tidak ada deviasi trachea
6

Tidak ada pembesaran kelejar tiroid dan tidak ada pembesaran limponodi

leher.
JVP R+2 cm H2O
d. Thorax
Inspeksi
Simetris, bentuk normal, tidak ada bekas jahitan, tidak ada deformitas, tidak
ada ketinggalan gerak. Sifat pernafasan thoraco abdominal, irama nafas

normal, ictus cordis tak tampak.


Palpasi
Fokal fremius seimbang antara paru-paru kanan dan kiri. tidak ada
pembesaran limfonodi axilaries, nyeri tekan negatif, ictus cordis dan massa

tidak teraba.
Perkusi
Seluruh lapang paru sonor, batas atas hepar SIC VI midclavicula kanan.
Batas redup jantung atas kanan SIC II LPS kanan, batas atas kiri SIC II LPS
kiri, batas kanan bawah SIC V LPS kanan, dan batas kiri bawah SIC V

LMC kiri.
Auskultasi
Suara dasar paru vesikuler, tak ada suara tambahan (wheezing dan ronkhi

negatif)
Bunyi jantung I dan II reguler, tidak ada bising jantung.
e. Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada bekas jahitan operasi, tidak ada distensi, darm

contour dan darm staifung negatif.


Auskultasi : Peristaltik positif normal.
Palpasi : tidak ada defans muskular seluruh lapang perut, nyeri tekan

negatif. Tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba.


Perkusi: seluruh lapang perut timpani, pekak beralih negatif..
f. Ekstremitas
Tidak ada deformitas, tidak ada nyeri gerak aktif dan pasif, gerakan bebas dan
aktif. Nyeri pinggang menjalar hingga ke tungkai. Akral hangat dan tidak
oedem. Reflek patella +, reflek achiles normal. Laseque (-), Patrick (-),
ContraPatrick (-).
g. Neurologi
:
Sistem motorik
Gerakan

: Bebas

Bebas

Bebas

Bebas

Kekuatan

: 5555 5555
5555 4455

Tonus

: Normotonus

Normotonus

Trofi

: Eutrofi

Eutrofi

Sistem reflek
Reflek fisiologis
Reflek tendon
Biseps

: (+) normal / (+) normal

Triseps

: (+) normal / (+) normal

Patella

: (+) normal / (+) normal

Achilles

: (+) normal / (+) normal

Reflek patologis
Reflek babinski

: (-) / (-)

Klonus kaki

: (-) / (-)

4. Status Neurologis
N

Nama Nervus

Komponen yg diperiksa

Kanan

O
1.

Olfaktorius

-Secara subyektif : membau dbn

Kiri
Dbn

sesuatu secara bergantian,


2.

3.

Optikus

Occulomotorius

hidung ditutup
-Tajam penglihatan
-Lapang penglihatan

dbn

dbn

dbn

dbn

-Bentuk dan ukuran pupil


dbn
-Refleks terhadap sinar
-Gerak mata : atas, bawah, dbn
medial

Dbn

dbn

4.

Trokhlearis

5.

Trigeminus

6.

Abducens

7.

Facialis

8.

9.

10.

Akustikus

Glossofaringeus

Vagus

-Gerak

mata

dbn

dbn

lateral Dbn

dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

dbn

superior Dbn

dbn

ke

bawah
-Membuka mulut
-Reflek kornea
-Reflek bersin
-Mengunyah

-Gerak

mata

oblique
-Kerutan kulit dahi
-Kedipan mata
-Lipatan nasolabial
-Sudut mulut
-Mengerutkan dahi
-Mengerutkan alis
-Menutup mata
-Meringis
-Menggembungkan pipi

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

-Detik arloji
Dbn
-Tes Rinne, Weber (Tidak

Dbn

dilakukan)
-Perasaan lidah

bagian Tidak

belakang (tidak dilakukan)


-Refleks muntah
-Bicara
-Menelan
-Nadi

dilakuan
Dbn
Dbn
Kuat
angkat

Tidak
dilakukan

11.

Accesorius

-Memalingkan kepala
-Sikap bahu

Dbn
Dbn

12

Hipoglosus

-Menjulurkan lidah
-Artikulasio

Dbn
Dbn

V.

ASSESMENT
Dx : Low Back Pain et causa Spondylolisthesis Lumbalis
DD : Spondilosis Lumbalis
Strain Lumbal
Rematik

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG DIAGNOSTIK


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan di RSUD Setjonegoro adalah:
1. Rx Lumbo-Sacral

Kesan: Spondylolisthesis VL V terhadap VL IV


Discitis VL IV-V
Osteoporotic

10

2. Hasil Lab Darah Rutin

11

VII.

3. Usulan Px. Penunjang


Usulan pemeriksaan penunjang :
1. MRI
2. CT-Scan
3. Elektromiografi (EMG)
DIAGNOSIS

Low Back Pain et causa Spondylolisthesis VL V terhadap VL IV


VIII. PENATALAKSANAAN
a. Meloxicam 15 3x1
b. Ranitidin 3x1
c. Paracetamol 500 3x1
d. Osteocom 1x1
e. Lansoprazol 1x1
f. Kapsul : Amitriptilin 10, Tramadol 0,5, Nephatic 100 3x1
Terapi non Framakologi : Fisioterapi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

12

I.

Low Back Pain

Definis
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah kosta
(tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah
lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel, 2002). LBP atau nyeri punggung
bawah merupakan salah satu gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh
yang kurang baik (Maher, Salmond & Pellino, 2002).
Klasifikasi
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi menjadi
dua jenis, yaitu:
A. Acute Low Back Pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara tiba-tiba dan
rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai beberapa minggu. Rasa nyeri
ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain dapat disebabkan karena luka traumatik
seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian
tersebut selain dapat merusak jaringan, juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada
kecelakaan yang lebih serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih
sembuh sendiri. Sampai saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada
istirahat dan pemakaian analgesik.
B. Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3 bulan. Rasa nyeri
ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya memiliki onset yang
berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low back pain dapat terjadi karena
osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi discus intervertebralis dan tumor.

II.

Spondylolisthesis

13

Definisi
Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata spondylo
yang berarti tulang belakang (vertebra), dan listhesis yang berarti bergeser. Maka
spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran (biasanya ke anterior) dari
vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.
Etiopatofisiologi
Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral (kecil
bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak kompeten, yang
dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai spondilolisthesis displastik, atau mungkin
terjadi selama masa remaja karena patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang
belakang dari kegiatan olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola
yang menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesis isthmic.
Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis dikategorikan oleh sistem klasifikasi
Wiltse:
1. Displatik.
- Sendi facet memungkinkan pergeseran kedepan.
- Lengkungan neural biasanya masih utuh.
2. Isthmic.
- Lesi dari pars.
- Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur pars akut.
3. Degeratif.
Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan tulang, jaringan,
otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut sebagai spondilolisthesis degeneratif.2
4. Trauma.
Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali menghasilkan kondisi
yang disebut spondilolisthesis trauma.2
5. Patologis.
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka, disebut
spondilolisthesis patologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena kerusakan pada
elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang menyebar ke bagian lain dari
tubuh dan menyebabkan tumor) atau penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah
dilaporkan dalam kasus-kasus penyakit Paget tulang (dinamai Sir James Paget,
seorang ahli bedah Inggris yang menggambarkan gangguan kronis yang biasanya
menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit menular
mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke bagian lain
dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.2
14

Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori Spondilolisthesis adalah
penting untuk memahami serta keparahan dari pergeseran yang terbagi menjadi 5 kelas
sebelum pengobatan yang tepat untuk kondisi tersebut dapat disarankan.2
Epidemiologi
Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi otopsi.
Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara umum populasi
pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level L4-L5. Sampai 5,8% pria
dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini.
Gejala klinis
Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis pergeseran dan usia
pasien. Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis dapat berupa nyeri punggung
bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul dan paha posterior, terutama saat
beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan tingkat pergeseran, meskipun mereka
disebabkan ketidakstabilan segmental. Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat
selip dan melibatkan motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk pelampiasan
akar saraf (biasanya S1).3
Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah:
1. Nyeri punggung bawah.
Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi tulang
belakang lumbal.4
2. Beberapa pasien dapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan, atau kelemahan
pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf dapat menyebabkan
hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung kemih.
3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak dari punggung bawah.
Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang dengan nyeri
punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari gejala-gejala tersebut.
Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang umum di L3-4. Gejala-gejala
radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral dari facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau
disk herniasi. Akar saraf L5 dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan
ekstensor halusis longus. Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau
mungkin tidak ada.

15

Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa sakit ini
berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk atau bersandar. Fleksi
memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum flavum menonjol, pengurangan
lamina utama dan aspek, dan pembesaran foramen tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada
akar saraf keluar dan, dengan demikian, mengurangi rasa sakit.

Diagnosis
Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik pasien
spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung yang disertai dengan
nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering menyebabkan spasme otot, atau
kekakuan pada betis.
Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang belakang. Xray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang bergeser ke depan
dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Spondilolistesis dibagi berdasarkan derajatnya
berdasarkan persentase pergeseran vertebra dibandingkan dengan vertebra di dekatnya, yaitu:
1.
2.
3.
4.
5.

Derajat I: pergeseran kurang dari 25%


Derajat II diantara 26-50%
Derajat III diantara 51-75%
Derajat IV diantara 76-100%
Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari tempatnya

Gambar 1. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis

16

Gambar 2. Spondilolisthesis Grade I

Gambar 3. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV.


Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai, pemeriksaan
penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat disebabkan stenosis atau
penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai. CT scan atau MRI dapat membantu
mengidentifikasi kompresi saraf yang berhubungan dengan spondilolistesis. Pada keadaan
tertentu, PET scan dapat membantu menentukan adanya proses akftif pada tulang yang
mengalami kelainan. Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk
spondilolistesis.
Pemeriksaan Penunjang
Berikut

adalah

pemeriksaan-pemeriksaan

yang

menunjang

diagnosis

spondilolisthesis:
a. X-ray
Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral, dan spot
view radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto oblik dapat
17

memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin dilakukan. Foto lumbal dapat
memberikan

gambaran

dan

derajat

spondilolistesis

tetapi

tidak

selalu

membuktikan adanya isolated spondilolistesis.


b. SPECT
SPECT dapat membantu dalam pengobatan. Jika SPECT positif maka lesi
tersebut aktif secra metabolik.
c. Computed tomography (CT) scan
CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat
memeberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan juga dapat
membantu menegakkan penyebab spondilolistesis yang lebih serius.
d. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut. MRI juga
dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat stenosis dadri kanalis
sentralis.
e. EMG
EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati
(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.

Penatalaksanaan
Nonoperatif
Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan non operative
diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau defisit neurologis yang stabil.
Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan, stretching exercise, pemakaian brace,
pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting dalam manajemen pengobatan spondilolistesis
adalah motivasi pasien.6
Operatif
Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas, yang gagal
dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila radiologis tidak stabil
atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan untuk operasi stabilisasi. Jika
progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip 50% pada waktu diagnosis, ini indikasi
untuk fusi. Pada high grade spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus
18

dilakukan. Dekompresi tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena
neural kompresi. Bila manajemen operative dilakukan pada dewasa muda maka fusi harus
dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan operasi tanpa
fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih besar 25%, pekerja yang
sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral x-ray. Fusi tidak dilakukan bila
multi level disease, motivasi rendah, aktivitas rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse.
Pada habitual tobacco abuse angka kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat
pseudoarthrosis (surgical non union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi
insitu dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan:6
1. anterior approach
2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)
3. posterior lateral approach
Komplikasi
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun penarikan
(traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien yang membutuhkan
penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan spondilolistesis, dapat terjadi
komplikasi seperti nerve root injury (<1%), kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%),
kegagalan melakukan fusi (5%-25%), infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%5%). Pada pasien yang perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat
melakukan fusi ialah (>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih
tinggi untuk menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif.
Radiografi serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui
perkembangan pasien ini.
Prognosis
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal kemungkinan akan
kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien dengan perubahan vertebra yang
progresif dan degenerative kemungkinan akan mengalami gejala yang sifatnya intermiten.
Resiko

untuk

terjadinya

spondilolistesis

degenerative

meningkat

seiring

dengan

bertambahnya usia, dan pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila
pergeseran vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan
penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini akan membutuhkan
pembedahan dekompresi.

19

BAB III
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologi, pasien pria berusia 52 tahun
didiagnosis dengan spondilolistesis. Pada kasus ini, pasien yang mengeluhkan nyeri
punggung bawah. Pada pasien ini telah dilakukan foto lumbosakral AP/L dengan hasil foto
tampak listesis LIV terhadap LV ke anterior.
Terapi pada kasus ini adalah pengobatan umum (suportif) untuk mencegah peningkatan
grade spondilolistesis ke arah yang lebih berat, stabilisasi nyeri, cairan dan hidrasi, serta
nutrisi. Untuk penanganan secara operatif masih harus dipertimbangkan lebih lanjut
dikarenakan oleh faktor usia dan komplikasi.

20

DAFTAR PUSTAKA

1. Albar, Z. 2000. Sistematika pendekatan pada nyeri pinggang. Cermin Dunia


Kedokteran ; 129 ; 14-19.
2. Hills,

EC.

2010.

Mechanical

Low

Back

Pain.

Diakses

dari

www.emedicine.medscape.com
3. Irani, Z. Spondylolisthesis Imaging. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/396016-overview#showall [Diakses tanggal 22
November 2015]
21

4. Medical Disability Guidelines, 2009. Spondylolisthesis. Didapat dari :


http://www.mdguidelines.com/spondylolisthesis/definition
5. Meliala, L., Pinson, R., 2004, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung
Bawah dalam Towards Mekanism-Based pain Treatment tht Recent Trends and
Current Evidens, Pokdi Nyeri Perdossi.
6. Sjamsuhidajat R, Jong Wd.2005. Spondilolistesis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah
Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 835
7. Wheeler,

AH.

2010.

Low

Back

www.emedicine.medscape.com

22

Pain

and

Sciatica.

Diakses

dari

Anda mungkin juga menyukai