Anda di halaman 1dari 161

RESUME KOMPILASI

BLOK 10 SKENARIO 2

HEPATOBILIER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS JEMBER

2014
Skenario 2

Nyeri Ulu Hati

Seorang wanita berusia 25 tahun, suku jawa, tidak bekerja, dibawa


keluarganya ke RS dengan keluhan utama nyeri ulu hati. Keluhan nyeri
menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam, menjalar ke
belakang ke daerah ujung belikat di punggung, dan disertai mual dan muntah.
Nyeri ulu hati, mual, dan muntah dirasakan sudah 3 bulan ini, terutama bila
selesai makan makanan yang “berat” seperti gorengan, yang mengandung
banyak lemak, atau bermacam jenis kol. Pada awal timbulnya nyeri perlahan-
lahan dan menghilang setelah makan antasid. Setiap mengalami serangan
nyeri, pasien merasa badannya demam dan menggigil kedinginan. Selain itu,
mata tampak kuning dan buang air kecil berwarna seperti teh yang hilang
timbul sejak 6 bulan ini. Pemeriksaan penunjang apakah yang diperlukan
untuk menetapkan diagnosis pada pasien di atas ? Apakah diagnosis yang
mungkin pada kasus di atas ?

ANALISIS DAN KLARIFIKASI MASALAH

1. Mengapa pasien mengalami nyeri ulu hati yang menetap dan


bertambah berat saat inspirasi dalam?
 Klasifikasi nyeri
a. nyeri fiseral
Nyeri ini berasal dari rangsangan peritonium fiseral, meliputi organ-organ
dalam peritoneal (lambung, usus, dll) yang dipersarafi oleh saraf-saraf
otonom sehingga sebenarnya tidak mempunyai rangsang nyeri. Organ-organ
itu tidak peka terhadap perabaan, irisan, atau radang. Organ-organ itu akan
lebih peka terhadap tarikan, regangan, atau kontraksi berlebih.
Nyeri fiseral ini terasa tumpul, tidak bisa ditunjuk dengan tepat, digambarkan
pada area yang luas, dan tidak dipengaruhi gerakan dan pernafasan dalam.

b. nyeri somatic
Nyeri ini berasal dari rangsangan peritoneum parietal yang dipersarafi oleh
saraf tepi yang nanti akan disalurkan pada SSP dengan mekanisme tertentu.
Rasa nyeri ini bersifat tajam seperti ditusuk-tusuk pisau, bisa ditunjuk dengan
tepat di lokasi yang spesifik. Peritoneum parietal ini peka terhadap perabaan,
tekanan, dan perubahan suhu sehingga dipengaruhi gerakan, menarik nafas
dalam dapat memperberat nyerinya.

 Penyebab nyeri ulu hati


Penentuan lokasi nyeri yang spesifik dapat menentukan organ mana yang
menyebabkan nyeri ulu hati.
 Nyeri ulu hati tepat di linea media: organ yang berkemungkinan
mengalami kelainan adalah pancreas dan duodenum.
 Nyeri ulu hati di sebelah kanan linea media: organ yang berkemungkinan
mengalami kelainan adalah hepar dan duodenum.
 Nyeri ulu hati di sebelah kiri linea media: organ yang berkemungkinan
mengalami kelainan adalah lambung
 Nyeri ulu hati agak atas: organ yang berkemungkinan mengalami kelainan
adalah hepar, lambung, dan jantung.

Penyebab nyeri ulu hati bisa disebabkan keadaaan fisiologis dan patologis.

 Fisiologi
a. Kehamilan
Nyeri ulu hati selama kehamilan disebabkan peningkatan sekresi hormon
wanita, progesteron. Peningkatan hormon ini dapat mengurangi motilitas
saluran cerna dan mengendurkan katup antara perut dan kerongkongan,
karena itulah terjadi refluks isi lambung sehingga terjadi nyeri ulu hati.
b. Stress
Stress ini terjadi saat anda tidak dapat mengontrol emosi, pikiran dan
perasaan anda. Bukan hanya dalam kondisi marah yang disebut stress, Galau
juga merupakan kondisi stress. Saat anda mengalami stress maka seluruh
organ ditubuh anda akan berkerja lebih keras dan lebih cepat dibanding saat
anda berada di kondisi tenang, hal tersebut terjadi dikarenakan adanya
peningkatan hormonal. Pembuluh darah mengalami pengkerutan
(vasokonstriksi), denyut nadi lebih cepat dan produksi asam lambung juga
lebih banyak dan ini menjadikan terjadi lagi sensasi nyeri pada perut dan ulu
hati.

 Patologis
a. Gastritis
Banyak penyebab timbulnya radang pada lambung diantaranya adalah sering
terlambat makan. Semuanya terkait dengan asam lambung, didalam tubuh
manusia asam lambung diproduksi oleh Sel Parietal yang bertujuan untuk
membantu proses pencernaan makanan, jadi produksinya sesuai siklus makan
orang tersebut. Jadi, kalo seseorang makannya teratur 3 kali sehari, begitu
juga dengan asam lambung diproduksi pada jam-jam makan itu juga, jika
orang ini tidak makan pada jam yang biasanya karena terlambat makan, asam
lambung terlanjur diproduksi dan tidak ada makanan yang dicerna, sehingga
bisa melukai lapisan lambung. Terjadilah gastritis.

Penyebab lain adalah adanya bakteri Helicobacter pylori, Bakteri ini mudah
menular lewat peralatan makan yang kurang bersih mencucinya, biasanya
selalu disertai gejala mencret. Sedangkan gejala umum yang sering muncul
pada sakit maag adalah mual sampai muntah, nyeri ulu hati, dan pusing.

Kemudian bila sudah kena maag selain pola makan, jenis makanan harus
diperhatikan. Makanan Yang Harus Dihindari :
Tahu, dan tempe goreng, kacang tanah, kacang merah, kacang tolo,sayur
mentah, sayur berserat tinggi, sayur yang menimbulkan gas (daun singkong,
kacang panjang, kol, lobak, sawi, asparagus ), buah tinggi serat atau yang
menimbulkan gas ( jambu biji, nanas, apel, kedondong, durian, nangka), juga
buah yang mentah, asam, lemak hewan, santan kental, minuman bersoda,
alkohol, dan kopi.
b. Kolelithiasis dan kolesistitis
Rasa nyeri ulu hati akibat kandung empedu terjadi karena adanya peradangan
pada kandung empedu, baik yang berlangsung akut maupun kronis. Namun
nyeri ini juga bisa terkadi akibat adanya batu pada kandung empedu. Jika
dianalisa lebih lanjut, batu ini terdiri dari batu kolesterol dan batu pigmen.
Nyeri yang muncul akibat adanya masalah di kandung empedu berlangsung
beberapa saat dan berulang (kolik bilier), biasanya nyeri ini bisa menjalar ke
punggung belakang. Peradangan pada kandung empedu (kholesistitis) yang
berlangsung secara tiba-tiba atau akut, bisa ringan hingga berat.
c. Pankreatitis
Nyeri ulu hati yang berat dan muncul tiba-tiba bisa jadi merupakan tanda
pankreatitis akut. Gejala pankreatitis akut sering tidak khas, di mana pasien
hanya mengeluhkan nyeri ulu hati yang kadang dapat disertai dengan mual,
muntah, gangguan pencernaan. Keadaan umum pasien biasanya buruk akibat
gangguan elektrolit dan kekurangan cairan.
d. Hepatitis
Hepatitis diakibatkan oleh virus yang menyerang sel hati. Sel hati yang
mengalami nekrosis menyebabkan nyeri ulu hati. Nyeri semakin berat bila
hati membesar dan mengakibatkan kapsul hati meregang. Letak hati yang
berdekatan dengan diafragma menyebabkan diafragma menekan hati
sehingga memperberat nyeri di ulu hati.
e. Kelainan organ rongga dada yang menyebabkan nyeri alih (esofagus,
aorta, jantung)
2. Mengapa nyeri ulu hati dapat menjalar ke punggung?
 Dari segi persarafan
Beberapa saraf perifer (kulit dan fiseral) yang berasal dari medulla spinalis
ada yang masuk secara bersamaan ke ganglion dorsalis yang sama.
Contohnya adalah persarafan fesica velea dan saraf-saraf punggung bagian
infrascapula. Oleh karena itu, otak menginterpretasikan nyeri itu berasal dari
fesica velea dan punggung bagian infrascapula.
 Dari segi embriologis
pada masa embrional, diafragma berasal dari vertebra cervical III & V,
kemudian diafragma turun. Oleh karena itu ketika dewasa terjadi peradangan
atau perdarahan di daerah diafragma akan terasa sampai ke punggung.
3. Mengapa nyeri disertai mual dan muntah setelah memakan gorengan
dan kol?
Faktor predisposisi dari gangguan GIT ini kemungkinan besar adalah
kelainan pada system hepatobilier yang mensekresikan cairan empedu. Gejala
tersebut berkaitan sekali dengan peran cairan empede, yaitu:
 Mengemulsi lemak dari partikel besar menjadi partikel yang lebih kecil.
 Dibantu oleh enzim lipase yang disekresikan oleh getah pancreas, asam
empedu bertugas mencerna, mengabsorbsi, dan mentrasnport produk akhir
lemak yang dicerna.
 Mengandung produk buangan dari darah seperti bilirubin (produk akhir
dari penghancuran haemoglobin) dan kolesterol berlebih dari hati.
Terganggunya peran cairan empedu sebagai zat yang membantu digesti lemak
diakibatkan karena hal-hal sebagai berikut.
 Kelainan hepar (contoh: hepatitis)
Virus hepatitis akan masuk saluran cerna dibawa oleh darah menuju hati
melalui vena porta. Virus akan menginvasi sel parenkim untuk bereplikasi
sehingga sel parenkin rusak. Virus akan keluar dan menginvasi sel lain, atau
masuk ke duktus biliaris. Ketika sel parenkim rusak akan ada reaksi inflamasi
yang dapat menimbulkan penekanan duktus sistikus sampai tersumbat. Hal
itu menyebabkan aliran cairan empedu ke usus terganggu sehingga sehingga
cairan empedu yang dibutuhkan tidak cukup untuk mencerna lemak.

Perangsangan mual dapat diakibatkan dari adanya obstruksi saluran empedu


sehingga mengakibatkan alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam
empedu dan kolesterol) menyebabkan terjadinya proses peradangan disekitar
hepatobiliar yang mengeluarkan enzim-enzim SGOT dan SGPT,
menyebabkan peningkatan SGOT dan SGPT yang bersifat iritatif di saluran
cerna sehingga merangsang nervus vagal dan menekan rangsangan sistem
saraf parasimpatis sehingga terjadi penurunan peristaltik sistem pencernaan di
usus dan lambung, menyebabkan makanan tertahan di lambung dan
peningkatan rasa mual yang mengaktifkan pusat muntah di medula oblongata
dan pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan serta neuron-neuron
motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma sehingga menyebabkan
muntah.
Apabila saraf simpatis teraktifasi akan menyebabkan akumulasi gas usus di
sistem pencernaan yang menyebabkan rasa penuh dengan gas maka terjadilah
kembung.
Mekanisme mual dan muntah

Obstruksi saluran empedu



Alir balik cairan empedu ke hepar (bilirubin, garam empedu, kolesterol)

Proses peradangan disekitar hepatobiliar

Pengeluaran enzim-enzim SGOT dan SGPT

Peningkatan SGOT dan SGPT

Bersifat iritatif di saluran cerna

Merangsang nervus vagal (N.X Vagus)

Menekan rangsangan sistem saraf parasimpatis

Penurunan peristaltik sistem Akumulasi gas usus


pencernaan (usus dan lambung) di sistem pencernaan
↓↓
Makanan tertahan di lambung Rasa penuh dengan gas
↓↓
Peningkatan rasa mual Kembung

Pengaktifan pusat muntah (medula oblongata)

Pengaktifan saraf kranialis ke wajah, kerongkongan,
serta neuron-neuron motorik spinalis ke otot-otot abdomen dan diafragma

Muntah

 Penurunan kadar hormon kolesistokinin (CCK)


Hormone ini berfungsi untuk menggerakkan kontraksi ritmik dari kantong
empedu. Oleh karena itu, hormone ini berpengaruh pada pengosongan
kantong empedu ketika makanan masuk ke duodenum (kurang lebih 30 m3nit
setelah makan). Bila hormone ini sekresinya menurun, kantung empedu tidak
bisa mengalirkan gcairan empedu ke duodenum sehingga pencernaan lemak
terganggu.
4. Bagaimana bisa antasid dapat meredakan nyeri?
 Nyeri akibat gastritis
Antacid merupakan obat yang menetralkan asam lambung sehingga berguna
untuk menghilangkan nyeri pada lambung, seperti gastritis atau tukak peptic.
Mekanisme kerja antacid tidak mengurangi volume HCl yang dikeluarkan
asam lambung, tetapi peninggian pH akan menurunkan aktifitas pepsin
sehingga nyeri ulu hati akan hilang.
Jadi, asam lambung (HCl) diberi antacid yang mengandung Mg(OH)2
menjadi garam netral sehingga lambung tidak dilukai oleh asam lambungnya
sendiri.
 Nyeri akibat apendisitis
Fungsi lain dari antacid adalah mengeluarkan gas berlebih di saluran cerna
karena salah satu kandungan dari antacid adalah SIMETOKIN yang dapat
membantu pengeluaran gas berlebih di usus dan apendiks sehingga dapat
mengurangi nyerinya. Hal ini berkaitan dengan pengonsumsian kol dan
gorengan yang mengandung gas menyebabkan pasien nyeri, mual dan muntah
namun setelah diberi antacid nyerinya perlahan menghilang.
 Nyeri akibat pankreatitis akut
Antacid tidak hanya meredakan nyeri akibat gastritis saja, tetapi juga bisa
menghilangkan nyeri pada organ-organ GIT di bawah gaster. Pankreatitis
akut adalah peradangan akut pancreas yang berfungsi sebagai penetral kimus
yang bersifat asam di duodenum. Akibat pankreatitis adalah pancreas tidak
berfungsi maksimal, pancreas tidak dapat mengeluarkan dalam jumlah cukup
pankreatis juice yang mengandung bikarbonat untuk menetralkan kimus dari
gaster.
Mekanisme kerja antacid disini yaitu membantu menetralkan pH kimus
sehingga dengan sedikit saja pankreatisjuice yang mengandung bikarbonat
sudah bisa menetralkan kimus. Oleh karena itu, nyeri akibat pankreatitis bila
masih dalam fase akut bisa diatasi dengan antacid.
5. Mengapa nyeri disertai demam dan menggigil ?
Demam adalah keadaan dimana suhu tubuh di atas normal.
Penyebab demam:
 Keadaan lingkungan
 Kelainan di hipotalamus sebagai pengatur suhu tubuh
Contoh: tumor otak yang menekan set point.
 Adanya infeksi yang mengakibatkan radang
Demam sebenarnya adalah kompensasi tubuh dari adanya peradangan.
Contoh: infeksi fesika velea/kantung empedu yang sampai mengakibatkan
peritonitis atau kolelitiasis yang disertai dengan kolisistitis. Hal ini
mengakibatkan terjadinya obstruksi dan gangguan aliran darah. Bakteri
komensal pada obstruksi itu mengeluarkan zat pirogen yang dapat
meningkatkan set point di hipotalamus.
 Penyakit yang diakibatkan bakteri atau virus
Bakteri atau virus mengakibatkan sel dan jaringan suatu organ mengalami
kerusakan dan berdegenerasi. Dari sel yang rusak itu terbentuk protein yang
dapat meningkatkan set point disebut ZAT PIROGEN. Zat pirogen dan
beberapa mediator inflamasi berhasil meningkatkan set point dengan cara
meningkatkan suhu di hipotalamus dan mengaktifkan semua mekanisme
tubuh untuk meningkatkan suhu tubuh.

Demam yang terjadi mengakibatkan pengeluaran panas lebih besar


daripada pemasukan panas. Hal ini yang menyebabkan set point di
hipotalamus akan berusaha menyeimbangkan suhu. Salah satu usaha itu
adalah dengan memerintahkan oto-otot rangka untuk berkontraksi dan
bergerak (menggigil) sehingga menghasilkan panas tubuh supaya tubuh tetap
hangat.

6. Mengapa mata tampak kuning dan urin seperti teh?


Mata tampak kuning dan urin seperti teh adalah tanda adanya icterus. Icterus
merupakan keadaan dimana kadar bilirubin yang berlebihan dalam cairan
ekstrasel, baik bilirubin terkonjugasi maupun bilirubin bebas.

Metabolisme normal bilirubin sebagai berikut.


Patofisiologi icterus akan dijelaskan dalam uraian dibawah ini.
7. Apa saja diagnosis banding scenario ini?
a. Pankreatitis akut
Gejala klinis: nyeri ulu hati yang menjalar ke punggung, Mual dan muntah
ketika memakan makanan yang mengandung lemak tinggi, ikterus ringan
seperti warna mata menjadi kuning.
b. Kolelitiasis
Gejala klinis: Mual dan muntah ketika memakan makanan yang mengandung
lemak tinggi, ikterus ringan seperti warna mata menjadi kuning.
c. Hepatitis
Gejala klinis: nyeri ulu hati, Mual dan muntah ketika memakan makanan
yang mengandung lemak tinggi, ikterus menjadi tanda khas hepatitis seperti
warna mata menjadi kuning dan warna urin seperti teh.
d. Sirosis biliaris
Gejala klinis: nyeri ulu hati, ikterus karena gagal konjugasi dan sekresi
bilirubin ke usus, lelah, anoreksia, muntah, dispepsi, BB turun, dan flatulens
karena banyak gas pada di GIT.
e. Edem perifer dan palmaris
8. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis?
 Uji laboratorium
 Analisis urin
 Hitung darah lengkap
 Tes fungsi hati  untuk menilai SGPT &SGOT
 Tes serologi hepatitis virus PCR
 Pengukuran serum aminotransferase  meningkat diatas 500 UI bila
terjadi batu empedu
 Amylase serum  meningkat bila ada kelainan ekstrahepatik
 Uji vitamin K  perbaikan waktu protrombin untuk mengarahkan
diagnosis apakah merupakan penyakit ekstrahepatik
 Leukopenia serum
 Pemeriksaan citra
 Sonografi
 USG abdomen  melihat adanya batu empedu
 CT  melihat adanya lesi pankreas
 MRI  melihat pembesaran saluran bilier
 Biopsy hepar  bila diagnosis sudah mengarah ke penyakit intrahepatic
TOPIK PEMBAHASAN

1. Anatomi
1.1 Hepar
1.2 Kandung Empedu
1.3 Pankeas
2. Histologi
2.1 Hepar
2.2 Kandung Empedu
2.3 Pankreas
3. Fisiologi
3.1 Hepar
3.2 Kandung Empedu
3.3 Pankreas
4. Biokimia
4.1 Metabolisme Porfirin
4.2 Katabolisme Heme
5. Mikrobiologi
6. Patologi Klinik
7. Patologi
7.1 Fatty Liver
7.1.1 Non Alkoholic Fatty Liver
7.1.2 Alkoholic Fatty Liver
7.1.3 Acute Fatty Liver of Pregnacy
7.2 Hepatitis
7.2.1 Hepatits A
7.2.2 Hepatitis B
7.2.3 Hepatitis C
7.2.4 Hepaitis D
7.2.5 Hepatitis E
7.2.6 Hepatitis F dan G
7.2.7 Drug Induced Hepar
7.2.8 Hepatitis Neonatorum
7.2.9 IKM : Upaya Penegahan Hepatitis
7.3 Sirosis Hepatis
7.4 Amoebic Liver Abscess
7.5 Livr Failure
7.6 Neoplasma Hepar
7.7 Cholelithiasis
7.8 Kolesistitis Akut
7.9 Hydrops of Gall Bladder
7.10 Empyema of Gall Bladder
7.11 Atresia Billiaris
7.12 Kanker Saluran Empedu
7.13 Pankreatitis
7.14 Karsinoma Pankreas
7.15 Leptospirosis
7.16 Schistosoma
7.17 Sindrom Gilbert
7.18 Sindrom Crigler-Najjar
7.19 Sindrom Dubin- Johson
7.20 Sindrom Rotor

8. Farmakologi
8.1 Antasida
8.2 Hepatoprotektor
1. Anatomi

1.1 Hepar
 Liver = Hepar = Hati
 Organ intestinal terbesar
 Berat 1,2 – 1,8 kg
 IntraPeritonium
 Topografi :
o Hipochondrium dextra, epigastrium
o Batas atas: ICS V kanan
o Batas bawah: serong ke atas dari ICS IX kanan ke ICS VIII kiri
 Pembagian
o Lobus dextra
o Lobus quadratus
o Lobus sinistra
o Lobus caudatus
 Fixatie Hepar :
o Pars affixa hepatis/bare area of the liver
o Ligamentum falciforme hepatis
o Ligamentum teres hepatis
o Omentum minus ( ligamentum hepatogastrica dan ligamentum
hepatoduodenale)
 Permukaan hepar :
o Facies diafragmatica terdapat:
- Facies ventrale : terdapat struktur lig.faciforme, lig. teres hepatis
- Facies cranialis : terdapat struktur pars.affixa hepatis,ligament coronaria
Ant/Pst dan triangulare Dex/Snt
- Facies dorsalis: terdpt.struktur Vena Cava inferior + impres. Oesopagus
o Facies visceralis (caudalis) terdapat :
- Lobus caudatus, lobus quadratus, Vesica felea pd fossa vesica felea
- Porta hepatis/hillus hepar terdpt : a.hepatica, v.porta, dt hepaticus
- Lanjutan, facies visceralis hapatis terdapat :
 Tuber omentalis hepatis
 Ligament falciforme, teres hepar
 Ligament venosum Arantii
 Impressio : colica dextra, renalis dextra, gastrica duodenalis
 Vaskularisasi
Berasal dari arteri hepatica propria.
Aorta abdominalis  arteri hepatica comunis bercabang  arteri hepatica
propria dan arteri gastroduodenalis. Kemudian dari arteri hepatica propria
bercabang menjadi ramus dextra dan sinistra untuk memvaskularisasi hepar
dari masing – masing lobus.
Untuk vena, hepar mempunyai fungsi sebagai organ yang memetabolisme
zat–zat yang diserap oleh saluran pencernaan pertama kali yang disebut
dengan first pass metabolism lewat vena mesenterica superior et inferior dan
vena – vena gastrica. Selain itu hepar juga berfungsi menerima darah dari
vena cystica (yang memvaskularisasi vesicafelea) dan vena lienalis yang
memvaskularisasi lien.Semua vena yang tersebut di atas masuk ke hepar
melalui vena porta hepatica. Vena porta hepatica akan membawa darah ke
hepar masuk lewat ramus dextra dan ramus sinistra kemudian masuk ke
sinusoid hepar untuk mengalami metabolism oleh sel–sel hepatosit.
Kemudian darah yang sudah mengalami proses di sel hepatosit akan masuk
ke vena – vena centralis kemudian bermuara di vena hepatica dextra,
intermediet, dan sinistra untuk kemudian masuk ke vena cava inferior yang
akan menuju jantung dan beredar ke seluruh tubuh.
 Inervasi
Inervasi hepar oleh nervus splangnicus (simpatis) dan nervus vagus
(parasimpatis)

1.2 Kandung Empedu

Vesica Felea ( Gallbladder ) ( Kandung Empedu )


Kandung empedu merupakan kantong otot kecil yang berfungsi untuk
menyimpan dan memekatkan empedu (cairan pencernaan berwarna kuning
kehijauan yang dihasilkan oleh hati).
 Letak
Intra peritoneum, Tepi inferior hepar dengan garis mid clavicular dextra
 Pembagian
o Fundus
o Ductus cysticus (terdapat valvula spiralis)
o Collum
o Corpus
 Saluran Empedu :
o Ductus Hepaticus
Darilobus hepar dext/sint
o Ductus Hepaticus Common
Gabungan 2 duct hepaticus
o Ductus cysticus
Dari collum visica felea
o Ductus Choledocu
Bertemunya ductus cysticus dengan duct. Hept.common
o Bergabungnya duct.choledochus dengan ductus pancreaticus mayor masuk
ke duodenum

Empedu mengalir dari hati melalui duktus hepatikus kiri dan kanan, lalu
keduanya bergabung membentuk duktus hepatikus utama. Duktus hepatikus
utama bergabung dengan saluran yang berasal dari kandung empedu (duktus
sistikus) membentuk saluran empedu utama (Ductus Choledocus). Saluran
empedu utama masuk ke usus bagian atas pada sfingter Oddi, yang terletak
beberapa sentimeter dibawah lambung.

Sekitar separuh empedu dikeluarkan diantara jam-jam makan dan dialirkan


melalui duktus sistikus ke dalam kandung empedu. Sisanya langsung
mengalir ke dalam saluran empedu utama, menuju ke usus halus. Jika kita
makan, kandung empedu akan berkontraksi dan mengosongkan empedu ke
dalam usus untuk membantu pencernaan lemak dan vitamin-vitamin tertentu.

 Empedu terdiri dari:


o garam-garam empedu
o elektrolit
o pigmen empedu (misalnya bilirubin)
o kolesterol
o lemak
 Vaskularisasi :
 Arteri : A. hepatica propria yang bercabang menjadi R.dextra dan
R.sinistra. R.dextra member cabang berupa A.cystica ke Vesica Felea.
 Vena : V.cystica yang bermuara langsung ke V.porta hepatis.
 Limfe : V.Felea biasanya punya nodus lymphoideus cysticus sendiri di
area collum yang bermuara ke dalam kelenjar getah bening pada Hilum
Hepatis.

1.3 Pankreas

- Pankreas merupakan organ yang panjang dan ramping.


- Panjang sekitar 15 hingga 20 cm (6 hingga 8 inci) dan lebarnya 3,8 cm.
- Terletak retroperitoneal dan dibagi dalam 3 segmen utama: caput, korpus
dan caudal.
- Caput terletak pada bagian cekung duodenum, dan caudal menyentuh limpa.
Prosesus uncinatus merupakan bagian bawah caput yang menonjol ke kiri
dibelakang arteri dan vena mesenterica.
- Pankreas dibentuk dari 2 sel dasar yang menyerupai fungsi sangat berbeda.
Sel-sel eksokrin yang berkelompok-kelompok disebut sebagai asini yang
menghasilkan unsur getah pankreas. Sel-sel endokrin atau pulau langerhans
menghasilka sekret endokrin, yaitu insulin dan glukagon yang penting untuk
metabolisme karbohidrat.
 Pankreas mempunyai 2 ductus, yaitu :
- Ductuspancreaticus mayor (Wirsungi)
Yaitu ductus yang mengarah dari cauda menuju ke caput dimana menerima
banyak cabang dalam perjalanannya dan bermuara di pars descenden
duodenum (papilla duodenum mayor)

- Ductuspancreaticus minor (Santorini)


Yaitu ductus yang mengalirkan banyak getah dari caput pancreas dan
bermuara duodenum sedikit di atas papilla duodenum mayor. Muara ini
disebut papilla duodenum minor.
 Batas :
- Ventral : gaster & colon transversum
- Dorsal : vc inferior, aorta, vasa renalis, vasa spermatica int/ovarica,
sebagian ren dextra, v mesentrica sup, v porta, diafragma, ren sinistra, &
glandula suprarenalis sin
 Vascularisasi :
- Arteialisasi dari cabang-cabang a.coeliaca, a. mesentrica cranialis, a.
Lienalis

2. HISTOLOGI

2.1 Hepar
- Merupakan kelenjar terbesar dengan berat 1,5 kg yang memiliki 4 buah
lobus (dextra, sinistra, caudatus, dan quadratus)
- Dibungkus oleh kapsula dari glisson yang terdiri atas jaringan ikat padat
yang mengandung sabut-sabut kolagen dan elastis dan membungkus seluruh
permukaan hepar.
- Diluar kapsul terdapat tunika serosa yang terdiri atas jaringan ikat kendor
dengan selapis mesotel, kecuali pada pars afiksia
- Terdapat porta hepatic yang merupakan keluar masuknya pembuluh darah

Hepar terdiri atas parenkima dan sinusoid:

a. Parenkim hepar
Parenkim hepar terdiri atas:

o Sel-sel Hepar (hepatosit)


- Tersusun dalam lempengan-lempengan setebal satu sel  lamina
hepatic/hepatic plates dan merupakan epitel kelenjar
- Bentuk sel polihedris dengan inti satu atau lebih dan berbentuk bulat, dan
nucleus jelas dengan jumlah bisa 1 atau lebih
- Sitoplasmanya eosinofil,mempunyai banyak organel dan inklusi di
antaranya mitokondria, apparatus golgi, rna, lysosome, butir glycogen dan
tetesan lemak.
- Bagian perifer dari lobulus merupakan zona aktif  zona of permanent
function, sedangkan zona yang dibagian sentral lobulus merupakan zona yang
tidak aktif  zone of permanent repose. Sedangkan zona diantara keduanya
 intermediet zone
- Terdapat sel-sel hepar yang terletak disepanjang tepi lobuli dan tampak
berwarna kemerahan  outer limiting plates
 Kapiler empedu (bile canaliculi)
- Dibentukoleh selaput sel dari 2 sel hepatosit yang berdekatan, dindingnya
mempunyai mikrovilli. Mengalirkan empedu kea rah perifer lobuli
- Intra lobuler bile duct  saluran empedu di dalam lobuli hepar yang sudah
mempunyai dinding sendiri berupa apitel selapis pipih tetapi saluran ini tidak
selalu ada
- Aliran empedu
Kapiler empedu  intra lobuler bile duct (kalau ada) kanal Hering
duktus interlobularis  duktus hepatikus sinistra/dextra duktus hepatikus
komunisduktus sistikus atau ke ductus choledochus.

b. Sinusoid hepar
- System kapiler intra lobuler, lumennya lebar dan saling beranastomosis dan
memisahkan lamina hepatic yang satu dengan yang lain.Dindingnya terdiri
atas 2 macam sel, ialah:
o Sel endotel
Sel pipih yang berinti gelap dan mempunyai sifat khusus, antara lain:
- Selaput sel berlubang-lubang (fenestrated)
- Hubungan antar sel tidak lengkap
- Basal membran tidak ada
Sifat-sifat tersebut berfungsi untuk meningkatkan efesiensi resorbsi dan
sekresi.
o Sel dari Von Kupffer
Merupakan sel fagosit, berbentuk seperti bintang karena mempunyai juluran-
juluran sitoplasma yang menyusup di antara sel endotel.
o Jaringan penyangga di dalam lobuli (intra lobuler):
- Merupakan sabut-sabut retikuler yang halus terletak di antara sel-sel
hepatosit dan sinusoid.
- Fungsinya:
 Penyangga parenkim
 Agar sinusoid tetap terbuka

o Jaringanikat interlobularis/septum interlobularis:


Terdiri atas jaringan ikat kendor. Pada pertemuan 3 lobuli yang berdekatan,
daerah ini berbentuk segitiga  segitiga Kiernan/portal kanal/portal area,
yang terdapat:
- Vena interlobularis
Cabang dari vena porta, mempunyai penampang terbesar dan dinding tipis)
- Arteria interlobularis
Merupakan cabang arteri hepatika, penampang Portal terkecil, dinding tebal,
lamina elastika interna jelas)
- Duktus interlobularis
Merupakan saluran empedu, penampang sedang, dilapisi epitel selapis
kubis/silindris
- Limfe dan sabut-sabut saraf

o Pembuluh darah pada hepar:

 Vena porta
 Membawa darah dari lien dan usus (yang mengandung bahan-bahan yang
telah diserap oleh usus) kecuali lemak diangkut oleh pembuluh-pembluh
limfa.
 Perjalanan venanya:
v. porta  v. Interlobularis  sinusoid  v. Sentralis (di tengah lobulus
hepar)  v. Sublobularis (di tepi lobulus hepar)  v. Hepatika  v. Cava
inferior

 Arteria hepatika
Bersifat nutritif, bercabang menjadi a. Interlobularis yang kemudian
bercabang-cabang lagi menjadi sinusoid

2.2 Kandung Empedu


- Bentuk bulat panjang yang merupakan divertikula (pelebaran) dari saluran
empedu yang berfungsi sebagai reservoir empedu dan mengonsentrasikannya
dengan jalan meresorbsi air dan mineral.
 Bagian-bagiannya terdiri atas:
 Fundus
 Corpus
 Colum
 Lapisan-lapisannya:
 Tunika mukosa
Berlipat-lipat seperti sarang lebah. Kadang tampak divertikula yang masuk
sampai lapisan otot yang disebut sinus dari Rokitansky-Aschoff. Dilapisi oleh
epitel selapis silindris yang pucat dengan mikrovili yang cepat mengalami
autodigesti post mortem. Lamina propia terdiri atas jaringan ikat dengan
sedkit otot polos. Tidak mempunyai muskularis mukosa.
 Tunika muskularis.
Terdiri atas otot polos yang tebal dengan arah sirkuler, longitudinal dengan
diantaranya terdapat sabut-sabut elastis.

 Tunika serosa/adventitia.
Terdiri atas jaringan ikat kendor yang dilapisi oleh mesotel.
2.3 Pankreas
- Pancreas merupakan kelenjar eksokrin dan endokrin. Kedua fungsi tersebut
dilakukan oleh sel-sel yang berbeda.
a. Bagian Eksokrin
Pancreas dapat digolongkan sebagai kelenjar besar, berlobulus, tubuloasinosa
kompleks.
- ASINUS
Asinus berbentuk tubular, dikelilingi lamina basal dan terdiri atas 5-8 sel
berbentuk piramid yang tersusun mengelilingi lumen sempit. Tidak terdapat
sel mioepitel. Di antara asini, terdapat jaringan ikat halus mengandung
pembuluh darah, pembuluh limf, saraf dan saluran keluar.
Sebuah asinus pancreas terdiri dari sel-sel zimogen (penghasil protein).
Ductus ekskretorius meluas ke dalam setiap asinus dan tampak sebagai sel
sentroasinar yang terpulas pucat di dalam lumennya. Produksi sekresi asini
dikeluarkan melalui ductus interkalaris (intralobular) yang kemudian
berlanjut sebagai ductus interlobular.
b. Bagian Endokrin
Bagian endokrin pancreas, yaitu PULAU LANGERHANS, tersebar di seluruh
pancreas dan tampak sebagai massa bundar, tidak teratur, terdiri atas sel pucat
dengan banyak pembuluh darah. Pulau ini dipisahkan oleh jaringan retikular
tipis dari jaringan eksokrin di sekitarnya dengan sedikit serat-serat retikulin di
dalam pulau.
Dengan cara pulasan khusus dapat dibedakan menjadi:
1. Sel A  penghasil glukagon
 Terletak di tepi pulau.
 Mengandung gelembung sekretoris dengan ukuran 250nm.
 Batas inti kadang tidak teratur.
2. Sel B  penghasil insulin
 Terletak di bagian lebih dalam atau lebih di pusat pulau.
 Mengandung kristaloid romboid atau poligonal di tengah.
 Mitokondria kecil bundar dan banyak.
3. Sel D  penghasil somatostatin
 Terletak di bagian mana saja dari pulau, umumnya berdekatan dengan sel A.
 Mengandung gelembung sekretoris ukuran 300-350 nm dengan granula
homogen.
4. Sel C
 Terlihat pucat, umumnya tidak bergranula dan terletak di tengah di antara
sel B.
Fungsinya tidak diketahui
3. Fisiologi

3.1 Hepar
1. Fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah
 Hepar adalah suatu organ yang besar, dapat meluas, dan organ venosa yang
mampu bekerja sebagai suatu tempat penampungan darah yang bermakna di
saat volume darah berlebihan dan mensuplai darah ekstra ketika darah
kekurangan.
 Kira-kira 1100 ml darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hepar tiap
menit dan tambahan sekitar 350 ml lagi mengalir ke sinusoid dari arteri
hepatica, dengan total rata-rata 1450 ml/menit. Jumlah ini sekitar 29% dari
sisa curah jantung, hamper 1/3 aliran total darah tubuh.
 Volume darah normal hepar, meliputi yang di dalam vena hepar dan yang di
dalam jaringan hepar adalah 450 ml atau hamper 10% dari total volume darah
tubuh
 Menyaring darah  karena terdapat makrofag fagositik besar di perbatasan
sinus venosus hepar (sel kupffer)
2. Fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem
metabolisme tubuh.
a. Metabolik karbohidrat
 Menyimpan glikogen
 Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa
 Glukoneogenesis
 Membentuk banyak senyawa kimia penting dari hasil perantara
metabolisme karbohidrat
 Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah
normal. Misalnya, penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil
kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian
mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah mulai
turun terlalu rendah  fungsi penyangga glukosa
b. Metabolik lemak, meliputi :
 Kecepatan beta asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi
bagi fungsi tubuh yang lain:

Lemak netral Gliserol dan asam lemak

Oksidasi
beta

Asam asetoasetat Radikal asetil brkarbon 2


 asetil=koA

Dari sel hepar masuk ke


cairan ekstraseluler
kemudian ditranspor ke
seluruh tubuh

Keterangan:
 Untuk memperoleh energi dari lemak netral, lemak pertama-tama dipecah
menjadi gliserol dan asam lemak, kemudian asam lemak dipecah oleh
oksidasi beta menjadi radikal asetil berkarbon 2 yang kemudian membentuk
asetil koenzim A. Asetil koA kemudian dapat memasuki siklus asam sitrat
dan dioksidasi untuk membebaskan sejumlah energi yang sangat besar.
Oksidasi beta dapat terjadi di semua sel tubuh terutama dengan cepat di sel
hepar. Hepar sendiri tidak dapat menggunakan semua asetil koA yang
dibentuk; sebaliknya asetil koA diubah melalui kondensasi 2 molekul asetil
koA menjadi asam asetoasetat kemudian ditranspor ke seluruh tubuh untuk
diabsorpsi jaringan lain.
 Kira-kira 80% kolesterol disintesis di dalam hepar diubah menjadi garam
empedu, yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu dan sisanya
diangkut dalam lipoprotein. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan terutama
ditranspor dalam lipoprotein. Fosfolipid dan kolesterol digunakan sel untuk
membentuk membrane, struktur intraselular, dan bermacam-macam turunan
zat kimia yang penting untuk fungsi sel.
 Hampir semua sintesis lemak dalam tubuh dari karbohidrat dan protein
terjadi di dalam hepar. Setelah lemak disintesis dalam hepar, lemak ditranspor
dalam lipoprotein ke jaringan lemak untuk disimpan

 Pembentukan sebagian besar lipoprotein

 Pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid


 Kolesterol diubah menjadi garam empedu kemudian disekresi ke dalam
empedu.
 Fosfolipid ditranport dalam lipoprotein.

 Pengubahan sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak


c. Metabolik protein
 Deaminasi asam amino
Dibutuhkan sebelum asam amino dipergunakan untuk energi atau sebelum
asam amino dapat diubah menjadi karbohidrat.
 Pembentukan ureum
Untuk mengeluarkan amonia dalam tubuh
 Pembentukan protein plasma
Semua protein plasma (kecuali gama globulin) disintesis oleh sel hepar.
 Interkonversi diantara asam amino yang berbeda demikian juga dengan
ikatan penting lainnya untuk proses metabolisme tubuh
Ex: asam amino non essensial
d. Penyimpanan vitamin (vitamin A, D, E, K, B12)
e. Pembentuk zat-zat darah yang dipakai dalam proses koagulasi
Pembentuk fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, faktor VII, dan
faktor koagulasi penting lainnya.
f.Penyimpanan besi
Semua besi di dalam tubuh dapat disimpan di hepar (kecuali besi di
hemoglobin) dalam bentuk feritin.
Hepar banyak mengandung apoferitin, jika besi dalam tubuh meningkat,
maka besi akan berikatan dengan apoferitin membentuk feritin.
g. Pengeluaran obat-obatan, hormon, dan zat lain oleh hepar

3. Fungsi sekresi dan ekskresi yang berperan membentuk empedu yang


mengalir melalui saluran empedu ke saluran cerna

4. Detoksifikasi
Medium kimia yang aktif dari hepar dikenal kemampuannya dalam
detoksikasi atau ekskresi berbagai obat-obatan, meliputi sulfonamide,
penisilin, ampisilin dan eritromisin ke dalam empedu. Dengan cara yang
sama, beberapa hormone yang disekresi oleh kelenjar endokrin diekskresi
atau dihambat secara kimia oleh hepar, meliputi tiroksin dan terutama
hormone steroid
5. Fungsi hemodinamik
6. Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ±
1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam
a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati.
Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan
dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari,

shock. Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.

3.2 Kandung Empedu


 Fungsi :
1. Absorpsi dan pencernaan lemak. Dengan 2 cara :
 Asam empedu mengemulsikan partikel lemak besar jadi partikel yang
lebih kecil
 Asam empedu membantu absorpsi produk akhir lemak
2. Alat untuk mengeluarkan produk buangan yang penting dari darah
Ex: bilirubin dan kelebihan kolesterol
 Sekresi
Dilakukan dalam dua tahap oleh hati :
1. Disekresikan oleh sel-sel fungsional utama hati, yaitui sel hepatosit,
sekresi awal ini mengandung sejumlah besar asam empedu, kolesterol, dan
zat organic lainnya. Kemudian empedu disekresikan ke dalam kanalikuli
billiaris kecil yang terletak di antara sel-sel hati
2. Kemudian empedu mengalir di dalam kanalikuli menuju septa
interlobularis, tempat kanalikuli mengeluarkan empedu ke dalam duktus
billiaris terminal dan kemudian secara progresif ke dalam duktus yang lebih
besar, akhirnya mencapai duktus hepatikus dan duktus billiaris komunis.
Dari sini, empedu langsung dikeluarkan ke dalam duodenum atau dialihkan
dalam hitungan menit sampai beberapa jam melalui duktus sistikus ke dalam
kandung empedu
 Volume maksimal yang bisa ditampung kandung empedu adalah 30 -60 ml
 Empedu secara normal dipekatkan sampai 5x lipat
 Sel hati mensintesis garam empedu 6gr/hari
 Prekusornya kolesterol
 Fungsi garam empedu
 Deterjen pada partikel lemak dalam makanan
 Membantu absorpsi asam lemak, monogliserida, kolesterol, lemak lain
dalam traktus intestinal
Kecepatan sehari-hari sekresi garam empedu hati dikontrol secara aktif oleh
tersedianya garam empedu dalam sirkulasi enterohepatik
 Pemekatan Empedu
Proses pemekatan di kandung empedu, air dan elektrolit dalam jumlah besar
direabsorbsi oleh mukosa kandung empedu melalui transport aktif natrium
lalu keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida, air, dan
kebanyakan zat-zat terdifusi lainnya. Pada dasarnya semua zat lain, terutama
garam empedu dan zat-zat lemak kolesterol dan lesitin tidak direabsorbsi oleh
karena itu menjadi sangat pekat dalam empedu di kandung empedu. Empedu
secara normal dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara di atas, tetapi
dapat dipekatkan sampai maksimal 20 kali lipat.
 Pengosongan kandung empedu :
Dasar yang diperlukan untuk pengosongan kandung empedu:
Sfingter oddi harus relaksasi untuk mengizinkan empedu mengalir dari
duktus koledokus ke dalam duodenum. Kandung empedu sendiri harus
berkontraksi untuk memberikan tenaga yang diperlukan untuk menggerakkan
empedu sepanjang duktus koledokus.Setelah makan, terutama yang
mengandung banyak lemak dalam konsentrasi tinggi kedua efek diatas
terjadi dengan cara:
Lemak didalam makan yang memasuki usus halus menyebabkan pelepasan
hormon kolesistokinin dari mukosa usus, kemudian kolesistokinin diabsobir
ke dalam darah. Sewaktu melewati kandung empedu, menyebabkan kontraksi
spesifik otot kandung empedu. Hal ini menyebabkan adanya tekanan yang
memaksa empedu mengalir ke duodenum
Bila kandung empedu berkontraksi,sfingter oddi akan menjadi terhambat
sebagian akibat refleks neurogenik dan miogenik dari kandung empedu ke
arah sfingter oddi. Dalam jumlah tertentu, bisa juga disebabkan karena efek
langsung dari kolestokinin atas sfingter yang menyebabkan relaksasi
Adanya makanan dalam duodenum menyebabkan peningkatan derajat
peristaltik lewat ke arah sfingter oddi.sfingter bersama dinding usus
berdekatan berelaksasi sebentar karena fenomena relaksasi reseptif yang
berjalan di muka gelombang kontraksi peristaltik. Jika empedu di dalam
duktus koledokus mempunyai tekanan yang mencukupi maka sejumlah kecil
empedu tersemprot ke dalam duodenum selama tiap gelombang peristaltik
 Kontrol Motilitas & Sekresi
Rangsangan yang paling poten menyebabkan kontraksi empedu adalah
kolesistokinin. Selain itu, kandung empedu juga dirangsang kurang kuat oleh
serat-serat saraf yang mensekresi acetylkolin dari saraf vagus dan enteric.
Hormone sekretin juga berperan dalam meningkatkan sekresi empedu lebih
dari 2 kali lipat setelah makan
 Kontrol Sekresi Empedu
Bila makanan masuk ke dalam mulut, resistensi sfingter Oddi menurun. Asam
lemak dan asam amino dalam duodenum akan menyebabkan pelepasan CCK
yang kandung empedu berkontraksi. Zat yang menimbulkan kontraksi
kandung empedu disebut cholagogue. Pembentukan empedu ditingkatkan
oleh rangsangan pada nervus vagus dan hormon sekretin, yang meningkatkan
kandungan air dan HCO3- dalam empedu. Zat yang meningkatkan sekresi
empedu disebut choleretic. Garam empedu merupakan salah satu choleretic
fisiologis yang terpenting.

3.3 Pankreas

Eksokrin
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan ketiga jenis
makanan utama : protein, karbohidrat , dan lemak. Ia juga mengandung
ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam
menetralkan kimus asam yang keluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kimotripsin, karboksi peptidase,
ribonuklease, deoksiribonuklease. Tiga enzim pertama memecahkan
keseluruhan dan secara parsial protein yang dicernakan,sedankan neklease
memecahkan kedua jenis asam nukleat : asam ribunokleat dan deoksinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amilase pankreas yang
menghidrolisis pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain kecuali
selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzin untuk
pencernaan lemak adalah : lipase pancreas yang menghidrolisis lemak netral
menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang menyebabkan
hidrolisis ester-ester kolesterol.
Enzim-enzim protoeletik waktu disintesis dalam sel-sel pancreas berada
dalam bentuk tidak aktif : tripsinogen,kimotripsinogen, dan prokarboks
peptidase,yang semuanya secara enzimitik tidak aktif.zat-zat ini hanya akan
menjadi aktif setelah mereka disekresi ke dalam saluran cerna. Tripsinogen
diaktifkan oleh suatu enzim yang dinamakan enterkinase yang disekresi
oleh mukosa usus ketike kimus mengadakan kontak dengan mukosa. Tripsinogen
juga dapat diaktifkan oleh tripsin yang telah dibentuk. Kimotripsinogen
diaktifkan olehtripsin menjadi kimotripsin, dan prokarboksipeptidase
diaktifkan dengan beberapacara yang sama.
Penting bagi enzim-enzim proteolitik getah pankreas tidak diaktifkansampai
mereka disekresi ke dalam usus halus, karena tripsin dan enzim-enzim
lainakan mencernakan pankreas sendiri. Sel-sel yang sama, yang mensekresi
enzim-enzim proteolitik ke dalam asinus pankreas serentak juga
mensekresikan tripsininhibitor. Zat ini disimpan dalam sitoplasma sl-sel
kelenjar sekitar granula-granulaenzim, dan mencegah pengaktifan tripsin di
dalam sel sekretoris dan dalam asinusdan duktus pankreas.
Pankreas rusak berat atau bila saluran terhambat, sejumlah besar
sekret pankreas tertimbun dalam daerah yang rusak dari pankreas. Dalam
keadaan ini,efek tripsin inhibitor kadang-kadang kewalahan, dan dalam
keadaan ini sekret pankreas dengan cepat diaktifkan dan secara harfiah
mencernakan seluruh pankreas dalam beberapa jam, menimbulkan keadaan
yang dinamakan pankreatitis akut. Hal ini sering menimbulkan kematian
karena sering diikuti syok, dan bila tidak mematikan dapat mengakibatkan
insufisiensi pankreas selama hidup.
Enzim-enzim getah pankreas seluruhnya disekresi oleh asinus
kelenjar pankreas. Namun dua unsur getah pankreas lainnya, air dan ion
bikarbonat, terutama disekresi oleh sel-sel epitel duktulus-duktulus kecil yang
terletak didepan asinus khusus yang berasal dari duktulus. Bila pankreas
dirangsang untuk mengsekresi getah pankreas dalam jumlah besar ± yaitu air
dan ion bikarbonatdalam jumlah besar ± konsentrasi ion bikarbonat dapat
meningkat sampai 145mEq/liter.
Setiap hari pankreas menghasilkan 1200-1500 ml pancreatic juice,
cairan jernih yang tidak berwarna. Pancreatic juice paling banyak
mengandung air, beberapa garam, sodium bikarbonat, dan enzim-enzim.
Sodium bikarbonatmemberi sedikit pH alkalin (7,1-8,2) pada pancreatic juice
sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan
lingkungan yangsesuai bagi enzim-enzim dalam usus halus.
Enzim-enzim dalam pancreatic juice termasuk enzim pencernaankarbohidrat
bernama pankreatik amilase; beberapa enzim pencernaan proteindinamakan
tripsin, kimotripsin, karboksipeptidase; enzim pencernaan lemak yangutama
dalam tubuh orang dewasa dinamakan pankreatik lipase; enzim
pencernaanasam nukleat dinamakan ribonuklease dan deoksiribonuklease.
Seperti pepsin yang diproduksikan dalam perut dengan bentuk inaktifnyaatau
pepsinogen, begitu pula enzim pencernaan protein dari pankreas. Hal ini
mencegah enzim-enzim dari sel-sel pencernaan pankreas. Enzim tripsin yang
aktif disekresikan dalam bentuk inaktif dinamakantripsinogen. Aktivasinya
untuk tripsin diselesaikan dalam usus halus oleh suatuenzim yang disekresikan
oleh mukosa usus halus ketika bubur chyme ini tibadalam kontak dengan mukosa.
Enzim aktivasi dinamakan enterokinase.Kimotripsin diaktivasi dalam usus
halus oleh tripsin dari bentuk inaktifnya,kimotripsinogen. Karboksipeptidase
juga diaktivasi dalam usus halus oleh tripsin. Bentuk inaktifnya dinamakan
prokarboksipeptidase.

Endokrin
Tersebar di antara alveoli pankreas, terdapat kelompok-kelompok kecil
selepitelium yang jelas terpisah dan nyata. Kelompok ini adalah pulau-pulau
kecil/kepulauan Langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin.
Hormon-hormon yang dihasilkan oleh kelenjar endokrin adalah :
a.Insulin (sel alfa)
Insulin adalah suatu polipeptida yang mengandung dua rantai asam
aminoyang dihubungkan oleh jembatan disulfida. Terdapat perbedaan kecil
dalamkomposisi asam amino molekul dari satu spesies ke spesies lain.
Perbedaan ini biasanya tidak cukup besar untuk dapat mempengaruhi
aktivitas biologi suatuinsulin pada spesies heterolog tetapi cukup besar untuk
menyebabkan insulin bersifat antigenik.
Insulin dibentuk di retikulum endoplasma sel B. Insulin kemudian
dipindahkan ke aparatus golgi, tempat ia mengalami pengemasan dalam
granula-granula berlapis membran. Granula-granula ini bergerak ke dinding
sel melaluisuatu proses yang melibatkan mikrotubulus dan membran granula berfusi
dengan membran sel, mengeluarkan insulin ke eksterior melalui eksositosis.
Insulin kemudian melintasi lamina basalis sel B serta kapiler dan endotel
kapiler yang berpori mencapai aliran darah.Waktu paruh insulin dalam
sirkulasi pada manusia adalah sekitar 5 menit.Insulin berikatan dengan
reseptor insulin lalu mengalami internalisasi. Insulindirusak dalam endosom
yang terbentuk melalui proses endositosis. Enzim utamayang berperan adalah
insulin protease, suatu enzim di membran sel yangmengalami internalisasi
bersama insulin.
Efek insulin pada berbagai jaringan:
1. Jaringan Adiposa
o Meningkatkan masuknya glukosa
o Meningkatkan sintesis asam lemak
o Meningkatkan sintesis gliserol fospat
o Menungkatkan pengendapan trigliserida
o Mengaktifkan lipoprotein lipase
o Menghambat lipase peka hormone
o Meningkatkan ambilan K+
2. Otot
o Meningkatkan masuknya glukosa
o Meningkatkan sintesis glikogen
o Meningkatkan ambilan asam amino
o Meningkatkan sintesis protein di ribosom
o Menurunkan katabolisme protein
o Menurunkan pelepasanasam-asam amino glukoneogenik
o Meningkatkan ambilan keton
o Meningkatkan ambilan K+
3. Hati
o Menurunkan ketogenesis
o Meningkatkan sintesis protein
o Meningkatkan sintesis lemak
o Menurunkan pengeluaran glukosa akibat penurunan glukoneogenesis dan
peningkatan sintesis glukosa
Pada orang normal, pankreas mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan
jumlah insulin yang dihasilkan dengan intake karbohidrat, tetapi pada
penderita diabetes fungsi pengaturan ini hilang sama sekali.
b. Glukagon( sel beta)
Molekul glukagon adalah polipepida rantai lurus yang mengandung 29nresidu
asam amino dan memiliki molekul 3485. Glukagon merupakan hasil darisel-
sel alfa, yang mempunyai prinsip aktivitas fisiologis meningkatkan
kadar glukosa darah. Glukagon melakukan hal ini dengan mempercepat konversi
dariglikogen dalam hati dari nutrisi-nutrisi lain, seperti asam amino, gliserol,
danasam laktat, menjadi glukosa (glukoneogenesis). Kemudian hati
mengeluarkan glukosa ke dalam darah, dan kadar gula darah meningkat.
Sekresi dari glukagon secara langsung dikontrol oleh kadar gula darahmelalui
sistem feed-back negative. Ketika kadar gula darah menurun sampai di bawah
normal, sensor-sensor kimia dalam sel-sel alfa dari pulau Langerhans
merangsang sel-sel untuk mensekresikan glukagon. Ketika gula darah
meningkat,tidak lama lagi sel-sel akan dirangsang dan produksinya
diperlambat.
Jika untuk beberapa alasan perlengkapan regulasi diri gagal dan sel-selalfa
mensekresikan glukagon secara berkelanjutan, hiperglikemia (kadar
guladarah yang tinggi) bisa terjadi. Olahraga dan konsumsi makanan
yangmengandung protein bisa meningkatkan kadar asam amino darah
jugamenyebabkan peningkatan sekresi glukagon. Sekresi glukagon dihambat
oleh GHIH (somatostatin).Glukagon kehilangan aktivitas biologiknya apabila
diperfusi melewati hatiatau apabila diinkubasi dengan ekstrak hati, ginjal atau
otot. Glukagon jugadiinaktifkan oleh inkubasi dengan darah. Indikasinya
ialah bahwa glucagon dihancurkan oleh sistem enzim yang sama dengan
sistem yang menghancurkan insulin dan protein-protein lain.
c. Somatostatin( sel delta)
Somatostatin dijumpai di sel D pulau langerhans pankreas. Somatostatin
menghambat sekresi insulin, glukagon, dan polipeptida pankreas dan
mungkin bekerja lokal di dalam pulau-pulau pankreas. Penderita tumor
pancreas somatostatin mengalami hiperglikemia dan gejal-gejala diabete lain
yangmenghilang setelah tumor diangkat.Para pasien tersebut juga mengalami
dyspepsia akibat lambatnya pengosongan lambung dan penurunan sekresi
asam lanmbung,dan batu empedu ,yang tercetus oleh penurunan kontraksi
kandung empedu.
Sekresi somatostatin pancreas meningkat oleh beberapa rangsangan yang juga
merangsang insulin yakni glukosa dan asam amino ,terutama arginin dan
leusin.sekresi juga ditingkatkan oleh CCK.Somatostatin dikeluarkan dari
pancreas dan saluran cerna ke dalam darah perifer.
d. Polipeptida Pankreas
Polipeptida pancreas manusia merupakan suatu polipeptida linear yang
dibentuk oleh sel F pulau langerhans.Hormon ini berkaitan erat dengan
polipeptida YY (PYY), yang ditemukan di usus dan mungkin hormon
salurancerna; dan neuropeptida Y, yang ditemukan di otak dan sistem saraf otonom.
Sekresi polipeptida ini meningkat oleh makanan yang mengandung protein,
puasa, olahraga, dan hipoglikemia akut. Sekresinya menurun
olehsomatostatin dan glukosa intravena. Pemberian infus leusin, arginin, dan
alanintidak mempengaruhinya, sehingga efek stimulasi makanan berprotein
mungkindiperantarai secara tidak langsung. Pada manusia, polipeptida
pankreasmemperlambat penyerapan makanan, dan hormon ini mungkin
memperkecilfluktuasi dalam penyerapan.

ENZIM PANKREAS
Cairan pankreas mengandung enzim :
 Enzim proteolitik pancreas (protease)
 Tripsinogen diaktivasi menjadi tripsin oleh enterokinase yang diproduksi
usus halus.Tripsin berfungsi mengubah polipeptida besar dicerna menjadi
polipeptida kecil
 Kimotripsinogen diaktivasi tripsin menjadi kimotripsin yang berfungsi
mengubah polipeptida besar dicerna menjadi polipeptida kecil
 Karboksipeptidase, aminopeptidase, dipeptidase Berfungs imengubah
peptida menjadi asam amino bebas
 Lipase pancreas : fungsi menghidrolisis lemak menjadi asam lemak dan
gliserol setelah lemak diemulsi oleh garam empedu
 Amilase pancreas Fungsi : menghidrolisis polisakarida yang tidak tercerna
oleh amylase saliva menjadi disakarida
Ribonukleasedandeoksiribonuklease Fungsi : menghidrolisis RNA dan DNA
menjadi blok-blok pembentuk nukleotidanya

4. Biokimia

4.1 Metabolisme

Porfirin
Porfirin merupakan suatu senyawa siklik gabungan dari 4 cincin pirol dan
jembatan metenil(-CH). Tujuan metabolism porfirin adalah untuk
menghasilkan porfirin yang selanjutnya akan membentuk bilirubin. Bilirubin
merupakan suatu pigmen empedu yang dihasikan dari destruksi eritrosit yang
sudah tua. Di dalam eritrosit terdapat hemoglobin. Nanti dalam katabolisme
porfirin, hemoglobin akan dipecah menjadi heme + globin. Sedangkan heme
merupakan gabungan dari porfirin dan Fe.
Porfirin memiliki sifat yaitu berwarna karena adanya ikatan rangkap yang
menyatukan cincin pirol. Porfirin ini juga bisa digunakan untuk terapi kanker,
karena sel kanker tertentu dapat mengambil lebih banyak porfirin daripada sel
normal.
4.2 KATABOLISME HEME
Setiap 120 hari eritrosit/hb dipecah. Eristrosit dipecah menjadi hemoglobin,
lalu hemoglobin menjadi heme + globin. Heme merupakan porfirin + Fe2+.
Pemecahan terjadi di sel RES (hepar, lien dan sumsum tulang) oleh sel
makrofag. Setiap harinya 6 gr Hb dipecah.
KATABOLISME HEME DI RES
Eritrosit tua  dimakan makrofag
Eritrosit  HB  Heme + globin
Heme dioksidasi oleh system hemoksigenase menghasilkan :
Fe2+  Fe3+ (hemin)
Biliverdin (tetra pirol linear / terbuka)
Fe3+ lepas  Transferin hepar
Biliverdin dioksidasi (pigmen hijau)  Bilirubin (pigmen kuning)  Darah
(bergabung dengan albumin)  hepar
KATABOLISME HEME DI HEPAR
-Albumin dilepaskan diganti oleh ligandin
- Bilirubin-ligandin masuk ke sel hepar  dikonjugasikan dengan asam
glukoronat oleh enzim Uridin Difosfoglukoronil transferase  menghasilkan
bilirubin glukoronida  disekresi ke dalam vesica felea  diteruskan ke
usus.
KATABOLISME HEME DI USUS
Di ileum dan colon, konjugasi bilirubin dan ligandin dilepas. Bilirubin lalu
direduksi oleh bakteri usus menajdi urobilinogen dan sterkobilinogen.
Urobilinogen da sterkobilinogen ini sebagian disekresi melalui feses. Dan
sebagian uroilinogen yang lain direabsorbsi masuk kembali ke hepar
dioksidasi menjadi bilirubin lagi dan mengalami konjugasi lagi (siklus
enterohepatik). Dan sebagian bilirubin yang masuk hepar ini sebagian masuk
ke peredaran darah hepar lalu ke peredaran darah sistemik lalu ke ginjal dan
keluar melalui urine (mewarnai urin menjadi lebih
A. METABOLISME BILIRUBIN
Katablisme Heme Menghasilkan Bilirubin
Dalam keadaan normal, umur eritrosit sekitar 120 hari. Sehingga, sekita 100-
200 juta eritrosit dihancurkan setiap jammya. Dalam 1 hari lebih kurang 6
gram hemoglobin (untuk berat badan 70 kg) dihancurkan. Proses degradasi
ini terjadi di jaringan retikulo endothelial (limpa, hati, dan sumsum tulang),
yaitu pada bagian mikrosom dari sel retikulo endothelial.
Hemoglobin dipecah menjadi heme dan globin. Bagian protein globin
diuraikan menjadi asam amino-asam amino pembentuknya kemudian
digunakan kembali. Besi akan dilepaskan dari heme kemudian memasuki
depot besi yang juga dapat dipakai kembali. Sedangkan porfirinnya akan
dikatabolisme dan menghasikan bilirubin.
Proses pertama dari katabolisme heme dilakukan oleh kompleks enzim heme
oksigenase. Pada saat mencapai heme oksigenase besi umumnya sudah
teroksidasi menjadi bentuk feri membentuk hemin. Hemin kemudian
direduksi dengan NADPH, besi feri dirubah kembali menjadi fero. Dengan
bantuan NADPH kembali, oksigen ditambahkan pada jembatan a metenil
(antara cincin pirol I dan II) membentuk gugus hidroksil, besi fero teroksidasi
kembali menjadi feri. Heme oksigenase dapat diinduksi oleh substrat.
Selanjutnya, dengan penambahan oksigen lagi ion feri dibebaskan serta
terbentuk karbon monoksida dan biliverdin IXa yang berwarna hijau. Pada
reaksi ini heme bertindak sebagai katalisator. Pada burung dan amfibia,
diekskresi biliverdin IXa. Sedangkan pada mamalia, dengan bantuan enzim
biliverdin reduktase, terjadi reduksi jembatan metenil antara cincin pirol III
dan IV menjadi gugus metilen, membentuk bilirubin IXa yang berwarna
kuning. Satu gram hemoglobin diperkirakan menghasilkan 35 mg bilirubin.
Perubahan heme menjadi bilirubin secara in vivo dapat diamati pada warna
ungu hematom yang perlahan-lahan beirubah menjadi bilirubin yang
berwarna kuning.
Metabolisme Bilirubin di Hati
Metabolisme bilirubin dalam hati dibagi menjadi 3 proses:
1. Pengambilan (uptake) bilirubin oleh sel hati
2. Konjugasi bilirubin
3. Sekresi bilirubin ke dalam empedu
Pengambilan Bilirubin oleh Hati
Bilirubin hanya sedikit larut dalam plasma dan terikat dengan protein,
terutama albumin. Beberapa senyawa seperti antibiotika dan obat-obatan
bersaing dengan bilirubin untuk mengadakan ikatan dengan albumin.
Sehingga, dapat mempunyai pengaruh klinis. Dalam hati, bilirubin dilepaskan
dari albumin dan diambil pada permukaan sinusoid dari hepatosit melalui
suatu sistem transport berfasilitas (carrier-mediated saturable system) yang
saturasinya sangat besar. Sehingga, dalam keadaan patologis pun transport
tersebut tidak dipengaruhi. Kemungkinan pada tahap ini bukan merupakan
proses rate limiting.
Konjugasi Bilirubin
Dalam hati, bilirubin mengalami konjugsi menjadi bentuk yang lebih polar
sehingga lebih mudah diekskresi ke dalam empedu dengan penambahan 2
molekul asam glukoronat. Proses ini dikatalisis oleh enzim diglukoronil
transferase dan menghasilkan bilirubin diglukoronida. Enzim tersebut
terutama terletak dalam retikulum endoplasma halus dan menggunakan UDP-
asam glukoronat sebagai donor glukoronil. Aktivitas UDP-glukoronil
transferase dapat diinduksi oleh sejumlah obat misalnya fenobarbital.
Ekskresi Bilirubin
Bilirubin yang sudah terkonjugasi akan diekskresi kedalam empedu melalui
mekanisme pangangkutan yang aktif dan mungkin bertindak sebagai rate
limiting enzyme metabolisme bilirubin. Ekskresi bilirubin juga dapat
diinduksi dengan obat-obatan yang dapat menginduksi konjugasi bilirubin.
Sistem konjugasi dan ekskresi bilirubin berlaku sebagai unit fungsional yang
terkoordinasi.

Metabolisme Bilirubin di Usus


Setelah mencapai ileum terminalis dan usus besar bilirubin terkonjugasi akan
dilepaskan glukoronidanya oleh enzim bakteri yang spesifik (b-
glukoronidase). Dengan bantuan flora usus bilirubin selanjutnya dirubah
menjadi urobilinogen.
Urobilinogen tidak berwarna, sebagian kecil akan diabsorpsi dan
diekskresikan kembali lewat hati, mengalami siklus urobilinogen
enterohepatik. Sebagian besar urobilinogen dirubah oleh flora normal colon
menjadi urobilin atau sterkobilin yang berwarna kuning dan diekskresikan
melalui feces. Warna feces yang berubah menjaadi lebih gelap ketika
dibiarkan udara disebabkan oksidasi urobilinogen yang tersisa menjadi
urobilin.
Indikator kelainan Hepatobilier enzimatis
Petunjuk yang peka terhadap kerusakan atau nekrosis hepatosit yaitu :
 Alanine aminotransferase (ALT) / Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
(SGPT)
 Aspartate aminotransferase (AST) / Serum Glutamic Oxaloacetic
Transaminase (SGOT)  juga terdapat di miokard, hati, otot skelet, otak,
ginjal dan pancreas.
Sehingga, SGPT lebih khas untuk kerusakan hepatosit dibandingkan SGOT.
Akan tetepi keduanya tetap perlu dilakukan pemeriksaan.

Pegangan :
a. Apabila nilai SGOT SGPT naik lebih dari 10 x batas atas normal, berarti
terjadi kerusakan sel hati akut
Contohnya : Hepatitis virus, hepatitis toksik
b. Apabila nilai SGOT SGPT malah turun kurang dari 10x batas atas normal,
maka terjadi kerusakan sel hati menahun
Contohnya : Kolestasis, penyakit hati infiltrative
Mengapa SGOT SGPT bisa turun ? karena sifatnya penyakit yg sudah kronis,
sehingga banyak sel hati yang rusak, akibatnya sel hati normal hanya sedikit
yang meghasilkan enzim.
Apabila kenaikan enzim transaminase tidak terlalu tinggi, makadigunakan
pegangan RASIO DE RITIS yaitu dengan membandingkan nilai SGOT
dengan SGPT (SGOT/SGPT)
a. Bila rasio kurang dari satu, maka terjadi kerusakan hati akut
(inflamasi akut)
b. Bila rasio lebih dari satu, maka terjadi kerusakan hati kronis
(sirosis, neoplasma primer/sekunder, infark miokard)

Mengapa bisa disimpulkan demikian?


Karena, enzim yang akan keluar dan akan meningkat pertama kali (akut) saat
terjadi kerusakan sel adalah SGPT, karena enzim ini berada di membrane sel.
Apabila kerusakan makin parah (kronis), tidak hanya membrane sel nya saja
yang rusak, makin kedalam organel-organel nya juga bisa rusak. SGOT
berada di dalam organel-organel sel, sehingga SGOT akan keluar dan
meningkat jumlahnya saat kerusakan sudah mencapai organel (kronis).

Petunjuk lain yang bisa digunakan untuk mendiagnosis penyakit


hepatobilier adalah bilirubin. Pemeiksaan bilirubin dibagi menjadi 2 :
a. Bilirubin Indirect ( berdasarkan jumlah bilirubin yang tak terkonjugasi )
Bilirubin indirect akan meningkat pada :
 Penyakit hemolisis atau perdarahan jaringan lunak
 Sindrom Gilbert (karena adanya gangguan up take dan konjugasi)
 Sindrom Criggler – Najjar ( karena aktivitas glukoronil transferase
menurun atau bahkan tidak bekerja)
 Hiperbilirubinemia neonatal
 Bahan atau obat yang menghambat up take dan konjugasi misalnya
rifampisin, kontras cholecystografi
b. Bilirubin Direct (berdasarkan jumlah bilirubin yang terkonjugasi)
Meningkat pada :
 Serosis hepatis, hepatitis, CHF, penyakit hati metastatic
 Kolestasis
 Gangguan ekskresi bilirubin fungsional (sindrom Rotor, sindrom Dubin-
Johnson)
c. Bilirubin Urin
Bila (+) ditemukan di urine  selalu merupakan kelainan Tes Faal Hati.
Dapat digunakan untuk mendiagnosa dini hepatitis virus, dimana akan (+)
sebelum ikterus dan sebelum bilirubin total dan bilirubin direk meningkat.
Pada fase penyembuhan, akan (-) sebelum bilirubin serum kembali normal.

Ikterus Prehepatik dan Posthepatik


a. Dengan fungsi konjugasi dan ekskresi hati normal (pada hemolisis tinggi
atau perdarahan jaringan lunak), maka didapatkan :
- Bilirubin indirek naik
- Bilirubin direck naik
- Biulirubin ke usus naik  urobilinogen feses-urine naik
b. Dengan up take dan fungsi konjugasi abnormal (pada gangguan fungsi
hepatosit), maka didapatkan :
- Bilirubin indirek naik
- Bilirubin direk turun
- Bilirubin yang ke usus turun  urobilinogen feses-urine turun
c. Dengan gangguan ekskresi yang abnormal (pada penyakit yang
mengakibatkan obstruksi baik intrahepatik  sirosis, hepatitis. maupun
ekstrahepatik  kolestisis, kolestiasis, kanker pancreas) maka didapatkan :
- Bilirubin direk naik
- Bilirubin urine naik
- Bilirubin yang ke usus turun  urobilinogen feses-urine turun (feses
pucat)

5. Mikrobiologi

a. Hepatitis A
6.
7.
8.

Hepatitis A adalah satu-satunya hepatitis yang dapat sembuh secara spontan


tanpa meninggalkan jejak. Penyakit ini bersifat akut, hanya membuat kita
sakit sekitar 1 sampai 2 minggu. Virus Hepatitis A (HAV) yang menjadi
penyebabnya sangat mudah menular, terutama melalui makanan dan air yang
terkontaminasi oleh tinja orang yang terinfeksi. HAV termasuk ke dalam
genus Heparna dan memiliki single stranded RNA tidak berkapsul. HAV
mempunyai 7478 nukleotida yang mengkode 4 protein VP1, VP2, VP3, dan
VP4 serta hanya memiliki 1 serotype. Kebersihan yang buruk pada saat
menyiapkan dan menyantap makanan memudahkan penularan virus ini.
Karena itu, penyakit ini hanya berjangkit di masyarakat yang kesadaran
kebersihannya rendah.

b. Hepatitis B

Hepatitis B adalah jenis penyakit liver berbahaya dan dapat berakibat fatal.
Virus Hepatitis B (HBV) ditularkan melalui hubungan seksual, darah (injeksi
intravena, transfusi), peralatan medis yang tidak steril atau dari ibu ke anak
pada saat melahirkan. HBV termasuk ke dalam famili hepadnaviridae dengan
double stranded DNA. Diameter HBV rata – rata 42 nm dan memiliki kapsul.
Hepatitis B dapat ditangkal dengan vaksin.
c. Hepatitis C

Hepatitis C menular terutama melalui darah. Sebelumnya, transfusi darah


bertanggung jawab atas 80% kasus hepatitis C. Virus ditularkan terutama
melalui penggunaan jarum suntik untuk menyuntikkan obat-obatan,
pembuatan tato dan body piercing yang dilakukan dalam kondisi tidak
higienis. Penularan virus hepatitis C (HCV) juga dimungkinkan melalui
hubungan seksual dan dari ibu ke anak saat melahirkan, tetapi kasusnya lebih
jarang. HCV termasuk kedalam familu flaviviridae dan memiliki single
stranded RNA berkapsul. Bisa disebut non A non B virus. Saat ini belum ada
vaksin yang dapat melindungi kita terhadap hepatitis C.

d. Hepatitis D
Hepatitis D, juga disebut virus delta, tanpa kapsul dan tidak memproduksi
virion infektif tanpa bantuan HBV sehingga hanya ditemukan pada orang
yang terinfeksi hepatitis B. Virus hepatitis D (HDV) adalah yang paling
jarang tapi paling berbahaya dari semua virus hepatitis. Tidak ada vaksin
hepatitis D, namun dengan mendapatkan vaksinasi hepatitis B maka otomatis
Anda akan terlindungi dari virus ini karena HDV tidak mungkin hidup tanpa
HBV.

e. Hepatitis E

Hepatitis E mirip dengan hepatitis A. Virus hepatitis E (HEV) ditularkan


melalui kotoran manusia ke mulut dan menyebar melalui makanan atau
minuman yang terkontaminasi. Tingkat tertinggi infeksi hepatitis E terjadi di
daerah bersanitasi buruk yang mendukung penularan virus. Termasuk RNA
virus dan tidak memiliki kapsul. Saat ini belum ada vaksin hepatitis E yang
tersedia secara komersial. Anda hanya dapat mencegahnya melalui penerapan
standar kebersihan yang baik.

6. Patologi Klinik
ENZIM SERUM
Enzim diukur sebagai aktivitasnya bukan konsentrasinya, karena konsentrasi
enzim dalam serum hanya terdapat dalam beberapa menit. Tiga cara utama
untuk mengukur enzim:
a.. Pengukuran menghilangnya substrat atau perubahan konsentrasi substrat
b. Pengukuran produk akhir yang,dihasilkan
c. Pengukuran perubahan jumlah koensim atau kofaktor pada waktu-waktu

UJI NILAI NORMAL MAKNA KLINIS


AST (SGOT) 5 – 35 unit/ml Enzim intrasel yang terutama
ALT (SGPT) 5 – 35 unit/ml berada di jantungm hati, dan
LDH 200 – 450 unit/ml jaringan skelet. Terutama
dilepaskan dari jaringan yang
rusak (nekrosis) dan
meningkat pada kerusakan
sel hati dan kelainan lain.
Fosfatase alkali 30 – 120 UI/L
atau 2 – 4 unit/dl Dibentuk dalam tulang, hati,
ginjal, usus halus, dan
disekresi ke dalam empedu.
Jadarnya meningkat pada
obstruksi biliaris, penyakit
Uji sekretin – 2 – 4 ml/kg dalam tulang dan metastasis hati.
CCK 80 menit
Stimulasi langsung pankreas
dengan infus IV sekretin dan
CCK diikuti dengan
pengumpulan isis duodenum
memungkinkan penilaian
Uji imunologi keluaran enzim pankreas dan
bikarbonat.

Abnormal pada kerusakan


pankreas kronik dan hepatitis
virus.
.b. UJI EKSKRESI ZAT WARNA
Uji Nilai normal Makna Klinis
Uji bersihan natrium Retensi <5% Laju bersihan
sulfobromoftalin dalam 45 menit sulfobromoftalein dari
(BSP) plasma yang diberikan
secara IV dilakukan
untuk mengevaluasi
fungsi hati, ekskresi
bergantung pada fungsi
sel hati, duktus biliaris
paten dan aliran darah
hati. Uji BSP merupakan
petunjuk fungsi hati
yang sangat peka dan
berguna untuk
mendeteksi kerusakan
dini sel hati dan
penyembuhan dari
hepatitis infeksiosa tetapi
kadang menimbulkan
reaksi toksik sehingga
uji ini jarang digunakan

c. UJI SEKRESI EMPEDU


 Bilirubin Serum Terkonjugasi
 Nilai Normal : 0,1 – 0,3 mg/dl
 Makna Klinis :
Meningkat bila terjadi gangguan ekskresi bilirubin tak terkonjugasi.
 Bilirubin Serum Tak Terkonjugasi
 Nilai Normal : 0,2 – 0,7 mg/dl
 Makna Klinis :
Meningkat pada keadaan hemolitik dan Sindrom Gilbert.
 Bilirubin Serum Total
 Nilai Normal : 0,3 – 1,0 mg/dl
 Makna Klinis :
Bilirubin serum terkonjugasi dan total meningkat pada penyakit
hepatoseluler.
 Bilirubin Urin
 Nilai Normal :0
 Makna Klinis :
Bilirubin terkonjugasi diekskresi dalam urine bila kadarnya meningkat dalam
serum, mengesankan adanya obstruksi pada sel hati atau saluran empedu.
Urine berwarna coklat, bila dikocok timbul busa berwarna kuning.
 Urobilinogen Urin
 Nilai Normal : 1,0 – 3,5 mg/24 jam
 Makna Klinis :
Berkurang pada gangguan ekskresi empedu, juga gangguan hati,obstruksi
empedu, atau peradangan.
Meningkat bila jumlah yang dihasilkan melampaui kemampuan hati untuk
mengekskresi kembali, seperti pada ikterus hemolitik.

7. Patologi
7.1 Fatty Liver

Definisi
Fatty liver merupakan pembengkakan hati yang disebabkan oleh adanya
penimbunan lemak (Lipid) yang berlebihan di dalam sel-sel hati. Dikatakan
perlemakan hati jika kandungan lemak (terutama terdiri atas trigliserida) di
hati melebihi 5% dari seluruh berat hati. Karena pengukuran berat hati sangat
sulit dan tidak praktis, diagnosis dibuat berdasarkan analisis specimen biopsy
jaringan hati, yaitu ditemukannya minimal 5-10% sel lemak dari keseluruhan
hepatosit.
Epidemiologi
Di Indonesia kasus Non Alcoholic Steatohepatitis (NASH) masih belum
banyak ditemukan, menurut Lesmana dari 17 pasien NASH rata-rata berumur
42 tahun dengan 29% gambaran histology hati yang disertai dengan fibrosis.
Study populasi  prevalensi NASH sebesar 30,6%. Faktor risiko yang
penting adalah obesitas, hipertrigliseridemia, dan diabetes mellitus (DM).
NASH dapat terjadi pada semua usia, walaupun dikatakan paling banyak pada
decade keempat dan kelima.
Etiologi
Berikut diantara penyebab perlemakan hati ( fatty liver ), diantaranya :
Berat badan yang berlebihan / kegemukan ( obesitas ).
Menderita kencing manis (diabetes).
Efek samping dari konsumsi minuman beralkohol dan bersoda.
Efek samping dari obat-obatan kimia, seperti kortikosteroid,
tetrasiklin, asam valproat, metotreksat, karbon tetraklorid, fosfor kuning.
Seseorang yang kekurangan gizi atau akibat dari diet rendah protein.
Akibat berlebihan mengkonsumsi vitamin A sehingga mengakibatkan
tubuh mengalami keracunan vitamin A.
Fibrosis kistik (bersamaan dengan kurang gizi).
Kelainan bawaan pada metabolisme glikogen, galaktose, tirosin atau
homosistin.
Kekurangan kolesterol esterase
Klasifikasi
1. Non alcoholic fatty liver
2. Alcoholic fatty liver
Dari kedua klasifikasi ini tidak terdapat perbedaan pada gambaran
histopatologis maupun manifestasi klinisnya, tetapi tatalaksananya berbeda.
Patokan pembedanya masih diperdebatkan oleh para ahli, tetapi yang saat ini
digunakan adalah apabila konsumsi alkohol kurang dari 20g/hari, tergolong
non alkoholik fatty liver.
7.1.1 Non Alcoholic fatty
liver
Perlemakan hati non-alkoholik dapat dibagi menjadi:
 Steatosis Makrovesikular
1. Obesitas
Simtomatologi; asimtomatik. Pada CT-Scan parenkim hati hipodens, dan
didapatkan juga peningkatan transaminase. Sebagian besar kelompok obesitas
ini adalah steatosis makrovesikullar tanpa keluhan/ asimtomatik dan
seringkali dittemukan secara kebetulan karena adanya peningkatan
transaminase atau ditemukannya hepatomegali pada pemeriksaan fisis di
samping obesitas. Penurunan berat badan sangat dianjurkan dan ini dapat
menghentikan / mencegah terjadinya steatonekrosis dan fibrosis.
2. Diabetes Mellitus (tipe 2)
Pada 30-75% pasien DM terdapat hepatomegali asimtomatik akibat
perlemakan hati disertai peningkatan sedang enzim transaminase. Mekanisme
fatty liver pada DM disebabkan, karena pada DM terdapat kekurangan insulin
dan kelebihan glukagon. Ini meningktkan lipolisis dan menghambat ambilan
glukosa, sehingga terjadi peningkatan sintesis trigliserida oleh jaringan
adipose. Akibatnya terjadi peningkatan transportasi asam lemak (asam lemak
bebas= FFA) ke hati, akibatnya trigliserida tertimbun dalam sel hati,
terjadilah steatosis makrovesikuler.
Di hati terdapat peningkatan degradasi glikogen dan glikoneogenesis,
sehingga penggunaan glukosa terhalang. Pada setiap DM koreksi obesitas dan
mempertahankan kadar glukosa darah normal selalu diperlukan, walau
efeknya terhadap kelainan hatinya belum jelas, Dengan diet yang diawasi,
steatosisnya dapat pulih, tetapi fibrosisnya tidak.
3. Malnutrisi Protein Kalori (MPK)
Sebagian besar pasien dengan MPK/ kwashiorkor menunjukkan gambaran
steatosis makrovesikuler. Patogenesisnya tampaknya berkaitan dengan
gangguan sekresi lipid oleh sel hati. Pada kwashiorkor terdapat gangguan
sintesis protein dengan akibat penurunan produksi apolipoprotein, dan ini
mengakibatkan gangguan sintesis dan sekresi VLDL. Semua factor ini
bersama dengan penurunan lipoprotein lipase menyebabkan trigliserida di
dalam sel-sel hati. Manifestasi klinis: terdapat hepatomegali dan ini
merupakan gejala paling sering dari MPK. Prognosis cukup baik, walaupun
ada laporan perkembangan kea rah kegagalan hati, namun hal ini sangat
jarang. Pada pemberian nutrisi yang baik dapat menghilangkan kelainan hati
yang ada. Hilangnya steatosis dimulai dari sel hati di tengah kemudian diikuti
sel hati di periportal.
4. Bedah Pintas Jejuno-Ileal
Patogenesis: Diduga bahwa kelainan hati mungkin berkaitan dengan
penurunan berat badan yang terlalu cepat, MPK, pertumbuhan bakteri dalam
usus yang buntu, malabsorpsi serta beraneka macam kekurangan nutrisi.
Kelainan hati dini ini dapat pulih dengan pemberian metronidazol dan
perbaikan pencernaannya. Keadaan akan lebih parah bila dalam 3 bulan tidak
membaik. Inflamasi meluas, fibrosis dan sirosis dapat terjadi dalam waktu 2
tahun setelah operasi pada 1-17% kasus.

 Steatosis Mikrovesikular
1. Perlemakan Hati pada Kehamilan (Fatty Liver Pregnancy)
Terjadi biasanya pada trimester ke3 dan jarang setelah kelahiran.
Mekanismenya tidak jelas. Keluhan pertama berupa mual, muntah, kadang-
kadang depresi dan keletihan. Pada pemeriksaan fisis tidak terdapat
hepatomegali. Bila penyakitnya progresif terdapat hematemesis, ikterus,
demam, edema, koma, dan diikuti kejang-kejang. Kematian biasanya terjadi
dalam waktu beberapa hari sampai 3 minggu. Dianjurkan menghentikan
kehamilannya disertai pengobatan suportif.
2. Perlemakan Hati Tetrasiklin
Hal ini terjadi apabila tetrasiklin diberikan I.V dalam dosis tinggi, atau bila
filtrasi glomerulusnya menurun, terutama pada kehamilan trimester3.
Mekanismenya, di sini tetrasiklin menghambat pelepasan VLDL dari hati.
Keadaan ini sebaiknya dihindari dengan tidak memberi tetrasiklin dengan IV,
karena pemberian oral tidak menyebabkan sindrom ini.
Patogenesis
Dua kondisi yang sering berhubungan dengan perlemakan hati non alkoholik
adalah obesitas dan diabetes nelitus, serta dua abnormalitas metabolik yang
sangat kuat kaitannya dengan penyakit ini adalah peningkatan suplai asam
lemak ke hati serta resistensi insulin. Hipotesis yang sampai saat ini banyak
diterima adalah the two hit theory yang diajukan oleh Day dan James.
Hit pertama terjadi akibat penumpukan lemak di hepatosit yang dapat terjadi
karena berbagai keadaan, seperti dislipidema, diabetes mellitus, dan obsitas.
Seperti diketahui bahwa dalam keadaan normal, asam lemak bebas
dihantarkan memasuki organ hati lewat sirkulasi darah arteri dan portal. Di
dalam hati, asam lemak bebas akan mengalami metabolisme lebih lanjut,
seperti proses re-esterifikasi menjadi trigliserida atau digunakan untuk
pembentukan lemak lainnya. Adanya peningkatan massa jaringan lemak
tubuh, khususnya pada obesitas sentral, akan meningkatkan penglepasan
asam lemak bebas yang kemudian menumpuk di hepatosit. Bertambahnya
asam lemak bebas di dalam hati akan menimbulkan peningkatan oksidasi dan
esterifikasi lemak. Proses ini terfokus di mitokondria sel hati sehingga pada
akhirnya akan mengakibatkan kerusakan mitokondria itu sendiri. Inilah yang
disebut sebagai hitkedua. Ketika stres oksidatif yang terjadi di hati melebihi
kemampuan perlawanan anti oksidan, maka aktivitas sel stelata dan sitokin
pro inflamasi akan berlanjut dengan inflamasi progresif, pembengkakan
hepatosit dan kematian sel, pembentukan badan Mallory, serta fibrosis.
Manifestasi Klinis
Sebagian besar pasien dengan perlemakan hati non alkoholoik tidak
menujukkan gejala maupun tanda-tanda adanya penyakit hati. Beberapa
pasien melaporkan adanya rasa lemah, malaise, keluhan tidak enak dan
seperti mengganjal di perut kanan atas. Pada kebanyakan pasien,
hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan fisis yang di dapatkan.
Umumnya pasien dengan perlemakan hati non alkoholok ditemukan secara
kebetulan pada saat dilakukan pemeriksaan lain, misalnya dalam medical
check-up. Sebagian lagi datang dengan komplikasi sirosis seperti asites,
perdarahan varises, atau bahkan sudah berkembang menjadi hepatoma.
Diagnosis
Biopsi hati
Merupakan baku emas (gold standard) pemeriksaan penunjang untuk
menegakkan diagnosis dan sejauh ini masih menjadi satu-satunya metode
untuk membedakan steatosis non alkoholik dengan perlemakan tanpa atau
disertai inflamasi.
Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang bisa secara akurat membedakan
perlemakan hati non alkohoik dengan perlemakan hati alkoholik. Peningkatan
ringan sampai sedang konsentrasi aspartate aminotransferase (AST), alanine
aminotransferase (ALT), atau keduanya merupakan kelainan hasil
pemeriksaan laboratorium yang paling sering didapatkan pada pasien-pasien
dengan perlemakan hati non alkoholik.
Evaluasi Pencitraan
Berbagai modalitas pencitraan telah dicoba untuk mendeteksi perlemakan
hati. Agaknya ultrasonografi merupakan pilihan terbaik saat ini, walaupun
computerized tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI) juga
dapat digunakan. Infiltrasi lemak di hati menghasilkan gambar parenkim hati
dengan densitas rendah yang bersifat difus pada CT, meskipun adakalanya
berbentuk fokal. Gambaran fokal ini dapat disalah artikan sebagai massa
ganas di hati. Pada keadaan seperti itu MRI bisa dipakai untuk membedakan
nodul akibat keganasan dari infiltasi fokal lemak di hati.
Histologi
Karakteristik histologi perlemakan hati non alkoholik adalah ditemukannya
perlemakan hati dengan atau tanpa inflamasi. Perlemakan umumnya
didominasi oleh gambaran sel makrovesikular yang mendesak inti hepatosit
ke tepi sel. Pada fase awal atau steatosis ringan, lemak ditemukan pada zona 3
hepatosit. Inflamasi merupakan komponen dasar untuk menyatakan adanya
perlemakan hati non alkoholik
Penatalaksanaan
Pengontrolan Faktor Resiko
- Mengurangi berat badan dengan diet dan latihan jasmani.
- Mengurangi berat badan dengan tindakan bedah.
Terapi Farmakologis
- Antidiabetik dan insulin sensitizer
- Obat anti hiperlipidemia
- Antioksidan
- Hepatoprotektor

7.1.2 Alcoholic fatty

liver
Konsumsi alkohol yang berlebihan dalam jangka waktu yang panjang dapat
menyebabkan tiga lesi utama diantaranya adalah :
1. perlemakan hati alkoholic ( fatty liver alkoholic)
2. hepatitis alkoholic
3. sirosis alkoholic
Etiologi
Perlemakan hati alkoholic timbul pada sebagian besar peminum berat tapi
reversibel pada penghentian konsumsi alkohol dan tidak dianggap sebagai
prekursor hepatitis alkoholik atau sirosis yang tidak dapat dihindari. Selain
itu, faktor nutrisi (malnutrisi sekunder) memperbesar efek pencernaan
alkohol kronik yang dapat merusak hati yang diawali oleh pengaruh toksik
alkohol.
Patologi
Pada keadaan patologi anatomi didapatkan keadaan:
beratnya sampai 4-6 kg
lunak
berwarna kuning
berlemak
mudah patah
perubahan perlemakan dimulai dari sentrolobular tapi kemudian difus
hingga seluruh lobulus
hepatosit tampak berubah menjadi liposit dengan inti terdesak ke tepi
kadang lemak mengumpul dalam bercak kecil tanpa disertai perpindahan
inti (seperti pada sindrom Rye)
adanya penimbunan lemak yang berlebihan menyebabkan  membran
plasma dari hepatosit yang berdekatan pecah  terbentuk kista lemak
awal mulanya terjadi peningkatan jaringan ikat yang sedikit atau tidak
nyata yang timbul secara sembunyi dan membahayakan.
Sampai timbulnya fibrosis ini, perubahan perlemakan reversibel bila tidak ada
penggunaan alkohol lebih lanjut.
Pengendapan kolagen dapat terjadi di sekitar vena sentralis (perisentral),
sekitar sinusoid (perisinusoid), atau sebagai serabut kecil di sekitar hepatosit
(periseluler).
Patofisiologi
Penumpukan lemak dalam hati seorang alkoholik terjadi akibat kombinasi
antara :
a) Gangguan oksidasi asam lemak
b) Peningkatan masukan dan esterifikasi asam lemak untuk membentuk
trigliseralida
c) Menurunnya biosintesis dan sekresi lipoprotein
Pada umumnya, makanan yang dicerna akan diuraikan menjadi penyusun
terkecilnya dan dapat dikelompokkan menjadi 3: protein, karbohidrat, lemak.
Alkohol tidak didapat dikelompokkan dalam 3 kelompok tersebut. Di dalam
tubuh, alkohol akan mengalami dehidrogenasi menjadi aldehide. Di hepar,
aldehide bersifat hepatotoksik sehingga apabila seseorang mengkonsumsi
alkohol dalam jumlah besar dalam waktu lama, lama-kelamaan sel hepatosit
di heparnya akan rusak. Karena rusaknya hepatosit tersebut, kemampuan
metabolisme lemak di hepar menjadi terganggu sehingga menimbulkan
penumpukan lemak di hepar.
Manifestasi Klinis
Biasanya tidak ada sama sekali dan mungkin tidak diketahui kecuali timbul
penyakit lain (yang berkaitan dengan alkohol) yang membawa berobat.
Gejala yang timbul biasanya ;
1) Hepatomegali (kadang disertai nyeri)
2) Ikterus (tampak pada kerusakan hati yang lebih serius)
3) Edema (tampak pada kerusakan hati yang lebih serius)
4) Asites (tampak pada kerusakan hati yang lebih serius)
Diagnosis
Pemeriksaan Lab
 Pemeriksaan darah rutin normal
 Serologis:
a. Peningkatan ringan SGOT
b. Kadar fosfatase alkalin meningkat
c. Bilirubin meningkat
 Terjadi anemia hemolitik ( akibat efek hiperkolesterolemia pada
membran eritrosit yang menimbulkan tonjolan aneh seperti duri 
akantositosis)
 Terjadi anemia ( kehilangan darah GI tract akut atau kronik, Defisiensi
nutrisi terutama asam folat dan vitamin B 12, Efek supresif langsung alkohol
terhadap sumsum tulang)
Harus dicurigai pada pasien alkoholik dengan hepatomegali dan uji fungsi
hati yang normal atau sedikit terganggu.
Perlemakan hati alkoholik dapat terjadi bersamaan dengan hepatitis
alkoholik atau sirosis.
Terapi
Biasanya penghentian minum alkohol biasanya diikuti oleh resolusi yang
cepat dan tuntas, biasanya memiliki prognosis baik apabila tanpa komplikasi.
7.1.3 ACUTE FATTY LIVER OF

PREGNACY
 kondisi yang jarang terjadi 1 diantara 13.000 kehamilan
 Pada beberapa kasus dosis tinggi tetrasiklin IV dan infeksi pernafasan akut
mendahului sindrom ini
 Selain itu ada juga keterkaitan dengan kehamilan kembar, fetus laki-laki,
kehamilan pertama, hipertensi arterial, edema perifer
 awitan gejala antara minggu 30 dan 38 kehamilan
 gejala menonjol: nausea, muntah, nyeri abdomen, jaundice antara 1
minggu sampai 10 hari dari awitan gejala
 gambaran laboratoris khas: peningkatan konsentrasi asam urat dan giant
platelet dengan basophilic stippling.
 Dapat menunjukkan hipoglikemi berat, serum amonia tinggi,
hiperaminoasidemigeneralisata.

7.2 hepatitis

7.2.1 Hepatitis a

Definisi
Merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati, disebabkan oleh
virus hepatitis A (HAV). Di Indonesia, hepatitis A masih merupakan bagian
tebesar dari kasus-kasus hepatitis akut (39,8%-68,3%) yang sebagian besar
terdapat di daerah dengan kesehatan di bawah standar.
Masa inkubasi dari HAV sekitar 15-50 hari (rata-rata 30 hari). HAV disekresi
di tinja oleh orang yang teinfeksi selama 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu
setelah awitan penyakit. Viremia muncul singkat (tidak lebih dari 3 minggu),
kadang-kadang sampai 60 hari pada infeksi yang membandel atau infeksi
yang kambuh.
Ciri-ciri dari virus hepatitis A (HAV) yaitu:
Digolongkan dalam picornavirus, subklasivikasi sebagai hepatovirus
Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik
Untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb
Pada manusia terdiri atas satu serotipe, tiga atau lebih genotipe
Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal
Mengandung tiga atau empat polipeptida virion di kapsomer
Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang
nyata adanya replikasi di usus
Menyebar pada primata non manusia dan galur sel manusia
Etiologi dan Faktor Risiko
Penyebaran HAV disebabkan oleh transmisi enterik (fekal-oral) predominan
di antara anggota keluarga. Kejadian luar biasa dihubungkan dengan sumber
umum yang digunakan bersama, makanan terkontaminasi, dan air. Tidak
terbukti adanya penularan maternal-neonatal. Transmisi melalui transfusi
darah sangat jarang. Prevalensi berkolerasi dengan standar sanitasi dan rumah
tinggal ukuran besar.

Faktor resiko lain, meliputi paparan pada:


 Pusat perawatan sehari, untuk bayi atau anak batita
 Institusi untuk developmentally disadvantage
 Berpergian ke negara berkembang
 Prilaku sex oral-anal
 Pemakaian bersama pada IVDU (Intra Vena Drug User)
Patofisiologi
Awal paparan virus yaitu  melalui fecal / oral  hepatitis a biasanya
ringan terutama pada usia ank-anak/muda  dimana sering kali subklinis
atau menyertai gastroenteritis.
Pada orang dewasa  penyakit ini lebih berat dan berkepanjangan. Tipe
fulminan jarang ( yaitu tipe dengan sindrom klinis yang timbul akibat
nekrosis massif sel hati  terjadi gagl hati mendadak).
System imun yang bertanggung jawab untuk terjadinya kerusakan hati
dikarenakan virus hepatitis A adalah
Melibatkan respon CD8 dan CD4 pada sel hati
Produksi sitokin di hati dan sistemik
Efek dari sitopatik terjadi karena merupakan efek langsung dari virus pada
pasien imunosupresi dengan replikasi tinggi  tapi tidak ada bukti langsung
Manifestasi Klinis
Gejala hepatitis akut terbagi dalam 4 tahap yaitu:
1. Fase inkubasi
Merupakan waktu anatara masuknya virus dan timbulnya gejala atau ikterus.
Panjang fase ini tergantung pada dosis inokulum yang ditularkan dan jalur
penularan, makin besar dosis inokulum, makin pendek masa inkubasi ini.
2. Fase prodromal (pra ikterik)
Fase diantara timbulnya keluhan-keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus. Awitannya dapat singkat atau insidious ditandai dengan malaise
umum, mialgia, atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas atas dan
anoreksia. Mual muntah dan anoreksia berhbungan dengan perubahan
penghidu dan pengecap. Diare atau konstipasi dapat terjadi. Demam derajat
rendah, nyeri abdomen biasanya ringan dan menetap di kadran kanan atas
atau epigastrium, kadang diperberat dengan aktivitas akan tetapi jarang
menimbulkan kolesisitis.
3. Fase ikterus
Ikterus muncul setelah 5-10 hari, tetapi dapat juga muncul bersamaan degan
munculnya gejala. Pada banyak kasus fase ini tidak terdeteksi. Setelah timbul
ikterus jarang terjadi perburukan gejala prodromal, tetapi justru akan terjadi
perbaikan klinis yang nyata.
4. Fase konvalesen (penyembuhan)
Diawali dengan menghilangnya ikterus dan keluhan lain, tetapi heatomegali
dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Muncul perasaan suah lebih sehat dan
kembalinya nafsu makan. Keadaan akut biasanya akan membaik dalam 2-3
minggu. Pada hepatitis A perbaikan klinis dan laboratorium lengkap terjadi
dalam 9 minggu. Pada 5-10% kasus perjalanan klinis mungkin lebih sulit
ditagani, hanya <1% yang menjadi fluminan.
Diagnosis
Diagnosis HAV tidak dapat ditegakkan melaui gejala klinis dan pemeriksaan
fisik, karena hampir semua hepatitis virus mempunyai gejala klinis yang
sama yaitu malaise, mialgia, artralgia, anoreksia ikterus, nyeri hipokondrium
dextra serta hepatomegali. Untuk itu, penegakkan diagnosis HAV dilakukan
pemeriksaan serologi.
Sewaktu timbul ikterus, antibodi terhadap HAV dapat diukur dalam serum.
Penanda serologi yang terdapat pada serum, antara lain:
Hepatitis A antigen. Terdeteksi karena periode viremia. Namun penanda
ini jarang ditemukan karena periode viremia pada hepatitis A sangat pendek
(kurang dari 3 minggu) dan tidak menimbulkan gejala.
Hepatitis A antibodi. Terdapat saat timbul gejala klinis. Titer akan cepat
meningkat dan menetap selama bertahun-tahun. Terdapat dua jenis yaitu IgM
dan IgG.
IgM: petunjuk hepatitis sedang berlangsung atau merupakan petunjuk
terdapat infeksi baru.
IgG: merupakan penanda bahwa penderita pernah terinfeksi hepatitis A,
sudah sembuh dari penyakit dan mempunyai kekebalan terhadap infeksi baru.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi : Jaundice, Ikterus sclera
Palpasi : Hepatomegali
Deman sampai 40 derajat celcius
Pemeriksaan laboratorium
IgM anti HAV
 Positif  menandakan terjadinya infeksi akut (saat onset dari gejalan
klinis)
 Biasanya disertai dengan peningkatan alamin aminotransferase (ALT)
 Bisa bertahan positif selama 3-6 bulan setelah infeksi primer
IgG anti HAV
 Muncul segera setalah IgM dan umumnya bertahan beberapa tahun
 Kalau muncul tanpa disertai IgM maka pertanda
adanya infeksi lama atau baru dilakukan vaksinasi
Enzim Liver
 Terjadi peningkatan level ALT dan AST (aspartate aminotransfesare) 
ini merupakan pemeriksaan yang paling sensitive.
 Peningkatan ini bisa mencapai hingga 10.000 m IU/ml (dimana biasanya
level ALT>AST), dan akan kembali ekitar 5-20 minggu
Tes Fungsi Liver
 Level blirubin akan meningkat, yang kemudian diikuti dengan
peningkatan AST dan ALT. Selain itu juga bisa disertai penurunan serum
albumin.
Waktu Protrombin
 Terjadi pemanjangan waktu protrombin.
Penatalaksanaan
Dianjurkan istirahat ditemapt tidur sampai pasien hampir bebas dari
ikterus dan transaminase serum menurun mendekati normal.
Diet rendah lemak dan tinggi karbohidrat  dianjurkan pada pasien yang
HVA  karena akan berespon abik pada pasien yang nafsu makan kurang 
untuk pasien yang sakit berat dan terancam akan koma hepatic, protein
makanan harus dibatasi.
Pemberian kortikosteroid  hanya pada kolestasis yang berkepanjangan.
Alternative lain, yaitu pemberian asam ursodeoksilat.
Untuk pencegahan, dilakukan :
1. Imunoprofilaksis
a. Sebelum terjadinya paparan, digunakan vaksin HAV yang dilemahkan
b. Vaksinasi
Dilakukan pada :
Pengunjung ke daerah yang resiko
Homosexual
Pekerja di pembuangan air
Paramusaji
2. Immunoprofilaksis pasca paparan
Pemberian injek immunoglobulin

Prognosis
Umumnya baik  pasien dapat sembuh sempurna
Belum pernah didapati kematian akibat hepatitis virus A  karena tidak
akan berkembang jadi kronik.

7.2.2 Hepatitis b

Definisi
Peradangan hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang disebarkan
melalui seluruh cairan tubuh penderita infeksi akut, kronis, maupun carrier
asimtomatik.
Etiologi
Disebabkan oleh virus hepatitis B (HBV) dengan transmisi melalui darah
dimana virus ini:
Merupakan virus dengan selubung (envelope)
Rusak bila terpajan cairan empedu maupun detergen
Tidak terdapat dalam feses
Dihubungkan dengan penyakit hati kronik
Dihubungkan dengan viremia yang persisten
Virus hepatitis B (HBV)
Virus DNA hepatotropik berselubung ganda, Hepadnaviridae
Berukuran 42 nm
Memiliki lapisan permukaan dan bagian inti,yaitu terdiri dari:
Lapisan permukaan
HBsAg
 Antigen permukaan hepatitis B
 Terdapat pada cairan tubuh orang yang terinfeksi,seperti pada darah,
semen, saliva, air mata, asites, ASI, dan urin.
 Jika ditemukan pada pemeriksaan penunjang (laboratorium)menandakan
si penderita dalam masa dapat menularkan pada orang lain.
Bagian inti
HBcAg
 Antigen hepatitis B core
 Merupakan protein structural
 Tidak terdeteksi secara rutin dalam serum karena terdapat pada lapisan
dalam dari kulit (HBsAg).
 Yang dapat dideteksi adalah antibody terhadap HBcAg (anti-HBc).
HBeAG
 Antigen hepatitis B e
 Merupakan protein non-struktural
 Bagian HBV yang larut
 Timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg dan hilang beberapa
minggu sebelum HBsAg hilang.
 Selalu ditemukan pada infeksi akut dan jika menetap menunjukan infeksi
replikatif kronis.
 Menunjukan adanya replikasi virus dan dalam keadaan sangat menular.
 Antibody terhadap HBeAg menandakan hilangnya virus yang bereplikasi
dan menurunnya daya tular.
Epidemologi dan Faktor Risiko
Dapat terjadi pada semua golongan umur
Pada 1-5% dewasa, 90% neonatus, dan 50 % bayi dapat berkembang
menjadi kronis dan persisten.
Viremia terjadi selama beberapa minggu – bulan setelah infeksi akut.
Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis dan kanker
hepar.
Virus hepatitis B dapat ditemukan pada darah, semen, secret
cervicovaginal, saliva, air mata, asites, ASI, dan urin.
Transmisi secara parenteral, yaitu melalui:
Melalui darah, yang rentan terjadi pada resepien dari donor darah,
Intravenous Drug User (IVDU), pasien hemodialisis, pekerja kesehatan,
pekerja yang memungkinkan terpapar darah (misal: pekerja lab.)
Transmisi seksual (dengan menembus membrane mukosa)
Penetrasi jaringan (perkutan) ataupun permukosa, misal terjadi karena
tertusuk jarum & alat medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau
cukur & sikat gigi, tato, akupuntur, dan tindik.
Transmisi maternal-neonatal maupun maternal-infant (ibu dengan HBV
kepada bayinya).
Yang berisiko tinggi terkena adalah:
Imigran ataupun wisatawan dari daerah endemis hepatitis B.
Intravenous Drug User
Sering berganti-ganti pasangan seks.
Homoseksual yang aktif secara seksual.
Pasien RSJ (kebersihan diri tidak terjaga)
Pasien hemodialisis dan hemophilia yang menerima produk tertentu dari
plasma.
Kontak serumah dengan penderita maupun karier HBV.
Pekerja kesehatan (sering kontak dengan darah dan cairan tubuh pasien
dan kemungkinan mengalami kecelakaan kerja seperti tertusuk jarum bekas
pasien misalnya).
Bayi lahir dari ibu terinfeksi.
Patofisiologi
Pada intinya prosesnya sama pada hepatitis A,B,C,D,dan E. Sel hati dapat
mengalami kerusakan akibat:
Sistem imun dari tubuh sendiri,yaitu:
Respon dari sel T (CD8 dan CD4)
Produksi sitokin di sel hati dan sistemik
Efek sitopatik langsung dari virus hepatitis B
Dimana yang terjdi adalah:
1. HBV masuk ke dalam tubuh (secara parenteral).
2. Partikel Dane (virion hepatitis B yang intak) dari sirkulasi masuk ke dalam
hati, lalu terjadilah replikasi virus (dalam hati).
3. Sel-sel hati memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, HBsAg
(bentuk bulat & tubuler), dan HBeAg.
4. HBV merangsang respon imun tubuh, dimana:
a. Pertama kali dirangsang adalah respon imun nonspesifik karena dapat
terangsang dalam waktu pendek, proses eliminasi nonspesifik terjadi dengan
memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
b. Untuk proses eradikasi HBV lebih lanjut diperlukan respon imun
spesifik dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B, dimana:
Aktivasi sel limfosit T
 Aktivasi sel T CD8+  terjadi setelah kontak reseptor sel T dengan
kompleks peptide HBV-MHC I (pada permukaan dinding sel hati &
permukaan Antigen Presenting Cell (APC)) dan dibantu rangsangan sel T
CD4+ yang sebelumnya sudah kontak dengan kompleks peptide HBV-MHC
II (pada dinding APC).
 Peptide HBV pada permukaan dinding sel hati yang menjadi sasaran
respon imun  adalah HBcAg atau HBeAg.
 Sel T CD8+ selanjutnya mengeliminasi virus dalam sel hati yang terinfeksi
 membentuk nekrosis hati  ALT (alanine aminotransferase) meningkat
(mekanisme sitolitik).
 Disamping itu juga terjadi eleminasi virus
intrasel tanpa kerusakan sel hati yang terinfeksi  oleh aktivitas Interferon
gamma dan Tissue Necrotic Factor (TNF) alfa  dihasilkan oleh sel T CD8+
(mekanisme nonsitolitik).
Aktivasi sel limfosit B
Aktivasi sel limfosit B ini dengan bantuan sel CD4+  menyebabkan
produksi antibody (anti-HBs, anti-Hbc, dan anti-HBe). Untuk anti-HBs
berfungsi: netralisasi partikel HBV bebas dan mencegah masuknya virus ke
dalam sel (cegah penyebaran dari sel ke sel).
Jika eliminasi virus efisien maka infeksi HBV dapat berakhir dan sebaliknya
jika kurang efisien maka infeksi HBV akan menetap.
Untuk hepatitis kronik yang terjadi adalah persistensi dari HBV lebih dari 6
bulan sehingga penggunaan istilah carrier sehat tidak dipakai dalam keadaan
ini. 90% individu yang terinfeksi sejak lahir akan tetap HBsAg positif
sepanjang hidupnya dan menderita Hepatitis B kronik. Hal tersebut hanya
terjadi pada 5% individu yang terinfeksi saat dewasa.
Manifestasi Klinis
Berdasarkan perjalanan penyakitnya. Terdapat perbedaan perjalanan penyakit
antara hepatitis B akut dengan yang kronis, yaitu:
Akut
Terdapat 4 tahapan, yaitu:
1) Fase inkubasi
Adalah waktu di antara masuknya virus dan timbul gejala.Tiap jenis virus
hepatitis memiliki masa inkubasi berbeda-beda.Untuk HBV masa
inkubasinya adalah 60-90 hari.
2) Fase prodromal (praikterik)
Adalah fase di antara timbulnya keluhan pertama dan timbulnya gejala
ikterus.Awitannya singkat atau insidious, ditandai dengan malaise, mialgia,
atralgia, mudah lelah, gejala saluran napas, dan perubahan penghidu &
pengecapan (mual, muntah, dan anoreksia).Gangguan defekasi (konstipasi
maupun diare) dapat terjadi.
Pada fase ini dapat dirasakan nyeri ringan dan menetap di kuadran kanan atas
(epigastrium), dan ini diperberat oleh aktivitas (karena itulah dalam
penatalaksanaannya penderita harus istirahat dan menghindari aktivitas fisik
berlebih).
3) Fase ikterus
Akan muncul setelah 5-10 hari atau bisa juga bersamaan dengan
gejala.Setelah fase ini jarang terjadi perburukan pada gejala-gejala prodromal,
justru yang terjadi adalah perbaikan klinis.
4) Fase konvalesen (penyembuhan)
Fase ini diawali dengan hilangnya ikterus dan keluhan lain, tapi hepatomegali
dan abnormalitas fungsi hati tetap ada. Pada saat ini penderita sudah merasa
sehat dan nafsu makannya sudah kembali.
Pada keadaan akut, keadaan penderita biasanya membaik dalam 2-3
minggu.Untuk perbaikan klinis dan laboratorium secara lengkap pada
hepatitis B biasanya terjadi dalam 16 minggu.
Kronis
Terdapat 3 tahapan, yaitu:
1) Fase imunotoleransi
Sistem imun tubuh toleran terhadap HBV (pada masa anak-anak ataupun
dewasa muda) konsentrasi virus dalam darah jadi meningkat (tinggi), tetapi
tidak terjadi peradangan hati yang berarti.
Pada keadaan ini virus sedang bereplikasi tanda: titer HBsAg sangat
tinggi, HBeAg (+), anti-HBe (-), titer DNA HBV tinggi, dan konsentrasi ALT
relatif normal.
Pada fase ini jarang terjadi serokonversi HBeAg secara spontan dan terapi
untuk menginduksi serokonversi HBeAg biasanya tidak efektif.
Keterangan:
Serokonversi adalah perubahan tes serologi dari (-) menjadi (+)
menunjukan perkembangan antibody sebagai respons terhadap infeksi yang
terjadi.
2) Fase imunoaktif/Immune Clearance
Replikasi virus yang berkepanjangan berakibat individu persisten HBV
(sekitar 30% individu yang sebelumnya mengalami fase imunotoleransi)
terjadi proses nekroinflamasi tanda: kenaikan ALT.
Pada keadaan ini toleransi imun terhadap HBV mulai hilang.
Pada fase ini tubuh berusaha menghancurkan virus  berakibat pecahnya
sel-sel hati yang terinfeksi HBV.
Pada fase ini serokonversi HBeAg (spontan maupun karena terapi) lebih
sering terjadi.
3) Fase nonreplikatif/Residual
Sekitar 70% individu yang sebelumnya mengalami fase imunotoleransi 
sebagian besar partikel HBV dapat dihilangkan tanpa mengakibatkan
kerusakan sel-sel hati yang berarti.
Tanda: titer HBsAg rendah, HBeAg menjadi (-), dan anti-HBe menjadi (+)
secara spontan, serta konsentrasi ALT yang normal.
20-30% penderita hepatitis B kronik dalam fase ini dapat mengalami
reaktivasi & kambuh.
Pada sebagian pasien, sewaktu terjadi serokonversi HBeAg (+) menjadi
anti-HBe , justru sudah terjadi sirosis (karena terjadi fibrosis setelah nekrosis
 pada kekambuhan yang berulang sebelum terjadi serokonversi).

Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis serologis telah tersedia dengan mendeteksi keberadaan dari IgM
antibodi terhadap antogen core hepapatis (IgM anti HBc dan HbsAg):
keduanya ada saat gejala muncul
HbsAg mendahului IgM anti HBc
HbsAg merupakan petandan yang pertama kali diperiksan secara rutin
HbsAg dapat menghilang biasanya dalam beberapa minggu sampai bulan
setelah kemunculannya sebelum hilangnya IgM anti HBc
HbeAg dan HBV DNA
HBV DNA di serum merupakan pertanda yang pertama kali muncul akan
tetapi tidak rutin diperiksa.
HbeAg biasanya terdeteksi setelah kemunculan HbsAg .Kedua petanda
tersebut menghilang dalam beberapa minggu atau bulan pada infeksi yang
sembuh sendiri .selanjutnya kan muncul anti HBs dan anti Hbe menerap.
IgG anti HBc
menggantikan IgM anti HBc pada infeksi yang sembuh
membedaan infeksi lampau atau infeksi yang berlanjut,
tidak muncul pada pemberian vaksin HBV
Antibodi terhadap HbsAg (anti Hbs)
antibodi terakhir yang muncul
merupakan antibodi penetral
secara umummengindikasikan kesembuhan dan kekebalan terhadap infeksi
dimunculkan dengan vaksinasi HBV
Penatalaksanaan
Medikasi pada hepatitis B antara lain :
a. Antiviral
Menghambat replikasi virus dan melemahkan aktivitasnya
Contoh : Adevoir dipivoxil, Entecavir, Telbivudine
b. Interferon
Menghasilkan protein yang berfungsi sebagai antiviral, antitumor dan
imunomodulatory
Contoh : Interferon alpha 2b / alpha 2a ; Peginterferon alpha 2a.
Karena pada hepatitis B ini kemungkinan besar dapat berlanjut ke keadaan
kronik (bahkan sampai menjadi sirosis dan gagal hati). Bila keadaan seperti
itu sudah ditemukan, dapat dilakukan tindakan pembedahan yaitu
transplantasi organ hati.
Upaya Preventif
Immunoprofilaksis sebelum paparan
Vaksin rekombinan ragi
Sangat imunogenik dengan efektifutas 85-95%
Mengandung HbsAg
Efek samping nyeri pada tempat injeksi dan demam
Jadwal : 0,1,6 bulan sebelum anak usia 19 tahun
Indikasi : resiko tinggi (kontak dengan pasien dan keluarga (+) HBV),
pekerja medis, kontak dengan darah, hemodialisa, homoseksual, pasangan
ganti-ganti, biseksual,, transufi darah, narapidana, dan individu dengan
penyakit hati.
Setelah paparan
HBIG + Vaksin
Pemberian vaksin pada hari yang sama pada sisi lengan lain
Dosis 0,04-0,07 mg/kg BB IM regio deltoid
Vaksin kedua dan ketiga 1 dan 6 bulan lagi
Pada neonatus dengan ibu HBV (+)
 0,5 ml/kg BB IM sisi anterolateral regio paha dalam waktu < jam
 Vaksin diberikan 12 jam setelahnya di sisi paha yang lain 5-10 µg/Kg BB

Terapi
Tirah baring untuk pasien yang sangat lemah
Rawat jalan, kecuali ada dehidrasi dan intake nutrisi kurang
Tidak ada diet husus dan suplemen husus
Pada ensefalopati diet rendah protein
Pada fase rekonsefalen diet tinggi protein
Hindari alkohol, obat yang hepatotoxik, dan metabolisme di hati
Antivival dan interveron, fase kronis antiviral berupa lamivudin dan
adevofir
Pemantauan :
ALT dan AST
HbsAG dan HbeAg
HB DNA
Protombin time
Lakukan sesering mungkin pada bulan pertama sampai orang tersebut
sembuh
7.2.3 Hepatitis c

Definisi
Hepatitis C adalah infeksi yang terutama menyerang organ hati. Penyakit ini
disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Hepatitis C seringkali tidak
memberikan gejala, namun infeksi kronis dapat menyebabkan parut (eskar)
pada hati, dan setelah menahun menyebabkan sirosis. Dalam beberapa kasus,
orang yang mengalami sirosis juga mengalami gagal hati, kanker hati, atau
pembuluh yang sangat membengkak di esofagus dan lambung, yang dapat
mengakibatkan perdarahan hingga kematian.
Hepatitis C mempunyai tingkat keparahan yang paling tinggi dibanding
Hepatitis A dan B. Sama dengan Hepatitis B, Virus hepatitis C ditularkan
lewat darah yang jalan utama infeksinya berasal dari transfusi darah atau
produk darah yang belum diskrining (pemeriksaan), saling tukar jarum suntik
oleh pengguna narkoba suntik (injectingdruguser/IDU) serta jarum atau alat
tato dan tindik yang tidak steril.
Infeksi virus Hepatitis C juga disebut sebagai infeksi terselubung
(silentinfection) karena pada infeksi dini seringkali tidak bergejala atau tidak
ada gejala yang khas sehingga seringkali terlewatkan. Kebanyakan orang
tidak tahu mereka terinfeksi Hepatitis C sampai kerusakan hati muncul atau
melalui tes medis rutin.
Etiologi
Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus
Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus).
Termasuk flaviviridae, genus hepacivirus
Merupakan virus dengan rantai tunggal RNA
Ada 6 genotip yang diketahui, namun yang umum diketahui hanya genotip
1,2,3
Genotip 2 dan 3 lebih responsive terhadap antiviral daripada tipe 1
HCV dapat bermutasi, yang akan mengakibatkan:
Ketidakmampuan anti HCV IGg antibody untuk membersihkan infeksi
Infeksi yang persisten dan relaps, menjurus ke hepatitis kronik
Perkembangan vaksin yang kurang, sampai saat ini penggunaan vaksin
sebagai imunoprofilaksis masih tidak disarankan.
Virus hepatitis C yang memiliki masa inkubasi 15-160 (7minggu) hari
dan puncaknya pada sekitar 50 hari

Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel
untuk menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel
lainnya.
15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh
membersihkannya dan tidak ada konsekuensinya. Sayangnya 85% dari kasus,
infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati
bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis
(pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.
Faktor Risiko

Penggunaan narkoba suntik


Penggunaan narkoba suntik merupakan faktor risiko utama penularan virus
hepatitis C di banyak negara di dunia.Kajian di 77 negara menunjukkan
bahwa 25 negara memiliki angka hepatitis C pada populasi pengguna narkoba
suntik antara 60% dan 80%, termasuk di Amerika Serikat dan Cina. Di dua
belas negara angkanya lebih besar dari 80% Sebanyak sepuluh juta pengguna
narkoba suntik terinfeksi hepatitis C; Cina (1,6 juta), Amerika Serikat (1,5
juta), dan Rusia (1,3 juta) memiliki total terbanyak. Angka hepatitis C pada
warga binaan di lembaga pemasyarakatan di Amerika Serikat sepuluh hingga
dua puluh kali lipat dibandingkan dengan populasi umum, dan penelitian ini
mengaitkannya dengan perilaku berisiko seperti penggunaan narkoba suntik
dan pembuatan tato dengan peralatan yang tidak steril

Pajanan terkait layanan kesehatan


Transfusi darah, produk darah, dan transplantasi organ tanpa penapisan HCV
menimbulkan risiko yang tinggi terkena infeksi. Amerika Serikat mewajibkan
penapisan universal pada 1992. Sejak saat itu angka infeksi menurun dari
sebelumnya satu dari 200 unit darah,menjadi hanya satu dari 10.000, hingga
satu dari 10.000.000 unit darah. Risiko rendah tetap ada karena terdapat
periode sekitar 11-70 hari antara seorang pendonor darah yang kemungkinan
menderita hepatitis C dan hasil pemeriksaan darah yang positif.Beberapa
negara belum melakukan penapisan hepatitis C karena masalah biaya.
Orang yang tertusuk jarum suntik bekas pakai penderita HCV memiliki
peluang 1,8% untuk tertular penyakit hepatitis C. Risiko tersebut menjadi
lebih tinggi jika jarum yang digunakan berlubang dan luka tusuk tersebut
dalam.Terdapat risiko paparan mukus ke darah; namun risiko tersebut rendah,
dan tidak ada risiko jika pajanan darah tersebut terjadi pada kulit yang utuh.
Peralatan rumah sakit juga dapat menularkan hepatitis C termasuk:
penggunaan ulang jarum suntik dan spuit, vial obat yang digunakan berkali-
kali, kantong infus, dan peralatan bedah yang tidak steril. Standar yang buruk
di fasilitas pelayanan kesehatan umum dan gigi menjadi penyebab utama
penularan HCV di Mesir, negara dengan angka infeksi tertinggi di dunia.

Hubungan seksual
Tidak diketahui apakah hepatitis C dapat ditularkan melalui hubungan
seksual. Meskipun terdapat hubungan antara aktivitas seksual berisiko tinggi
dan hepatitis C, belum jelas apakah penularan penyakit tersebut disebabkan
oleh penggunaan narkoba yang tidak dikatakan oleh pasien atau disebabkan
oleh seks itu sendiri. Bukti yang ada mendukung bahwa tidak ada risiko pada
pasangan heteroseksual yang tidak berhubungan seks dengan orang lain
selain pasangan mereka. Aktivitas seksual yang melibatkan trauma berat pada
tepi bagian dalam saluran anus, seperti penetrasi anus, atau yang terjadi ketika
terdapat infeksi menular seksual, termasuk HIV atau ulkud genital, cukup
berisiko. Pemerintah Amerika Serikat merekomendasikan penggunaan
kondom hanya untuk mencegah penularan hepatitis C pada orang yang
bergonta-ganti pasangan.

Tindik di bagian tubuh


Tato juga dapat meningkatkan risiko penularan hepatitis C hingga dua atau
tiga kali lipat. Ini bisa disebabkan karena peralatan yang tidak steril atau
karena tinta yang digunakan terkontaminasi virus. Tato atau tindik badan
yang dilakukan sebelum pertengahan tahun 1980an atau yang dilakukan
secara tidak profesional menjadi salah satu penyebabnya, karena masih
buruknya teknik steril dalam kondisi tersebut. Risiko tersebut semakin
meningkat jika tato yang dibuat lebih besar. Hampir setengah dari warga
binaan di lapas menggunakan peralatan pembuatan tato secara bersama-sama.
Tato yang dibuat di tempat pembuatan tato yang sah jarang dikaitkan dengan
infeksi HCV.

Kontak dengan darah


Benda perawatan pribadi seperti pisau cukur, sikat gigi, dan peralatan
manikur atau pedikur dapat berkontak dengan darah. Penggunaan peralatan
pribadi bersama-sama dengan orang lain berisiko menularkan HCV. Orang-
orang harus waspada terhadap luka iris dan luka terbuka atau perdarahan lain
HCV tidak menular melalui kontak biasa, seperti berpelukan, berciuman, atau
penggunaan bersama peralatan makan atau peralatan memasak.

Penularan dari ibu ke anak


Penularan hepatitis C dari ibu yang terinfeksi ke anaknya terjadi pada kurang
dari 10% kehamilan. Tidak ada tindakan yang dapat mencegah risiko ini.
Penularan dapat terjadi selama kehamilan dan saat persalinan.Persalinan yang
berlangsung lama dikaitkan dengan semakin tingginya risiko penularan.Tidak
ada bukti bahwa pemberian ASI menularkan HCV; namun, ibu yang
terinfeksi harus menghindari pemberian ASI jika puting ibu mengalami
pecah-pecah dan berdarah, atau jumlah virus dalam tubuhnya banyak.
Patofisiologi
Umumnya virus masuk dalam darah lewat transfusi atau kegiatan apapun
yang dapat terpapar dengan sirkulasi
Target utama dari VHC  sel hati dan limfosit B lewad resptor yang
serupa denagn CD81 yang terdapat disel hati maupun limfosit sel B atau
Reseptor LDL.
Setelah berada pada sitoplasma sel hati  VHC melepas selubung
virusnya dan RNA virus siap untuk melakukan translasi protein dan
kemudian replikasi RNA.
Translasi protein VHC dilakukan oleh ribosom sel hati yang akan mulai
membaca RNA VHC pada suatu Regio spesifik yang ada di region 5’UTR.
Kecepatan replikasi virus ini melebihi HIV maupun VHB  karena
replikasi VHC dilakukan di sitoplasma el hati dengan membuat salinan RNA
negative sementara yang dilakukan oleh RNA dependen RNA
polymerase.
Melalui salinan RNA negative itu  dibuat salinan-salinan
RNA+ dan untuk ini VHC perlu semua enzime2nya, gen p7
dan susunan 3’ yang tepat.
Sitopatic HCV masih diperdebatkan, ada yang
menyebutkan bahwa HCV tidak secara langsung merusak sel,
alasannya adalah banyak carrier HCV tidak memiliki bukti
tanda-tanda perusakan hati (Rubin, 2009). Sedangkan menurut
Dan Longo dalam Harrison principle of internal medicine
disebutkan bahwa ada bagian ‘protein core’ yang dapat
menimbulkan reaksi pelepasan radikal oksigen pada
mitokondria dan berperan dalam proses signaling apoptosis.
Sedangkan yang sudah pasti merusak hati adalah reaksi
sitotoksik T-sel yang akan menjurus pada reaksi inflamasi melalui mediator
mediator sitokin pro inflamasi seperti TNFα, TGF-β1. Inflamasi yang
berkepanjangan akan menyebabkan fibrosis yang meluas dan mengarah ke
sirosis hepatis.
Gejala
Umumnya tidak member gejala / hanya bergejala minimal
20-30% menunjukkan tanda hepatitis akut 7-8 minggu setelah terjadinya
paparan
Malaise, mual, ikterus seperti hepatitis akut
Pemeriksaan Fisik
Anamnesis : penderita tidak nafsu makan, cepat lelah, mual muntah.
Inspeksi : penderita kurus karena nafsu makan berkurang atau tidak ada
sama sekali, ikterus,asites, spider naevi, eritema palmaris.
Palpasi: hepatomegali, nyeri tekan di epigastrium/splenomegali
Pemeriksaan Penunjang
SGOT/SGPT meningkat  gambaran SGPT dikelompokkan dalam 3 tipe
yaitu monofasik,bifasik dan tipe mendatar.
Tes faal hat lainnya tidak dijumpai atau ringan.
HBsAg bisa positif.
Diagnosis pasti  retensi BromSulfonftalein (BSP) atau biopsy hati.
Pada gambaran histopatologis ada gambaran khas dari hepatitis C yaitu
terdapat hepatosit yang mengalami perlemakan ringan, proloferasi sel epitel
duktus biliaris, pembentukan agregat limfoid, dan mirip seperti hepatitis
kronis dengan adanya bridging fibrosis.
Tambahan 
Profil serologi infeksi Hepatitis C
Tes diagnosis untuk hepatitis C termasuk: antibodi HCV, ELISA, Western
blot, dan RNA HCV kuantitatif.
Polymerase chain reaction (PCR) dapat mendeteksi RNA HCV satu hingga
dua minggu setelah infeksi, sedangkan antibodi baru terbentuk dan baru dapat
ditemukan dalam waktu yang lebih lama.
Hepatitis C kronis merupakan infeksi dengan virus hepatitis C yang menetap
selama lebih dari enam bulan berdasarkan keberadaan RNA-nya. Karena
infeksi kronis umumnya baru menunjukkan gejala setelah berpuluh
tahun,dokter biasanya baru menemukan kasus pada saat pemeriksaan fungsi
hati atau saat melakukan penapisan rutin pada orang berisiko tinggi.
Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan antara infeksi akut dan infeksi
kronis.

Pemeriksaan darah
Pemeriksaan hepatitis C biasanya dimulai dengan pemeriksaan darah untuk
mendeteksi apakah ada antibodi terhadap HCV dengan menggunakan uji
imunoasai enzim (enzyme immunoassay). Jika hasil pemeriksaan ini positif,
dilakukan pemeriksaan kedua untuk memastikan uji imunoasai dan untuk
menentukan beratnya penyakit. Uji imunoblot rekombinan memastikan uji
imunoasai tersebut, dan reaksi rantai polimerase RNA HCV menentukan
beratnya. Jika tidak ada RNA dan hasil imunoblot positif, orang tersebut
pernah mengalami infeksi namun sudah teratasi baik dengan pengobatan
maupun secara spontan; jika imunoblot negatif, artinya uji imunoasai salah.
Uji imunoasai baru akan memberikan hasil positif enam hingga delapan
minggu setelah infeksi.
Enzim hati dapat bervariasi selama tahap awal infeksi; rata-rata enzim
tersebut mulai meningkat tujuh minggu setelah infeksi. Enzim hati tidak
terlalu berkaitan dengan beratnya penyakit.

Biopsi
Biopsi hati dapat menentukan derajat kerusakan hati, namun prosedur
tersebut memiliki beberapa risiko. Perubahan khas yang biasanya terdeteksi
melalui biopsi meliputi limfosit di dalam jaringan hati, folikel limfoid di
dalam trias hepatika, dan perubahan pada saluran empedu. Terdapat beberapa
pemeriksaan darah untuk menentukan tingkat kerusakan dan menyingkirkan
perlunya biopsi.

Penapisan
Hanya 5–50% dari orang-orang yang terinfeksi di Amerika Serikat dan
Kanada yang mengetahui status mereka. Pemeriksaan hepatitis C sangat
dianjurkan untuk orang berisiko tinggi, termasuk orang yang memiliki tato.
Penapisan juga disarankan pada orang dengan peningkatan kadar enzim hati,
karena seringkali hal ini merupakan satu-satunya tanda hepatitis
kronis.Penapisan rutin tidak disarankan di Amerika Serikat.

7.2.4 Hepatitis d

Definisi
Hepatitis D (hepatitis delta) adalah inflamasi hati yang disebabkan oleh
infeksi virus hepatitis D (HDV), merupakan suatu partikel virus yang
menyebabkan infeksi hanya bila sebelumnya telah ada infeksi hepatitis B.
HDV dapat timbul sebagai infeksi yang bersamaan dengan HBV (Price,
1994). Hepatitis D merupakan penyakit peradangan pada hati yang
disebabkan oleh virus hepatitis D (VHD atau Agen Delta) yang merupakan
hybrid DNA virus Hepatitis B. Virus ini memerlukan selubung HBsAg,
karena itu VHD merupakan parasit VHB (Markum, 1999).
Etiologi
Penyebab penyakit hepatitis D adalah virus hepatitis tipe D atau antigen Delta
yang berukuran 35-37 nm dan merupakan virus RNA yang tidak sempurna.
Virus tersebut dari nukleo protein RNA merupakan hybrid DNA virus
Hepatitis B. Virus ini juga memerlukan selubung HBSAg. Virus hepatitis D
tidak terdapat dalam serum atau darah tetapi anti HVD Ig M dapat ditemukan
dalam sirkulasi (Selamihardja/G.Sujayanto (2007).
Menurut Dinas Kesehatan DKI Jakarta (2007), Selamihardja/G.Sujayanto
(2007), Silalahi, (2004), Smeltzer (2001), Penyakit hepatitis D yang
menyerang anak- anak umumnya diperoleh melalui :
1. Menggunakan jarum suntik dan obat-obatan secara bersamaan. Hepatitis D
paling sering terjadi pada penderita hemofilia.
2. Apabila individu mengadakan kontak dengan darah atau cairan tubuh
(seperti : air ludah, air mani, cairan vagina) dari individu yang terinfeksi
3. Bayi dari wanita penderita hepatitis D ( hepatitis yang didapat atau
congenital)
4. Virus ini dapat menular sendiri secara langsung dari penderita hepatitis D,
bersifat hepatotoksik. Namun bila HVD bersama-sama dengan HBSAg pada
anak yang lebih besar akan menyebabkan hepatitis fulminan, sedangkan pada
bayi lebih banyak kearah penyakit kronik
5. Virus Hepatitis D juga dapat ditularkan melalui transmisi vertikal sehingga
tidak jarang infeksi HVD pada bayi baru lahir disertai oleh infeksi VHD, hal
ini akan memperbanyak bentuk hepatitis kronik.
Menurut Se
Penularan hepatitis D bisa melalui bermacam-macam media atau cara.
Adapun cara penularannya antara lain :
a) Dapat melalui barang yang tercemar VHD sesudah digunakan para
carrier positif atau penderita hepatitis D, seperti jarum suntik yang tidak
sekali pakai, pisau cukur, jarum tato, jarum tusuk kuping, sikat gigi, bahkan
jarum bor gigi.
b) Akibat berhubungan seksual atau berciuman dengan penderita
c) Akibat transfusi darah yang terkontaminasi VHD.
d) Cara penularan yang terakhir ini memasukkan para penderita kelainan
darah seperti hemofilia (kadar protein faktor VIII atau zat pembeku dalam
darah sangat rendah), thalasemia, leukemia, atau melakukan dialisis ginjal ke
dalam kelompok rawan atau berisiko tinggi terkena penyakit hepatitis D,
apalgi jika sebelumnya ia penderita hepatitis B.
e) VHD memang tidak menular melalui singgungan kulit, namun kalau ada
luka terbuka di kulit lalu terkontaminasi darah yang mengandung VHD,
penularan bisa terjadi.
Epidemiologi dan Faktor Risiko
Masa inkubasi diperkiran 4-7 minggu
Endemis di mediterania, semenanjung Balkan, bagian eropa bekas Rusia
Insidensi berkurang dengan pemakaian vaksin
Viremia singkat (infeksi akut) atau memanjang (infeksi kronis)
Infeksi HDV hanya terjadi pada individu dengan resiko infeksi HBV
(koinfeksi atau super infeksi)
IVDU
Homoseksual atau biseksual
Resipien donor darah
Pasangan seksual
Cara penularan
Melalui darah
Tranmisi seksual
Penyebaran maternal-neonatal
Infeksi dengan Transmisi melalui Darah
Koinfeksi HDV dan HBV biasanya sembuh spontan dan sembuh tanpa
gejala sisa
Gagal hati akut lebih sering pada superinfeksi HDV disbanding dengan
koinfeksi dengan HBV
Superinfeksi HDV dapat berlanjut menjadi HDV kronik superimposed
dengan HBV kronik dan berkembang menjadi hepatitis kronik berat dan
sirosis
Patofisiologi
Menurut Price (1994), Silalahi (2004), Smeltzer (2001), patofisiologi
penyakit hepatitis D adalah sebagai berikut :
Penyakit ini dapat timbul karena adanya ko-infeksi atau super-infeksi dengan
VHB. Ko-infeksi berarti infeksi VHD dan VHB terjadi bersamaan. Adapun
super-infeksi terjadi karena penderita hepatitis B kronis atau pembawa
HBsAg terinfeksi oleh VHD. Ko-infeksi umumnya menyebabkan hepatitis
akut dan diikuti dengan penyembuhan total. Koinfeksi dengan hepatitis D
meningkatkan beratnya infeksi hepatitis B, perjalanan penyakitnya lebih
membahayakan dan meningkatkan potensi untuk menjadi penyakit hati
kronik. Sementara super-infeksi sering berkembang ke arah kronis dengan
tingkat penyakit yang lebih berat dan sering berakibat fatal.
Mula-mula virus tersebut melekatkan diri pada reseptor-reseptor
spesifik yang terletak pada membran sel-sel hepar kemudian melakukan
replikasi. Untuk dapat bereplikasi, virus tersebut memerlukan keberadaan
virus hepatitis B.
Virus hepatitis yang menyerang hati menyebabkan peradangan dan infiltrate
pada hypatocytes oleh sel mononukleus. Proses ini dapat menyebabkan
degenerasi dan nekrosis sel parenkim hati. Respon peradangan menyebabkan
pembengkakan dan memblokir system drainase hati sehingga terjadi destruksi
pada sel hati. Keadaan ini menjadikan empedu tidak dapat diekskresikan
kedalam kantong empedu dan bahkan kedalam usus sehingga meningkat
dalam darah sehingga terjadi peningkatan bilirubin direk maupun indirek
sebagai hiperbilirubinemia, dalam urine sebagai urobillinogen dan
kulit hepatocelluler jaundice, kemudian diikuti dengan munculnya gejala
yang lain.
Virus hepatitis D ini menyebabkan infeksi hepatitis B menjadi lebih berat.
Bila HBsAg menghilang dari darah maka VHD akan berhenti bereplikasi dan
penyakit menjadi sembuh. Virus hepatitis D (VHD) bersifat patogen, dapat
menimbulkan penyakit yang lebih parah dari hepatitis virus lainnya.
Manifeastasi Klinis
Gejala penyakit hepatitis D bervariasi, dapat muncul sebagai gejala yang
ringan (ko-infeksi) atau amat progresif. Masa inkubasi 1-90 hari atau 4-7
minggu. Gejalanya biasanya muncul secara tiba-tiba gejala seperti flu,
demam, penyakit kuning, urin berwarna hitam dan feses berwarna hitam
kemerahan, Pembengkakan pada hati.
Menurut Cecily (2002), manifestasi klinik pada anak penderita hepatitis D
adalah:
1. Awitan tersembunyi dan berbahaya : Ikterus , Anoreksia, mual,
Malaise, Akrodermatitis popular (Sindrom Gianotti-Crosti)
2. Gejala Prodnormal : Artralgia, Artritis, Ruam eritema makulopopular,
poliarteritis nodosa, Glomerolunefritis.
3. Hepatitis D memperhebat gejala hepatitis B dan meningkatkan
kemungkinan terjadinya kondisi kronik.
Menurut Afifah, dkk (2005), Reeves (2001), gambaran klinis pada hepatitis
D terdapat 3 fase antara lain :
1. Masa tunas (inkubasi) → terjadi sejak virus masuk kedalam tubuh
sampai menimbulkan gejala. Belum ada gejala klinik yang tampak pada
stadium ini meskipun sudah terjadi kerusakan sel-sel hati.
2. Preicterik (prodnormal) → Anoreksia, mual, ketidaknyamanan diperut
bagian atas (kuadran kanan atas), terasa berbau logam, malaise, sakit kepala,
letih, demam tingkat rendah, hepatomegali, urin lebih pekat.
3. Icterik → Air kencing gelap seperti teh karena peningkatan pengeluaran
billirubin pruritus tinja seperti dempul jika “conjugated billirubin” tidak
mengalir keluar dari hati ke usus, timbul ikterik, hati membesar jika diraba
(hepatomegali) dan terdapat nyeri tekan pada hati.
4. Post icterik (penyembuhan) → Hilangnya ikterik, tidak enak badan,
mudah letih, warna urin dan tinja menjadi normal kembali.
Diagnosis
Pasien HBsAg positif dengan :
Anti HDV dan atau HDV RNA sirkulasi
IgM anti HDV dapat muncul sementara
Koinfeksi HBV/HDV
HBsAg positif
IgM anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Superinfeksi HDV
HBsAg positif
IgG anti HBc positif
Anti HDV dan atau HDV RNA
Titer anti HDV akan menurun sampai tak terdeteksi dengan adanya
perbaikan infeksi.
Tatalaksana
Pada dasarnya penatalaksanaan dari hepatitis D ini tidak ada yang spesifik.
Hampir sama dengan pengobatan hepatitis yang lain sepesti tirah baring dan
pembatasan aktifitas fisik berlebihan dan tetap mempertahankan asupan
kalori dan cairan yang adekuat.
Komplikasi
Menurut Afifah, dkk (2005), Cecily (2002), komplikasi hepatitis D adalah :
Hepatitis Fulminans → Hepatis yang berlangsung progresif atau cepat
menjadi berat dan berakhir dengan kematian.
Gagal hati
Status Carrier
Sirosishati → Keadaan initerjadiakibatinfeksi virus hepatitis yang
menyebabkanperadanganhati yang luas
Akibatnyaseluruhstrukturjaringanhatimengalamiperubahandanmenjaditidakte
ratur, bentukhatijugaberubahdengandisertaipenekananpadapembuluhdarah.
Karsinomahepatoselular (KHS)/ Hepatoma → Penyakithati primer yang
berasaldarisel-selhati, penyakitinibelumdiketahuisecarapastipenyebabnya.

7.2.5 HEPATITIS E

Definisi
Penyakit hati atau inflamasi pada hati yang disebabkan oleh virus HEV yang
menyebar secara faecal-oral. Hepatitis E merupakan waterborne disease yang
artinya bahwa, air ataupun makanan yang terkontaminasi oleh virus ini yang
menjadi sumber penularannya, serta sanitasi dan hygiene yang buruk. Pada
umumnya, epatitis E adalah self-limiting viral infection yang akan diikuti
dengan penyembuhan.
Etiologi
Hepaitis E disebabkan oleh infeksi dari virus hepatitis E (HEV) dengan ciri-
ciri:
Tanpa selubung
Positive-sense
Single stranded RNA virus (RNA virus linier)
Pada manusia hanya terdiri atas satu serotype, empat sampai lima
genotype utama
Dapat menyebar pada sel embrio diploid di paru
Replikasi hanya terjadi pada hepatosit
HEV RNA terdapat di serum dan tinja selama fase akut
Zoonosis: babi, simpanse, monyet

Epidemiologi dan Faktor Risiko


Masa inkubasi rata-rata 40 hari
Distribusi luas, dalam bentuk epidemic dan endemic
HEV RNA terdapat dalam serum dan tinja selama fase akut
Hepatitis sporadic sering pada dewasa muda pada Negara yang tidak
berkembang
Penyakit epidemic dengan sumber penularan air
Intrafamilial, kasus sekunder jarang
Dilaporkan adanya tranmisi maternal-neonatal
Di Negara maju sering berasal dari orang yang kembali pulang setelah
melakukan perjalanan, atau imigran baru dari daerah endemic
Viremia yang memanjang atau pengeluaran tinja merupakan kondisi yang
tidak sering dijumpai
Zoonosis : babi dan binatang lain
Manifestasi Klinis
Infeksi HEV Simtomatik lebih sering ditemukan pada usia 15-40 tahun,
sedangkan pada anak-anak jarang sekali ditemukangejala (asimtomatik dan
anikterik).
Periode inkubasi HEV virus antara 3-8 minggu, rata-rata 40 hari.
Gejala dan tanda yang identik dengan hepatitis adalah ikterus, urin
berwarna gelap, pruritus, anoreksia, hepatomegali, nyeri perut, nausea dan
vomit, serta demam.
Diagnosis
Belum tersedia pemeriksaan serologi komersial yang telah disetujui FDA
IgM da IgG anti HEV baru dapat dideteksi oleh pemeriksaan untuk riset
IgM anti HEV dapat bertahan selama 6 minggu setelah puncak dari
penyakit
IgG anti HEV dapat dideteksi selama 20 bulan
Hepatitis E dibedakan dengan hepatitis yang lainnya melalui tes biokimia
fungsi hati antara lain bilirubin urin dan urobilinogen, total dan direct
bilirubin serum (jarang melampaui 10 mg/ dL), SGOT dan SGPT, alkalin
fosfatase, masa protrombin (normal atau meningkat antara 1-3 detik).
Penatalaksanaan
Rawat jelan, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang
menyebabkan dehidrasi
Mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat
Aktifitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari
Pembatasan aktivitas sehari-hari tergantung dari derajat kelelahan malaise
Tidak ada engobatan spesifik untuk Hepatitis E
Obat-obatan yang tidak perlu harus dihentikan
Pencegahan
Jangan memakan makanan atau minuman yang tidak diketahui dari mana
asalnya, hindari mengkonsumsi kerang yang tidak dimasak, perbaiki sanitasi
dan hygiene masing-masing pribadi.

7.2.6 Hepatitis f dan g

Hepatitis F adalah hipotetis virus terkait dengan hepatitis . Calon hepatitis F


muncul beberapa pada 1990-an,. Tidak satupun dari laporan telah dibuktikan
Pada tahun 1994, Deka et al. melaporkan bahwa partikel virus baru telah
ditemukan dalam tinja pasca transfusi, non- hepatitis A , non- hepatitis B ,
non- hepatitis C , non- hepatitis E pasien. Injeksi ini partikel ke dalam aliran
darah India monyet rhesus menyebabkan hepatitis, dan virus itu bernama
hepatitis F atau virus Toga . Penyelidikan lebih lanjut gagal mengkonfirmasi
keberadaan virus, dan itu dihapuskan sebagai penyebab hepatitis menular.
Sebuah virus kemudian-ditemukan diduga menyebabkan hepatitis bernama
Hepatitis G virus, meskipun perannya dalam hepatitis belum dikonfirmasi dan
sekarang dianggap identik dengan GB virus C dan merupakan "virus yatim"
tanpa hubungan kausal untuk setiap penyakit manusia.
Virus Heatitis G (HGV) adalah suatu flavivirus yang mungkin
menyebabkan hepatitis fulminant. HGV ditularkan terutama melalui air,
namun juga dapat dikeluarkan melalui hubungan seksual. Kelompok berisiko
adalah individu yang telah meakukan transfuse darah, tertusuk jarum suntik
secara tidak sengaja, penggunaan obat intravena, atau pasien hemodialisis.
Beberapa peneliti menyakini bahwa HGV tidak menyebabkan hepatitis yang
bermakna secara klinis, sehngga mereka tidak lagi mempertimbangkan virus
ini sebagai virus hepatitis.

7.2.7 Drug induced

hepatitis

Definisi
Penyakit-penyakit hati yang diinduksi oleh obat adalah penyakit-penyakit dari
hati yang disebabkan oleh obat-obat yang diresepkan oleh dokter, obat-obat
bebas (over-the-counter), vitamin-vitamin, hormon-hormon, herba-herba,
obat-obat terlarang, dan racun-racun lingkungan. Hepatotoksisitas imbas obat
merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat
yang diberikan, karena hati merupakan usat disposisi metabolik dari semua
obat dan bahan-bahan asing yang masuk ke tubuh.
Contoh Obat :
 Acetaminophen: Memiliki senyawa toksik NAPBN
 Amoxcicillin : Meningkatkan SGOT / SGPT / dua-duanya
 Amiodarone : Menyebabkan hasil tes fungsi hati tidak normal pada 15%-
50% pasien
 Chlorpromazine : Obstruktif
 Ciprofloxacin : Meningkatkan SGOT, SGPT, dan bilirubin
Patogenesis
Sebagian besar obat bersifat lipofilik sehingga membuat mereka mampu
menembus membrane sel intestinal. Obat kemudian dibuat lebih hidrofilik
melalui proses-proses biokimiawi dalam hepatosit, menghasilkan produk-
produk larut air yang diekskresi ke dalam urin atau empedu. Biotransformasi
hepatic ini melibatkan jalur oksidatif utamanya melalui system enzim
sitokrom P-450. Patogenesis dari Hepatitis karena obat dibagi menjadi dua:
Patofisiologi
a. Gangguan Hepatosit
Ikatan kovalen dari obat dengan protein intraseluler mmenyebabkan
penurunan ATP yang mengakibatkan gangguan pada akitin di permukaan
hepatosit. Sehingga menyebabkan pecahnya membrane hepatosit.
b. Gangguan transportasi protein
c. Gangguan aktivasi sel Cytolitic T
Ikatan kovalen obat pada enzim P-450 bertindak sebagai imunogen yang
mengaktifkan sel T dan sitokin secara berlebihan, sehingga merangsang
kekebalan tubuh yang multirespon.
d. Apoptosis hepatosit
e. Gangguan mitokondria, sehingga produksi ATP terganggu
f. Kerusakan sel empedu oleh metabolit toksik yang disekresikan dalam
empedu
Mekanisme toksisitas obat
Obat-obat tersebut dibagi atas dua jenis:
a. Hepatotoksin predictable (intrinsic)
Merupakan obat-obatan yang dapat dipastikan selalu akan menimbulkan
kerusakan sel hepar jika dikonsumsi dalam dosis tinggi. Terbagi atas dua
jenis yaitu obat yang langsusng merusak sel hati (biasanya sudah tidak
dipakai lagi. Contoh: kloroform) dan obat yang tidak langsung merusak sel
hati (contoh: paracetamol dosis berlebihan yang dapat meyebabkan nekrosis,
steroid kontrasepsi yang menyebabkan ikterus karena menghambat
pengeluaran empedu)
b. Hepatotoksin unpredictable
Hati rusak bukan karena toksisitas intrinsic obat, tapi karena reaksi
idiosinkronasi (reaksi imunologik dengan gejala dan tanda yang tampak di
luar hati) pada orang-orang tertentu (hepatotoksin yang tidak bisa
diramalkan).
Terbagi atas dua macam:
Reaksi Hipersensitivitas
Terjadi setelah 1-5 minggu setelah karena proses seneitisasi
Gejala: demam, ruam kulit, eosinofilia
Diagnosis: Berikan 1 / 2 challenge dose, dan dalam waktu yang tidak lama,
maka gejala akan timbul lagi
Kelainan Metabolisme
Memiliki masa laten yang bervariasi antara 1 minggu-1 tahun.
Gejala: tidak disertai demam, ruam kulit, eosinofilia
Diagnosis: apabila kita memberikan 1 / 2 challenge dose, ia tidak bisa
diinduksi untuk timbul lagi sehingga membutuhkan waktu yang lama dan
pada kebanyakan kasus bersifat kronik.

Manifestasi Klinik
Demam, ruam, gatal kulit, diare, nyeri sendi, mual, vomit, anoreksia, ikterus,
urin gelap, hepatomegali.
Terapi
Menghentikan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan hepatotoksisitas.
Prognosis
Sangat bervariasi tergantung keadaan klinik pasien dan tingkat kerusakan
hati.

7.2.8 Hepatitis

neonatorum
Hepatitis pada anak merupakan kasus berbahaya karena 90% kasus pada anak
berkembangmenjadi klronis. Anak yang menderita hepatitis memiliki bahaya
karsinoma hepar 100 kali lebih besar daripada yang bukan pnderita hepatitis
di usia yang sama
Prevalensi
Hepatitis B 30% lkasus (paling banyalk)
Hepatitis C 20%
Hepatitis D dan hepatitis E sangat jarang
Stadium:
1. Prodomal (4-7 hari)
2. Ikterik (3-6 minggu)
3. Pasca Ikterik
Penyebab
1. Hepatitis B pada neonatus ditularkan dari Ibu hamil yang positif mengidap
Hepatitis B.
2. Hepatitis A pada anak ditularkan dari teman sepermainan, alat makan yang
tidak dicuci bersih dan lain sebagainya
Pencegahan:
Bayi pada wanita yang memiliki HbsAg positif harus mendapatkan vaksin
hepatitis (yang terdiri dari HB 0,5ml dan HBIG 2 ml) secepatnya setelah
lahir. Dosis bayi baru lahr setengah dosis dewasa, ulangi pada usia 1 bulan
dan 6 bulan. Sedangkan anak dengan kontak HbsAg positif juga diberi
vaksin dengan HB 5ml dan HBIG 2 ml. Anak yang negatif kontak dengan
HbsAg juga tetap harus diberi vaksin. Pada anak, kekebalan yang diperoleh
setelah mendapatkan vaksin yakni 85%.
7.2.9ILMUKESEHATAN

MASYARAKAT:UPAYA PENCEGAHAN

HEPATITIS

Virus hepatitis merupakan virus yang mudah menyebar dengan cepat.


Maka perlu usaha pencegahan yang tepat agar penyebaran virus ini tidak
menyebar luas. Leavell dan Clark dalam bukunya “ Preventive Medicine for
the Doctor in His Community” membagi upaya pencegahan penyakit menjadi
5 tingkat yaitu:

1. Health promotion (Promosi kesehatan)

2. Specific protection (Proteksi Spesific)

3. Early diagnosis and promp treatment (diagnosis dini dan perawatan yang
tepat)
4. Disability limitation (pengurangan ketidakmampuan)

5. Rehabilitation (rehabilitasi)

Berikut ini adalah contoh upaya-upaya pencegahan penyebaran virus


hepatitis:

1. Promosi kesehatan
Penyebaran virus hepatitis sebenarnya dapat dicegah dengan perilaku hidup
bersih dan sehat contoh perilaku-perilaku tersebut adalah:
a. Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum makan, hal ini dikarenakan
virus hepatitis A, B dan C dapat menular dari cairan tubuh.
b. Hindari penggunaan alat-alat pribadi yang tersentuh cairan tubuh secara
bersama. Alat-alat pribadi seperti handuk, alat makan, sikat gigi dan barang
medis sekali pakai seperti suntik tidak boleh dipakai secara bersama karena
virus hepatitis dapat berpindah melalui cairan tubuh.
c. Selalu periksa kebersihan makanan yang akan dimakan. Usahakan selalu
mencuci makanan dengan air mengalir dan bersih. Air yang berasal dari
sumber air yang terpapar kotoran manusia jangan dipakai mencuci tanpa
pengolahan. Air tersebut kemungkinan dapat tercemar oleh virus hepatitis
sehingga perlu diolah terlebih dahulu.
d. Selalu merebus air minum bila tidak yakin akan kebersihan sumber air.
Bila air diperoleh dari sumber air tanah maupun sumber air bersama seperti
sungai, maka ada baiknya merebus air tersebut karena jumlah bakteri maupun
virus yang terkandung tidak diketahui. Dengan merebus air, maka bakteri dan
virus akan mati akibat dari proses pemanasan.
2. Proteksi spesifik
Proteksi spesifik merupakan upaya-upaya khusus yang dilakukan untuk
mencegah tercegah penyakit tersebut. Contoh upaya-upaya tersebut adalah:
a. Melakukan imunisasi spesfik pada virus-virus hepatitis yang sudah
ditemukan vaksinnya seperti hepatitis A, B dan C. Perlu juga dilakukan
imunisasi booster dalam jangka waktu tertentu karena imunitas dapat
menurun dalam jangka waktu tertentu.
b. Selalu mencuci tangan dengan sabun setelah kontak dengan pasien
hepatitis.
c. Pisahkan peralatan pribadi pasien hepatitis seperti alat mandi, alat makan
dan barang medis sekali pakai seperti jarum dari penderita hepatitis. Hal ini
diperlukan untuk mencegah terjadinya transmisi virus hepatitis dari peralatan
pribadi penderita.
3. Diagnosis dini dan penanganan yang tepat
Diagnosis dini pada penderita hepatitis merupakan hal yang sangat
bermanfaat karena makin cepat penanganan yang tepat, maka makin cepat
pasien tertolong. Berikut beberapa contoh upaya-upaya tersebut:
a. Kenali gejala-gejala hepatitis. Gejala-gejala seperti demam, mual dan
muntah, tubuh kekuningan merupakan tanda khas dari gejala hepatitis. Jangan
lupa untuk mengingat-ingat apa saja yang dilakukan sebelum terkena gejala-
gejala tadi karena dengan mengingat riwayat pajanan, maka makin mudah
dokter mendiagnosa.
b. Segera pergi ke dokter bila terjadi gejala-gejala di atas. Makin cepat
penanganan maka makin baik hasil pengobatan dari hepatitis.
c. Setelah terdiagnosis hepatitis, segera bersihkan atau pisahkan segala alat
pribadi pasien. Hal ini mencegah terjadinya penularan virus melalui barang
pribadi pasien.
4. Upaya pengurangan ketidakmampuan
Upaya-upaya ini merupakan upaya pengobatan dari penyakit hepatitis.
Prognosis dari pengobatan hepatitis tidak selalu bagus sehingga perlu adanya
kerjasama antara tenaga kesehatan yang merawat pasien dan keluarga pasien
agar pasien dapat sembuh dari hepatitisnya. Berikut adalah contoh upaya-
upaya tersebut:
a. Selalu dengarkan nasihat-nasihat dokter agar upaya penyembuhan dapat
berjalan dengan cepat dan baik. Jangan lupa untuk menanyakan hal-hal yang
tidak dimengerti.
b. Usahakan agar dapat beristirahat dengan baik. Kelelahan dapat
menurunkan imunitas tubuh.
5. Rehabilitasi
Setelah sembuh dari penyakit hepatitis maka perlu adanya upaya rehabilitasi
pada pasien karena pasien masih dalam keadaan lemah setelah sembuh dari
hepatitis. Upaya rehabilitasi diperlukan agar pasien dapat kembali hidup
mandiri dan tidak kembali dalam masa sakitnya. Berikut contoh upaya-upaya
yang dapat dilakukan:
a. Usahakan agar tidak terlalu lelah setelah keluar dari rumah sakit. Imunitas
pasien hepatitis masih rendah jadi perlu istirahat yang cukup setelah keluar
dari rumah sakit.
b. Selalu menjaga kesehatan diri dengan selalu berupaya hidup bersih dan
sehat. Selalu hidup bersih dan sehat dengan selalu mencuci tangan dengan
sabun sebelum makan dan makan makanan yang bersih dan bergizi dapat
mengurangi paparan terhadap virus hepatitis dan dapat meningkatkan
imunitas pasien hepatitis.

7.3 Sirosis hepatis

Definisi
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata
Khirros yang berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna
pada nodulnodul yang terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan
sebagai berikut yaitu suatu keadaan disorganisassi yang difuse dari struktur
hati yang normal akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan
mengalami fibrosis. Secara lengkap Sirosis hati adalah suatu penyakit dimana
sirkulasi mikro, anatomi pembuluh darah besar dan seluruh sitem arsitektur
hati mengalami perubahan menjadi tidak teratur dan terjadi penambahan
jaringan ikat (fibrosis) disekitar parenkim hati yang mengalami regenerasi.
Chirossis adalah fase akhir dari penyakit kronis liver, di tandai dengan
destruksi bentuk normal liver oleh septa fibrosa yang melingkupi dari nodul
yang dapat beregenerasi dalam hepatosit.
Klasifikasi
Konvensional
Makronodular memiliki nodul lebih dari 3 mm
Mikronodular memiliki nodul kurang dari 3 mm
Campuran makro dan mikro
Jenis Sirosis
Alkoholic
Kriptogenik dan post hepatis ( pasca nekrosis )
Biliaris
Kardiak
Metabolik, keturunan dan terkait obat
Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
Sirosis hati kompensata
Sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata ini belum
terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
Sirosis hati Dekompensata
Dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
Insidensi
Penderita sirosis hati lebih banyak dijumpai pada kaum laki-laki jika
dibandingkan dengan kaum wanita sekita 1,6 : 1 dengan umur rata-rata
terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun dengan puncaknya sekitar 40
– 449 tahun.
Etiologi
Alkohol
Penyakit hati kronis
Hepatitis B atau C
Non Alkoholik Liver Disease
Auto Imune
Sklerosis Cholangitis Primer
Autoimun Liver Disease
Genetic
Haemocromasitosis
a1 Anti tripsin Defisiensi
Wilson’s Disease
Cryptogenik (Tidak jelas penyebabnya)
Patofisiologi
Inti dari sirosis hati adalah terjadi nekrosis sel hati yang meliputi daerah yang
luas, maka akan terjadi kolaps di daerah tersebut yang akan memicu
timbulnya pembentukan jaringan kolagen.
Pada fase awal septa pasif yang dibentuk oleh jaringan reticulum penyangga
yang mengalami kolaps dan kemudian berubah bentuk menjadi jaringan
parut. Yang kemudian jaringan parut tersebut dapat menghubungkan porta
yang satu dengan yang lain atau antara porta dengan sentral.
Pada tahap berikutnya, terjadi kerusakan parenkim dan peradangan yang
terjadi pada sel duktulus, sinusoid, dan sel- sel retikuloendotelial di dalam
hati yang memacu terjadinya fibrogenesis yang akan menimbulkan septa yang
aktif. Sel limfosit T dan makrofag ikut berperan engan sekresi limfokin dan
monokin yang dianggap mediator fibrogenesis. Mediator ini mungkin
dibentuk tanpa adanya nekrosis an inflamasi yang aktif .septa aktif ini akan
menjalar menuju ke dalam parenkim hati dan berawal di daerah porta .
Pembentukan septa tingkat kedua ini akan menentukan perjalanan progresif
sirosis hati. Pada saat yang bersamaan nekrosis jaringan parenkim akan
memacu proses regenerasi sel-sel hati.
Regenerasi hati yang timbu justru mengganggu pembentukan susunan
jaringan ikat tadi.yang disebut fibrogenesis dan regenerasi sel yang terjadi
terus menerus dala hubungannya dengan peradangan dan perubahan vaskuler
intrahepatik serta gangguan faal hati dan akhinya mengganggu susunan hati.
Patologi
Sirosis laennac merupakan pembentukan jaringan parut yang difus,
kehilangan sel-sel hati dan sedikit nodul regenerative (mikronodular).
Tiga lesi hati utama akibat induksi alcohol :
1. Perlemakan hati alkoholik
Stealosis atau perlemakan hati, hepatis teregang oleh vakuola lemak dalam
sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke
membrane sel.
2. Hepatitis alcohol
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat alcohol dan
destruksi hepatosit. Fibrosis berkontraksi di daerah yang terkena
menghasilkan kolagen. Septa jaringan ikat halus mengelilingi massa kecil sel
hati yang normal yang kemudian mengalami regenerasi dan membentuk
nodulus. Penimbunan kolagen membuat bukuran hati mengecil dan nodular
mengeras kelmudian terjadi sirosis alkoholik.
3. Sirosis alkoholik
Gambaran patologi: mengkerut, bentuk tidak teratur dan terdiri dari nodulus
sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar.
Secara umum, peranan sel stelata normal berfungsi membangun
keseimbangan pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi.
Fibrosis terbentuk menunjukkan perubahan proses keseimbangan. Ketika
proses jalan terus dalam sel stelata, jaringan hati normal diganti oleh jaringan
ikat.
Manifestasi Klinis
Gejala awal (kompensata):
mudah lelah dan lemas
selera makan berkurang
perasaan perut kembung
mual
berat badan menurun
pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada
membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.
Gejala lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, seperti:
hilangnya rambut badan
gangguan tidur
demam (tak begitu tinggi)
mungkin disertai gangguan pembekuan darah
perdarahan gusi
epistaksis
gangguan siklus haid
ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat
muntah darah dan/atau melena
serta perubahan mental, seperti mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung,
sampai koma.
Pemeriksaan
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi akan memperlihatkan Hb yang agak rendah. Hb
yang rendah dapat merupakan keadaan hipersplenisme.
Pada pemeriksaan urin, umumnya normal, pada penderita sirosis hati
alkoholic dapat diteukan peningkatan urobilinogen.
Pada pemeriksaan feses dapt ditemukan tes benziklin positif. Harus
ditindak lanjuti untuk mengetahui asal perdarahan.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk diagnosis pati dilakukan biopsy hati.atau dapat dilakukan engan
menggunakn isotop. Dengan metode ini dapat menentukan ukuran hati, limpa
, dan heterogenitas ambilan isotop di hati.
Pemeriksaaan hati juga dapat dilakukan dengan ultrasonografi.
Petanda obyektif yang digunakan adalah ukuran hati, limpa , gambaran
parenkim hati, permukaan dan pinggir hati, vena porta , dan pembuluh
bilier.apat pula ditetapkan keadaan vena hepatica saluran empedu dan asites.
Ct-Scan juga dapat digunakan untuk diagnosis penyakit hati tetapi
ketepatannya lebih kurang disbanding dengan USG.
Prognosis
Secara keseluruhan prognosis Chirrossis adalah buruk. Secara keseluruhan
hanya 25% pasien bertahan hidup 5 tahun setelah diagnosis. Tetapi apabila
fungsi hati masih baik 50% bertahan lebih dari 5 tahun dan 25% bertahan
sampai 10 tahun. Apabila etiologi dapat dikoreksi seperti pada
penyalahgunaan alkhohol, haemochromatosis and Wilson's disease prognosis
menjadi lebih baik.

7.4 Amoebic liver abscess

Definisi
Amoebic liver abscess merupakan manifestasi dari infeksi parasit terutama
yang paling sering adalah Entamoeba hystoliyica di intestinal. Infeksi di hati
disebabkan oleh naiknya E. Hystolitica menuju hati melalui sistem vena porta
yang akhirnya akan membentuk ruang ruang lesi dalam hati.
Epidemiologi dan Faktor Risiko
ALA adalah infeksi ekstra intestinal yang sering terjadi namun hanya kurang
dari satu persen yang disebabkan oleh infeksi E. Histolitica. ALA lebih sering
menyerang laki-laki (3-10 kali) dan terjadi pada umur antara 20-40 tahun
dengan riwayat pernah tinggal, bepergian, atau emigrasi ke daerah endemik.
Lesi pada ALA biasanya single dan paling sering ditemukan pada lobus
kanan liver. Abses liver ini memiliki dinding capsuler tipis dengan necrotic
centre yang berisi cairan tebal. Khasnya, cairan abses ini tidak berbau,
tampak seperti “sirup cokelat”, dan steril dari bakteri, meski invansi bakteri
sekunder mungkin terjadi.
Faktor resiko terjadinya ALA, yaitu Alcoholim, keganasan, infeksi HIV,
malnutrisi, penggunaan kortikosteroid, kelainan imunitas, homoseksual,
sempat travelling ke daerah endemi.
Etiologi
Etiologi abses hati amebic adalah protozoa pseudopodia amoeba
intestinal yang patogen yakni Entamoeba histolytica. Protozoa ini memiliki
dua bentuk dalam siklus hidupnya yakni kista dan trofozoit yang dapat
bergerak. Bentuk trofozoit merupakan bentuk vegetatif yang tidak tahan
terhadap suasana asam dan kering. Trofozoit sangat aktif bergerak, memiliki
kemampuan memangsa eritrosit (haematophagous trophozoite), serta
mengandung protease yaitu hialuronidase dan mukopolisakaridase yang
mampu mengakibatkan destruksi jaringan.
Bentuk kista merupakan bentuk infektif E.histolytica. Kista resisten terhadap
suasana kering dan asam, juga bisa bertahan di luar tubuh manusia. Bentuk
kista terdiri atas dua macam yakni kista muda dan ksita dewasa. Kista muda
berinti satu mengandung gelembung glikogen dan badan-badan kromatioid
berbentuk batang yang berujung tumpul. Kista dewasa berinti empat. Kista
hanya terbentuk dan dijumpai di lumen usus dan tidak dapat dibentuk di luar
tubuh serta tidak dapat dijumpai di dinding usus dan jaringan tubuh di luar
usus.
Patogenesis
E. histolytica masuk ke dalam tubuh manusia melalui kista yang tertelan.
Dikarenakan sifatnya yang reisten terhadap asam dan lingkungan, kista yang
keluar dari tubuh melalui feses, dapat menempel di daun tanaman, di air, dan
tanah sehingga apabila higienitas seseorang kurang baik, maka kontak dengan
hal-hal tersebut dapat menjadi sarana masuknya kista ke dalam tubuh. Kista
kemudian masuk ke dalam tubuh hingga menuju usus besar. Kista
berkembang menjadi trofozaoit yang pada awalnya hidup sebagai komensal.
Trofozoit kemudian membentuk koloni dan melepaskan protease yang
menyebabkan ulserasi. Faktor penyebab berubahnya sifat trofozoit ini
kemungkinan adalah kerentanan pejamu (host) yakni kehamilan, malnutrisi,
penyakit keganasan, penggunaan imunosupresan, bahkan konsumsi alkohol
jangka panjang; faktor virulensi ameba dan faktor lingkungan.
Selanjutnya, kerusakan sawar intestinal akibat lisisnya sel epitel mukosa usus
dan sel-sel inflamatorik mengakibatkan trofozoit dapat masuk melalui vena-
vena kolon seperti venula mesentrica yang merupakan cabang vena porta
hepatica. Selanjutnya, lewat aliran vena tersebut trofozoit dapat mencapai
parenkim hati. Parasit ini di hati mengakibatkan akumulasi netrofil periportal
yang disertai nekrosis dan infiltrasi granulomatosa. Pada awalnya terbentuk
mikroabses yang kemudian membesar dan terbentuk jaringan nekrotik.
Bagian nekrotik ini kemudian dikelilingi kapsul tipis seperti jaringan fibrosa.
Amebiasis hati ini dapat terjadi berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun setelah
terjadinya amebic intestinal dan dapat terjadi tanpa didahului oleh riwayat
disentri amebiasis sebelumnya.
Abses lebih sering terjadi di lobus kanan hati dibandingkan di lobus kirnya.
Hal ini sesuai dengan aliran vena porta di lobus kanan yang lebih dominan
berasala dari vena mesentrica superior, sementara lobus kiri lebih banyak
menerima aliran dari vena splanchnicus (Brailita, 2008).
Manifestasi Klinis
Onset biasanya tiba-tiba demam (bervariasi antara 38o dan 40 o
C),
biasanya tampak memuncak/tinggi tiba-tiba tapi kadang bertahan hingga
beberapa hari, dengan kekakuan dan keringat terus-menerus.
Nyeri quadran atas abdomen, biasanya terus-menerus dan konstan.
Diare dan/atau disentry
Nausea, muntah, dan lemas
Anorexia, penurunan berat badan
Batuk dan tidak bernafas
Pada pemeriksaan fisik ditemukan:
Biasanya jaundice ringan, jaundice parah jarang terjadi
Tanda cardinal: nyeri hepatomegaly. Pada palpasi liver terasa lembut dan
lembek. Bagian yang lembek biasanya terlokalisir di bagian yang terkena
abses, terbanyak di bagian ICS bawah bagian kanan. Hepatomegali bisa saja
tidak terdeteksi pada pasien dengan abses di lokasi subdiafragmatika
Pergerakan dari bagian kanan dada dan diafragma bisa terjadi restriksi
dengan perkusi tumpul
Pemeriksaan Laboratorium
Meningkatnya bilirubin dan leukositosis, meningkatnya transaminase dan
alkalin phospat, dan meningkatnya marker inflamasi akut
Pada sampel feses baru bisa dideteksi adanya tropozoit yang mengandung
eritrosit.
Pada aspirasi, amoeba tersebar di bagian nekrosis dari pusat abses, tapi
lebih banyak pada bagian pinggir dinding dan biasanya ditemukan pada
bagian akhir material aspirasi
Serologi bisa membantu dalam diagnosis amoebiasis tapi hasil negatif
bukan berarti tidak terjadi amoebiasis
X-ray abdomen dan thorax: bisa menunjukkan terjadinya elevasi pada
bagian hemidiafragma dextra, reaksi pleural pada sudut costofrenikus dektra
USG: adanya area bundar/oval hypoechoic pada capsula liver dan tanpa
echoes dinding yang significan. Itu juga mungkin berhubungan dengan efusi
pleura kanan/adanya ruptur
CT-Scan abdomen dan MRI menunjukkan adanya abses
PCR: diagnosis molekuler dari amebiasis
Penatalaksanaan
Terdapat 4 grup modal treatmen yang dapat digunakan:
1. Terapi obat saja
2. USG dan obat
3. Percutaneus kateter drainage dan obat
4. Laparotomi, drainage, dan obat
Terapi obat
Dapat menggunakan dosis tunggal atau dosis kombinasi pada parasit
ektraluminal. Kriteria untuk managemen medis: semua obat tidak
berkomplikasi dengan abses, tidak menyebabkan ruptur, dan tidak ada efek
tekan.
Nitroimidazole termasuk metronidazole efektif dalam 90% kejadian. Terapi
harus dilanjutkan sekurang-kurangnya 10 hari.
Aspiration or drainage of the abscess
Aspirasi rutin pada pasien dengan abses liver tidak dilakukan karena indikasi
diagnostic atau untuk tujuan terapetik. Kombinasi USG dengan positif test
serology dengan manifestasi klinis yang sesuai berhubungan dengan
penggunaan terapi obat awal yang adekuat.
Aspirasi dilakukan dalam beberapa kondisi:
 Tidak adanya peningkatan klinis pada 48 hingga 72 jam
 Abses pada lobus kiri
 Abses yang besar bisa menyebabkan terjadinya ruptur/tanda-tanda
penekanan
 Jaringan tipis yang mengelilingi abses (<10 mm)
 Abses dengan hasil seronegatif
 Gagal untuk terjadi peningkatan setelah melakukan terapi non invasif
dalam 4-5 hari
Surgical intervention
Kematian akibat intervensi bedah sangat tingga. Pada praktisi klinis,
intervensi bedah hanya dilakuakan jika kavitas sudah ruptur ke bagian viseral.
Prognosis
Prognosis bisa baik jika tidak terjadi keterlambatan diagnosis dan
pengobatan. Prognosis buruk jika terjadi keterlambatan diagnosis dan
pengobatan, apalagi jika ditemukan bakteri penyebab yang multipel.
7.5 Liver failure

Definisi
Gagal hati adalah sindrom klinik yang disebabkan oleh nekrosis sel hati yang
luas, disertai dengan kegagalan fungsi hati secara tiba-tiba, sering diikuti
dengan ensefalopati setelah 8 minggu perjalanan penyakit.
Klasifikasi
Interval
Edem
jaundice- Prognos
a Penyebab
Ensefalopa is
Otak
ti
Hipe Virus A,B
Serin
r- <7 hari Sedang Acetaminoph
g
akut en
Serin Non-
Akut 8-28 hari Jelek
g A/B/C;obat
Sub- 29 hari - Serin Non-
Jelek
akut 12 mg g A/B/C;obat

Etiologi
Kerusakan akibat konsumsi alkohol kronik, toksisitas obat hepatitis,
Carsinoma hepar, fatty liver.
Gejala
Gejala klinis dari gagal hati bervariasi, yaitu:
Gejala hepatitis : ikterus,lemah, panas, muntah, nyeri perut, anoreksia,
kencing berwarna teh, tinja akolis.
Gejala neurologi : pusing, sakit kepala, perubahan irama tidur, gangguan
koordinasi dengan flapping tremor, refleks tendon yang meningkat.

Pemeriksaan Laboratorium
Serum transaminase : meningkat 70-100 kali
Bilirubin direk dan total : bilirubin > 4 mg/dl menunjukkan prognosis
buruk
Alkali fosfatase : normal atau meningkat
Faal hemostasis : memanjang
Albumin serum : fase awal normal dan menurun pada fase lanjut. Kadar
albumin rendah menunjukkan prognosis buruk
Hipoglikemia, khususnya pada bayi
Peningkatan kadar serum kreatinin signifikan mengarah pada hepatorenal
syndrome
Hiponatremia dan hipokalemia
Kadar fosfat rendah
Kadar serum ammonia meningkat secara dramatis
Peningkatan serum laktat sebagai akibat gangguan perfusi jaringan dan
penurunan klirens oleh hati
Analisis gas darah : asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik sebagai
akibat dari hepatopulmonary syndrome
Pemeriksaan serologi terhadap etiologi gagal hati fulminan
Pemeriksaan Penunjang Lain
EEG
USG hati (Doppler)
CT scan atau MRI abdomen.
CT scan kepala
Biopsi hati
Prognosis
Mortalitas pada anak-anak sebesar 80-90% disebabkan edema serebri, sepsis,
dan kerusakan multi organ. Angka keberhasilan hidup adalah sebesar 10-
20%. Dipengaruhi oleh derajat koma, macam pengobatan, umur penderita,
dan tergantung pada kemampuan regenerasi hati serta komplikasi yang
terjadi.

7.6 Neoplasma hepar


Neoplasma hati yang tersering adalah karsinoma metastatiK, dengan kolon,
paRu, dan payudara sebagai tempat tumor tersering. Di seluruh dunia,
insidensi keganasan hati primer bervariasi sesuai dengan prevalensi setempat
faKtor risiko, terutama infeksi HBV. Massa di hati menimbulkan perhatian
karena bermacam-macam alasan. Massa tersebut dapat menyebabkan rasa
penuh dan tidak enak di ulu hati atau terdeteksi saat pemeriksaan fisik rutin.
Pemeriksaan radiografik untuk indikasi lain mungkin secara tidak sengaja
mendeteksi massa di hati.

KLASIFIKASI
Secara garis besar, tumor pada hati dapat dibagi menjadi:
Tumor Jinak Hemangioma cavernosum
Hamartoma
Adenoma sel hati atau saluran empedu
Jaringan adrenal ektopik
Focal nodular hyperplasia
Tumor Ganas -karsinoma sel hati (hepatocarcinoma),
Primer saluran empedu (cholangiocarcinoma)
atau campuran
(hepatocholangiocarcinoma)
-sarkoma jarang terdapat, misalnya
hemangioendotheliosarcoma,
rhabdomyosarcoma embrional
Sekunder misalnya karsinoma atau sarkoma
(metastasis)
Hemangioma kavernosa
Lesi jinak yang tersering adalah hemangioma kavernosa. Lesi berbatas tegas
ini terdiri atas saluran vascular berlapis endotel dengan stroma di antaranya.
Tumor tampak sebagai nodus diskret merah-biru, biasanya bergaris tengah
kurang dari 2 cm, dan sering terletak tepat di bawah kapsul. Makna klinis
utamanya adalah jangan salah menyangka sebagai tumor metastatik; biopsy
jarum per kutis buta dapat menyebabkan pendarahan intra abdomen yang
parah.

Hiperplasia nodular fokal


Nodus hepatoselular jinak soliter atau multiple dapat timbul di hati yang tidak
mengalami sirosis. Hiperplasia nodular fokal tampak sebagai nodus berbatas
tegas, tetapi tidak jelas berkapsul, dengan jaringan parut fibrosa di tengah dan
diameter hingga beberapa sentimeter. Lesi ini diperkirakan merupakan
regenerasi nodular sebagai respon terhadap cedera vascular local. Hiperplasia
nodular fokal paling sering terjadi pada usia dewasa muda hingga
pertengahan dan tampaknya tidak menimbulkan risiko keganasan.

Adenoma sel hati


Neoplasma hepatosit yang jinak ini cenderung timbul pada perempuan usia
subur yang menggunakan kontrasepsi oral, dan tumor mengecil jika
pemakaian hormon dihentikan. Tumor ini berupa nodus pucat, kuning-
cokelat, atau berwarna empedu, berbatas tegas, dan dapat ditemukan dimana
saja di hati tetapi sering di bawah kapsul. Garis tengah tumor dapat mencapai
30 cm. secara histologist, adenoma sel hati terdiri atas lembaran-lembaran
dan genjel-genjel sel yang dapat mirip hepatosit normal atau memperlihatkan
variasi dalam ukuran nukleus dan sel. Tidak terdapat saluran porta; di seluruh
tumor tersebar pembuluh arteri dan vena drainase. Adenoma sel hati
bermakna karena dua alasan:

1. Jika terdapat sebagai massa intra hati, tumor ini dapat salah disangka
sebgai karsinoma hepatoselular yang prognosisnya lebih buruk
2. Adenoma subkapsul berisiko mengalami ruptur, terutama sewaktu
kehamilan (di bawah pengaruh ekstrogen), menyebabkan perdarahan
intraabdomen yang berbahaya. Tumor ini jarang berkembang menjadi
karsinoma hepatoselular.

Karsinoma Hepatoselular (hepatocellular carcinoma = HCC)


Merupakan tumor ganas hati primer yang berasal dari hepatosit, demikian
pula dengan karsinoma fibrolamelar dan hepatoblastoma. Tumor ganas hati
lainnya, kolangiokarsinoma (cholangiocarcinoma = CC) dan
sistoadenokarsinoma berasal dari sel epitel bilier, sedangkan angiosarkoma
dan leiomiosarkoma berasla dari sel mesenkim. Dari seluruh tumor ganas hati
yang pernah didiagnosis, 85% merupakan HCC; 10% CC; dan 5% adalah
jenis lainnya.

Epidemiologi
HCC meliputi 5,6% dari seluruh kasus kanker pada manusia serta menempati
peringkat kelima pada laki-laki dan kesembilan pada perempuan sebagai
kanker tersering di dunia, dan urutan ketiga dari kanker sistem saluran cerna
setelah kanker kolorektal dan kanker lambung. HCC jarang ditemukan pada
usia muda, kecuali di wilayah yang endemik infeksi HBV serta banyak terjadi
transmisi HBV perinatal.

Faktor Risiko

1. Virus hepatitis B (HBV)


Hubungan antara infeksi kronik HBV dengan timbulnya HCC terbukti kuat,
baik secara epidemiologis, klinis, maupun eksperimental. Pada dasarnya,
peribahan hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati. Siklus sel dapat
diaktifkan secara tidak langsung oleh kompensasi proliferatif merespon
nekroinflamasi sel hati, atau akibat dipicu oleh ekspresi berlebihan suatu atau
beberapa gen yang berubah akibat HBV. Koinsidensi infeksi HBV dengan
pajanan agen onkogenik lain seperti aflatoksin dapat menyebabkan terjadinya
HC tanpa melalui sirosis hati (HCC pada hati non sirotik).

2. Virus hepatitis C (HCV)


Di wilayah dengan tingkat infeksi HBV rendah, HCV merupakan faktor
risiko penting dari HCC. Koeksistensi infeksi HCV kronik dengan infeksi
HBV atau dengan peminum alcohol meliputi 20% dari kasus HCC. Infeksi
HCV berperan penting dalam patogenesis HCC pada pasien yang bukan
pengidap HBV. Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui
aktivitas nekroinflamasi kronik dan sirosis hati.

3. Sirosis Hati
Merupakan faktor risiko utama HCC di dunia dan melatarbelakangi 80%
kasus HCC.

4. Aflatoksin
Aflatoksin B1 (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh jamur
Aspergillus. Dari percobaan binatang diketahui bahwa AFB1 bersifat
karsinogen.

5. Obesitas
Seperti diketahui, obesitas merupakan faktor risiko utama untuk non-
alcoholic fatty liver disease (NAFLD), khususnya non-alcoholic
steatohepatitis (NASH) yang dapat berkembang menjadi sirosis hati dan
kemudian dapat berlanjut menjadi HCC

6. Diabetes Melitus
Telah lama ditengarai bahwa DM merupakan faktor risiko baik untuk
penyakit hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan hati
dan NASH.

7. Alkohol
Meskipun alkohol tidak mempunyai kemampuan mutagenik, peminum berat
alkohol berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis hati alkoholik.
8. Lainnya
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain yang
dibicarakan/ditemukan adalah penyakit hati autoimun (hepatitis autoimun;
PBC/sirosis bilier primer), penyakit hati metabolic (hemokromatosis genetic,
defisiensi antitrypsin-alfa1; penyakit Wilson), kontrasepsi oral, senyawa
kimia (thorotrast, vinil klorida, nitrosamine, insektisida organoklorin, asam
tanik), tembakau (masih kontroversial).

Patologi
Secara makroskopis biasanya tumor berwarna putih, padat, kadang nekrotik
kehijauan atau hemoragik. Acap kali ditemukan thrombus tumor di dalam
vena hepatica atau portaintrahepatik. Pembagian atas tipe morfologisnya
adalah ekspansif dengan batas yang jelas, infiltratif (menyebar/menjalar),
multifocal.

Karakteristik klinis
Di Indonesia (khususnya Jakarta) HCC ditemukan tersering pada median
umur antara 50-60 tahun, dengan predominasi pada laki-laki. Manifestasi
kelinisnya sangat bervariasi, dari asimtomatik hingga yang gejala dan
tandanya sangat jelas dan disertai gagal hati. Gejala yang paling sering
dikeluhkan adalah nyeri atau perasaan tak nyaman di kuadran kanan atas
abdomen. Pasien sirosis hati yang makin memburuk kondisinya, disertai
keluhan nyeri di kuadran kanan atas atau teraba pembengkakan lokal di hepar
patut dicurigai menderita HCC. Demikian pula bila tidak terjadi perbaikan
pada asites, perdarahan varises atau pre koma setelah diberi terapi yang
adekuat, atau pasien penyakit hati kronik dengan HbsAg atau anti-HCV
positif yang mengalami perburukan kondisi secara mendadak. Juga harus
diwaspadai bila ada keluhan rasa penuh di abdomen disertai perasaan lesu,
penurunan berat badan dnegan atau tanpa demam.
Keluhan gastrointestinal lain adalah anoreksia, kembung, konstipasi atau
diare. Sesak napas dapat dirasakan akibat besarnya tumor yang menekan
diafragma, atau karena sudah ada metastasis di paru. Sebagian besar pasien
HCC sudah menderita sirosis hati, baik yang masih dalam stadium
kmpensasi, maupun yang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal hati seperti
malaise, anoreksia, penurunan berat badan dan ikterus.
Temuan fisis tersering pada HCC adalah hepatomegali dengan atau tanpa
bruit hepatik, splenomegali, asites, ikterus, demam, dan atrof otot. Sebagian
dari pasien dirujuk ke rumah sakit karena perdarahan varises esophagus atau
peritonitis bacterial spontan (SBP) ternyata sudah menderita HCC.

Pemeriksaan Penunjang
-Penanda tumor
a. Alfa-fetoprotein (AFP) = rentang normal AFP serum adalah 0-20
ng/mL. kadar AFP meningkat pada 60-70% pasien HCC, dan kadar lebih dari
400 ng/mL adalah diagnostik atau sangat sugestif untuk HCC.
b. Des-gamma carboxy prothrombin (DCP) atau PIVKA-2, AFP-L3, alfa-
L-fucosidase serum, dll.
Agregat sensitivitas dan spesifisitas yang paling baik adalah AFP, AFP-L3,
dan PIVKA-2
- USG Abdomen
- Strategi Skrining dan Surveilans
Skrining dimaksudkan sebagai aplikasi pemeriksaan diagnostik pada populasi
umum, sedangkan surveillance adalah aplikasi berulang pemeriksaan
diagnostik pada populasi yang berisiko untuk suatu penyakit sebelum ada
bukti bahwa penyakit tersebut sudah terjadi.

Diagnosis
Untuk tumor dengan diameter lebih dari 2 cm, adanya penyakit hati kronik,
hipervaskularisasi arterial dari nodul (dengan CT atau MRI) serta kadar AFP
serum >= 400 ng/mL adalah diagnostik.

7.7 Cholelithiasis
Definisi
Kolelitiasis/koledokolitiasis merupakan adanya batu di kandung empedu, atau
pada saluran kandung empedu (Ductus Choledocus) yang pada umumnya
komposisi utamanya adalah kolesterol. (Williams, 2003).
Etiologi
Batu kolesterol
Adanya perubahan pada komposisi empedu dimana kadar kolesterol
meningkat sehingga timbul batu.
Batu pigmen coklat
Yaitu akibat adanya proses hemolitik atau investasi dari bakteri E. Coli atau
cacing Ascaris lumbricoides sehinga mengubah bilirubin diglukoronoida
menjadi bilirubin bebas yang akhirnya menjadi kalsium bilirubin dan
mengendap.
Patofisiologi
Adanya perubahan konsumsi lemak yang sangat berlebih sehingga
menyebabkan metabolism lemak yang meningkat. Akibatnya kadar kolesterol
sebagai hasil metabolism lemak juga meningkat. Peningkatan kadar
kolesterol ini mengakibatkan kadar kolesterol dalam empedu yang meningkat
kemudian mengendap sehingga timbul batu.
Gangguan hormonal seperti pada wanita hamilmenyebabkan proses
pengosongan empedu menjadi lebih lama sehingga muncul stasis empesu
yang mengakibatkan empedu di dalam kantong mengendap cukup lama
sehingga lama kelamaan akan timbul batu.
Infeksi bakteri selain dapat mengubah bentuk bilirubin juga dapat memicu
kerusakan lipatan mukosa vesica felea sehingga timbul deskuamasi mukosa
yang memproduksi mucus berlebih. Hal ini mengakibatkan viskositas
empedu meningkat.
Manifestasi Klinis
Jika batu masih berada di dalam kandung empedu maka belum timbul gejala
klinik. Gejala klinik baru muncul jika batu tersebut mulai menyebabkna
obstruksi pada saluran empedu. Dibagi menurut fase akut dan kronisnya
Akut
Epigastium kanan nyeri dan spasme
Ikterus ringan
Rasa nyeri (kolik)
Mual dan muntah
Febris
Kronis
Nyeri di mid-epigastrium dan menyebar sampai ke scapula dextra, sifatnya
menetap dan lama serangan lebih dari 30 menit.
Mual dan muntah
Intoleransi lemak
Sering sendawa dan flatus
Ikterus berat
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dan bila perlu
pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan fisik
Murphy sign positif. Yaitu dengan cara meletakkan jari telunjuk di
abdomen garis midclavicula kemudian pasien diminta menarik nafas. Apabila
dirasakan nyeri saat bernafas maka murphy sign positif.
Adanya icterus menunjukkan adanya kelebihan bilirubin dalam darah
Feses pucat dan urin gelap, karena saluran empedu tersumbat sehingga
empedu tidak keluar menuju saluran cerna sehingga pada saluran cerna
kekurangan zat empedu yang memberikan warna kuning pada feses. Hal ini
menyebabkan feses pucat. Tersumbatnya saluran empedu menyebabkan
bilirubin yang diproduksi sel hepar tidak dapat disalurkan menuju ke saluran
cerna padahal sel hepar terus memproduksi bilirubin. Akibatnya terjadi aliran
balik bilirubin ke darah sehingga darah mengandung banyak bilirubin. Ginjal
yang menyaring drah juga akan membuang bilirubin tersebut lewat urin
sehingga urinmenjadi gelapa atau disebut “clay colored urine”.
Pemeriksaan penunjang
Tes bilirubin serum diatas 0,4 mg/dl
USG menunjukkan bendungan pada saluran empedu
Foto polos abdomen menunjukkan adanya penyumbatan pada kandung
empedu
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering adalah infeksi pada vesica felea (colesistisis),
peradangan pada peritonitis, dan rupture kandung empedu.

7.8 Kolesistitis akut


Definisi
Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi
akut dinding kandung empedu disertai keluhan nyeri perut kanan atas, nyeri
tekan dan panas badan. Dikenal klasifikasi kolesistitis yaitu kolesistitis akut
sertakronik.Kolesistitis Akut adalah peradangan dari dinding kandung
empedu, biasanya merupakan akibat dari adanya batu empedu di dalam
duktus sistikus, yang secara tiba-tiba menyebabkan serangan nyeri yang luar
biasa.
Epidemiologi
Sejauh ini belum ada data epidemiologis penduduk, insidensi kolesistitis di
negara kita relative lebih rendah di banding negara-negara barat.
Etiologi
Faktor yang mempengaruhi timbulnya serangan kolesistitis akut adalah statis
cairan empedu, infeksi kuman, dan iskemia dinding kandung empedu.
Penyebab utama kolesistitis akut adalah batu kandung empedu (90%) yang
terletak di duktus sistikus yang menyebabkan statis cairan empedu,
sedangkan sebagian kecil kasus timbul tanpa adanya batu empedu (kolesistitis
akut akalkulus).
Bagaimana statis di duktus sistikus dapat menyebabkan kolesistitis akut
masih belum jelas. Diperkirakan banyak faktor yang berpengaruh, antara lain
kepekatan cairan empedu, kolesterol, lisolesitin dan prostaglandin yang
merusak lapisan mukosa dinding kandung empedu diikuti oleh reaksi
inflamasi dan supurasi.
Patofisiologi
Kandung empedu memiliki fungsi sebagai tempat menyimpan cairan empedu
dan memekatkan cairan empedu yang ada didalamnya dengan cara
mengabsorpsi air dan elektrolit. Cairan empedu ini adalah cairan elektrolit
yang dihasilkan oleh sel hati. Pada individu normal, cairan empedu mengalir
ke kandung empedu pada saat katup Oddi tertutup. Dalam kandung empedu,
cairan empedu dipekatkan dengan mengabsorpsi air. Derajat pemekatannya
diperlihatkan oleh peningkatan konsentrasi zat-zat padat. Stasis empedu
dalam kandung empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur tersebut. Perubahan
metabolisme yang disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis
empedu, dapat menyebabkan infeksi kandung empedu.
Manifestasi Klinis
Nyeri, timbul larut malam atau pada dini hari, biasapada abdomen kanan
atas atau epigastrium danteralihkankebawahangulus scapula dexter,
bahukananatau yang kesisikiri, kadangmenirunyeri angina pectoris.
Nyeri bertambah hebat bila penderita menarik nafas. Nyeri dapat
berlangsung 30-60 menit tanpa peredaan, berbeda dengan spasme yang cuma
berlangsung singkat pada kolik bilier.
Serangan dapat muncul setelah makan makanan besar atau makanan
berlemak larut malam atau tindakan sederhana seperti palpasi abdomen atau
menguap.
Penderita berkeringat kadang dapat terbaring tidak bergerak dalam posisi
melekuk. Fatulens dan mual biasa ditemukan, tetapi tak biasa muntah, kecuali
bila pada ductus choledocus ada batu.
Selain itu, bentuk nyeri yang dapat muncul adalah nyeri distensi karena
kontraksi vesica biliaris untuk atasi sumbatan duktus sistikus. Nyerinya
terletak profunda, sentral dan tidak ada rigiditas otot. Nyeri peritoneum
superficialis terhadap rasa tekan pada kulit, ada rigiditas otot, hiperestesia.
Fundus vesica biliaris dipersarafi oleh enam nervus intercostalis terakhir dan
phrenicus, sehingga rangsangan pada bagian anterior menimbulkan nyeri
pada kuadran kanan atas dan cabang kulit posterior menyebabkan nyeri
infrascapula kanan yang khas. Nyeri yang dialihkan ke punggung dan
kuadran kanan atas berasal dari nervus spinalis karena nervus ini meluas jarak
singkat ke mesenterium dan ligamentum hepatogastricum sekeliling dutus
bilifer.
Jika dokter menekan perut kanan sebelah atas, penderita akan merasakan
nyeri tajam. Biasanya serangan nyeri berkurang dalam 2-3 hari dan kemudian
menghilang dalam 1 minggu.
Sebagai tanda adanya inflamasi biasanya ada demam dan peningkatan
hitung sel darah putih. Pada mulanya, timbul demam ringan, yang semakin
lama cenderung meninggi.
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
Pemeriksaan ultra sonografi(USG). Pemeriksaan ini sebaiknya dikerjakan
secara rutin dan sangat bermanfaat untuk memperlihatkan besar, bentuk,
penebalan dinding kandung empedu, batu dan saluran empedu extra
hepatic.Nilai kepekaan dan ketepatan USG mencapai 90% - 95%. Diagnosis
yang paling akurat diperoleh dari pemeriksaan skintigrafihepatobilier, yang
memberikan gambaran dari hati, saluran empedu, kandung empedu dan
bagian atas usus halus.
Penatalaksanaan
Konservatif pada keadaan akut:
bila penyakit berat, pasien perlu dirawat dan diberi cairan infus
istirahat baring
puasa, pasang pipa nasogastrik
analgesik, antibiotik
Bila gagal dengan pengobatan konservatif atau terdapat toksemia yang
progresif, perlu dilakukan kolesistektomi. Hal ini perlu untuk mencegah
komplikasi. Sebaiknya kolesistektomi dikerjakan pula pada serangan yang
berulang- ulang.
7.9 Hydrops of gall

bladder
Definisi
Mucocele (hydrops) of the gallbladder adalah overdistensi dari kandung
empedu yang terisi mucus ataupun cairan, yang biasanya non-inflamatory.
Epidemiologi
Sekitar 3% dari semua penyakit kandung empedu pada orang dewasa adalah
hydrops of gallbladder.
Etiologi
Batu empedu pada leher kandung empedu maupun duktus sistikus
Kolesistitis akut
Tumor-polip atau keganasan gallbladder
Overdistensi kandung empedu kongenital
Parasit (eg.Ascaris)
Patofisiologi
Obstruksi kandung empedu yang kronis dan tidak mendapatkan penangan
segera menyebabkan kandung empedu memanjang dan melebar yang
volumnya bisa mencapa mencapai 1,5 L. Empedu maupun pigmen empedu
terserap, diikuti sekresi mukus atau cairan dari mukosa kandung empedu.
Manifestasi Klinis
Nyeri epigastrik atau right upper quadrant abdomen
Nausea dan vomiting
The following suggest other conditions:
Nyeri berlanjut atau persisten lebih dari 6 jam – kolesistitis akut
Panas dingin–infeksi kandung empedu, dengan dd gallbladder empyema
Jaundice – obstruksi saluran empedu
Physical findings include the following:
Tanda inflamasi akut minimal
Teraba masa yang besar dan lunak
Diagnosis
White blood cell (WBC) count –lekosistosis tinggi mungkin menunjukkan
kolesistitis akut atau infeksi kandung empedu
Bilirubin
Ultrasonography –sangat sensitif mendeteksi batu empedu

7.10 Empyema of gall

bladder

Definisi
Adalah hasil dari kolesistitis akut yang progresif dengan obstruksi pada
ductus sistikus yang persisten  sehingga terbentuk pus karena adanya reaksi
superinfeksi pada cairan empedu yang stagnan (tidak mengalir akibat adanya
osbtruksi tersebut)
Etiologi
Penyebab paling sering empiema kandung empedu adalah kolesistitis akut
calculous yang mengalami terkontaminasi. Sering disebabkan sebagian oleh
besar organisme termasuk Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,
Streptococcus faecalis, dan anaerob, termasuk Clostridia spesies Bacteroides.
Perforasi Lokal atau bebas terjadi jika drainase atau reseksi tidak dilakukan
pada saat ini. Generalized sepsis sering menyertai kemajuan ini.
Pada kolestistits acalculous jarang ditemukan . Jarang, gangguan pada
saluran empedu distal umum dapat menghasilkan pembentukan nanah, yang
kemudian dapat dekompresi pada kandung empedu.
Patofisiologi
Kolelithiasis (terbentuk batu empedu)  obstruksi  kolesistitis akut
(radang akut pada kandung empedu)  obstruksi persisten dari batu empedu
pada ductus sistikus  terjadi stagnasi cairan empedu  terjadi superinfeksi
pada cairan empedu yang stagnan tersebut  terbentuk pus

Manifestasi Klinis
Kondisi klinis pasien dengan empiema kandung empedu adalah sama dengan
pasien dengan kolesistitis akut (dari mana empiema ini berasal). Saat timbul
penyakit,rasa sakit dan demam tinggi, menggigil. Pasien dengan diabetes
atau imunosupresi mungkin menunjukkan sedikit tanda-tanda dan gejala.
Pemeriksaan Fisik
Pasien dengan awal empiema kandung empedu sering timbul tidak
berbeda dengan pasien kolesistitis akut, dengan gejala-gejala yang termasuk
demam (suhu,> 101 ° F), tekanan darah stabil, dan takikardi ringan.
Namun, jika perforasi lokal atau bebas telah terjadi dan / atau pasien
mengalami sepsis umum, demam (suhu, 103 ° F), menggigil, dan
kebingungan dapat diamati dalam hubungan dengan hipotensi dan takikardia
berat.
Awal pemeriksaan perut sama dengan pasien dengan kolesistitis akut,
dengan nyeri ringan hingga sedang di perut bagian kanan atas dan tanda
Murphy positif (yaitu, penangkapan inspirasi sebagai kandung empedu turun
menyentuh tangan sebelumnya ditempatkan dalam di perut bagian kanan
pertengahan).
Pemeriksaan Penunjang
Tes laboratorium, didapat: leukositosis meningkat yaitu >15000/dL,
peningkatan phospatase alkaline, peningkatan serum bilirubin, masa
prothrombin memanjang
Imaging studies: CT scan, USG (pelebaran/pembesaran gall bladder)
Histopatologi/ patologi anatomi
7.11 Atresia biliaris

 Merupakan sumbatan saluran empedu mengenai seluruh / sebagian dari


saluran empedu ekstrahepatik/intrahepatik
 Defek congenital : hasil dari tidak adanya/obstruksi atau lebih salurann
empedu  penyubatan aliran empedu dari hepar ke vesia fellea
 ETIOLOGI:
- Adanya perkembangan abnormal saluran empedu , penyebabnya tidak
diketahui pasti, kemungkinan infeksi virus (CMV, Rotavirus) / keracunan zat
tertentu pada janin
 KLASIFIKASI:
1) Atresia tipe 1 : bagian ujung saluran empedu tidak terbentuk (3% kasus)
2) Atresia tipe 2 : saluran empedu pada hati menyempit dan ada kista (6%
kasus)
3) Atresia tipe 3 : pangkal saluran empedu tidak terbentuk (19% kasus)
4) Atresia tipe 4 : seluruh saluran empedu tidak terbentuk dan kandung
empedu tidak ada (72% kasus, paling sering)
- Berdasarkan periode terjadinya :
1) Atresia biliaris tipe fetal
Umumnya sudah mengalami gejala kuning seluruh tubuh sejak lahir dan
sering disertai kelainan bawaan lain (jantung, kelainan usus, dsb) akibat
factor mutasi genetic
2) Atresia billiaris tipe perinatal
Umumnya lahir normal  baru jadi kuning (2-8 minggu pasca lahir)  ada
proses inflamasi pada saluran empedu yang menyempit
 PATOFISIOLOGI:
- Obstruksi/tidak adanya saluran empedu ekstrahepatik menyebabkan 
empedu tersumbat dan kembali ke liver, menyebabkan :
1) Peradangan. Oedem, degenerasi hepatic  fibrosis  sirosis dan
hipertensi portal  gagal hati
2) Malnutrisi akibat tidak bisa absorbs vitamin larut lemak  kekurangan
vitamin larut lemak  gagal tumbuh
 KLINIS :
- Timbul biasanya 2 minggu post partum
- Air kemih gelap, tinja pucat, kulit berwarna kuning
- BB tidak bertambah/bertambah tapi lambat, hati membesar
- Bila gejala timbul saat 2-3 bulan , terjadi gangguan pertumbuhan, gatal-
gatal, rewel, TD tinggi pada vena porta (pembuluh darah ke hati), distensi
abdomen, varises esophagus, hepatomegali
- Jaundice (dalam 2 minggu sampai dengan 2 bulan) : lemah, pruiritus,
anoreksia, letargi
 DIAGNOSIS :
1) Laboratorium :
Pemeriksaan darah, urin, feses  untuk nilai fungsi hepar dengan peninggian
bilirubin
2) Biopsi liver
Dilihat di mikroskop : dinilai obstruksi sistem billier
3) USG
- Bervariasi, tergantung tipe dan derajat beratnya penyakit
- Hepar  membesar/normal dengan parenkim inomogen, fibrosis
4) Laparoskopi

7.12 Kanker saluran

empedu

PENGERTIAN
Kanker Saluran Empedu atau cholangiocarcinoma merupakan tumor yang
berasal dari jaringan epitel saluran empedu yang berada di dalam hati
(intrahepatik) atau luar hati (ekstrahepatik). Angka kejadian kanker saluran
empedu dalam hati lebih cenderung meningkat dibandingkan angka kejadian
kanker saluran empedu diluar hati yang stabil atau menurun. Peningkatan
angka kejadian kanker saluran empedu diluar hati ini belum diketahui
penyebabnya, namun terdapat beberapa faktor resiko seperti infeksi cacing
hati khususnya Opisthorchus viverrini dan Clonorchis sinesis. Wilayah Asia
Tenggara seperi Thailand, yang endemik terhadap cacing hati ini sangat
umum dengan kanker saluran empedu ekstrahepatik hati ini. (ii)
PENYEBAB DAN FAKTOR RESIKO
Pada umumnya, kanker saluran empedu tidak diketahui penyebabnya. Namun
ada beberapa faktor resiko yang dapat meningkatkan terjadinya kanker
saluran emepedu, di antaranya:
 KondisiPeradangan: Primary Sclerosing Cholangitis (PSC)
merupakanfaktorrsiko yang paling umumuntukkankersaluranempedu.
Prevalensipenderita PSC untukterjadikankersaluranempedusebesar 5%
sampai 15%
 KelainanSaluranEmpedu: Orang yang
lahirdengankelainansaluranempedu (kongenital),
sepertikista choledochal danpenyakitCaroli’s, memilikirisiko 10-
15% terkenakankersaluranempedu
 Infeksi: Faktorresikolainnyatermasukinfeksisaluranempeduolehcacingh
ati Opisthorchusviverrini dan Clonorchissinesis yang endemik di
daerahasiatenggara.
 Hepatolithiasis: penderitahepatolithiasismemilikiresiko 10%
untukterkenakankersaluranempedu
 Kolangitisbakterial yang didapatdariprosedurdrainaseempeduenterik
 Zat-
zatkarsinogenseperti thorotrast dan dioxin: Thorotrast merupakansuatuage
nkontras yang dahuludigunakanuntukpencitraan (imaging).
Paparanterhadapthorotrastdapatmenyebabkansuatukankerdaripembuluh-
pembuluhdarahdalamhati. Dioxin adalahnamasekelompoksenyawakimiabe
racun yang terbentuksebagaihasilpembakaransampahdanbahanbakar.
 Hepatitis C dansirosis (iii)
GEJALA DAN TANDA KANKER SALURAN EMPEDU
Kanker saluran empedu pada umumnya tidak memiliki gejala awal sampai
akhirnya mencapai tahap lanjut. Gejala yang paling umum seperti nyeri,
berkeringat dimalam hari, anoreksia, kehilangan berat badan dan penurunan
kinerja tubuh.
TES DAN UJI
Pengujian yang dapat dilakukan untuk memeriksa tumor atau penyumbatan
pada saluran empedu diantaranya:
 USG abdomen
 CT scan abdomen
 Sampelcairanempedu yang dilakukansitologi
 Endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP)
 Magnetic resonance cholangiopancreatography (MRCP)
 Percutaneous transhepaticcholangiogram (PTCA) (vi)
 Spiral CT scan
 MRI (magnetic resonance imaging) scan
 Endoscopic ultrasound scan (EUS)
 Angiogram
 Biopsy
 Laparotomy (v)
STADIUM KANKER SALURAN EMPEDU
Stadium kanker adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan ukuran
dan apakah telah menyebar di luar tempat asalnya. Berikut tahapan stadium
pada kanker saluran empedu:
 Tahap 1A: Kankerterkandungdalamsaluranempedu,
danekstensiradikalsekunder
 Tahap 1B:
Kankertelahmenyebarmelaluidindingsaluranempedutetapibelummenyebar
kekelenjargetahbening di dekatnyaataustrukturlainnya.
 Tahap 2A: Kankertelahmenyebarkehati, pankreas,
kandungempeduataupembuluhdarah di dekatnya,
tetapibukankelenjargetahbening.
 Tahap 2B: Kankertelahmenyebarkekelenjargetahbening di dekatnya.
 Tahap 3: Kankermempengaruhipembuluhdarahutama yang
membawadarahkedandarihati, atautelahmenyebarkeususkecilataubesar,
perutataudindingperut. Kelenjargetahbening di
perutmungkinjugaterpengaruh.
 Tahap 4: Kankertelahmenyebarkebagian-bagiantubuhsepertiparu-paru.

7.13 Pankreatitis

Pankreatitis Akut merupakan reaksi peradangan pankreas, secara klinis


ditandai nyeri perut akut dengan kenaikan enzim dalam darah dan urin.
Perjalanan penyakit dari ringan self limited sampai berat yang disertai
renjatan gangguan ginjal dan paru-paru yang bisa berakibat fatal.

Pada pankreatitis berat, enzim pankreas, bahan vasoaktif dan toksik keluar
dari saluran pankreas dan masuk ke dalam ruang pararenal anterior, pararenal
posterior, lesser sac, dan peritoneum. Bahan ini mengakibatkan iritasi
kimiawi yang bisa menimbulkan penyulit seperti kehilangan cairan
berprotein, hipovolemia, dan hipotensi.

Bahan tersebut masuk melalui sirkulasi umum (jalur getah bening


retroperitoneal dan jalur vena) mengakibatkan penyulit sistemik (gagal napas,
gagal ginjal, dan kolaps kardiovaskular)

Klasifikasi

1. Pankreatitis Akut. Ditandai gagal organ dengan adanya


renjatan, insufisiensi paru (PaO₂ ≤60 mmHg), gangguan ginjal (kreatinin >2
mg/dL) dan perdarahan saluran cerna atas (>500 mL/hari). Adanya nekrosis,
pseudokista atau abses juga berperan dalam beratnya pankreatitis.
2. Pankreatitis Interstisial dan Pankreatitis Nekrosis,
keduanya bisa dibedakan denganCT Scan Abdomen. Secara klinis,
pankreatitis nekrosis lebih berat dibanding pankreatitis interstisial, dan
disertai gagal organ yang lebih lama, risiko tinggi untuk infeksi dan
mortalitas.
Pankreatitis dapat merupakan episode tunggal atau berulang. Tergantung
beratnya peradangan dan luasnya nekrosis parenkim, dibedakan menjadi:

1. Pankreatitis Akut Interstisial. Terdapat nekrosis lemak di tepi pankreas


dan edema interstisial; biasanya ringan dan self limited
2. Pankreatits Akut Nekrosis. Bisa setempat atau difus; terdapat korelasi
antara derajat nekrosis pankreas dan beratnya serangan serta manifestasi
sistemik.
Faktor yang menentukan beratnya pankreatitis akut sebagian masih belum
diketahui. Pada 80% kasus pankreatitis akut, jaringan yang meradang masih
hidup (pankreatitis interstisial), sisanya 20% mengalami nekrosis
pankreas atau nekrosis peripankreas yang merupakan komplikasi berat
dan mengancam jiwa. Nekrosis peripankreas diduga akibat aktivitas lipase
pankreas pada jaringan lemak peripankreas; sedang penyebab nekrosis
pankreas adalah multifaktor (kerusakan mikrosirkulasi dan efek langsung
enzim pankreas pada parenkim pankreas)

Pada pankreatitis interstisial dapat menunjukkan toksisitas sistemik yang


jelas (gagal napas), umumnya self limited bila tidak terdapat nekrosis
pankreas. Bila terdapat nekrosis pankreas, kerusakan bersifat permanen,
karena adanya enzim pankreas, toksin, dan timbulnya infeksi sekunder

 Etiologi
1. Batu bilier
2. Infeksi (tifus, DBD, leptospirosis, askaris, apendisitis akut, sepsis,
virus)
3. Idiopatik
4. Trauma
5. Tukak peptik
6. Obstruksi saluran pankreas oleh fibrosis atau konkrema
7. Penyakit metabolik (hipertrigliseridemia, hiperlipoproteinemia,
hiperkalsemia, diabetes, gagal ginjal, hemokromatosis, pankreatitis herediter)
8. Kehamilan
9. Obat (tiazid, furosemid, azatioprin, steroid, isoniazid, tetrasiklin,
salazopirin, asparginase, indometasin)
 Patogenesis
Dalam keadaan normal pankreas terlindung dari efek enzimatik enzim
digestifnya sendiri. Enzim pankreas (enzim proteolitik (tripsin, kimotripsin,
karboksipeptidase, elastase) dan fosfolipase A) disintesis sebagai zimogen
inaktif dan diaktivasi dengan pemecahan rantai peptik secara enzimatik.

Sedangkan enzim pankreas lainnya (amilase dan lipase) disintesis dalam


bentuk inaktif dan disimpan dalam butir zimogen sehingga terisolasi oleh
membran fosfolipid dalam sel asini

Aktivasi enzim dicegah oleh inhibitor dalam jaringan pankreas, cairan


pankreas dan serum. Dalam proses aktivasi enzim, tripsin memegang peranan
penting yang mengaktivasi yang terlihat pada proses autodigesti. Hanya
lipase yang tidak tergantung tripsin. Aktivasi zimogen secara normal dimulai
oleh enterokinase di duodenum. Adanya aktivasi dini enzim dalam pankreas
menyebabkan autodigesti pankreas.

Adanya mekanisme aktivasi dini enzim ini antara lain adanya refluks isi
duodenum danrefluks cairan empedu, aktivasi sistem
komplemen, stimulasi, dan sekresi enzim berlebih.
Isi duodenum merupakan campuran enzim pankresas aktif, asam empedu,
lisolesitin dan lemak yang teremulsi.

Asam empedu mempunyai efek detergen pada sel pankreas, meningkatkan


aktivasi lipase dan fosfolipase A, memecah lesitin menjadi lisolesitin dan
asam lemak, serta menginduksi spontan sejumlah kecil tripsinogen. Perfusi
asam empedu ke dalam duktus pankreatikus menambah permeabilitas
sehingga mengakibatkan perubahan struktural yang jelas

Alkohol. Pengaruhnya ke pankreatitis akut mungkin efek toksik alkohol yang


langsung pada orang tertentu dengan kelainan enzimatik yang tidak diketahui.
Teori lain adalah merangsang sfingter oddi sehingga terjadi spasme dan
meningkatkan tekanan di saluran bilier dan saluran dalam pankreas,
merangsang enzim pankreas sehingga terjadi pankreatitis.

Alkohol juga mengurangi inhibitor tripsin (fungsi inhibitor pankreas, lihat


atas), mengakibatkan sekresi pankreas pekat sehingga terbentuk small protein
plugs yang menyebabkan obstruksi saluran pankreas.

Penyakit Saluran Empedu. Batu empedu yang terjepit pada ampula


vater/sfingter oddi atau adanya mikrolitiasis (mengandung kolesterol
monohidrat, kalsium bilirubinat, kalsium karbonat) dapat mengakibatkan
pankreatitis akut karena refluks cairan empedu ke dalam saluran pankreas.
Pengobatan dengan asam ursodeoksikolat atau
tindakan kolesistektomi atausfingterotomi per endoskopik mengurangi
insidensi pankreatitis akut rekuren.

Obat bisa mengakibatkan hipersensitivitas atau terbentuknya metabolik yang


toksik

Penyakit metabolik, misal Hipertrigliseridemia dapat memicu pankreatitis


akut, mungkin karena efek toksik langsung lemak pada sel pankreas; tapi
pada pasien hipertrigliseridemia dan pankreatitis akut adalah alkoholik, dan
kelainan lemak diakibatkan sekunder oleh alkoholisme
 Patologi
Terdapat dua bentuk anatomis utama yaitu:

1. Pankreatitis Akut Interstisial. Secara makroskopik pankreas


membengkak secara difus dan pucat. Tidak terdapat nekrosis atau perdarahan,
bila ada, minimal sekali. Secara mikroskopik, daerah interstisial melebar
karena adanya edema ekstrasel, disertai sebaran sel leukosit PMN. Saluran
pankreas diisi bahan purulen. Tidak didapatkan destruksi asinus.
2. Pankreatitis Akut Nekrosis Hemoragik. Secara makroskopik,
tampak nekrosis jaringan pankreas (lemak di tepi pankreas, parenkim) disertai
perdarahan dan inflamasi yang dapat mengisi ruang retroperitoneal. Bila
penyakit berlanjut, tampak abses dan timbulnya bakteri di jaringan nekrosis
yang berdinding (abses purulen). Secara mikroskopik, adanya nekrosis lemak
dan jaringan pankreas, kantong infiltrat yang meradang dan berdarah.
Pembuluh darah di dalam dan di sekitar daerah nekrotik menunjukkan
kerusakan mulai dari inflamasi perivaskular, vaskulitis, dan trombosis
pembuluh darah. Bentuk pankreatitis ini lebih fatal dibanding pankreatitis
akut interstisial
 Gejala Klinis
Gejala pankreatitis akut dapat ringan sehingga ditemukan konsentrasi enzim
pankreas dalam serum atau dapat menjadi berat dan fatal. Rasa nyeri timbul
tiba-tiba di epigastrium (tersering), kadang agak ke kiri atau kanan; rasa
nyeri dapat menjalar ke punggung, perut dan abdomen bawah; terus-menerus,
makin bertambah dan berhari-hari; bisa disertai mual-muntah serta demam;
kadang terdapat tanda kolaps kardiovaskular, renjatan dan gangguan
pernapasan.

Pemeriksaan fisik ditemukan nyeri tekan perut bagian atas karena rangsangan
peritoneum, tanda peritonitis, adanya massa pada bagian pankreas yang
membengkak dan infiltrat radang, meteorismus abdomen pada 70-80% kasus
pankreatitis akut. Suhu tinggi menunjukkan kemungkinan kolangitis,
kolesistitis, atau abses pankreas. Ikterus pada sebagian kasus, kadang asites
seperti sari daging dan mengandung amilase dan efusi pleura pada sisi kiri.

 Pemeriksaan Laboratorium
Kenaikan enzim amilase dan atau lipase serum, leukositosis, fungsi hati yang
terganggu, hiperglikemia. Penurunan kalsium dan kolesterol serum

7.14 Karsinoma pankreas


DEFINISI DAN ETIOLOGI

Tumor pankreas dapat berasal dari jaringan eksokrin dan jaringan


endokrin pankreas, serta jaringan penyangganya. Dalam klinis sebagian besar
pasien (±90%) tumor pankreas adalah tumor ganas dari jaringan eksokrin
pankreas, yaitu adenokarsinoma duktus pankreas.

Etiologi

Penyebab sebenarnya Ca pankreas masih belum jelas. Penelitian


epidemiologik menunjukkan adanya hubungan dengan beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor Eksogen (Lingkungan)


Kebiasaan merokok (resiko terkena 1,4-2,3 kali dibanding non perokok), diet
tinggi lemak, alkohol, dan zat karsinogen industri.

b. b. Faktor Endogen (pasien)


Usia, penyakit pankreas (pankreatitis kronik dan DM) dan mutasi genetik

c. c. Faktor Genetik
Resiko Ca pankreas meningkat 2x pada pasien dengan riwayat keluarga
tingkat pertama. Sekitar 10% pasien Ca pankreas memiliki predisposisi
genetik yang diturunkan.

PATOFISIOLOGI

Sumbatan pada ampulla Vater yang disebabkan oleh tumor dapat


menyebabkan obstruksi pada saluran sekresi pancreas dan bilirubin ke dalam
usus. Sumbatan saluran bilirubin ke dalam duodenum dapat menyebabkan
terjadinya ikterus. Jika bilirubin tidakd apat mengalir ke dalam intestinal dan
terakumulasi dalam aliran darah dapat menyebabkan ikterus pada kulit.

PEMERIKSAAN

Diagnosisnya sulit dibedain dengan pankreatitits kronis. Diagnosis


mungkin dapat ditegakkan dengan pemeriksaan CT scan(melihat bagian-
bagian pankreas), USG, ERCP, dan pencitraan. Mungkin bisa juga dengan:

 Melakukan pemeriksaan pankreas atau barium swallow (dengan cara


pasien disuruh meminum cairan barium sebelum disinar X dibagian sistem
pencernaan)
 Ultrasound Transabdominal  melihat pankreas dengan gelombang suara
yang nantinya suara itu akan menggema dan akhirnya akan membentuk
gambar di layar monitor.
Pasien dengan kanker ampulla yang disertai dengan obstruksi ikterus,
biasanya akan menjalani pemeriksaan endoskopi dan endoscopi retrograde
cholangiopancreatography (ERCP) dimana pada saat yang bersamaan suatu
massa tumor juga akan teridentifikasi pada ampulla. Hasil pemeriksaan
kanker ampulla serupa dengan kanker pancreas melalui endoskopi
ultrasonografi.
TERAPI
Terapi Ca kaput pankreas
1. Bedah reseksi “kuratif”
2. Bedah Paliatif
3. Kemoterapi
4. Radioterapi
5. Terapi simtomatik

7.15 Leptospirosis

Etiologi
Leptospirosis disebabkan oleh Leptospira interogans yang asal mulanya
penyakit ini hanya menginfeksi hewan saja. Namun, sekarang telah
meningkat jumlahnya pada manusia (zoonosis). Reservoirnya dapat berupa
tikus, sapi, babi, dan anjing.
Epidemiologi
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, kecuali antartika, dan terbanyak di
daerah tropis. Leptospira hidup di hewan piaraan (terutama hewan pengerat)
di epitel tubulus ginjal dan berkembang baik pada musim hujan. Tempat
perkembangbiakan leptospira adalah tempat yang lembap, hangat, dan
memiliki PH air dan tanah yang netral. Suasana tersebut terdapat di sepanjang
daerah tropis.
Penularan
Penularan leptospira dapat terjadi apabila :
1. Kontak dengan air, tanah, lumpur yang telah terkontaminasi oleh urin
hewan yang terinfeksi leptospira. Jika terdapat luka atau lesi pada kulit,
selaput lendir atau mukosa manusia maka dapat terinfeksi
2. Gigitan binatang yang terinfeksi leptospira
3. Ekspose yang lama terhadap air meskipun kulit utuh (tidak luka)
4. Terinfeksi saat mengurusi biakan leptospira di laboratorium
Pathogenesis
Leptospira masuk ke dalam tubuh melalui luka dan mengikuti aliran darah
kemudian berkembangbiak. Saat leptospira menyebar ke jaringan tubuh,
terjadi respon imunologi dan terbentuk antibody spesifik. Beberapa leptospira
berhasil diberantas, namun ada sejumlah kecil leptospira yang dapat
mencapai tubulus ginjal dan bertahan karena daerah ini terisolasi dari
imunologi. Lalu leptospira melepaskan toksin yang dapat menyebabkan lesi
pada endotel kapiler dan dilepaskan melalui urin.
Gejala Klinis
 Fase leptospiraemia
1. Berlangsung selama 4-7 hari
2. Terdapat leptospira di darah dan CSS
3. Sakit kepala terutama pada frontal
4. Sakit otot
5. Demam tinggi, menggigil
6. Mual dan muntah
7. Kehilangan kesadaran
 Fase Imun
1. Demam 40˚C
2. Sakit menyeluruh (leher, tangan, perut, betis)
3. Perdarahan (epistaksis, ptekie)
4. Ikterik
5. Peningkatan titer Ab
6. Ada leptospira di urin
Diagnosis
Diagnosis untuk kasus leptospirosis sangat sulit karena pasien dapat sudah
dengan hepatitis atau meningitis karena leptospira masuk ke sel hati atau ke
sistem saraf pusat. Pada pemeriksaan lab didapatkan leukositosis,
peningkatan LED, proteinuria, leukosituria dan terdapat torak. Harus
dilakukan kultur biakan leptospira atau uji serologi (polymerase chain
reaction) untuk hasil yang lebih cepat.
Tata laksana
1. Terapi simtomatik untuk mengatasi dehidrasi dan hipotensi (dengan
penggantian cairan)
2. Pada kasus leptospirosis berat dapat diberi antibiotic penisislin G
3. Pada kasus leptospirosis ringan dapat diberi antibiotic tetrasiklin,
doksisiklin, atau ampisilin
Prognosis
Jika tidak terjadi ikterus, jarang fatal. Jika terdapat ikterus, pada umur <30
tahun dapat 5% meninggal sedangkan pada usia lanjut angka kematian
mencapai 30-40%.
Pencegahan
1. Memakai pakaian khusus bagi pekerja yang memiliki risiko tinggi
2. Vaksinasi hewan peliharaan
3. Pemberian doksisiklin 200mg/minggu bagi pemilik risiko

7.16 Schistosomiasis

Definisi
Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing
pipih (cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin,
dan nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri
berkemih dan pendarahan.
Schistosomiasis mempengaruhi lebih dari 200 juta orang di daerah tropis dan
subtropis di Amerika Selatan, Afrika, dan Asia. Lima jenis schistosoma yang
paling menyebabkan kasus pada schistosomiasis pada orang :
- Schistosoma hematobium menginfeksi saluran kemih (termasuk kantung
kemih)
- Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum, Schistosoma mekongi, dan
Schistosoma intercalatum menginfeksi usus dan hati.
- Schistosoma mansoni menyebar luas di Afrika dan satu-satunya
schistosome di daerah barat.
Etiologi
Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air
bersih yang terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang.
Schistosomes berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di
air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika
mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak
melalui aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa
menjadi cacing pita dewasa. Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui
aliran darah menuju tempat terakhir di dalam pembuluh darah kecil di
kandung kemih atau usus, dimana mereka tinggal untuk beberapa tahun.
Cacing pita dewasa tersebut meletakkan telur-telur dalam jumlah besar pada
dinding kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut menyebabkan jaringan
setempat rusak dan meradang, yang menyebabkan borok, pendarahan, dan
pembentukan jaringan luka parut. Beberapa telur masuk ke dalam
kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih atau kotoran pada orang yang terinfeksi
memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas, dan parasit memasuki
keong untuk mulai siklusnya kembali.
Schistosoma mansoni dan schistosoma japonicum biasanya menetap di dalam
pembuluh darah kecil pada usus. Beberapa telur mengalir dari sana melalui
aliran darah menuju ke hati. Akibatnya peradangan hati bisa menyebabkan
luka parut dan meningkatkan tekanan di dalam pembuluh darah yang
membawa darah antara saluran usus dan hati (pembuluh darah portal).
Tekanan darah tinggi di dalam pembuluh darah portal (hipertensi portal) bisa
menyebabkan pembesaran pada limpa dan pendarahaan dari pembuluh darah
di dalam kerongkongan.
Telur-telur pada schistosoma hematobium biasanya menetap di dalam
kantung kemih, kadangkala menyebabkan borok, ada darah dalam urin, dan
luka parut. Infeksi schistosoma hematobium kronis meningkatkan resiko
kanker kantung kemih.
Semua jenis schistosomiasis bisa mempengaruhi organ-organ lain (seperti
paru-paru, tulang belakang, dan otak). Telur-telur yang mencapai paru-paru
bisa mengakibatkan peradangan dan peningkatan tekanan darah di dalam
arteri pada paru-paru (hipertensi pulmonari).
Gejala
Ketika schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa
terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing
pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah,
rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi.
Batang getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian
kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam
katayama.
Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena :
- Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak
nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa
mengakibatkan anemia.
- Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi :
pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
- Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih,
kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
- Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka
parut yang bisa menyumbat saluran kencing.
- Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) :
Kejang atau kelemahan otot.
Diagnosa
Wisatawan dan imigran dari daerah-daerah dimana schistosomiasis adalah
sering terjadi harus ditanyakan apakah mereka telah berenang atau
menyeberangi air alam. Dokter bisa memastikan diagnosa dengan meneliti
contoh kotoran atau urin untuk telur-telur. Biasanya, beberapa contoh
diperlukan, tes darah bisa dilakukan untuk memastikan apakah seseorang
telah terinfeksi dengan schistosoma mansoni atau spesies lain, tetapi tes
tersebut tidak dapat mengindikasikan seberapa berat infeksi atau seberapa
lama orang tersebut telah memilikinya. Kadangkala, seorang dokter
mengambil contoh pada usus atau jaringan kantung kemih untuk diteliti di
bawah mikroskop pada telur-telur. Untrasonografi bisa digunakan untuk
mengukur seberapa berat schistosomiasis pada saluran kemih atau hati.
Pengobatan
Untuk pengobatan, 2 sampai 3 dosis praziquantel digunakan melalui mulut
lebih selama 1 hari.
Pencegahan
Schistosomiasis paling baik dicegah dengan menghindari berenang, mandi,
atau menyeberang di air alam di daerah yang diketahui mengandung
schistosomes.

7.17 Sindrom Gilbert


Definisi
Adalah kesalahan metabolisme bilirubin sejak lahir yang kemungkinan
dominan autosomal, dimana yang terjadi adalah peningkatan ringan bilirubin
tak terkonjugasi tanpa adanya kerusakan dari hati maupun kelainan
hematologic.
Merupakan suatu penyakit familial ringan yang dicirikan dengan ikterus dan
hiperbilirubinemia tak terkonjugasi ringan (2-5mg/ml) yang kronis
Etiologi
Defisiensi enzim glukotonil transferase sejak lahir (kemungkinan dominan
autosomal).
Klasifikasi
Baru-baru ini sindrom gilbert dibagi dalam 2 bentuk, yaitu:
 Pasien dengan bukti hemolisis & peningkatan penggantian bilirubin.
 Memiliki bersihan bilirubin yang menurun dan tidak terdapat hemolisis.
Patofisiologi
Pada sindrom gilbert ini yang mengalami peningkatan adalah bilirubin yang
tidak terkonjugasi disebabkan oleh gangguan konjugasi dari bilirubin.
Dimana pada sindrom gilbert ini yang terjadi adalah defisiensi parsial dari
enzim glukotonil transferase (dalam RE) yang berfungsi mengkatalisis
konjugasi bilirubin tak terkonjugasi dengan asam glukuronat sehingga
menghasilkan bilirubin terkonjugasi.

Bilirubin tak Enzim glukotonil Bilirubin


terkonjugasi transferase
terkonjugasi
Jadi intinya jika enzim glukotonil transferase mengalami defisiensi parsial
maka bilirubin yang tak terkonjugasi akan sedikit mengalami penumpukan
karena tidak dapat dikatalisis seluruhnya menjadi bilirubin terkonjugasi
secara sempurna seperti pada orang normal.
Karena bilirubin yang tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air dan tidak
dapat dieksresi dalam empedu atau urin, bilirubin tak terkonjugasi ini akan
menumpuk dalam tubuh sehingga menyebabkan perubahan warna jaringan
menjadi kuning (ikterus).
Derajat ikterus yang terjadi dapat berubah-ubah dan seringkali memburuk
pada puasa lama, infeksi, stress, operasi, dan asupan alcohol berlebih.
Awitannya paling sering adalah pada usia remaja.
Gejala
Karena bilirubin yang tak terkonjugasi bersifat tidak larut dalam air dan tidak
dapat dieksresi dalam empedu atau urin, bilirubin tak terkonjugasi ini akan
menumpuk dalam tubuh sehingga menyebabkan perubahan warna jaringan
menjadi kuning (ikterus).
Derajat ikterus yang terjadi dapat berubah-ubah dan seringkali memburuk
pada puasa lama, infeksi, stress, operasi, dan asupan alcohol berlebih.
Awitannya paling sering adalah pada usia remaja.
Dapat diinspeksi bahwa penderita terlihat kuning (ikterus), terutama terlihat
pada sclera & permukaan bawah lidah (jaringan permukaan kaya elastin).
Derajat ikterus yang terjadi dapat berubah-ubah dan seringkali memburuk
pada puasa lama, infeksi, stress, operasi, dan asupan alcohol berlebih.
Awitannya paling sering adalah pada usia remaja.
Penatalaksanaan
Karena yang terjadi di sini adalah defisiensi parsial dari enzim glukotonil
transferase maka keadaan ini dapat diobati dengan fenobarbital yang dapat
merangsang aktivitas enzim glukoronil transferase sehingga dapat bekerja
dengan adekuat.

7.18 Sindrom Crigler-

najjar
 Definisi dan Etiologi
Merupakan salah satu penyakit yang diturunkan secara herediter, karena
perbedaan derajat dari hiperbilirubinemia tak terkonjugasi.Sindrom Crigler
Najjar ini terjadi oleh karena keadaan kekurangan glukoronil transferase.
Sindrom Crigler Najjar ini memiliki 2 tipe, yaitu:
a. Crigler Najjar Type I
Merupakan gangguan herediter yang jarang terjadi. Penyababnya adalah suatu
gen resesif, denga tidak adanya glukoronil transferase sama sekali ketika
lahir. Oleh karena itu tidak terjadi konjugasi bilirubin sehingga empedu tidak
berwarna dan kadar bilirubin tak terkonjugasi melampaui 20mg/100ml.
b. Crigler Najjar Type II
Ditandai oleh hiperbilirubinemia tak terkonjugasi. Tetapi tidak diketahui
adanya abnormalitas pada pemeriksaan konvensional biokimia hati, histologi
hati, atau hemolisis. Ini berbeda dengan tanda Crigler Najjar I pada beberapa
orang. Rata-rata, konsentrasi bilirubin lebih rendah pada CN-II. Karena itu
CN-II jarang ditandai dengan kernicterus. Cairan empedu berwarna, dan
terdapat bilirubin glucoronides yang ditandai dengan menurunnya proporsi
dari monoglucoronida. Penderita CN-I ini biasanya masih dapat hidup hingga
dewasa tanpa kerusakan neurologi
 Patofisiologi
Tidak adanya glukoronil transferase

Tidak terjadi konjugasi bilirubin

Kadar bilirubin yang tidak terkonjugasi meningkat (>20mg/100ml)

Kernikterus

 Manifestasi klinis
Ada 2 tipe:
 Tipe 1  berhubungan dengan produksi sedikit atau tidak ada enzim
glukoro-niltransferase yang menyebabkan tingkat bilirubin sangat tinggi
dalam tubuh.
Gejala : sakit kuning, ikterus pada kulit dan konjungtiva akibat kelebihan
bilirubin yang timbul segera setelah lahir
 Tipe 2  berhubungan dengan aktivitas enzim glukoro-niltransferase yang
rendah
Gejala : sakit kuning mungkin tidak muncul sampai pada masa bayi atau
anak-anak.
 Pemeriksaan
 Ciri: tingginya kadar bilirubin dalam darah tapi tes fungsi hati normal
 Tes bilirubin: tipe 1 (17-50 mg/dl)
 Tipe 2 (6-22 mg/dl)
 Pada pencitraan abdomen, seperti x-ray, CT Scan, USG menunjukkan
hasil normal.
 Terapi
1. Fototerpi dapat mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi sementara
2. Fenobarbital meningkatkan aktivitas glukoronil transferase

 Komplikasi
Jika tipe 1 tidak diidentifikasi dan diobati segera setelah lahir, bilirubin yang
berlebihan dapat menyebabkan kerusakan otak yang dikenal sebagai
enselopati bilirubin (kernicterus)gejala: hypotonia, ketulian, kelesuan dan
kerusakan/kematian otak permanen mungkin terjadi.
 Diagnosis Banding : Syndrom Gilbert
 Prognosis
Crigler-Najjar tipe 1 mempunyai hiperbilirubinemia yang berat dan biasanya
meninggal pada umur 1 tahun. Tipe 2, mempunyai hiperbilirubinemia yang
kurang berat (<20 mg/dl, 342 umol/L) dan biasanya hidup sampai masa
dewasa yanpa kerusakan neurologik.

7.19 Sindrom dubin-

Johnson

 Definisi dan Etiologi


 Penyakit yang disebabkan oleh autosomal resesiv yang ditandai dengan
ikterus yang ringan dan tanpa keluhan.Kerusan dasar terjadinya gangguan
ekskresi berbagai anion organic seperti bilirubin,namun ekskresi garam
empedu tidak terganggu .
 Hati terdapat pigmen sebagai akibat bahan seperti melanin ,namun
gambaran histologinya normal.Penyebab deposisi pigmen belum
diketahui.Nilai amino transferase dan fosfatase alkali normal.Olehkarena
sebabnya belum diketahui gangguan khas ekskresi korpoporfirin urin dengan
rasio recersal isomer I:III menyertai keadaan ini.
 Patofisiologi
Defek pada eksresi bilirubin ini diakibatkan oleh mutasi dari ekspresi gen
MRP2, suatu transporter membrane kanalikuli ATP-dependent sehingga
menyebabkan peningkatan eksresi bilirubin yang belum dapat dijelaskan
mekanismenya sepenuhnya. Produksi bilirubin yang berlebihan ini bahkan
dapat lebih meningkat dalam kondisi hamil atau pemakaian kontrasepsi oral.
 Gejala
Penyakit autosom resesif ditandai denga ikterus yang bersifat kronik,
benigna, dan hilang timbul. Ditandai juga dengan kenaikan konsentrasi
bilirubin direk dan sedikit bilirubin indirek serta adanya bilirubin dalam urin.
Tidak ada gejala pruritus.
 Pemeriksaan Peninjang
Gambaran PA yang penting dari DJS adalah adanya hiperpigmentasi yang
gelap, kasar dan bergranula pada lisosom hepatosit centrilobular sehingga
hepar terlihat berwarna hitam kasar. Pigmen ini diduga merupakan sisa
metabolit epinefrin yang tidak disekresikan secara normal, dan dapat hilang
selama masa infeksi virus hepatitis, meski akan kembali terakumulasi setelah
pulih.
 Diagnosis Banding
Sindrom Rotor

7.20 Sindrom rotor


Menyerupai Sindrom Dubin-Johnson, namun yang berbeda adalah dalam
Sindrom Rotor tidak dijumpai pigmentasi hati.Gejala Sindrom
RotorMenyerupai Sindrom Dubbin-Johnson yaitu:
- Ikterus yang ringan dan tanpa keluhan
- Tidak ada pigmentasi hati
- Terdapat gambaran opasitas kandung empedu pada permukaan
Cholecystography
- Tidak ada kenaikan sekunder pada tes BSP
- Jumlah ekskresi Coproporphyrin naik

8. FARMAKOLOGI

8.1 ANTASIDA

Antasid merupakan obat yang menetralkan asam lambung sehingga


menghilangkan nyeri tukak peptik. Antasid tidak mengurangi volume HCl
yang dikeluarkan lambung tetapi hanya meninggikan pH asam lambung.
Keasaman asam lambung hanya ditekan sampai pH 4 karena bila lebih tinggi
dari itu maka akan menurunkan aktivitas pepsin kecuali pada pemberian terus
menerus.

Antasid dibagi menjadi dua golongan yaitu antasid sistemik dan


nonsistemik. Antasid sistemik contohnya natrium bikarbonat diabsorbsi pada
usus halus sehingga mengakibatkan urin menjadi bersifat alkali. Sehingga
sangat berbahaya pada pasien kelainan ginjal dapat menimbulkan alkalosis
metabolik dan dapat menimbulkan nefrolitas fosfat pada pemakaian kronis.
Sedangkan antasid non sistemik hampir tidak diabsorbsi oleh usus sehingga
tidak berdampak sistemik

Berikut adalah beberapa jenis antasida:

1. Natrium bikarbonat (antasida sistemik)


Natrium bikarbonat atau NaHCO3 merupakan antasida yang bekerja cepat
menetralkan HCl lambung karena daya larut yang tinggi. Berikut ini adalah
reaksi kimia natrium bikarbonat:

NaHCO3 + HCl ↔ NaCl + H2O + CO2

Antasida jenis ini sudah jarang digunakan karena banyak memiliki efek
samping. Karbon diokisda yang terbentuk pada reaksi diatas adalah penyebab
dari sendawa. Gas tadi juga dapat menyebabkan distensi lambung yang
mengakibatkan perforasi. Natrium bikarbonat juga dapat menyebabkan
oedem, alkalosis metabolik, dan alkalinisasi urin. Obat ini bereaksi buruk
dengan susu atau krim karena dapat menimbulkan sindom susu alkali.
2. Aluminum Hidroksida (antasid non sistemik)
Aluminum Hidroksida atau Al(OH)3 merupakan antasida bereaksi lambat
namun memiliki masa kerja yang lama. Obat ini tidak diasorbsi di usus kecil
sehingga tidak keluar melalui urin melainkan dari feses. Aluminum
hidroksida tidak mengakibatkan perubahan absorpsi pada makanan. Berikut
ini adalah reaksi kimia aluminum hidroksida:

Al(OH)3 + 3HCl ↔ AlCl3 + 3H2O

Efek samping Al(OH)3 yang utama adalah konstipasi. Hal ini dapat diatasi
dengan garam Mg. Mual dan muntah dapat terjadi sindrom deplesi fosfat
disertai osteomalasia. Al(OH)3 dan dapat mengurangi absorbsi vitamin dan
tetrasiklin.
3. Magnesium Hidroksida (non sistemik)
Magnesium hidroksida atau Mg(OH)2 digunakan sebagai katartik dan
antasid. Obat ini tidak bekerja bila tidak bereaksi dengan HCl membentuk
MgCl2 sehingga masa kerjanya lama. Antasid ini bekerja sama aktifnya
dengan natrium bikarbonat.
Penggunaan kronik dari magnesium hidroksida dapat mengakibatkan diare
kronik karena tidak semua magnesium dapat diabsorbsi usus dan dapat
menarik air. Magnesium yang berhasil diserap akan masuk ke ginjal sehingga
kurang baik pada penderita fungsi ginjal yang buruk.

Efek samping jangka lama antasida

1. Sindrom susu alkali


Gejala muncul pada pemakaian antasida sistemik atau kalsium karbonat
dalam waktu yang lama dengan konsumsi susu. Gejala yang muncul adalah
sakit kepala, iritabel, lemah, mual, dan muntah. Sindroma ini ditandai
hiperkalsemia, alkalosis ringan, kalsifikasi dan terbentuknya batu ginjal pada
gagal ginjal.
2. Batu ginjal, osteomalasia dan osteoporosis
Aluminum hidroksida dan fosfat dapat membentuk senyawa yang sukar larut
dalam usus halus, sehingga mengurangi absorbsi fosfat dan diikuti penurunan
ekskresi fosfat urin. Penurunan absorpsi ini berakibat resorpsi tulang yang
selanjutnya menyebabkan hiperkalsiuria dan meningkatkan absorbsi kalsium
dari usus halus. Hal ini dapat mengakibatkan batu kalsium saluran kemih,
osteomalasia dan osteoporosis.
3. Neurotoksisitas
Aluminum yang diabsorbsi dalam jumlah kecil dapat tertimbun di otak, dan
diduga mendasari sindroma ensefalopati yang terjadi pada pasien gagal ginjal
kronik dan penyakit Alzheimer.
4. Saluran cerna
Penggunaan antasid yang mengandung magnesium dapat mengakibatkan
diare dan aluminum dapat mengakibatkan konstipasi.
5. Interaksi dengan obat lain.
Antasid dapat mengurangi absorbsi berbagai obat misal INH, penisilin,
tetrasiklin, nitrofuratonin, asam nalidiksat, sulfonamid, fenilbutazon, digoksin
dan klorpromazin.
8.2 Hepatoprotektor

Sampai saat ini masih belum ada obat resmi yang dinyatakan sebagai
hepatoprotektor, namun banyak zat yang telah diteliti memiliki efek dapat
melindungi hati. Preparat untuk tujuan pengobatan medis yang didapatkan
dari berbagai bentuk/ bagian tanaman dikategorikan sebagai herbal. Preparat
herbal mengandung komponen aktif yang merupakan bagian dari tanaman
termasuk: daun, bunga, akar, batang atau tangkai, biji, serta bagian lainnya.
Komponen ini dapat diberikan dalam bentuk serbuk, pil, atau dilarutkan,
diseduh dalam bentuk teh, atau dalamformula lainnya. Preparat herbal yang
diambil dari bagian tanaman mengandung berbagai campuran bahan kimia, di
antaranya: komponen zat aktif, komponen zat inaktif, metal, dsb.

Herbal yang bermanfaat atau mempunyai potensi sebagai hepatoprotektor


merupakan komponen tumbuh-tumbuhan (akar, daun, ataupun bagian yang
lain) yang mempunyai potensi melindungi sel-sel hati baik yang secara
tradisional sudah lama digunakan atau yang sudah ada data uji ilmiahnya.

Kemampuan herbal sebagai hepatoprotektor ini diketahui dengan berbagai


mekanisme, di antaranya adalah dengan adanya potensi antiinfl amasi, adanya
kemampuan sebagai antioksidan, efek koleretik dan kolekinetik,
meningkatkan regenerasi sel-sel hati dengan meningkatkan sintesis protein,
menjaga integritas membran sel dsb.

Data menunjukkan bahwa preparat herbal hepatoprotektor mampu


melindungi sel-sel hati terhadap berbagai stresor, baik dari bahan kimia
(misalnya: CCl4, Cadmium Chlorida, dsb), atau dari berbagai agen biologi
(misalnya: aflatoksin B1), obat-obatan (INH, dsb). Namun untuk hepatitis
virus sampai saat ini belum ada bukti herbal hepatoprotektor dalam hal
menekan/mengurangi jumlah virus yang ada.

PREPARAT HERBAL YANG MEMPUNYAI POTENSI SEBAGAI


HEPATOPROTEKTOR DI ANTARANYA ADALAH:

a. Silymarin
Silymarin yang juga dikenal dengan nama Milk thistle ini diisolasi dari biji
tanaman Silybun marianum yang merupakan campuran dari
beberapa flavonolignan (silybin, isosilybin, silidianin, dan silychristin), yang
sejak abad ke-16 sudah digunakan sebagai preparat untuk memperbaiki
gangguan hati. Dari ke empat flavonolignan tersebut, silybin merupakan
komponen utama (70%), selanjutnya silychristin (20%), dan sisanya yang
lain.

Silymarin merupakan zat yang tidak larut dalam air, sehingga pada pemberian
per oral sangat kecil (2-3%) diserap melalui saluran cerna. Waktu paruh
pemberian peroral adalah sekitar 4-6 jam, dan 40% dari silymarin diekskresi
melalui empedu. Untuk memperbaiki bioavailabilitas maka
dikembangkansilymarin phytosome atau silybinphosphatidylcholine yang
merupakan campuran silymarin dan phosphatidylcholine dengan rasio 1:1
molar.

Silymarin ini secara farmakodinamik mempunyai potensi antiinflamasi,


antoksidan, merangsang sintesis protein sehingga dapat digunakan untuk
meningkatkan regenerasi sel-sel hati, serta anti fibrosis. Beberapa studi klinis
penggunaan silymarin di antaranya adalah untuk penyakit hati akibat alkohol
yang melibatkan 106 subyek, mampu menurunkan kadar serum transaminase,
dan memperbaiki histologi sel hati. Pada studi lain atas 170 pasien sirosis
hati, pemberian silymarin mampu memperbaiki survival rate. Silymarin juga
mampu melindungi sel-sel hati terhadap pemaparan CCl4, acetaminophen,
ethanol, D-galactosamine, dsb.

Silymarin secara umum ditoleransi dengan baik, mempunyai profil keamanan


yang bagus. Pemberian dosis tinggi (1.500 mg/ kgbb.) masih aman, efek
samping yang sering terjadi adalah diare (efek laksatif), kembung, dispepsia,
mual, dan rash.

b. Schisandra

Merupakan kumpulan lignan dari tanaman Schisandra


chinensis & Schisandra sphenanthera yang berasal dari China. Schisandra ini
mengandung zat aktif Schisandrin B, Schisandrin C, Schisandrol B, dan
Schisandra A, yang terutama terdapat di dalam Schisandra chinensis.
Sedangkan Schisandra sphenanthera mengandung Schisantherin A,
Schisantherin B, Schisantherin C dan Schisantherin D. Schisandra terbukti
mampu mencegah atau mengurangi kerusakan molekul lemak (lemak
teroksidasi) akibat pemaparan CCl4 pada sel-sel hati, juga terbukti mampu
menurunkan kadar transaminase hati. Mekanisme fungsi hepatoprotektor ini
diperkirakan dengan cara memperbaiki dan meningkatkan gluthation redoks
dari mitokrondria.

c. Glycyrrhizin

Glycyrrhizin merupakan hasil ekstrak akar licorice dari Glycyrrhicin


glabra yang merupakan tanaman asli dari Eropa Tenggara dan Asia Barat.
Akar licorice in sudah berabad-abad digunakan sebagai obat tradisional untuk
pengobatan radang hati, batuk, bronkitis serta gastritis. Glycyrrhicin
mengandung zat aktif yaitu: glycyrrhetic acid, beberapa flavonoid, isofl
avonoid, dan juga sterol. Glycyrrhicin ini memperbaiki gangguan hati dengan
cara mencegah produksi PGE2 oleh makrofag, modifi kasi metabolisme asam
arakidonat, serta potensi sebagai anti oksidan glutathion dan katalase
sehingga mampu menurunkan proses peradangan, menurunkan ALT serta
menghambat proses fibrosis.

d. Phyllanthus amarus

Phyllanthin dan hypophyllanthin merupakan komponen utama Phyllanthus


amarus yang dilaporkan mempunyai efek hepatoprotektor terhadap CCl4 dan
D-galactosamine. Preparat ini luas digunakan sebagai obat tradisional untuk
mengobati keluhan ikterus, gangguan hati lainnya dan memperbaiki serum
transmanisae, bilirubin dan ALP.
e. Beberapa herbal lain yang mempunyai potensi hepatoprotektor
misalnya: Picroriza kurroa, Lycium chinensis dsb.

Anda mungkin juga menyukai