Anda di halaman 1dari 22

ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG

SERTA BEBERAPA KELAINAN YANG TERJADI PADA JANTUNG


(Ventricular Extrasystole, BBB, Other arrhytmias)

OLEH :

KELOMPOK 11

BERNIKE L. SUMBAYAK 1608010011

SINYO D. K. PANDIE 1608010020

MARIA Ch. W. BUNGANAEN 1608010064

FAK U LTAS K E D O K T E RAN

U N I VE R S I TAS N U SA C E N DANA

2 0 1 8
ANATOMI FISIOLOGI JANTUNG
SERTA BEBERAPA KELAINAN YANG TERJADI PADA JANTUNG
(Ventricular Extrasystole, BBB, Other arrhytmias)

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung


1. Anatomi Jantung

Jantung adalah organ otot yang berongga dan berukuran sebesar kepalan tangan.
Fungsi utama jantung adalah memompa darah ke pembuluh darah dengan kontraksi
ritmik dan berulang. Jantung normal terdiri dari empat ruang, 2 ruang jantung atas
dinamakan atrium dan 2 ruang jantung di bawahnya dinamakan ventrikel, yang berfungsi
sebagai pompa. Dinding yang memisahkan kedua atrium dan ventrikel menjadi bagian
kanan dan kiri dinamakan septum. (1)
Darah dipompakan melalui semua ruang jantung dengan bantuan keempat katup
yang mencegah agar darah tidak kembali ke belakang dan menjaga agar darah tersebut
mengalir ke tempat yang dituju. Keempat katup ini adalah katup trikuspid yang terletak di
antara atrium kanan dan ventrikel kanan, katup pulmonal, terletak di antara ventrikel
kanan dan arteri pulmonal, katup mitral yang terletak di antara atrium kiri dan ventrikel
kiri dan katup aorta, terletak di antara ventrikel kiri dan aorta. Katup mitral memiliki 2
daun (leaflet), yaitu leaflet anterior dan posterior. Katup lainnya memiliki tiga daun
(leaflet). Jantung dipersarafi aferen dan eferen yang keduanya sistem saraf simpatis dan
parasimpatis. Saraf parasimpatis berasal dari saraf vagus melalui preksus jantung. Serabut
post ganglion pendek melewati nodus SA dan AV, serta hanya sedikit menyebar pada
ventrikel. Saraf simpatis berasal dari trunkus toraksik dan servikal atas, mensuplai kedua
atrium dan ventrikel.(2) Walaupun jantung tidak mempunyai persarafan somatik, stimulasi
aferen vagal dapat mencapai tingkat kesadaran dan dipersepsi sebagai nyeri. Suplai
darah jantung berasal dari arteri koronaria. Arteri koroner kanan berasal dari sinus aorta
anterior, melewati diantara trunkus pulmonalis dan apendiks atrium kanan, turun ke
lekukan A-V kanan sampai mencapai lekukan interventrikuler posterior. Pada 85% pasien
arteri berlanjut sebagai arteri posterior desenden/ posterior decendens artery (PDA)
disebut dominan kanan. Arteri koroner kiri berasal dari sinus aorta posterior kiri dan
terbagi menjadi arteri anterior desenden kiri/ left anterior descenden (LAD)
interventrikuler dan sirkumfleks. LAD turun di anterior dan inferior ke apeks jantung.
Mayoritas darah vena terdrainase melalui sinus koronarius ke atrium kanan. Sinus
koronarius bermuara ke sinus venosus sistemik pada atrium kanan, secara morfologi
berhubungan dengna atrium kiri, berjalan dalam celah atrioventrikuler. (3)
Jantung yang terdiri dari 2 atrium dan 2 ventrikel memiliki 4 katup dengan sistem
kerja yang berbeda-beda yakni :

1. Katup Trikuspid
Katup trikuspid berada diantara atrium kanan dan ventrikel kanan. Bila katup ini
terbuka, maka darah akan mengalir dari atrium kanan menuju ventrikel kanan. Katup
trikuspid berfungsi mencegah kembalinya aliran darah menuju atrium kanan dengan
cara menutup pada saat kontraksi ventrikel. Sesuai dengan namanya, katup trikuspid
terdiri dari 3 daun katup. (4)
2. Katup Pulmonal
Darah akan mengalir dari dalam ventrikel kanan melalui trunkus pulmonalis sesaat
setelah katup trikuspid tertutup. Trunkus pulmonalis bercabang menjadi arteri
pulmonalis kanan dan kiri yang akan berhubungan dengan jaringan paru kanan dan
kiri. Pada pangkal trunkus pulmonalis terdapat katup pulmonalis yang terdiri dari 3
daun katup yang terbuka bila ventrikel kanan berkontraksi dan menutup bila
ventrikel kanan relaksasi, sehingga memungkinkan darah mengalir dari ventrikel
kanan menuju arteri pulmonalis. (4)
3. Katup Bikuspid
Katup bikuspid atau katup mitral mengatur aliran darah dari atrium kiri menuju
ventrikel kiri. Seperti katup trikuspid, katup bikuspid menutup pada saat kontraksi
ventrikel. Katup bikuspid terdiri dari dua daun katup. (4)
4. Katup Aorta
Katup aorta terdiri dari 3 daun katup yang terdapat pada pangkal aorta. Katup ini akan
membuka pada saat ventrikel kiri berkontraksi sehingga darah akan mengalir
keseluruh tubuh. Sebaliknya katup akan menutup pada saat ventrikel kiri relaksasi,
sehingga mencegah darah masuk kembali kedalam ventrikel kiri. Pembuluh darah
yang terdiri dari arteri, arteriole, kapiler dan venula serta vena merupakan pipa darah
dimana didalamnya terdapat sel-sel darah dan cairan plasma yang mengalir keseluruh
tubuh. Pembuluh darah berfungsi mengalirkan darah dari jantung ke jaringan serta
organ-organ diseluruh tubuh dan sebaliknya. Arteri, arteriole dan kapiler mengalirkan
darah dari jantung keseluruh tubuh, sebaliknya vena dan venula mengalirkan darah
kembali ke jantung. (4)

2. Fisiologi Jantung

Jantung dapat dianggap sebagai 2 bagian pompa yang terpisah terkait fungsinya
sebagai pompa darah. Masing-masing terdiri dari satu atrium-ventrikel kiri dan kanan.
Berdasarkan sirkulasi dari kedua bagian pompa jantung tersebut, pompa kanan
berfungsi untuk sirkulasi paru sedangkan bagian pompa jantung yang kiri berperan
dalam sirkulasi sistemik untuk seluruh tubuh. Kedua jenis sirkulasi yang dilakukan
oleh jantung ini adalah suatu proses yang berkesinambungan dan berkaitan sangat
erat untuk asupan oksigen manusia demi kelangsungan hidupnya. Ada 5 pembuluh
darah mayor yang mengalirkan darah dari dan ke jantung. Vena cava inferior dan
vena cava superior mengumpulkan darah dari sirkulasi vena (disebut darah biru) dan
mengalirkan darah biru tersebut ke jantung sebelah kanan. Darah masuk ke atrium
kanan, dan melalui katup trikuspid menuju ventrikel kanan, kemudian ke paru-paru
melalui katup pulmonal. Darah yang biru tersebut melepaskan karbondioksida,
mengalami oksigenasi di paru-paru, selanjutnya darah ini menjadi berwarna merah.
Darah merah ini kemudian menuju atrium kiri melalui keempat vena pulmonalis. Dari
atrium kiri, darah mengalir ke ventrikel kiri melalui katup mitral dan selanjutnya
dipompakan ke aorta. Tekanan arteri yang dihasilkan dari kontraksi ventrikel kiri,
dinamakan tekanan darah sistolik. Setelah ventrikel kiri berkontraksi maksimal,
ventrikel ini mulai mengalami relaksasi dan darah dari atrium kiri akan mengalir ke
ventrikel ini. Tekanan dalam arteri akan segera turun saat ventrikel terisi darah.
Tekanan ini selanjutnya dinamakan tekanan darah diastolik. Kedua atrium
berkontraksi secara bersamaan, begitu pula dengan kedua ventrikel.(5)

B. Kelainan Jantung (Aritmia)


1. Ventricular Ekstrasistol
Ventrikular ekstrasistol merupakan suatu keadaan ini muncul dari suatu lokasi
diventrikel yang teriritasi. Mekanisme dasar berupa peningkatan automaticity atau re-
entry di ventrikel. Ventrikular ekstrasistol adalah denyutan prematur yang muncul
lebih dini dari denyutan yang seharusnya. (6)

a. Patofisiologi
Ventrikular Ekstrasistol mencerminkan aktivasi ventrikel berasal dari impuls di bawah
nodus atrioventrikular (AVNode). Secara umum terdapat dua mekanisme terjadinya VES,
yaitu diantaranya ialah: (6,7)
 Automaticity terjadi karena adanya percepatan aktivitas fase 4 dari
potensial aksi jantung. Aritmia ventrikel karena gangguan automaticity
biasanya tercetus pada keadaan akut dan kritis seperti infark miokard akut,
gangguan elektrolit, gangguan keseimbangan asam basa dan tonus
adrenergik yang tinggi. Aritmia ventrikel yang terjadi pada keadaan akut
tidak memiliki aspek prognostik jangka panjang yang penting.
Automaticity menunjukkan sebuah fokus ektopik dari sel pacemaker di
ventrikel yang memiliki potensi untuk menimbulkan impuls. Irama dasar
jantung menyebabkan sel-sel ini mencapai ambang yang menimbulkan
denyut ektopik. Proses ini adalah mekanisme yang mendasari aritmia yang
disebabkan karena kelebihan katekolamin atau keadaan kekurangan
elektrolit, khususnya hiperkalemia. Ektopi ventrikel terkait dengan
struktur jantung yang normal paling sering terjadi dari outflow tract
ventrikel kanan tepat di bawah katup pulmonal. Pola karakteristik EKG
untuk aritmia ini adalah besar, gelombang R tinggi di lead inferior dengan
pola LBBB di V1. Jika sumber adalah outflow tract ventrikel kiri
menunjukkan adanya KBBB tepat di V1. Terapi beta-blocker adalah terapi
lini pertama jika adanya gejala.
 Reentry yang merupakan mekanisme tersering terjadinya VES dan
biasanya disebabkan oleh kelainan kronis seperti infark miokard lama atau
dilated cardiomiopathy. Jaringan parut yang terbentuk akibat infark
miokard yang berbatasan dengan jaringan sehat menjadi keadaan yang
ideal untuk terbentuknya sirkuit reentry. Bila sirkuit ini telah terbentuk,
maka aritmia ventrikel reentry dapat timbul setiap saat dan menyebabkan
kematian mendadak. Reentry terjadi ketika adanya sebuah area dari jalur
yang terblok di serat purkinje dan area kedua dari konduksi lambat.
Kondisi ini sering terlihat pada pasien dengan penyakit jantung yang
mendasarinya yang menciptakan daerah konduksi yang berbeda dan
pemulihan akibat jaringan parut miokard atau iskemia. Selama aktivasi
ventrikel, daerah konduksi lambat mengaktifkan bagian diblokir dari
sistem setelah ventrikel pulih, sehingga menghasilkan beat ekstra. Reentry
dapat menghasilkan denyut ektopik tunggal, atau dapat memicu takikardia
paroksismal.
b. Klasifikasi Berdasarkan Derajat Penyakit
Lown’s membagi VES dalam beberapa derajat antara lain: (8)

Derajat 0 : tidak terdapat VES


Derajat I : unifokal dan infrequent VES, VES < 30x/jam
Derajat II : unifokal dan infrequent VES, VES ≥ 30x/jam
Derajat III : multifocal VES
Derajat IVA : 2 VES berturut-turut ( couplet)
Derajat IVB : 3 atau lebih VES berturut-turut
Derajat V : R-T phenomenon

c. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi


Etiologi Ventrikular ekstrasistol terdiri dari cardiac dan non-cardiac : (9,10)
1. Penyebab cardiac dari VES adalah sebagai berikut:
 Infark miokard akut atau iskemik
 Penyakit katup jantung, terutama prolapse katup mitral
 Cardiomyopathy (misalnya iskemik, dilatasi, hipertrofi)
 Kontusio jantung
 Bradikardia
 Takikardia
2. Penyebab noncardiac dari VES adalah sebagai berikut:
 Gangguan elektrolit (hipokalemia, hipomagnesemia, atau
hiperkalsemia)
 Obat-obatan (misalnya, digoxin, antidepresan trisiklik, aminofilin,
amitriptyline, pseudoephedrine, fluoxetine)
 Obat lain (misalnya, kokain, amfetamin, kafein, alkohol)
 Anestesi
 Operasi
 Infeksi

d. Faktor Risiko
Faktor resiko VES diantaranya : (11)
 Bayi berusia 1 hari hingga 1 tahun (biasanya pada usia sebelum 4
bulan)
 Penggunaan obat-obatan
 Demam
 Memiliki riwayat penyakit jantung

e. Gejala dan Tanda


 Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra,
denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema;
pengeluaran urin menurun bila curah jantung menurun berat.
 Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.
 Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan
obat antiangina, gelisah
 Napas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan;
bunyi nafas tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada
menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung
kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal;
hemoptisis.
 Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema
(trombosis siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan. (12)
f. Penegakan Diagnosis
Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan denyut/irama
jantung, perubahan sekuncup jantung: preload, afterload, penurunan
kontraktilitas miokard. (11)
Tujuan: Penuruanan curah jantung teratasi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam dengan kriteria hasil: (11)
 Pasien tidak mengeluh pusing
 Pasien tidak mengeluh sesak
 EKG normal
 Kulit elastis BB normal
 Suhu: 36-37C/axial
 Pernapasan 12-21x/mnt
 Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
 Nadi 60-100x/mnt

g. Tatalaksana Terapi Farmakologis dan Non Farmakologi


Terdapat 2 jenis terapi yang diberikan yakni :
1. Terapi Farmakologis
Pemberian adenosin. Adenosin merupakan nukleotida endogen yang
bersifat kronotropik negatif, dromotropik, dan inotropik. Efeknya
sangat cepat dan berlangsung sangat singkat dengan konsekuensi pada
hemodinamik sangat minimal. Adenosin dengan cepat dibersihkan dari
aliran darah (sekitar 10 detik) dengan cellular uptake oleh sel endotel
dan eritrosit. Obat ini akan menyebabkan blok segera pada nodus AV
sehingga akan memutuskan sirkuit pada mekanisme reentry. Adenosin
mempunyai efek yang minimal terhadap kontraktilitas jantung.
Adenosin merupakan obat pilihan dan sebagai lini pertama dalam
terapi TSV karena dapat menghilangkan hampir semua TSV.
Efektivitasnya dilaporkan pada sekitar 90% kasus. Adenosin diberikan
secara bolus intravena diikuti dengan flush saline, mulai dengan dosis
50 µg/kg dan dinaikkan 50 µ/kg setiap 1 sampai 2 menit (maksimal
250 µ/kg). Dosis yang efektif pada anak yaitu 100 – 150 µg/kg. Pada
sebagian pasien diberikan digitalisasi untuk mencegah takikardi
berulang. (13)
2. Terapi Non Farmakologis
Tidak adanya penyakit jantung struktural yang signifikan (misalnya,
fungsi ventrikel normal, tidak ada penyakit jantung koroner atau
katup) dan asimptomatik VES tidak memerlukan terapi. VES benign
yang timbul sesekali dan tidak menimbulkan gejala tidak perlu
diberikan obat antiaritmia, cukup menghindari faktor presipitasi (stres,
produk yang mengandung kafein, merokok, alcohol, obat
simpatomimetik, obat asma dan lain-lain. (14,15,16)
h. Sasaran Terapi dan Strategi Terapi
Pada terapi VES, strategi yang digunakan dengan melihat tanda dan gejala
yang dialami pasien VES. Apabila pasien mengalami bradikardi yang berat,
maka ditangani agar denyut jantungnya kembali normal. Namun, setelah itu
apabila pasien mengalami asidosis, toksisitas dan hiperkalemia maka
diberikan Bikarbonat 1 mEq/kg. Apabila pasien mengalami hipoksemia maka
diperbaiki terlebih dahulu status pernapasannya. Namun pada keadaan pasien
mengalami iskemia miokard maka perlu diberikan nitrat dan Beta Blocker.
Apabila kondisi pasien membaik, maka dilanjutkan dengan terapi
farmakologis dan non farmakologis. Namun apabila keadaan pasien
memburuk maka curigai penyakit lain.

i. Evaluasi
Pada pasien tanpa gejala tanpa mendasari penyakit jantung, prognosis jangka
panjang adalah serupa dengan populasi umum. Pasien tanpa gejala dengan fraksi
ejeksi lebih dari 40% memiliki insiden 3,5% dari takikardia ventrikel
berkelanjutan atau serangan jantung. Oleh karena itu, pada pasien dengan tidak
adanya penyakit jantung pada pemeriksaan noninvasif, prognosis lebih baik.
Dalam keadaan iskemia / infark coroner akut, pasien dengan VES sederhana
jarang yang berkembang menjadi maligna. Namun, ektopi kompleks persisten
setelah MI dikaitkan dengan peningkatan risiko kematian mendadak dan mungkin
merupakan indikasi untuk studi elektrofisiologi (EPS). Pada pasien yang
menderita infark miokard, kehadiran VES telah dikaitkan dengan peningkatan
hingga 3 kali risiko kematian mendadak. (17,18)
Prognosis tergantung pada frekuensi dan karakteristik VES dan pada jenis dan
tingkat keparahan penyakit jantung struktural terkait. Secara keseluruhan, VES
berhubungan dengan peningkatan risiko kematian, terutama ketika didiagnosis
CAD. (17)

2. BBB (Bundle Branch Block)


Bundel cabang bundel (BBB) adalah perubahan konduksi ventrikular yang dapat
menyebabkan gangguan ventrikel dan gagal jantung (HF). Terdapat sekitar sepertiga
pasien dengan komorbiditas HF memiliki BBB yang diidentifikasi dengan kriteria
kompleks QRS dan sebagian besar kasus merupakan blok cabang bundel kiri
(LBBB). LBBB pada umumnya berkisar dari 0,1-0,8% dan Blok Bundel Cabang
Kanan (RBBB) sekitar 1,9-24,3% per seribu populasi. Pada populasi umum BBB
terjadi pada usia di atas 52 tahun. Selain itu, tingkat prevalensi meningkat dan sangat
terkait dengan jenis kelamin dan kelompok usia (pria dan individu yang lebih tua). (19)

a. Patofisiologi

Proses terjadinya BBB dimulai dengan adanya penyakit dasar yakni


meliputi MI, penyakit jantung hipertensi, dan penyakit paru, seperti emboli paru
dan penyakit paru obstruktif kronik. Gangguan-gangguan yang terjadi pada
jantung inilah yang akhirnya menyebabkan terjadinya blocking pada impuls yang
berasal dari SA node sehingga timpuls hanya dapat sampai pada salah satu
ventrikel dengan baik dan terlambat sampai ventrikel yang lain, akibat adanya
kerusakan pada cabang Berkas His ke ventrikel tersebut. (19,20)

b. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

Berdasarkan letaknnya, BBB dibagi menjadi 2 yakni LBBB (Left Bundle


Branch Block) dan RBBB (Right Bundle Branch Block) yang terjadi akibat
beberapa masalah pada pengantaran impuls menuju Berkas His diantaranya: (21)
1. MI
2. Hipertensi
3. Gangguan pada paru-paru (emboli paru dan obstruksi paru kronik)

c. Faktor Risiko
Penyebab umum RBBB meliputi MI, penyakit jantung hipertensi, dan
penyakit paru, seperti emboli paru dan penyakit paru obstruktif kronik. Pada
pasien yang memiliki emboli paru, RBBB dapat ditemukan pada 6% -67% kasus.
RBBB baru juga biasanya berhubungan dengan MI anterior yang lebih besar dan
terjadi pada 3% -7% kasus MI. Sedangkan pada LBBB, penyebab paling umum
adalah penyakit arteri koroner, hipertensi, dan kardiomiopati. LBBB juga
memiliki manifestasi yang mirip dengan HF, yakni sekitar 25% kasus, dan ini
dikenal sebagai faktor yang memburuk dari ejeksi fraksi ventrikel kiri. (22)

d. Gejala dan Tanda


Gejala dan tanda yang dapat dialami pada penderita BBB : (21)
1. Pusing
2. Pingsan
3. Nyeri dada
4. Asimptomatik

e. Penegakan Diagnosis
Pada penegakkan diagnosis BBB, digunakan EKG yang dianggap sebagai
gold standar untuk diagnosis non-invasif gangguan konduksi dan aritmia.
Sensitivitas dan spesifisitasnya lebih tinggi untuk diagnosis gangguan aritmia dan
konduksi dari pada melihat pada perubahan struktural atau metabolic. Pada
sebagian besar kasus RBBB, dapat memperlihtkan gejala klinis, namun ada juga
penderita RBBB yang terlihat sehat. Sedangkan LBBB paling sering disebabkan
oleh penyakit arteri koroner, penyakit jantung hipertensi, atau kardiomiopati
dilatasi sehingga sulit untuk dievaluasi berdasarkan gejala klinis. Hal inilah yang
mendasari diagnosis BBB harus berdasarkan pemeriksaan fisik, rontgen dada dan
ekokardiografi. (21,23)

Diagnostic criteria for Diagnostic Strict Criteria for


Diagnostic criteria for left bundle
right bundle branch left bundle branch block by
branch block
block Strauss
QRS duration ≥0.14s for men
QRS duration >0.12 s QRS duration of >0.12 s and ≥0.13s for
women
QRS duration ≥0.14s and mid-
QRS (beginning after 40 ms)
A secondary R wave Broad monophasic R wave in leads
notching/slurring in at least
(R') in V1 or V2 1, V5, and V6
two of the leads V1, V2, V5,
V6, I, and/or aVL]
Associated feature Absence of Q waves in leads V5 and QS or rS in V1
V6
ST segment depression
and T wave inversion in
Associated features
the right precordial
leads
Displacement of ST segment and T
wave in an opposite direction to the
dominant deflection of the QRS
complex (appropriate discordance)
Poor R wave progression in the chest
leads
RS complex, rather than monophasic
complex, in leads V5 and V6
Left axis deviation-common but not
invariable finding

f. Tatalaksana Terapi
Terapi resinkronisasi jantung (CRT) merupakan pengobatan yang sangat
efektif untuk pasien dengan fungsi ventrikel kiri (LV) tertekan, gagal jantung
kongestif simtomatik (HF), dan lebar QRS yang abnormal. Hal ini dapat
menginduksi remodeling LV terbalik dengan perbaikan fungsi LV dan
pengurangan gejala gagal jantung, yang meningkatkan tidak hanya kualitas hidup
dan fungsi jantung, tetapi juga sangat mengubah prognosis, mengurangi rawat
inap dan mortalitas terkait HF. Studi tentang individu dengan LBBB dan
mekanisme kelainan konduksi intraventrikularnya menyimpulkan bahwa CRT
sebagai terapi terbaik untuk pasien simptomatik.(22)

g. Sasaran Terapi dan Strategi Terapi


Beberapa hal yang dapat dinilai serta dievaluasi yakni perubahan pada
aktivasi LV, seperti aktivasi abnormal dari septum dan aktivasi LV lateral yang
tertunda dengan aktivasi elektromekanik yang disengaja menyebabkan
peningkatan kerja jantung, kontraksi jantung kurang efisien, dan curah jantung
yang lebih rendah. Terapi secara secara listrik dan mekanis, telah mengubah
preaktivasi daerah LV yang terlambat diaktifkan dan memperbaiki hampir semua
komplikasi LBBB. Meskipun penggunaan CRT sangat dianjurkan untuk pasien
dengan LBBB, penggunaannya pada pasien dengan RBBB masih belum jelas. (22)

h. Evaluasi
Evaluasi yang dapat dilakukan pada BBB baik LBBB maupun RBBB
mengalami prognosis yang baik apabila pada penyakit awalnya yakni HF, MI, dan
kelainan lainnya diterapi dengan baik sejak awal.(21)

3. Other Arrhytmias
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi
pada infark miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan
irama jantung yang disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis. (24)
Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi
juga termasuk gangguan kecepatan denyut dan konduksi. Aritmia jantung (heart
arrhythmia) menyebabkan detak jantung menjadi terlalu cepat, terlalu lambat, atau
tidak teratur. Aritmia jantung umumnya tidak berbahaya. Kebanyakan orang sesekali
mengalami detak jantung yang tidak beraturan kadang menjadi cepat, kadang
melambat. Namun beberapa jenis aritmia jantung dapat menyebabkan gangguan
kesehatan atau bahkan sampai mengancam nyawa. Aritmia dan HR abnormal tidak
harus terjadi bersamaan. Aritmia dapat terjadi dengan HR yang normal, atau dengan
HR yang lambat (disebut bradiaritmia - kurang dari 60 per menit). Aritmia bisa juga
terjadi dengan HR yang cepat (disebut tachiaritmia - lebih dari 100 per menit). (12)
a. Patofisiologi
a. Pembentukan impuls : peningkatan automatisitas sel pacemaker; ectopic
pacemaker
b. Konduksi impuls : perlambatan penghantaran impuls atau blokade; perubahan
dalam kecepatan konduksi; perubahan masa refrakter

b. Klasifikasi Berdasarkan Etiologi

Etiologi aritmia jantung dalam garis besarnya dapat disebabkan oleh :


 Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard (miokarditis
karena infeksi)
 Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner),
misalnya iskemia miokard, infark miokard.
 Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obat-obat anti
aritmia lainnya
 Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia)
 Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan
irama jantung
 Ganggguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
 Gangguan metabolik (asidosis, alkalosis)
 Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme)
 Gangguan irama jantung karena kardiomiopati atau tumor jantung
 Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi
jantung).

c. Faktor Risiko
Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung atau kelainan
irama jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah:
 Penyakit Arteri Koroner
Penyempitan arteri jantung, serangan jantung, katup jantung abnormal,
kardiomiopati, dan kerusakan jantung lainnya adalah faktor resiko untuk hampir
semua jenis aritmia jantung.
 Tekanan Darah Tinggi
Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit arteri koroner.
Hal ini juga menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku dan tebal, yang
dapat mengubah jalur impuls elektrik di jantung.
 Penyakit Jantung Bawaan
Terlahir dengan kelainan jantung dapat memengaruhi irama jantung.
 Masalah pada Tiroid
Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid
terlalu banyak. Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi cepat dan
tidak teratur sehingga menyebabkan fibrilasi atrium (atrial
fibrillation).Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak cukup
melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi (bradycardia).
 Obat dan Suplemen
Obat batuk dan flu serta obat lain yang mengandung pseudoephedrine dapat
berkontribusi pada terjadinya aritmia.
 Obesitas
Selain menjadi faktor resiko untuk penyakit jantung koroner, obesitas dapat
meningkatkan resiko terkena aritmia jantung.
 Diabetes
Resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi akan meningkat
akibat diabetes yang tidak terkontrol. Selain itu, gula darah rendah
(hypoglycemia) juga dapat memicu terjadinya aritmia.
 Obstructive Sleep Apnea
Obstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat tidur. Napas yang
terganggu, misalnya mengalami henti napas saat tidur dapat memicu aritmia
jantung dan fibrilasi atrium.
 Ketidakseimbangan Elektrolit
Zat dalam darah seperti kalium, natrium, dan magnesium (disebut elektrolit),
membantu memicu dan mengatur impuls elektrik pada jantung.Tingkat elektrolit
yang terlalu tinggi atau terlalu rendah dapat memengaruhi impuls elektrik pada
jantung dan memberikan kontribusi terhadap terjadinya aritmia jantung.
 Terlalu Banyak Minum Alkohol
Terlalu banyak minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik di dalam
jantung serta dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi atrium (atrial
fibrillation).Penyalahgunaan alkohol kronis dapat menyebabkan jantung berdetak
kurang efektif dan dapat menyebabkan cardiomyopathy (kematian otot jantung).
 Konsumsi Kafein atau Nikotin
Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak lebih
cepat dan dapat berkontribusi terhadap resiko aritmia jantung yang lebih
serius.Obat-obatan ilegal, seperti amfetamin dan kokain dapat memengaruhi
jantung dan mengakibatkan beberapa jenis aritmia atau kematian mendadak
akibat fibrilasi ventrikel (ventricular fibrillation).

d. Gejala dan Tanda


Ada beberapa tanda dan gejala Aritmia, yaitu: (25)
 Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit
nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat,
sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin menurun bila curah jantung menurun
berat.
 Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan
pupil.
 Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina,
gelisah
 Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas
tambahan (krekels, ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi
pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena
tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
 Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis
siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan
 Palpitasi
 Pingsan
 Rasa tidak nyaman di dada
 Lemah atau keletihan (perasaan
 Detak jantung cepat (tachycardia)
 Detak jantung lambat (bradycardia)

e. Penegakan Diagnosis
1. EKG menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Hal ini dapat
menunjukkan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit
2. Monitor Holter : gambaran EKG (24 jam) yang memungkinkan untuk menentukan
letak disritmia yang disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (dirumah/kerja).
Juga dapat mengevaluasi fungsi pacu jantung/ efek obat antidisritma
3. Foto dada : dapat menunjukkan perbesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel katup
4. Scan Pencitraan Miokardia : dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard
yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa
5. Tes StressLatihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia
6. Elektrolit : peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
menyebabkan disritmia
7. Pemeriksaan obat : dapat menyatakan toksisitas jantung, adanya obat jalanan atau
dugaan interaksi obat (contoh : digitalis, quinidin dan lain-lain)
8. Pemeriksaan Tiroid : peningkatan atau penurunan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan/ meningkatnya distrimia
9. Laju Sedimentasi : peninggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut/aktif (contoh
: endokarditis)
10. GDA/ Nadi Oksimetri : hipoksemia dapat menyebabkan/ mengeksaserbasi disritmia

f. Tatalaksana Terapi
Penatalaksanaan Medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
a. Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
 Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter
 Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang
menyertai anestesi
 Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
 Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemi amiokard, ventrikel takikardia.
 Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C
 Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi

b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)


Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmia jantung, angina pectoris dan
hipertensi
c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang

d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)


Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia

Terapi mekanis
 Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia
yang memiliki kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
 Defibrilasi : kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat.
 Defibrilator kardioverter implantable : suatu alat untuk mendeteksi dan
mengakhiri episode takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien
yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
 Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekuensi jantung.

g. Sasaran Terapi dan Strategi Terapi


Rencana Keperawatan
1. Untuk diagnosa 1: Risiko Tinggi Penurunan Kardiak Output yang berhubungan
dengan penurunan kontraktilitas miokardium.(24)
Kriteria Hasil:
 Mempertahankan/meningkatkan curah jantung adekuat yang dibuktikan
oleh TD/nadi dalam rentang normal, haluaran urin adekuat, nadi teraba
sama, status mental biasa.
 Menunjukkan penurunan frekuensi/tak adanya aritmia.
 Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan kerja miokardia
Intervensi :
 Raba nadi (radial, femoral, dorsalis pedis) catat frekuensi, keteraturan,
amplitudo dan simetris.
 Auskultasi bunyi jantung, catat frekuensi, irama. Catat adanya denyut
jantung ekstra, penurunan nadi.
 Pantau tanda vital dan kaji keadekuatan curah jantung/perfusi jaringan.
 Tentukan tipe disritmia dan catat irama.
 Berikan lingkungan tenang. Kaji alasan untuk membatasi aktivitas selama
fase akut.
 Demonstrasikan/dorong penggunaan perilaku pengaturan stres misal
relaksasi nafas dalam, bimbingan imajinasi.
 Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lamanya, intensitas dan faktor
penghilang/pemberat. Catat petunjuk nyeri non-verbal contoh wajah
mengkerut, menangis, perubahan TD.
 Siapkan/lakukan resusitasi jantung paru sesuai indikasi
Kolaborasi :
 Pantau pemeriksaan laboratorium, contoh elektrolit.
 Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
 Berikan obat sesuai indikasi : kalium, antidisritmi.
 Siapkan untuk pemasangan otomatik kardioverter atau defibrilator.

2. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan


dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Kriteria Hasil :
 Menyatakan pemahaman tentang kondisi, program pengobatan.
 Menyatakan tindakan yang diperlukan dan kemungkinan efek samping obat.
Intervensi :
 Kaji ulang fungsi jantung normal/konduksi elektrikal.
 Jelakan/tekankan masalah aritmia khusus dan tindakan terapeutik pada
pasien/keluarga.
 Identifikasi efek merugikan/komplikasiaritmia khusus contoh kelemahan,
perubahan mental, vertigo.
 Anjurkan/catat pendidikan tentang obat. Termasuk mengapa obat diperlukan;
bagaimana dan kapan minum obat; apa yang dilakukan bila dosis terlupakan.
 Dorong pengembangan latihan rutin, menghindari latihan berlebihan.
 Kaji ulang kebutuhan diet contoh kalium dan kafein.
 Memberikan informasi dalam bentuk tulisan bagi pasien untuk dibawa pulang.
 Anjurkan psien melakukan pengukuran nadi dengan tepat.
 Kaji ulang kewaspadaan keamanan, teknik mengevaluasi pacu jantung dan
gejala yang memerlukan intervensi medis.

h. Evaluasi
Semua tindakan keperawatan dievaluasi meliputi SOAP/SOAPIER.

Daftar Pustaka

1. Eprints, 2015, Bab II TINJAUAN PUSTAKA, [pdf],


(www.eprints.undip.ac.id/46852/3/Vania_22010111120050_LapKTI_BAB2.pdf).
Hlm.7
2. Eprints, 2015, Bab II TINJAUAN PUSTAKA, [pdf],
(www.eprints.undip.ac.id/46852/3/Vania_22010111120050_LapKTI_BAB2.pdf).
Hlm.8
3. Eprints, 2015, Bab II TINJAUAN PUSTAKA, [pdf],
(www.eprints.undip.ac.id/46852/3/Vania_22010111120050_LapKTI_BAB2.pdf).
Hlm.9
4. Eprints, 2015, Bab II TINJAUAN PUSTAKA, [pdf],
(www.eprints.undip.ac.id/46852/3/Vania_22010111120050_LapKTI_BAB2.pdf).
Hlm.16-17
5. Eprints, 2015, Bab II TINJAUAN PUSTAKA, [pdf],
(www.eprints.undip.ac.id/46852/3/Vania_22010111120050_LapKTI_BAB2.pdf).
Hlm.9-10
6. Harum, S dan Yamin, M. 2009. Aritmia Ventrikel. 2000. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Jakarta: Interna Pubishing.
7. Lily. LS. 2011. Pathophysiology of Heart Disease. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins.
8. Kanwar, G. dkk. A Review: Detection of Premature Venticular Contraction Beat
of ECG. International of Advance Risearch in Electrical, Electronics and
Instrimentation Engineering. 2015.
9. Rilantono, Lily I, 2012. Penyakit Kardiovaskular. Jakarta:FKUI
10. Austin Heart. 2002. Premature Ventricular Contractions.
11. Scrib, 2013, Decy-ekstrasistol Supraventrikular dan Ventrikular,
(https://www.scribd.com/doc/.../Decy-ekstrasistol-Supraventrikular-Dan-
Ventrikular)
12. Hanafi B. Trisnohadi. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. Ed. 3. Jakarta
: Balai Penerbit FKUI.
13. Delacretaz, Etienne. 2011. Supravertricular Tachycardia.
http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp051145 Diakses 11 april 2013.
14. Kabo, Peter . 2010. Bagaimana menggunakan obat-obat kardiovaskular secara
rasional. Jakarta: Balai penerbit FKUI
15. Delacretaz, E. 2006.Ventricular Ekstrasistole.The New England Journal of
Medicine.
16. Lundqvist-Blomstrom C, et. al. 2008. ACC/AHA/ESC guidelines for the
management of patients with–Ventricular Ekstrasistole executive summary.
European Heart Journal.
17. Solomon, MD dan Froelicher, V. The Prevalance and Prognostic Value of Rest
Premature Ventricular Contraction. Accessed 18 September 2016. Avalaibale form:
http:// www.intechopen.com
18. Perez S, Jose LM. Frequent Ventricular Extrasystoles: Significance, Prognosis,
and Treatment. E-Journal of the ESC Council for cardiology Practice. 2011.
19. Imedpub, 2016, Journal Interventional Cardiology Bundle Branch Block: Right
and Left Prognosis Implications, (http://www.imedpub.com). Hlm.1
20. Imedpub, 2016, Journal Interventional Cardiology Bundle Branch Block: Right
and Left Prognosis Implications, (http://www.imedpub.com). Hlm.1-2
21. Imedpub, 2016, Journal Interventional Cardiology Bundle Branch Block: Right
and Left Prognosis Implications, (http://www.imedpub.com). Hlm.2
22. Imedpub, 2016, Journal Interventional Cardiology Bundle Branch Block: Right
and Left Prognosis Implications, (http://www.imedpub.com). Hlm.3
23. Imedpub, 2016, Journal Interventional Cardiology Bundle Branch Block: Right
and Left Prognosis Implications, (http://www.imedpub.com). Hlm.4
24. Doenges Marlyn E, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, (Edisi 3), (Alih Bahasa 1 Made Kriase).
Jakarta: EGC.
25. Smeltzer, S.C.& Bare, B.G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth (Terjemahan).Edisi 8.Jakarta :EGC.
26. Carpenito , Lynda juall. 2000. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai