DI RUANG ICCU
NIM : 1401.14901.021
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
MALANG
2014
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum (ritme jantung
abnormal) yang ditandai dengan irama denyut jantung iregular dan peningkatan frekuensi denyut
jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi
supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi
mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah
jantung 1,2,3.
diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak
dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon ventrikel yang cepat dan tidak teratur
bila konduksi AV masih utuh. Irama semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f” 4.
Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berotot dan berongga yang berfungsi memompa darah melalui pembuluh
darah dengan frekuensi denyut yang ritmik. Jantung manusia dewasa mempunyai berat yang
hampir sama antara satu orang dengan orang yang lain, yaitu kurang lebih sekitar 300-350 gr.
Jantung secara normal terletak didalam rongga toraks, yang berada diantara sternum di sebelah
anterior dan vertebra di sebelah posterior, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan
diafragma15,16.
Anatomi jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anatomi eksternal dan anatomi
internal13,15,16.
1. Anatomi Eksternal
Anatomi eksternal jantung dapat dikatakan sebagai bagian lapisan-lapisan pada jantung. Pada
dasarnya terdapat tiga bagian lapisan pada jantung, yaitu pericardium, miokardium dan
endokardium.
Lapisan perikardium merupakan lapisan jantung bagian luar yang terbuat oleh jaringan ikat yang
tebal. Lapisan ini terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium parietal yang berada dibagian luar dan
perikardium visceral yang berada dibagian dalam. Ruangan diantara perikardium parietal dan
perikardium visceral dinamakan rongga perikardial yang berisi cairan perikardium encer. Fungsi
Lapisan kedua adalah lapisan miokardium, yang merupakan lapisan paling tebal dan lapisan
yang terdiri atas otot-otot jantung. Lapisan ini terdiri dari 3 macam otot, yaitu otot atrium, otot
ventrikel dan otot serat khusus. Otot atrium mempunyai karakteristik otot yang lebih tipis
dibandingkan dengan otot ventrikel, hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh fungsi kontraktilitas
jantung berkaitan dengan fungsi pompa darah ke seluruh tubuh. Otot atrium dan otot ventrikel
mempunyai kinerja kontraksi yang sama, sedangkan otot serat khusus lebih tergantung dari
Lapisan yang terakhir adalah lapisan endokardium. Lapisan ini adalah suatu lapisan yang terdiri
dari membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Lapisan ini terdiri dari jaringan
2. Anatomi Internal
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri.
Bagian kanan (atrium dan ventrikel kanan) dan kiri (atrium dan ventrikel kiri) jantung dipisahkan
oleh suatu sekat yang dinamakan septum cordis. Disamping itu, jantung juga mempunyai 4 buah
katup jantung, yang terdiri dari katup trikuspidalis, katup mitral/bikuspidalis, katup semilunar
a. Atrium Kanan
Atrium kanan merupakan ruang pada jantung yang berfungsi untuk menampung darah vena yang
mengalir melalui vena kava inferior dan vena kava superior. Kedua vena kava bermuara pada
b. Ventrikel Kanan
Ventrikel kanan merupakan ruangan setelah atrium kanan. Darah vena akan dialirkan dari atrium
kanan ke ventrikel kanan, yang sebelumnya melewati katup atrio-ventrikular kanan atau
triskupidalis.
c. Atrium Kiri
Atrium kiri merupakan ruangan yang menerima darah (bersih) yang berasal dari paru-paru.
Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonalis yang bermuara pada dinding postero-
d. Ventrikel Kiri
Ventikel kiri merupakan bagian ruangan pada jantung yang berfungsi memompa darah ke
seluruh bagian organ tubuh. Ventrikel kiri mempunyai tebal lapisan sebesar 2-3 kali lipat
dibandingkan dengan ventrikel kanan. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi pompa darah ventrikel
e. Katup Semilunar
Katup semilunar terdiri dari dua katup, yaitu katup semilunar pulmonalis dan katup semilunar
aorta. Kedua katup ini mempunyai bentuk katup yang sama, tetapi secara antomis katup
semilunar aorta lebih tebal dibandingkan dengan katup semilunar pulmonalis. Katup semilunar
pulmonalis berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kanan dengan paru-paru, sedangkan katup
semilunar aorta berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kiri dengan aorta. Setiap katup terdiri
dari tiga daun katup, untuk katup semilunar pulmonalis terdiri dari daun katup anterior, dekstra
dan sinistra. Sedangkan katup semilunar aorta terdiri dari daun katup koroner dekstra, koroner
Katup Atrio-Ventrikuler
Katup Atrio-ventrikuler terdiri dari dua katup, yaitu katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis
atau mitral. Katup trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup yang berbeda ukuran pada setiap daun
katup. Ketiga daun katup ini adalah katup anterior, septal dan katup posterior. Katup ini terletak
sebagai sekat antara atrium kanan dengan ventrikel kanan. Sedangkan katup bikuspidalis (mitral)
terletak sebagai sekat antara atrium kiri dengan ventrikel kiri. Katup bikuspidalis (mitral)
mempunyai dua daun katup, yang terdiri dari daun katup mitral anterior dan posterior.
Aliran darah yang melewati kedua katup tidak hanya diatur oleh kedua katub ini, tetapi lebih
diatur oleh interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun katup, korda tandinea, otot papillaris
dan otot ventrikel. Keenam komponen ini merupakan rangkaian unit fungsional dalam proses
aliran darah, sehingga bila terjadi gangguan pada salah satu komponen akan mengakibatkan
b. Persarafan Jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu serabut saraf simpatis dan serabut saraf
parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium, ventrikel dan pembuluh darah
diperantarai oleh norepinefrin. Sedangkan persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus
vagus di medulla oblongata dan diperantarai oleh asetilkolin. Secara fungsional, saraf simpatis
mempengaruhi kinerja dari otot ventrikel, sedangkan saraf parasimpatis lebih berperan dalam
Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner, yaitu arteri koroner
kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini, baik arteri koroner kanan atau arteri koroner kiri
keluar dari sinus valsava aorta. Arteri koroner kiri akan bercabang menjadi arteri sirkumfleks kiri
dan arteri desendens anterior kiri yang memperdarahi sebagian besar bagian proksimal RBB
(right bundle branch), LBB (left bundle branch) dan fasikulus anterior LBB. Sedangkan arteri
koroner kanan akan bercabang menjadi arteri atrium anterior kanan yang memperdarahi nodus
sino-atrial dan arteri koroner desendens posterior yang memperdarahi nodus atrio-ventrikuler dan
fasikulus posterior LBB. Pembuluh darah balik dari otot jantung adalah vena koroner. Vana
koroner ini berjalan berdampingan dengan arteri koroner yang akan masuk atau bermuara ke
Jantung berkontraksi atau berdenyut dengan irama yang ritmik, akibat adanya potensial aksi
(otoritmisitas). Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung, yaitu 99% sel-sel kontraktil yang
tidak melakukan kerja mekanik (tidak berkontraksi), tetapi mempunyai fungsi dalam
Aksi potensial otot jantung yang memicu suatu proses kontraksi mekanik jantung
adanya aksi potensial pada sel-sel otoritmik. Potensial aksi dimulai dari proses
dopalarisasi, proses plateau dan proses repolarisasi. Ketiga proses ini merupakan
rangkaian proses potensial aksi yang harus ada untuk memicu kontraksi otot
jantung15.
Potensial aksi dimulai dari proses depolarisasi, dimana terjadi pembukaan saluran Na+
secara cepat. Proses masuknya ion Na+ menyebabkan perubahan potensial membran
sel-sel otoritmik, mulai dari -70 mv hingga +30 mv. Setelah mencapai ambang batas
perubahan potensial, saluran Na+ akan segera menutup yang kemudian diikuti
pembukaan saluran Ca2+. Pembukaan saluran Ca2+ terjadi secara lambat, yang
menyebabkan proses plateau dan influks Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler
atau sel-sel otoritmik. Setelah beberapa saat, saluran Ca2+ akan menutup dan terjadi
penutupan saluran Na2+ dan pembukaan saluran Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot
jantung ini terjadi akibat influks Ca2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada
dasarnya terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan hal tersebut, yaitu Ca2+ ekstraseluler
berdifusi kedalam intraseluler akibat pembukaan saluran Ca2+ selama fase plateu pada potensial
aksi jantung dan Ca2+ yang dikeluarkan dari cadangan intraseluler (sarcoplamic reticulum) akibat
Peningkatan Ca2+ dalam intraseluler mengakibatkan adanya ikatan Ca2+ dengan troponin. Ikatan
antara Ca2+ dengan troponin, mengakibatkan kontraksi otot-otot jantung. Selama kontraksi otot
jantung, filamen-filamen tebal (miosin) dan tipis (aktin) akan saling menggeser untuk
memperpendek tiap sarkomer. Berkurangnya ikatan antara Ca2+ dengan troponin akan
menyebabkan stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada fase ini, Ca2+ yang tidak berikatan
dengan troponin akan disimpan kembali di dalam sarcoplamic reticulum dan sebagian Ca2+
keluar ke ekstraseluler. Proses keluarnya Ca2+ ke ekstraseluler terjadi karena adanya pertukaran
dengan ion Na2+ yang berada di ekstraseluler. Kemudian ion Na+ yang telah masuk kedalam
intraseluler akan bertukaran secara aktif dengan ion K+ melalui proses Na+- K+-ATPase 9,17.
Gambar 4. Fisiologi kontraksi dan Relaksasi Otot Jantung
b. Sistem Konduksi Jantung
Pada dasarnya yang menyebabkan adanya potensial aksi hingga menimbulkan kontraktilitas otot
jantung adalah adanya impuls atau rangsangan elektrik. Sistem konduksi jantung terdiri dari
nodus sino-atrial, nodus atrio-ventrikuler, berkas his, berkas cabang kanan-kiri dan serabut
purkinje. Rangsangan atau sinyal elektrik pertama jantung berawal di nodus sino-atrial (Nodus
SA) yang berada di latero-superior atrium kanan. Terjadinya sinyal elektrik pada nodus SA
menyebabkan kontraksi dari atrium, baik atrium kanan ataupun atrium kiri. Kontraksi yang
bersamaan antara atrium kanan dan kiri dipengaruhi oleh penjalaran rangsangan elektrik melalui
traktus inter-atrial yang merupakan cabang dari nodus SA. Nodus SA memiliki kemampuan
mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) tercepat bila dibandingkan dengan sistem konduksi
jantung yang lain, yaitu sebesar 60-100 potensial aksi/menit. Kemampuan ini menyebabkan
nodus SA sebagai pengontrol utama rangsangan elektrik jantung (overdrive pacemaker) dan
Sistem penjalaran rangsangan elektrik harus terkoordinasi dengan baik untuk menimbulkan
proses mekanik atau pemompaan yang efisien. Penjalaran sinyal elektrik harus memenuhi tiga
Rangsangan dan kontraksi atrium harus sudah selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai
Rangsangan otot-otot jantung dikoordinasi untuk memastikan setiap pasangan atrium dan
atrio-ventrikuler (nodus AV). Rangsangan elektrik ini dihantarkan melalui traktus internodal
sistem konduksi antara atrium dengan ventrikel. Disamping itu, nodus AV juga mempunyai
kemampuan mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) kedua tercepat, yaitu sebesar 40-60
nodus SA. Secara fisiologis, nodus AV sebenarnya memiliki keterlambatan penjalaran sinyal
elektrik, yaitu sebesar 0,08-0,12 detik. Keterlambatan ini sebenarnya mempunyai fungsi dalam
memberikan waktu atrium untuk berkontraksi sempurna dan memberikan waktu dalam proses
mengosongkan voleme atrium ke dalam ventrikel (memberi waktu pengisian ventrikel), sebelum
Sistem konduksi setelah nodus AV adalah berkas his. Berkas his sebenarnya dapat dikatakan
sebagai sekelompok serabut purkinje yang berasal dari nodus AV, yang berjalan sepanjang
septum interventrikuler menuju ke ventrikel. Berkas his akan bercabang menjadi dua bagian,
yaitu berkas cabang kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kanan (RBB/right bundle
branch) merupakan percabangan dari berkas his. RBB bercabang sebagai struktur tunggal di
lapisan subendokardium di sisi bagian kanan. Kemudian RBB akan terbagi menjadi tiga cabang,
yaitu RBB cabang anterior, posterior dan lateral. Bagian RBB lateral akan berjalan menuju
dinding lateral ventrikel kanan dan menuju bagian bawah septum interventrikuler, yang
kemudian akan membentuk anyaman purkinje atau serabut purkinje. Berbeda dengan RBB,
berkas cabang kiri (LBB/left bundle branch) mempunyai dua struktur percabangan. Kedua
struktur percabangan LBB ini berjalan di subendokardium di sisi bagian kiri dan kemudian
masing-masing percabangan akan membentuk suatu struktur bangunan seperti pada percabangan
RBB, yaitu serabut purkinje. Penjalaran sinyal elektrik menuju ventrikel melewati berkas his dan
serabut purkinje berjalan sangat cepat. Disamping itu, serabut purkinje juga mempunyai peran
dalam menjaga keseimbangan koordinasi kontraktilitas (sinsitium) antara ventrikel kanan dan
ventrikel kiri6,8,9.
Gambar 5. Sistem Konduksi Jantung
2. Etiologi
Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya adalah1,2 :
Hipertrofi jantung
Kardiomiopati
Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal chronic)
Tumor intracardiac
Pericarditis/myocarditis
Proses infeksi
Kelainan Endokrin
Hipertiroid
Feokromositoma
Neurogenik
Stroke
Perdarahan subarachnoid
Obat-obatan
Alkohol
Kafein
Keturunan/genetik
3. Klasifikasi
Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan menjadi 4
jenis, yaitu3 :
AF deteksi pertama
Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini merupakan
tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.
Paroksismal AF
AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama kali kurang
dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan
untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.
Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Berbeda
dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan
kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama
diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF kronik. AF akut
dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF
kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48 jam. Berdasarkan ada tidaknya
AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik lainnya.
AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti gangguan tiroid.
AF coarse (kasar)
AF fine (halus)
Frekuensi : frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon ventrikuler biasanya 120
Hantaran : biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon ventrikel ireguler, karena
nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan
Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas irama diakibatkan oleh
dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya. Fibrilasi atrium
(AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi,
ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa
ke paru-paru dan tubuh. Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita
mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat atau "berdebar" dalam
dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak napas, cepat lelah, laju
denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau
dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas),
terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit) 6,7,8.
Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh lainnya yang
berkaitan dengan emboli systemic. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar
penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan
menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien
5. Patofisiologi
Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet reentry.
Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada
proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.
Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus
coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi
pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA 6,8,9.
Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan
melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung pada
adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit
banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,
konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai
dengan pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor
tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi
6,8,9.
Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya gelombang yang
menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh
depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat.
Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya
ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering
menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang
mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan
ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang
berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang
demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi
atrium. Fibrilasi atrium dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam
reumatik, atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis 10.
Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities
yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada
pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan
stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang
terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli.Beberapa penelitian
akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF 5.
6. Komplikasi
Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga atau berjalan
Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali menimbulkan masalah
tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan gangguan sirkulasi otak (stroke). Ini terjadi
karena atrium jantung yang berkontraksi tidak teratur menyebabkan banyak darah yang
tertinggal dalam atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel jantung dengan lancar. Hal ini
memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah (trombi) akibat stagnasi dan turbulensi
darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih dari 300 kali per menit padahal biasanya tak
lebih dari 100. Makin tinggi frekuensi denyut dan makin besar volume atrium, makin besar
peluang terbentuknya gumpalan darah. Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali
Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang menghubungkan antara atrium dan
ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium akan bertambah,
dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya rangsang yang tidak teratur. Sekitar 20
persen kematian penderita katup jantung seperti ini disebabkan oleh sumbatan gumpalan darah
dalam sirkulasi otak. Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak
jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung kongenital
12
.
7. Pemeriksaan Penunjang
Anamnesis :
Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode pertama, paroksismal,
persisten, permanen)
Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah, sesak napas terutama saat
aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif
Pemeriksaan fisik :
Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan darah
Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung
kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung
Laboratorium : hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung bila dicurigai
Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA), hipertropi ventrikel kiri,
pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)
hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE (Trans Esopago
Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel sulit dikontrol
Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama jantung.
Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi elektrofisiologi.
Penatalaksanaan
Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol irama jantung yang tidak teratur,
7,13.
Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya komplikasi dari
AF.Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan
obat ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta
cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah
Warfarin
Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses pembentukan
sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan
sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan
bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi
(bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.
Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit (COX2) dengan cara
asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi
endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit.Hal inilah yang menyebabkan tidak
terbentuknya agregasi dari trombosit.Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat
menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor
Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan denyut jantung,
yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium.Obat-obat tersebut bisa digunakan secara
Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan menurunkan denyut
jantung.Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien.Disamping itu, digitalis juga
memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel.Hal ini mengakibatkan
β-blocker
Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis.Saraf simpatis pada
jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan
Antagonis Kalsium
Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion
Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada
membran sel.
Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menteraturkan
irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang
(Electrical Cardioversion).
Amiodarone
Dofetilide
Flecainide
Ibutilide
Propafenone
Quinidine
Electrical Cardioversion
Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam (bantalan) ditempatkan
pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal
disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi
elektrik dimulai dengan 200 joule.Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule.Pasien
Operatif
Catheter ablation
Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan pada daerah
paha.Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk kedalam
jantung.Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus
Maze operation
Prosedur maze operation hampeir sama dengan catheter ablation, tetapi pada maze operation,
akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan system
Artificial pacemaker
Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di jantung, yang berfungsi
Prognosis
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus hidup lebih lama
antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuJuan untuk asimtomatik pada pasien usia lanjut.
Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk mengendalikan
irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol
Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian
terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada individu yang
penyakit katup jantung termasuk dalam resiko tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF
13
.
10. Pathway
efektif
menurun
Renal flow menurun Atrial flow velocities menurun Suplai darah jaringan
menurun
RAA meningkat Trombus atrium sinistra
Metabolisme anaerob
Disfungsi ventrikel
sinistra
Aldosteron meningkat
Asidosis metabolik
Penimbunan as.
Laktat
fatigue
Diagnose Keperawatan
dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi,
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-
alveolus.
Intervensi Keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitasmiokardial/perubahan
inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan
Tujuan
Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan
jantung.
Intervensi
Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi
Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3
Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,
dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan
pulse alternan.
Pantau TD
Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut
tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.
Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh
jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK.Area yang sakit
Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)
Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek
Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan
Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,
Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya
Intervensi
Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),
Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat
dan pucat
selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen
berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak
dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi,
danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat
badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan
individual.
Intervensi :
Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.
Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi
terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.
Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.
Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga
meningkatkan diuresis.
Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.
Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.
Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) dan Konsul dengan ahli diet. Rasional : perlu
memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan
natrium.
Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-
alveolus.
oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, Berpartisipasi dalam
Intervensi :
intervensi lanjut.
Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri. Rasional : Hipoksemia dapat
atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic atrial
Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan Weyman AE
Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke: A Review. The Indonesian
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:
EGC, 1522-27.
Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation mortality: United
Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce stroke in cardiac
(2): 755–9.
Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC: 1418-87.
Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996.
Smeltzer, SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi
atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham study". Neurology 28 (10): 973–7.
Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme. Patogenesis dan Tatalaksana. Jurnal
Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-712.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses