Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Oleh:
LEVINA DIAN ANDRIANIS
(NIM. 14401.15.16018)
A. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum
(ritme jantung abnormal) yang ditandai dengan irama denyut jantung iregular dan
peningkatan frekuensi denyut jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada
dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi supraventrikuler dengan
aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi mekanik
atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa
darah jantung.
Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya
gelombang P, yang diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit
dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak dan waktu timbulnya yang dihubungkan
dengan respon ventrikel yang cepat dan tidak teratur bila konduksi AV masih utuh.
Irama semacam ini sering disebut sebagai gelombang.
B. Anatomi jantung
Jantung adalah organ berotot dan berongga yang berfungsi
memompa darah melalui pembuluh darah dengan frekuensi denyut yang ritmik.
Jantung manusia dewasa mempunyai berat yang hampir sama antara satu orang
dengan orang yang lain, yaitu kurang lebih sekitar 300-350 gr. Jantung secara
normal terletak didalam rongga toraks, yang berada diantara sternum di sebelah
anterior dan vertebra di sebelah posterior, sedangkan pada bagian inferior berbatasan
dengan diafragma Anatomi jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu
anatomi eksternal dan anatomi internal.
1. Anatomi Eksternal
Anatomi eksternal jantung dapat dikatakan sebagai bagian lapisan-
lapisan pada jantung. Pada dasarnya terdapat tiga bagian lapisan pada jantung, yaitu
pericardium,miokardiumdan endocardium Lapisan perikardium merupakan lapisan
jantung bagian luar yang terbuat oleh jaringan ikat yang tebal. Lapisan ini terdiri
dari 2 lapisan yaitu perikardium parietal yang berada dibagian luar dan perikardium
visceral yang berada dibagian dalam. Ruangan diantara perikardium parietal dan
perikardium visceral dinamakan rongga perikardial yang berisi cairan perikardium
encer. Fungsi rongga tersebut adalah sebagai ruang kompsensasi pergerakan
jantung. Lapisan kedua adalah lapisan miokardium, yang merupakan lapisan paling
tebal dan lapisan yang terdiri atas otot-otot jantung.
Lapisan ini terdiri dari 3 macam otot, yaitu otot atrium, otot ventrikel dan
otot serat khusus. Otot atrium mempunyai karakteristik otot yang lebih tipis
dibandingkan dengan otot ventrikel, hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh fungsi
kontraktilitas jantung berkaitan dengan fungsi pompa darah ke seluruh tubuh. Otot
atrium dan otot ventrikel mempunyai kinerja kontraksi yang sama, sedangkan otot
serat khusus lebih tergantung dari rangsang konduksi jantung. Lapisan yang terakhir
adalah lapisan endokardium. Lapisan ini adalah suatu lapisan yang terdiri dari
membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Lapisan ini terdiri dari
jaringan epitel (endotel) dan berhubungan langsung dengan jantung
2. Anatomi Internal
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan dan ventrikel kiri. Bagian kanan (atrium dan ventrikel kanan) dan kiri
(atrium dan ventrikel kiri) jantung dipisahkan oleh suatu sekat yang dinamakan
septum cordis. Disamping itu, jantung juga mempunyai 4 buah katup jantung, yang
terdiri dari katup trikuspidalis, katup mitral/bikuspidalis, katup semilunar pulmonalis
dan katup semilunar aorta.
a. Atrium Kanan
Atrium kanan merupakan ruang pada jantung yang berfungsi untuk
menampung darah vena yang mengalir melalui vena kava inferior dan vena kava
superior. Kedua vena kava bermuara pada tempat yang berbeda, vena kava
superior bermuara pada dinding Katup Atrio-ventrikuler terdiri dari dua katup,
yaitu katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis atau mitral. Katup trikuspidalis
terdiri dari tiga daun katup yang berbeda ukuran pada setiap daun bagian
supero-posterior atrium kanan, sedangkan vena kava inferior bermuara pada
dinding bagian infero-latero-posterior atrium kanan.
b. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan merupakan ruangan setelah atrium kanan. Darah vena
akan dialirkan dari atrium kanan ke ventrikel kanan, yang sebelumnya melewati
katup atrio-ventrikular kanan atau triskupidalis.
c. Atrium Kiri
Atrium kiri merupakan ruangan yang menerima darah (bersih) yang
berasal dari paru-paru. Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonalis
yang bermuara pada dinding postero-posterior atau postero-lateral.
d. Ventrikel Kiri
Ventikel kiri merupakan bagian ruangan pada jantung yang berfungsi
memompa darah ke seluruh bagian organ tubuh. Ventrikel kiri mempunyai tebal
lapisan sebesar 2-3 kali lipat dibandingkan dengan ventrikel kanan. Hal ini
dipengaruhi oleh fungsi pompa darah ventrikel kanan dan kiri.
e. Katup Semilunar
Katup semilunar terdiri dari dua katup, yaitu katup semilunar pulmonalis
dan katup semilunar aorta. Kedua katup ini mempunyai bentuk katup yang sama,
tetapi secara antomis katup semilunar aorta lebih tebal dibandingkan dengan
katup semilunar pulmonalis. Katup semilunar pulmonalis berfungsi sebagai sekat
antara ventrikel kanan dengan paru-paru, sedangkan katup semilunar aorta
berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kiri dengan aorta. Setiap katup terdiri
dari tiga daun katup, untuk katup semilunar pulmonalis terdiri dari daun
katup anterior, dekstra dan sinistra. Sedangkan katup semilunar aorta terdiri dari
daun katup koroner dekstra, koroner sinistra dan non-koroner.
3. Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu serabut saraf
simpatis dan serabut saraf parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi
daerah atrium, ventrikel dan pembuluh darah koroner. Sedangkan serabut saraf
parasimpatis mempersarafi nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan otot-otot atrium.
Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis
torakal III-VI dan diperantarai oleh norepinefrin. Sedangkan persarafan
parasimpatis berasal dari pusat nervus vagus di medulla oblongata dan diperantarai
oleh asetilkolin. Secara fungsional, saraf simpatis mempengaruhi kinerja dari otot
ventrikel, sedangkan saraf parasimpatis lebih berperan dalam mengontrol irama dan
menurunkan laju denyut jantung.
pembukaan saluran Na+ secara cepat. Proses masuknya ion Na+ menyebabkan
perubahan potensial membran sel-sel otoritmik, mulai dari -70 mv hingga +30 mv.
Setelah mencapai ambang batas perubahan potensial, saluran Na+ akan segera
Ca2+ terjadi secara lambat, yang menyebabkan proses plateau dan influks Ca2+
dari ekstraseluler ke dalam intraseluler atau sel-sel otoritmik. Setelah beberapa
saluran Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot jantung ini terjadi akibat
influks Ca2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada dasarnya
terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan hal tersebut, yaitu Ca2+
selama fase plateu pada potensial aksi jantung dan Ca2+ yang dikeluarkan dari
stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada fase ini, Ca 2+ yang tidak berikatan
dengan troponin akan disimpan kembali di dalam sarcoplamic reticulum dan
bertukaran secara aktif dengan ion K + melalui proses Na+- K+-ATPase 9,1
E. Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-
F. KLASIFIKASI
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial
fibrilasi dibedakan menjadi 4 jenis, yaitu :
1. AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama.
Tahap ini merupakan tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya
dan baru pertama kali terdeteksi.
2. Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode
pertama kali kurang dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis
ini juga mempunyai kecenderungan untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang
dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.
3. Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari
7 hari. Berbeda dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari
kardioversi untuk mengembalikan irama sinus kembali normal.
4. Kronik (permanen AF)
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF,
penggunaan kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk
mengembalikan ke irama sinus yang normal. Disamping klasifikasi menurut
AHA (American Heart Association), AF juga sering diklasifikasikan menurut
lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF kronik. AF akut
dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48
jam, sedangkan AF kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari
48 jam. Berdasarkan ada tidaknya penyakit yang mendasari, AF dapat dibedakan
menjadi :
a. AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit
sistemik lainnya.
b. AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik
seperti gangguan tiroid. Berdasarkan bentuk gelombang P AF dibedakan atas:
AF coarse (kasar), AF fine (halus) Interpretasi EKG fibrilasi atrium, sebgai
berikut :
1) Frekuensi : frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon
ventrikuler biasanya 120 sampai 200 denyut per menit.
2) Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak undulasi yang
ireguler, dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang f, interval PR tidak
dapat diukur.
3) Kompleks QRS : biasanya normal.
4) Hantaran : biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon
ventrikel ireguler, karena nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi
atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan menyebabkan ventrikel
berespons ireguler.
5) .Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas
irama diakibatkan oleh perbedaan hantaran pada nodus AV.
G. Manifestasi Klinis
AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat
bervariasi tergantung dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit
yang mendasarinya. Fibrilasi atrium (AF) biasanya menyebabkan ventrikel
berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi, ventrikel tidak
memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa
ke paru-paru dan tubuh. Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan
penderita mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat
atau "berdebar" dalam dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau
pingsan, sesak napas, cepat lelah, laju denyut jantung meningkat, intoleransi
terhadap olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau dapat disertai gejala-
gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas),
terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit).
Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh
lainnya yang berkaitan dengan emboli systemic. AF dapat mencetuskan gejala
iskemik pada AF dengan dasar penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial
yang sangat berkurang pada AF akan menurunkan curah jantung dan dapat
menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien dengan disfungsi ventrikel
kiri .
H. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan
multiple wavelet reentry. Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi
tunggal atau depolarisasi berulang. Pada proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang
dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior. Selain itu, fokus ektopik bisa
juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus coronarius. Fokus
ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi pada
atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA .Sedangkan
multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan
melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak
tergantung pada adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi
lebih tergantung pada sedikit banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi
depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry, sedikit banyaknya sinyal elektrik
dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan
kecepatan konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium
biasanya akan disertai dengan pemendekan periode refractory dan penurunan
kecepatan konduksi. Ketiga faktor tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal
elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi serta mencetuskan terjadinya AF.
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya
gelombang yang menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau
wavelets yang dipicu oleh depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik
dari fokus yang tercetus secara cepat. Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan
mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya ternyata hanya di massa otot
atrium dan bukan di massa otot ventrikel.
Penyebab yang sering menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran
atrium akibat lesi katup jantung yang mencegah atrium mengosongkan isinya secara
adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan ventrikel dengan pembendungan
darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang berdilatasi akan
menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang demikian
juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi
atrium. Fibrilasi atrium dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada
demam reumatik, atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita
aterosklerosis Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi
penurunan atrial flow velocities yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan
memudahkan terbentuknya trombus. Pada pemeriksaan TEE, trombus pada
atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan stroke emboli
dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang
terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli.Beberapa
penelitian menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis.
Kelainan tersebut mungkin akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai
kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF.
PATHWAY
Faktor usia, obat-obatan Kardiomiopati, tumor Pericarditis,miocarditi
(alkohol), intracardiac s
keturunan/genetik Pericarditis,miocarditis
Kelainan katup atrium
J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain :
1. Anamnesis :
Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode pertama,
paroksismal, persisten, permanen). Menentukan beratnya gejala yang menyertai:
berdebar-debar, lemah, sesak napas terutama saat aktivitas, pusing, gejala yang
menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif Penyakit jantung yang
mendasari, penyebab lain dari FA misalnya hipertiroid
2. Pemeriksaan fisik
Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan darah
Tekanan vena jugularis Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat
gagal jantung kongestif Irama gallop s3 pada auskultasi jantung
menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif, terdapatnya bising
pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung
Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan
Edema perifer : kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif
3. Laboratorium : hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung
bila dicurigai terdapat iskemia jantung
4. Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA),
hipertropi ventrikel kiri, pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi
(sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)
5. Foto rontgen toraks
6. Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium
dan ventrikel, hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow
dan TEE (Trans Esopago Echocardiography) untuk melihat thrombus di atrium
kiri
7. Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel
sulit dikontrol
8. Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju
irama jantung.
9. Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi
elektrofisiologi.
K. Prognosis
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus
hidup lebih lama dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga
menunjukkan penggunaan antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuJuan
untuk asimtomatik pada pasien usia lanjut. Hasil penelitian tersebut menunjukan
bahwa terapi medis yang ditujukan untuk mengendalikan irama jantung tidak
menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol rate dan
antikoagulan. Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih
baik pada kejadian tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi
cardiomiopati bila tidak terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat
menyebabkan gagal jantung pada individu yang bergantung pada komponen atrium
dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan pada
pasien dengan penyakit katup jantung termasuk dalam resiko tingi akan terjadinya
gagal jantung saat terjadi AF.
N. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan atrial fibrilasi
adalah:
1. Penurunan curah jantung b.d perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan
inotropik, perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, perubahan structural.
2. Nyeri akut b.d proses penyakit
3. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen,
kelemahan umum, tirah baring atau imobilisasi.
4. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan alveolar-kapiler.
5. Kelebihan volume cairan b.d menurunnya laju filtrasi glomerulus (menurunnya
curah jantung)/ meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air
6. Keletihan b.d fisiologis (status penyakit, peningkatan kelemahan fisik)
O. Intervensi Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan; Perubahan kontraktilitas
kardial/perubahan intropik. Perubahan frekuensi irama dan konduksi listrik,
perubahan structural ditandai dengan:
Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola
EKG
Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).
Bunyi ekstra (S3 & S4)
Penurunan keluaran urine
Nadi perifer tidak teraba
Kulit dingin kusam
Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.
Tujuan :
Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung,
Melaporkan penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang
mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi :
1) Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk
mengkompensasi penurunan kontraktilitas ventrikel.
2) Catat bunyi jantung Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya
kerja pompa. Irama Gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah ke
serambi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.
3) Palpasi nadi perifer
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial,
popliteal, dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi dan pulse alternan.
4) Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada
HCF lanjut tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat
norml lagi.
5) Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak
dekutnya curh jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai
refrakstori GJK.Area yang sakit sering berwarna biru atu belang karena
peningkatan kongesti vena.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan
efek hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume
sekuncup, memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.
2. Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen.
Kelemahan umum, Tirah baring lama/immobilisasi.
Ditandai dengan :
Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat,
berkeringat.
Tujuan /kriteria evaluasi :
Klien Berpartisipasi pada kreativitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri
sendiri, Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh
menurunnya kelemahan dan kelelahan.
Intervensi:
1) Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien
menggunakan vasodilator,diuretic dan penyekat beta.
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat
(vasodilasi), perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung
2) Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea
berkeringat dan pucat
Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume
sekuncup selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi
jantung dan kebutuhan oksigen juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.
3) Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
4) Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja
jantung/konsumsi oksigen berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, bila fungsi jantung tidak dapat membaik kembali,
3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi
glomerulus (menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium/air. ditandai dengan :
Ortopnea, bunyi jantung S3,
Oliguria,
edema,
Peningkatan berat badan,
hipertensi,
Distres pernapasan,
bunyi jantung abnormal.
Tujuan /kriteria evaluasi
Klien akan :
Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan
danpengeluaran,
bunyi nafas bersih/jelas,
tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat badan stabil dan tidak ada
edema.,
Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan individual.
Intervensi :
1) Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi
ginjal. Posisi terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat
ditingkatkan selama tirah baring.
2) Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba/berlebihan (hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada
3) Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi
ADH sehingga meningkatkan diuresis.
4) Pantau TD dan CVP (bila ada)
Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung
5) Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi
gaster/intestinal.
DAFTAR PUSTAKA