Anda di halaman 1dari 63

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KASUS ATRIAL FIBRILASI

DI RUANG ICCU

RSUD Dr. MOHAMAD PROBOLINGGO


Oleh : Izatun Fauziah Tamrin S.Kep

NIM : 1401.14901.021
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYAGAMA HUSADA

MALANG

2014
LAPORAN PENDAHULUAN

PADA KLIEN DENGAN KASUS ATRIAL FIBRILASI

Oleh : Izatun Fauziah Tamrin S.Kep

A. Tinjauan Teori

1. Definisi

Atrial fibrilasi (AF) adalah suatu gangguan pada jantung yang paling umum (ritme jantung

abnormal) yang ditandai dengan irama denyut jantung iregular dan peningkatan frekuensi denyut

jantung, yaitu sebesar 350-650 x/menit. Pada dasarnya atrial fibrilasi merupakan suatu takikardi

supraventrikuler dengan aktivasi atrial yang tidak terkoordinasi sehingga terjadi gangguan fungsi

mekanik atrium. Keadaan ini menyebabkan tidak efektifnya proses mekanik atau pompa darah

jantung 1,2,3.

Dari gambaran elektrokardiogram AF dapat dikenali dengan absennya gelombang P, yang

diganti oleh fibrilasi atau oskilasi antara 400-700 permenit dengan berbagai bentuk, ukuran, jarak

dan waktu timbulnya yang dihubungkan dengan respon ventrikel yang cepat dan tidak teratur

bila konduksi AV masih utuh. Irama semacam ini sering disebutsebagai gelombang “f” 4.

Anatomi Jantung
Jantung adalah organ berotot dan berongga yang berfungsi memompa darah melalui pembuluh

darah dengan frekuensi denyut yang ritmik. Jantung manusia dewasa mempunyai berat yang

hampir sama antara satu orang dengan orang yang lain, yaitu kurang lebih sekitar 300-350 gr.

Jantung secara normal terletak didalam rongga toraks, yang berada diantara sternum di sebelah

anterior dan vertebra di sebelah posterior, sedangkan pada bagian inferior berbatasan dengan

diafragma15,16.

Anatomi jantung dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu anatomi eksternal dan anatomi

internal13,15,16.

1. Anatomi Eksternal

Anatomi eksternal jantung dapat dikatakan sebagai bagian lapisan-lapisan pada jantung. Pada

dasarnya terdapat tiga bagian lapisan pada jantung, yaitu pericardium, miokardium dan

endokardium.
Lapisan perikardium merupakan lapisan jantung bagian luar yang terbuat oleh jaringan ikat yang

tebal. Lapisan ini terdiri dari 2 lapisan yaitu perikardium parietal yang berada dibagian luar dan

perikardium visceral yang berada dibagian dalam. Ruangan diantara perikardium parietal dan

perikardium visceral dinamakan rongga perikardial yang berisi cairan perikardium encer. Fungsi

rongga tersebut adalah sebagai ruang kompsensasi pergerakan jantung.

Lapisan kedua adalah lapisan miokardium, yang merupakan lapisan paling tebal dan lapisan

yang terdiri atas otot-otot jantung. Lapisan ini terdiri dari 3 macam otot, yaitu otot atrium, otot

ventrikel dan otot serat khusus. Otot atrium mempunyai karakteristik otot yang lebih tipis

dibandingkan dengan otot ventrikel, hal ini lebih banyak dipengaruhi oleh fungsi kontraktilitas

jantung berkaitan dengan fungsi pompa darah ke seluruh tubuh. Otot atrium dan otot ventrikel

mempunyai kinerja kontraksi yang sama, sedangkan otot serat khusus lebih tergantung dari

rangsang konduksi jantung.

Lapisan yang terakhir adalah lapisan endokardium. Lapisan ini adalah suatu lapisan yang terdiri

dari membran tipis di bagian luar yang membungkus jantung. Lapisan ini terdiri dari jaringan

epitel (endotel) dan berhubungan langsung dengan jantung.

2. Anatomi Internal

Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel kanan dan ventrikel kiri.

Bagian kanan (atrium dan ventrikel kanan) dan kiri (atrium dan ventrikel kiri) jantung dipisahkan

oleh suatu sekat yang dinamakan septum cordis. Disamping itu, jantung juga mempunyai 4 buah
katup jantung, yang terdiri dari katup trikuspidalis, katup mitral/bikuspidalis, katup semilunar

pulmonalis dan katup semilunar aorta.

a. Atrium Kanan

Atrium kanan merupakan ruang pada jantung yang berfungsi untuk menampung darah vena yang

mengalir melalui vena kava inferior dan vena kava superior. Kedua vena kava bermuara pada

tempat yang berbeda, vena kava superior bermuara pada dinding


bagian supero-posterior atrium kanan, sedangkan vena kava inferior bermuara pada dinding

bagian infero-latero-posterior atrium kanan.

b. Ventrikel Kanan

Ventrikel kanan merupakan ruangan setelah atrium kanan. Darah vena akan dialirkan dari atrium

kanan ke ventrikel kanan, yang sebelumnya melewati katup atrio-ventrikular kanan atau

triskupidalis.

c. Atrium Kiri

Atrium kiri merupakan ruangan yang menerima darah (bersih) yang berasal dari paru-paru.

Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonalis yang bermuara pada dinding postero-

posterior atau postero-lateral.

d. Ventrikel Kiri

Ventikel kiri merupakan bagian ruangan pada jantung yang berfungsi memompa darah ke

seluruh bagian organ tubuh. Ventrikel kiri mempunyai tebal lapisan sebesar 2-3 kali lipat

dibandingkan dengan ventrikel kanan. Hal ini dipengaruhi oleh fungsi pompa darah ventrikel

kanan dan kiri.

e. Katup Semilunar
Katup semilunar terdiri dari dua katup, yaitu katup semilunar pulmonalis dan katup semilunar

aorta. Kedua katup ini mempunyai bentuk katup yang sama, tetapi secara antomis katup

semilunar aorta lebih tebal dibandingkan dengan katup semilunar pulmonalis. Katup semilunar

pulmonalis berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kanan dengan paru-paru, sedangkan katup

semilunar aorta berfungsi sebagai sekat antara ventrikel kiri dengan aorta. Setiap katup terdiri

dari tiga daun katup, untuk katup semilunar pulmonalis terdiri dari daun katup anterior, dekstra

dan sinistra. Sedangkan katup semilunar aorta terdiri dari daun katup koroner dekstra, koroner

sinistra dan non-koroner.

Katup Atrio-Ventrikuler

Katup Atrio-ventrikuler terdiri dari dua katup, yaitu katup trikuspidalis dan katup bikuspidalis

atau mitral. Katup trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup yang berbeda ukuran pada setiap daun
katup. Ketiga daun katup ini adalah katup anterior, septal dan katup posterior. Katup ini terletak

sebagai sekat antara atrium kanan dengan ventrikel kanan. Sedangkan katup bikuspidalis (mitral)

terletak sebagai sekat antara atrium kiri dengan ventrikel kiri. Katup bikuspidalis (mitral)

mempunyai dua daun katup, yang terdiri dari daun katup mitral anterior dan posterior.

Aliran darah yang melewati kedua katup tidak hanya diatur oleh kedua katub ini, tetapi lebih

diatur oleh interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun katup, korda tandinea, otot papillaris

dan otot ventrikel. Keenam komponen ini merupakan rangkaian unit fungsional dalam proses

aliran darah, sehingga bila terjadi gangguan pada salah satu komponen akan mengakibatkan

gangguan hemodinamik yang serius.


Gambar 1. Anatomi Jantung

b. Persarafan Jantung

Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom, yaitu serabut saraf simpatis dan serabut saraf

parasimpatis. Serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium, ventrikel dan pembuluh darah

koroner. Sedangkan serabut saraf parasimpatis mempersarafi nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler

dan otot-otot atrium15,16.


Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis torakal III-VI dan

diperantarai oleh norepinefrin. Sedangkan persarafan parasimpatis berasal dari pusat nervus

vagus di medulla oblongata dan diperantarai oleh asetilkolin. Secara fungsional, saraf simpatis

mempengaruhi kinerja dari otot ventrikel, sedangkan saraf parasimpatis lebih berperan dalam

mengontrol irama dan menurunkan laju denyut jantung.

c. Pembuluh Darah Jantung

Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh koroner, yaitu arteri koroner

kanan dan arteri koroner kiri. Kedua arteri ini, baik arteri koroner kanan atau arteri koroner kiri

keluar dari sinus valsava aorta. Arteri koroner kiri akan bercabang menjadi arteri sirkumfleks kiri

dan arteri desendens anterior kiri yang memperdarahi sebagian besar bagian proksimal RBB

(right bundle branch), LBB (left bundle branch) dan fasikulus anterior LBB. Sedangkan arteri

koroner kanan akan bercabang menjadi arteri atrium anterior kanan yang memperdarahi nodus

sino-atrial dan arteri koroner desendens posterior yang memperdarahi nodus atrio-ventrikuler dan

fasikulus posterior LBB. Pembuluh darah balik dari otot jantung adalah vena koroner. Vana

koroner ini berjalan berdampingan dengan arteri koroner yang akan masuk atau bermuara ke

dalam atrium kanan melalui sinus koronarius15,16,17.


Gambar 2. Pembuluh Darah Jantung

Fisiologi dan Sistem Konduksi Jantung a. Fisologi Jantung

Jantung berkontraksi atau berdenyut dengan irama yang ritmik, akibat adanya potensial aksi

(otoritmisitas). Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung, yaitu 99% sel-sel kontraktil yang

melakukan kerja mekanik


(kontraksi), tetapi tidak menghasilkan potensial aksi dan 1 % sel-sel otoritmik yang

tidak melakukan kerja mekanik (tidak berkontraksi), tetapi mempunyai fungsi dalam

mencetuskan dan menghantarkan potensial aksi15,16,17.

Aksi potensial otot jantung yang memicu suatu proses kontraksi mekanik jantung

dinamakan excitation contraction coupling. Kontraksi otot jantung dimulai dengan

adanya aksi potensial pada sel-sel otoritmik. Potensial aksi dimulai dari proses

dopalarisasi, proses plateau dan proses repolarisasi. Ketiga proses ini merupakan

rangkaian proses potensial aksi yang harus ada untuk memicu kontraksi otot

jantung15.

Potensial aksi dimulai dari proses depolarisasi, dimana terjadi pembukaan saluran Na+

secara cepat. Proses masuknya ion Na+ menyebabkan perubahan potensial membran

sel-sel otoritmik, mulai dari -70 mv hingga +30 mv. Setelah mencapai ambang batas

perubahan potensial, saluran Na+ akan segera menutup yang kemudian diikuti

pembukaan saluran Ca2+. Pembukaan saluran Ca2+ terjadi secara lambat, yang

menyebabkan proses plateau dan influks Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler

atau sel-sel otoritmik. Setelah beberapa saat, saluran Ca2+ akan menutup dan terjadi

pembukaan saluran K+. Pembukaan saluran K+ menyebabkan terjadinya proses

repolarisasi, yang ditandai dengan keluarnya atau effluks K+ ke ekstraseluler9,16,17.


Gambar 3. Fisiologi Potensial Aksi Jantung
Proses kontraktilitas otot jantung terjadi pada fase plateau proses potensial aksi, dimana terjadi

penutupan saluran Na2+ dan pembukaan saluran Ca2+ secara lambat. Proses kontraktilitas otot

jantung ini terjadi akibat influks Ca2+ atau kenaikan konsentrasi Ca2+ bebas intraseluler. Pada

dasarnya terdapat dua mekanisme yang dapat menerangkan hal tersebut, yaitu Ca2+ ekstraseluler

berdifusi kedalam intraseluler akibat pembukaan saluran Ca2+ selama fase plateu pada potensial

aksi jantung dan Ca2+ yang dikeluarkan dari cadangan intraseluler (sarcoplamic reticulum) akibat

rangsangan masuknya Ca2+ yang berasal dari ekstraseluler 9,17.

Peningkatan Ca2+ dalam intraseluler mengakibatkan adanya ikatan Ca2+ dengan troponin. Ikatan

antara Ca2+ dengan troponin, mengakibatkan kontraksi otot-otot jantung. Selama kontraksi otot

jantung, filamen-filamen tebal (miosin) dan tipis (aktin) akan saling menggeser untuk

memperpendek tiap sarkomer. Berkurangnya ikatan antara Ca2+ dengan troponin akan

menyebabkan stimulasi proses relaksasi otot jantung. Pada fase ini, Ca2+ yang tidak berikatan

dengan troponin akan disimpan kembali di dalam sarcoplamic reticulum dan sebagian Ca2+

keluar ke ekstraseluler. Proses keluarnya Ca2+ ke ekstraseluler terjadi karena adanya pertukaran

dengan ion Na2+ yang berada di ekstraseluler. Kemudian ion Na+ yang telah masuk kedalam

intraseluler akan bertukaran secara aktif dengan ion K+ melalui proses Na+- K+-ATPase 9,17.
Gambar 4. Fisiologi kontraksi dan Relaksasi Otot Jantung
b. Sistem Konduksi Jantung

Pada dasarnya yang menyebabkan adanya potensial aksi hingga menimbulkan kontraktilitas otot

jantung adalah adanya impuls atau rangsangan elektrik. Sistem konduksi jantung terdiri dari

nodus sino-atrial, nodus atrio-ventrikuler, berkas his, berkas cabang kanan-kiri dan serabut

purkinje. Rangsangan atau sinyal elektrik pertama jantung berawal di nodus sino-atrial (Nodus

SA) yang berada di latero-superior atrium kanan. Terjadinya sinyal elektrik pada nodus SA

menyebabkan kontraksi dari atrium, baik atrium kanan ataupun atrium kiri. Kontraksi yang

bersamaan antara atrium kanan dan kiri dipengaruhi oleh penjalaran rangsangan elektrik melalui

traktus inter-atrial yang merupakan cabang dari nodus SA. Nodus SA memiliki kemampuan

mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) tercepat bila dibandingkan dengan sistem konduksi

jantung yang lain, yaitu sebesar 60-100 potensial aksi/menit. Kemampuan ini menyebabkan

nodus SA sebagai pengontrol utama rangsangan elektrik jantung (overdrive pacemaker) dan

mengendalikan sistem konduksi jantung6,8.

Sistem penjalaran rangsangan elektrik harus terkoordinasi dengan baik untuk menimbulkan

proses mekanik atau pemompaan yang efisien. Penjalaran sinyal elektrik harus memenuhi tiga

kriteria, diantaranya adalah :

Rangsangan dan kontraksi atrium harus sudah selesai sebelum kontraksi ventrikel dimulai

Rangsangan otot-otot jantung dikoordinasi untuk memastikan setiap pasangan atrium dan

pasangan ventrikel berkontraksi sebagai satu kesatuan


Pasangan atrium dan ventrikel harus saling terkoordinasi sebagai satu sinsitium.

Sinyal elektrik dari nodus SA kemudian akan diteruskan ke nodus

atrio-ventrikuler (nodus AV). Rangsangan elektrik ini dihantarkan melalui traktus internodal

(internodal anterior, posterior dan medial). Nodus AV merupakan satu-satunya penghubung

sistem konduksi antara atrium dengan ventrikel. Disamping itu, nodus AV juga mempunyai

kemampuan mencetuskan potensial elektrik (pacemaker) kedua tercepat, yaitu sebesar 40-60

potensial aksi/menit. Hal ini memungkinkan nodus SA sebagai


pengontrol dan pengendali sistem konduksi jantung apabila terjadi blok pada rangsangan elektrik

nodus SA. Secara fisiologis, nodus AV sebenarnya memiliki keterlambatan penjalaran sinyal

elektrik, yaitu sebesar 0,08-0,12 detik. Keterlambatan ini sebenarnya mempunyai fungsi dalam

memberikan waktu atrium untuk berkontraksi sempurna dan memberikan waktu dalam proses

mengosongkan voleme atrium ke dalam ventrikel (memberi waktu pengisian ventrikel), sebelum

ventrikel terdepolarisasi dan berkontraksi813.

Sistem konduksi setelah nodus AV adalah berkas his. Berkas his sebenarnya dapat dikatakan

sebagai sekelompok serabut purkinje yang berasal dari nodus AV, yang berjalan sepanjang

septum interventrikuler menuju ke ventrikel. Berkas his akan bercabang menjadi dua bagian,

yaitu berkas cabang kanan dan berkas cabang kiri. Berkas cabang kanan (RBB/right bundle

branch) merupakan percabangan dari berkas his. RBB bercabang sebagai struktur tunggal di

lapisan subendokardium di sisi bagian kanan. Kemudian RBB akan terbagi menjadi tiga cabang,

yaitu RBB cabang anterior, posterior dan lateral. Bagian RBB lateral akan berjalan menuju

dinding lateral ventrikel kanan dan menuju bagian bawah septum interventrikuler, yang

kemudian akan membentuk anyaman purkinje atau serabut purkinje. Berbeda dengan RBB,

berkas cabang kiri (LBB/left bundle branch) mempunyai dua struktur percabangan. Kedua

struktur percabangan LBB ini berjalan di subendokardium di sisi bagian kiri dan kemudian

masing-masing percabangan akan membentuk suatu struktur bangunan seperti pada percabangan

RBB, yaitu serabut purkinje. Penjalaran sinyal elektrik menuju ventrikel melewati berkas his dan

serabut purkinje berjalan sangat cepat. Disamping itu, serabut purkinje juga mempunyai peran
dalam menjaga keseimbangan koordinasi kontraktilitas (sinsitium) antara ventrikel kanan dan

ventrikel kiri6,8,9.
Gambar 5. Sistem Konduksi Jantung

2. Etiologi

Etiologi yang terkait dengan AF terbagi menjadi beberapa faktor-faktor, diantaranya adalah1,2 :

Peningkatan tekanan/resistensi atrium

Penyakit katup jantung

Kelainan pengisian dan pengosongan ruang atrium

Hipertrofi jantung
Kardiomiopati

Hipertensi pulmo (chronic obstructive pulmonary disease dan cor pulmonal chronic)

Tumor intracardiac

Proses infiltratif dan inflamasi

Pericarditis/myocarditis

Amiloidosis dan sarcoidosis


Faktor peningkatan usia

Proses infeksi

Demam dan segala macam infeksi

Kelainan Endokrin

Hipertiroid

Feokromositoma

Neurogenik

Stroke

Perdarahan subarachnoid

Iskemik Atrium (Infark myocardial)

Obat-obatan
Alkohol

Kafein

Keturunan/genetik

3. Klasifikasi

Menurut AHA (American Heart Association), klasifikasi dari atrial fibrilasi dibedakan menjadi 4

jenis, yaitu3 :

AF deteksi pertama

Semua pasien dengan AF selalu diawali dengan tahap AF deteksi pertama. Tahap ini merupakan

tahapan dimana belum pernah terdeteksi AF sebelumnya dan baru pertama kali terdeteksi.

Paroksismal AF

AF yang berlangsung kurang dari 7 hari atau AF yang mempunyai episode pertama kali kurang

dari 48 jam dinamakan dengan paroksismal AF. AF jenis ini juga mempunyai kecenderungan

untuk sembuh sendiri dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa bantuan kardioversi.

Persisten AF
AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 7 hari. Berbeda

dengan paroksismal AF, persisten AF perlu penggunaan dari kardioversi untuk mengembalikan

irama sinus kembali normal.

Kronik (permanen AF)


AF yang sifatnya menetap dan berlangsung lebih dari 7 hari. Pada permanen AF, penggunaan

kardioversi dinilai kurang berarti, karena dinilai cukup sulit untuk mengembalikan ke irama

sinus yang normal.

Disamping klasifikasi menurut AHA (American Heart Association), AF juga sering

diklasifikasikan menurut lama waktu berlangsungnya, yaitu AF akut dan AF kronik. AF akut

dikategorikan menurut waktu berlangsungnya atau onset yang kurang dari 48 jam, sedangkan AF

kronik sebaliknya, yaitu AF yang berlangsung lebih dari 48 jam. Berdasarkan ada tidaknya

penyakit yang mendasari, AF dapat dibedakan menjadi 14 :

AF primer terjadi bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik lainnya.

AF sekunder disertai adanya penyakit jantung atau penyakit sistemik seperti gangguan tiroid.

Berdasarkan bentuk gelombang P AF dibedakan atas:

AF coarse (kasar)

AF fine (halus)

Frekuensi : frekuensi atrium 350 sampai 600 denyut per menit; respon ventrikuler biasanya 120

sampai 200 denyut per menit.


Gelombang P : tidak terdapat gelombang P yang jelas; tampak undulasi yang ireguler,

dinamakan gelombang fibrilasi atau gelombang f, interval PR tidak dapat diukur.

Kompleks QRS : biasanya normal.

Hantaran : biasanya normal melalui ventrikel. Ditandai oleh respon ventrikel ireguler, karena

nodus AV tidak berespons terhadap frekuensi atrium yang cepat, maka impuls yang dihantarkan

menyebabkan ventrikel berespons ireguler.

Irama : ireguler dan biasanya cepat, kecuali bila terkontrol. Iregularitas irama diakibatkan oleh

perbedaan hantaran pada nodus AV.


4. Manifestasi Klinis

AF dapat simptomatik dapat pula asimptomatik. Gejala-gejala AF sangat bervariasi tergantung

dari kecepatan laju irama ventrikel, lamanya FA, penyakit yang mendasarinya. Fibrilasi atrium

(AF) biasanya menyebabkan ventrikel berkontraksi lebih cepat dari biasanya. Ketika ini terjadi,

ventrikel tidak memiliki cukup waktu untuk mengisi sepenuhnya dengan darah untuk memompa

ke paru-paru dan tubuh. Atrial fibrilasi sering tanpa disertai gejala, tapi kebanyakan penderita

mengalami palpitasi (perasaan yang kuat dari denyut jantung yang cepat atau "berdebar" dalam

dada), nyeri dada terutama saat beraktivitas, pusing atau pingsan, sesak napas, cepat lelah, laju

denyut jantung meningkat, intoleransi terhadap olahraga, sinkop atau gejala tromboemboli, atau

dapat disertai gejala-gejala gagal jantung (seperti rasa lemah, sakit kepala berat, dan sesak nafas),

terutama jika denyut ventrikel yang sangat cepat (sering 140-160 denyutan/menit) 6,7,8.

Pasien dapat juga disertai tanda dan gejala stroke akut atau kerusakan organ tubuh lainnya yang

berkaitan dengan emboli systemic. AF dapat mencetuskan gejala iskemik pada AF dengan dasar

penyakit jantung koroner. Fungsi kontraksi atrial yang sangat berkurang pada AF akan

menurunkan curah jantung dan dapat menyebabkan terjadi gagal jantung kongestif pada pasien

dengan disfungsi ventrikel kiri 5.

5. Patofisiologi

Mekanisme AF terdiri dari 2 proses, yaitu proses aktivasi lokal dan multiple wavelet reentry.

Proses aktivasi lokal bisa melibatkan proses depolarisasi tunggal atau depolarisasi berulang. Pada
proses aktivasi lokal, fokus ektopik yang dominan adalah berasal dari vena pulmonalis superior.

Selain itu, fokus ektopik bisa juga berasal dari atrium kanan, vena cava superior dan sinus

coronarius. Fokus ektopik ini menimbulkan sinyal elektrik yang mempengaruhi potensial aksi

pada atrium dan menggangu potensial aksi yang dicetuskan oleh nodus SA 6,8,9.

Sedangkan multiple wavelet reentry, merupakan proses potensial aksi yang berulang dan

melibatkan sirkuit/jalur depolarisasi. Mekanisme multiple wavelet reentry tidak tergantung pada

adanya fokus ektopik seperti pada proses aktivasi lokal, tetapi lebih tergantung pada sedikit

banyaknya sinyal elektrik yang mempengaruhi depolarisasi. Pada multiple wavelet reentry,

sedikit banyaknya sinyal


elektrik dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu periode refractory, besarnya ruang atrium dan kecepatan

konduksi. Hal ini bisa dianalogikan, bahwa pada pembesaran atrium biasanya akan disertai

dengan pemendekan periode refractory dan penurunan kecepatan konduksi. Ketiga faktor

tersebutlah yang akan meningkatkan sinyal elektrik dan menimbulkan peningkatan depolarisasi

serta mencetuskan terjadinya AF

6,8,9.

Aktivasi fokal fokus diawali biasanya dari daerah vena pulmonalis timbulnya gelombang yang

menetap dari Multiple wavelet reentry depolarisasi atrial atau wavelets yang dipicu oleh

depolarisasi atrial premature atau aktivitas aritmogenik dari fokus yang tercetus secara cepat.

Mekanisme fibrilasi atrium identik dengan mekanisme fibrilasi ventrikel kecuali bila prosesnya

ternyata hanya di massa otot atrium dan bukan di massa otot ventrikel. Penyebab yang sering

menimbulkan fibrilasi atrium adalah pembesaran atrium akibat lesi katup jantung yang

mencegah atrium mengosongkan isinya secara adekuat ke dalam ventrikel, atau akibat kegagalan

ventrikel dengan pembendungan darah yang banyak di dalam atrium. Dinding atrium yang

berdilatasi akan menyediakan kondisi yang tepat untuk sebuah jalur konduksi yang panjang

demikian juga konduksi lambat, yang keduanya merupakan faktor predisposisi bagi fibrilasi

atrium. Fibrilasi atrium dapat juga disebabkan oleh gangguan katup jantung pada demam

reumatik, atau gangguan aliran darah seperti yang terjadi pada penderita aterosklerosis 10.

Pada AF aktivitas sitolik pada atrium kiri tidak teratur, terjadi penurunan atrial flow velocities

yang menyebabkan statis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya trombus. Pada

pemeriksaan TEE, trombus pada atrium kiri lebih banyak dijumpai pada pasien AF dengan
stroke emboli dibandingkan dengan AF tanpa stroke emboli. 2/3 sampai ¾ stroke iskemik yang

terjadi pada pasien dengan AF non valvular karena stroke emboli.Beberapa penelitian

menghubungkan AF dengan gangguan hemostasis dan thrombosis. Kelainan tersebut mungkin

akibat dari statis atrial tetapi mungkin juga sebagai kofaktor terjadinya tromboemboli pada AF 5.

6. Komplikasi

Dampak penyakit ini, selain berdebar-debar dan mudah sesak bila naik tangga atau berjalan

cepat, juga dapat menyebabkan emboli, bekuan darah yang lepas,


yang bisa menyumbat pembuluh darah di otak, menyebabkan stroke atau bekuan darah di bagian

tubuh yang lain 11.

Kelainan irama jantung (disritmia) jenis atrial fibrilasi seringkali menimbulkan masalah

tambahan bagi yang mengidapnya, yaitu serangan gangguan sirkulasi otak (stroke). Ini terjadi

karena atrium jantung yang berkontraksi tidak teratur menyebabkan banyak darah yang

tertinggal dalam atrium akibat tak bisa masuk ke dalam ventrikel jantung dengan lancar. Hal ini

memudahkan timbulnya gumpalan atau bekuan darah (trombi) akibat stagnasi dan turbulensi

darah yang terjadi. Atrium dapat berdenyut lebih dari 300 kali per menit padahal biasanya tak

lebih dari 100. Makin tinggi frekuensi denyut dan makin besar volume atrium, makin besar

peluang terbentuknya gumpalan darah. Sebagian dari gumpalan inilah yang seringkali

melanjutkan perjalanannya memasuki sirkulasi otak dan sewaktu-waktu menyumbat sehingga

terjadi stroke 11.

Pada penyakit katup jantung, terutama bila katup yang menghubungkan antara atrium dan

ventrikel tak dapat membuka dengan sempurna, maka volume atrium akan bertambah,

dindingnya akan membesar dan memudahkan timbulnya rangsang yang tidak teratur. Sekitar 20

persen kematian penderita katup jantung seperti ini disebabkan oleh sumbatan gumpalan darah

dalam sirkulasi otak. Fibrilasi atrium (kontraksi otot atrium yang tidak terorganisasi dan tidak

terkoordinasi) biasanya berhubungan dengan penyakit jantung aterosklerotik, penyakit katup

jantung, gagal jantung kongestif, tirotoksikosis, cor pulmonale, atau penyakit jantung kongenital
12
.
7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis atrial fibrilasi, antara lain 5 :

Anamnesis :

Dapat diketahui tipe AF dengan mengetahui lama timbulnya (episode pertama, paroksismal,

persisten, permanen)

Menentukan beratnya gejala yang menyertai: berdebar-debar, lemah, sesak napas terutama saat

aktivitas, pusing, gejala yang menunjukkan adanya iskemia atau gagal jantung kongestif

Penyakit jantung yang mendasari, penyebab lain dari FA misalnya hipertiroid

Pemeriksaan fisik :
Tanda vital : denyut nadi berupa kecepatan dan regularitasnya, tekanan darah

Tekanan vena jugularis

Ronki pada paru menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung kongestif

Irama gallop s3 pada auskultasi jantung menunjukkan kemungkinan terdapat gagal jantung

kongestif, terdapatnya bising pada auskultasi kemungkinan adanya penyakit katup jantung

Hepatomegali : kemungkinan terdapat gagal jantung kanan

Edema perifer : kemungkinanterdapat gagal jantung kongestif

Laboratorium : hematokrit (anemia), TSH (penyakit gondok), enzim jantung bila dicurigai

terdapat iskemia jantung

Pemeriksaan EKG : dapat diketahui antara lain irama (verifikasi FA), hipertropi ventrikel kiri,

pre-eksitasi ventrikel kiri, sindroma pre-eksitasi (sindroma WPW), identifikasi adanya iskemia)

Foto rontgen toraks


Ekokardiografi untuk melihat antara lain kelainan katup, ukuran dari atrium dan ventrikel,

hipertrofi ventrikel kiri, fungsi ventrikel kiri, obstruksi outflow dan TEE (Trans Esopago

Echocardiography) untuk melihat thrombus di atrium kiri

Pemeriksaan fungsi tiroid. Pada AF episode pertama bila laju irama ventrikel sulit dikontrol

Uji latih : identifikasi iskemia jantung, menentukan adekuasi dari kontrol laju irama jantung.

Pemeriksaa lain yang mungkin diperlukan adalah holter monitoring, studi elektrofisiologi.

Penatalaksanaan

Sasaran utama pada penatalaksanaan AF adalah mengontrol irama jantung yang tidak teratur,

menurunkan peningkatan denyut jantung dan mencegah

Terjadinya komplikasi tromboembolisme. Kardioversi merupakan salah satu

penatalaksanaan yang dapat Dilakukan untuk AF. Menurut

pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang


berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung. Pada

dasarnya kardioversi dibagi menjadi 2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological

Cardioversion) dan pengobatan elektrik (Electrical Cardioversion)

7,13.

a. Mencegah pembekuan darah (tromboembolisme)

Pencegahan pembekuan darah merupakan pengobatan untuk mencegah adanya komplikasi dari

AF.Pengobatan yang digunakan adalah jenis antikoagulan atau antitrombosis, hal ini dikarenakan

obat ini berfungsi mengurangi resiko dari terbentuknya trombus dalam pembuluh darah serta

cabang-cabang vaskularisasi. Pengobatan yang sering dipakai untuk mencegah pembekuan darah

terdiri dari berbagai macam, diantaranya adalah :

Warfarin

Warfarin termasuk obat golongan antikoagulan yang berfungsi dalam proses pembentukan

sumbatan fibrin untuk mengurangi atau mencegah koagulasi. Warfarin diberikan secara oral dan

sangat cepat diserap hingga mencapai puncak konsentrasi plasma dalam waktu ± 1 jam dengan

bioavailabilitas 100%. Warfarin di metabolisme dengan cara oksidasi (bentuk L) dan reduksi

(bentuk D), yang kemudian diikuti oleh konjugasi glukoronidasi dengan lama kerja ± 40 jam.

Aspirin
Aspirin secara irreversible menonaktifkan siklo-oksigenase dari trombosit (COX2) dengan cara

asetilasi dari asam amino serin terminal. Efek dari COX2 ini adalah menghambat produksi

endoperoksida dan tromboksan (TXA2) di dalam trombosit.Hal inilah yang menyebabkan tidak

terbentuknya agregasi dari trombosit.Tetapi, penggunaan aspirin dalam waktu lama dapat

menyebabkan pengurangan tingkat sirkulasi dari faktor-faktor pembekuan darah, terutama faktor

II, VII, IX dan X.

Mengurangi denyut jantung

Terdapat 3 jenis obat yang dapat digunakan untuk menurunkan peningkatan denyut jantung,

yaitu obat digitalis, β-blocker dan antagonis kalsium.Obat-obat tersebut bisa digunakan secara

individual ataupun kombinasi.


Digitalis

Obat ini digunakan untuk meningkatkan kontraktilitas jantung dan menurunkan denyut

jantung.Hal ini membuat kinerja jantung menjadi lebih efisien.Disamping itu, digitalis juga

memperlambat sinyal elektrik yang abnormal dari atrium ke ventrikel.Hal ini mengakibatkan

peningkatan pengisian ventrikel dari kontraksi atrium yang abnormal.

β-blocker

Obat β-blocker merupakan obat yang menghambat efek sistem saraf simpatis.Saraf simpatis pada

jantung bekerja untuk meningkatkan denyut jantung dan kontraktilitas jantung. Efek ini akan

berakibat dalam efisiensi kinerja jantung.

Antagonis Kalsium

Obat antagonis kalsium menyebabkan penurunan kontraktilitas jantung akibat dihambatnya ion

Ca2+ dari ekstraseluler ke dalam intraseluler melewati Ca2+ channel yang terdapat pada

membran sel.

Mengembalikan irama jantung

Kardioversi merupakan salah satu penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menteraturkan

irama jantung. Menurut pengertiannya, kardioversi sendiri adalah suatu tata laksana yang

berfungsi untuk mengontrol ketidakteraturan irama dan menurunkan denyut jantung.Pada

dasarnya kardioversi dibagi menjadi


2, yaitu pengobatan farmakologi (Pharmacological Cardioversion) dan pengobatan elektrik

(Electrical Cardioversion).

Pharmacological Cardioversion (Anti-aritmia)

Amiodarone

Dofetilide

Flecainide

Ibutilide

Propafenone

Quinidine

Electrical Cardioversion

Suatu teknik memberikan arus listrik ke jantung melalui dua pelat logam (bantalan) ditempatkan

pada dada. Fungsi dari terapi listrik ini adalah mengembalikan irama jantung kembali normal

atau sesuai dengan NSR


(nodus sinus rhythm). Pasien AF hemodinamik yang tidak stabil akibat laju ventrikel yang cepat

disertai tanda iskemia, hipotensi, sinkop peru segera dilakukan kardioversi elektrik. Kardioversi

elektrik dimulai dengan 200 joule.Bila tidak berhasil dapat dinaikkan menjadi 300 joule.Pasien

dipuasakan dan dilakukan anestesi dengan obat anestesi kerja pendek.

Operatif

Catheter ablation

Prosedur ini menggunakan teknik pembedahan dengan membuatan sayatan pada daerah

paha.Kemudian dimasukkan kateter kedalam pembuluh darah utma hingga masuk kedalam

jantung.Pada bagian ujung kateter terdapat elektroda yang berfungsi menghancurkan fokus

ektopik yang bertanggung jawab terhadap terjadinya AF.

Maze operation

Prosedur maze operation hampeir sama dengan catheter ablation, tetapi pada maze operation,

akan mengahasilkan suatu “labirin” yang berfungsi untuk membantu menormalitaskan system

konduksi sinus SA.

Artificial pacemaker

Artificial pacemaker merupakan alat pacu jantung yang ditempatkan di jantung, yang berfungsi

mengontrol irama dan denyut jantung.

Prognosis
Penelitian epidemiologi telah menunjukan bahwa pasien dengan irama sinus hidup lebih lama

dibandingkan dengan seseorang kelainan atrium. Penelitian juga menunjukkan penggunaan

antikoagulan dan pengontrolan secara rutin bertuJuan untuk asimtomatik pada pasien usia lanjut.

Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa terapi medis yang ditujukan untuk mengendalikan

irama jantung tidak menghasilkan keuntungan keberhasilan dibandingkan dengan terapi kontrol

rate dan antikoagulan 13.

Terapi AF secara keseluruhan memberikan prognosis yang lebih baik pada kejadian

tromboemboli terutama stroke. AF dapat mencetuskan takikardi cardiomiopati bila tidak

terkontrol dengan baik. Terbentuknya AF dapat menyebabkan gagal jantung pada individu yang

bergantung pada komponen atrium


dari cardiac output dimana pasien dengan penyakit jantung hipertensi dan pada pasien dengan

penyakit katup jantung termasuk dalam resiko tingi akan terjadinya gagal jantung saat terjadi AF
13
.
10. Pathway

Faktor usia, obat-obatan Kardiomiopati,

(alkohol), keturunan/genetik tumor intracardiac Pericarditis,miocarditis

Kelainan katup atrium

Resistensi atrium dextra

Suplai O2 otak menurun

Vol. Atrium meningkat

Sinkop Pengosongan atrium inadekuat palpitasi


ADL menurun Atrium fibrilasi (AF) Sesak nafas

Tachicardi supraventrikel dextra Pola nafas tidak

efektif

Pengisian darah ke paru-paru

menurun

Renal flow menurun Atrial flow velocities menurun Suplai darah jaringan

menurun
RAA meningkat Trombus atrium sinistra

Metabolisme anaerob

Disfungsi ventrikel

sinistra

Aldosteron meningkat

Asidosis metabolik

ADH meningkat Penurunan curah jantung

Penimbunan as.

Laktat

& ATP menurun

Retensi Na+ + H2o Gagal jantung kongesti

fatigue

Kelebihan vol. cairan


Intoleransi aktivitas
B. Asuhan Keperawatan

Diagnose Keperawatan

Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitas miokardial/perubahan

inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural.

Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidakseimbangan antar suplai okigen. Kelemahan

umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan : Kelemahan, kelelahan, Perubahan

tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus

(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai

dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi,

Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-

alveolus.

Intervensi Keperawatan
Penurunan curah jantung berhubungan dengan ; Perubahan kontraktilitasmiokardial/perubahan

inotropik, Perubahan frekuensi, irama dan konduksi listrik, Perubahan structural, ditandai dengan

Peningkatan frekuensi jantung (takikardia) : disritmia, perubahan gambaran pola EKG

Perubahan tekanan darah (hipotensi/hipertensi).

Bunyi ekstra (S3 & S4)

Penurunan keluaran urine

Nadi perifer tidak teraba

Kulit dingin kusam

Ortopnea,krakles, pembesaran hepar, edema dan nyeri dada.

Tujuan

Menunjukkan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan

bebas gejala gagal jantung, Melaporkan


penurunan epiode dispnea, angina, Ikut serta dalam aktivitas yang mengurangi beban kerja

jantung.

Intervensi

Auskultasi nadi apical ; kaji frekuensi, iram jantung

Rasional : Biasnya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat) untuk mengkompensasi

penurunan kontraktilitas ventrikel.

Catat bunyi jantung

Rasional : S1 dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja pompa. Irama Gallop umum (S3

dan S4) dihasilkan sebagai aliran darah

kesermbi yang disteni. Murmur dapat menunjukkan Inkompetensi/stenosis katup.

Palpasi nadi perifer

Rasional : Penurunan curah jantung dapat menunjukkan menurunnya nadi radial, popliteal,

dorsalis, pedis dan posttibial. Nadi mungkin cepat hilang atau tidak teratur untuk dipalpasi dan

pulse alternan.
Pantau TD

Rasional : Pada GJK dini, sedng atu kronis tekanan drah dapat meningkat. Pada HCF lanjut

tubuh tidak mampu lagi mengkompensasi danhipotensi tidak dapat norml lagi.

Kaji kulit terhadp pucat dan sianosis

Rasional : Pucat menunjukkan menurunnya perfusi perifer ekunder terhadap tidak dekutnya curh

jantung; vasokontriksi dan anemia. Sianosis dapt terjadi sebagai refrakstori GJK.Area yang sakit

sering berwarna biru atu belang karena peningkatan kongesti vena.

Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker dan obat sesuai indikasi (kolaborasi)

Rasional : Meningkatkn sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk melawan efek

hipoksia/iskemia. Banyak obat dapat digunakan untuk meningkatkan volume sekuncup,

memperbaiki kontraktilitas dan menurunkan kongesti.

Aktivitas intoleran berhubungan dengan : Ketidak seimbangan antar suplai okigen. Kelemahan

umum, Tirah baring lama/immobilisasi. Ditandai dengan :


Kelemahan, kelelahan, Perubahan tanda vital, adanya disrirmia, Dispnea, pucat, berkeringat.

Tujuan /kriteria evaluasi :

Klien akan : Berpartisipasi pad ktivitas yang diinginkan, memenuhi perawatan diri sendiri,

Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur, dibuktikan oelh menurunnya

kelemahan dan kelelahan.

Intervensi

Periksa tanda vital sebelum dan segera setelah aktivitas, khususnya bila klien menggunakan

vasodilator,diuretic dan penyekat beta.

Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek obat (vasodilasi),

perpindahan cairan (diuretic) atau pengaruh fungsi jantung.

Catat respons kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi, diritmia, dispnea berkeringat

dan pucat

Rasional : Penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk meningkatkan volume sekuncup

selama aktivitas dpat menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung dan kebutuhan oksigen

juga peningkatan kelelahan dan kelemahan.


Evaluasi peningkatan intoleran aktivitas.

Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung daripada kelebihan aktivitas.

Implementasi program rehabilitasi jantung/aktivitas (kolaborasi)

Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung/konsumsi oksigen

berlebihan. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung dibawah stress, bila fungsi jantung tidak

dapat membaik kembali,

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan : menurunnya laju filtrasi glomerulus

(menurunnya curah jantung)/meningkatnya produksi ADH dan retensi natrium/air. ditandai

dengan : Ortopnea, bunyi jantung S3, Oliguria, edema, Peningkatan berat badan, hipertensi,

Distres pernapasan, bunyi jantung abnormal.

Tujuan /kriteria evaluasi


Klien akan : Mendemonstrasikan volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan

danpengeluaran, bunyi nafas bersih/jelas, tanda vital dalam rentang yang dapat diterima, berat

badan stabil dan tidak ada edema., Menyatakan pemahaman tentang pembatasan cairan

individual.

Intervensi :

Pantau pengeluaran urine, catat jumlah dan warna saat dimana diuresis terjadi.

Rasional : Pengeluaran urine mungkin sedikit dan pekat karena penurunan perfusi ginjal. Posisi

terlentang membantu diuresis sehingga pengeluaran urine dapat ditingkatkan selama tirah baring.

Pantau/hitung keseimbangan pemaukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-tiba/berlebihan

(hipovolemia) meskipun edema/asites masih ada.

Pertahakan duduk atau tirah baring dengan posisi semifowler selama fase akut.

Rasional : Posisi tersebut meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga

meningkatkan diuresis.

Pantau TD dan CVP (bila ada)


Rasional : Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan kelebihan cairan dan dapat

menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru, gagal jantung.

Kaji bising usus. Catat keluhan anoreksia, mual, distensi abdomen dan konstipasi.

Rasional : Kongesti visceral (terjadi pada GJK lanjut) dapat mengganggu fungsi gaster/intestinal.

Pemberian obat sesuai indikasi (kolaborasi) dan Konsul dengan ahli diet. Rasional : perlu

memberikan diet yang dapat diterima klien yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan

natrium.

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan : perubahan menbran kapiler-

alveolus.

Tujuan /kriteria evaluasi,


Klien akan : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenisasi adekuat pada jaringan ditunjukkan

oleh oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernapasan, Berpartisipasi dalam

program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi.

Intervensi :

Pantau suara nafas dan catat suara nafas tambahan.

Rasional : menyatakan adnya kongesti paru/pengumpulan secret menunjukkan kebutuhan untuk

intervensi lanjut.

Ajarkan/anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam.

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen.

Dorong perubahan posisi.

Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.

Kolaborasi dalam Pantau/gambarkan seri GDA, nadi oksimetri. Rasional : Hipoksemia dapat

terjadi berat selama edema paru.

Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.


Rasional : Meningkatkan jumlah O2 yang ada untuk pemakaian miokardium sekaligus

mengurangi ketidaknyamanan sekunder terhadap iskemia.


DAFTRA PUTAKA

Narumiya T, Sakamaki T, Sato Y, Kanmatsuse K ( January 2003). “Relationship between left

atrial appendage function and left atrial thrombus in patient with nonvalvular chronic atrial

fibrillation and atrial flutter”. Circulation Journal 67.

Sanfilippo AJ, Abascal VM, Sheehan M, Oertel LB, Harrigan P, Hughes RA dan Weyman AE

(1990). "Atrial enlargement as a consequence of atrial fibrillation A prospective

echocardiographic study" . Circulation 82 (3): 792–7.

"Atrial Fibrillation (for Professionals)". American Heart Association, Inc. 2008-12-

Archived from the original on 2009-03-28.

Mappahya AA. Atrium Fibrilation Theraphy To Prevent Stroke: A Review. The Indonesian

Journal of Medical Science Volume 1 No.8 April 2009 p. 477-489.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007.


Nasution SA, Ismail D. 2006. Fibrilasi Atrial. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalaml. Ed.3. Jakarta.

EGC, 1522-27.

Wattigney WA, Mensah GA, Croft JB (2002). "Increased atrial fibrillation mortality: United

States, 1980-1998". Am. J. Epidemiol. 155 (9): 819–26.

Blackshear JL, Odell JA (February 1996). "Appendage obliteration to reduce stroke in cardiac

surgical patients with atrial fibrillation". Ann. Thorac. Surg. 61

(2): 755–9.

Harrison (2000). Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. EGC: 1418-87.

Noer S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 1996.

Emergency Cardiovascular Care Program, Advanced Cardiac Life Support, 1997-1999,

American Heart Association.

Smeltzer, SC. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi

Volume 2. Jakarta: EGC, 2001.


Wolf PA, Dawber TR, Thomas HE, Kannel WB (1978). "Epidemiologic assessment of chronic

atrial fibrillation and risk of stroke: the Framingham study". Neurology 28 (10): 973–7.
Firdaus I. Fibrilasi Atrium Pada Penyakit Hipertiroidisme. Patogenesis dan Tatalaksana. Jurnal

Kardiologi Indonesia; September 2007: Vol. 28, No. 5.

Guyton (1995). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. EGC: 287-305.

Ganong William F (1999). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 17. EGC: 682-712.
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson (2000). Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses

Penyakit) Buku 2, Edisi 4. EGC: 770-89, 813-93.

Anda mungkin juga menyukai