1
1. Pendahuluan
Suatu penyakit infeksi yang berbasis
pada prinsip mikrobiologi dan kesehatan
masyarakat.
4
Toxigenecity of individual dengan C. diphtheriae dpt
ditunjukkan melalui 2 test :
Jaringan necrosis dlm guinea pigs atau gel
diffusion dlm anggur
Elek’s test menunjukkan adanya precipitin
band diantara toxin dan antitoxin
Penyakit diawali dgn masuknya C. diphtheriae
kedalam mulut atau hidung
7
Toxin mediated tissue necrosis terjadi disekitar
koloni dlm derajat berat.
Pembentukan pseudomembrane
- dgn warna bervariasi abu-abu hitam tergantung
dari kandungan darahnya
- mengandung fibrin leukosit, eritrosit, organisme,
sel-sel epitel superficial.
10
RESPIRATORY TRACTT DIPHTHERIA
Nasal diphtheria :
Rhinorrhoea ringan seperti
common cold.
Nasal discharge sero-sanguinus
dan mucopurulent
Erosi anterior nares dan bibir atas
Bau busuk
Inspeksi : membrane putih pada nasal septum,
rongga hidung.
Gejala yang umum didapat bisanya ringan atau
tidak ada oleh karena penyebaran toxin di
mukosa hidung jelek.
Keadaan ini sering terjadi pada bayi. 11
DIPHTHERIA TONSIL DAN PHARYNX
Merupakan lokasi tersering infeksi ini
Gejala : sakit tenggorok
demam yg tdk terlalu tinggi
Inspeksi :
1-2 hari membrane akan berkembang pada 1
atau 2 tonsil dgn perluasan ke arcus anterior-
posterior, uvula, palatum molle, oropharynx,
nasopharynx.
Perluasan ini merupakan ciri khas diphtheria
Membrane mudah berdarah bila diangkat oleh
karena melekat pd jaringan dasarnya.
Pembengkakan kelenjar getah bening yg luas
pd leher, melingkar dari telinga - telinga,
memenuhi ruang bagian luar diantara ke dua
rahang (bull neck appearance) 12
Beratnya gejala berkorelasi dgn luasnya membrane
Kasus berat :
respiratory failure
relative bradycardia
hypotension
palatum paralysis : bila bilateral nasal
regurgitation dan kesulitan menelan
stupor, coma kematian dpt terjadi dalam 7-10
hari
Kasus yang kurang berat (sedang) :
pemulihan lambat atau dgn komplikasi
myocarditis / neuritis
Kasus ringan :
Membrane akan lepas dalam 7-10 hari
13
LARYNGEAL DIPHTHERIA
Dapat terjadi sebagai perluasan diphtheria pharynx
atau merupakan lokasi primer diphtheria.
Gejala : parau, sesak, stridor
Inspeksi :
gelisah, cemas
cyanotic
retraksi suprasternal, subcostal,
supraclavicular severe laryngeal
obstruction
respiratory distress oleh karena edema dan
membrane di trachea
obstruksi fatal dan akut dapat terjadi bila ada
penyumbatan jalan nafas oleh membrane
14
5. Diagnosis
Dx. Pasti : isolasi organisme dari kultur membrane
Dx. Cepat :pengecatan mamunofluorescent ( 4 jam)
Keberadaan beta-hemolytic streptocooci pd kultur
tdk mengurangi / menghilangkan diagnosa diphtheria
(didapat pada 30% kasus)
Laboratoris ;
Anemia kadang-kadang terjadi oleh karena
homolysis yang cepat.
Hypoglycemia / glycosurio oleh karena
toksisitas hepar
Blood urea nitrogen (BUN) meningkat pd pend.
dgn acute tubular necrosis
ECG : perubahan ST-segment dan T-wave irama
supraventricular ectopic
Test toxigenicity : Elek’s test 15
Test immune status penderita : Schick test injeksi
intrakutan 0,1 mL toxin diphtheria murni
ANTIBIOTIKA
Menghentikan produksi toxin eradikasi organisme, mencegah perluasan
Penicillin dan Erythromycin
Drug of choice
Erythromycin : 40-50 mg/kg BB selama 14 hari
Penicillin :
- Aquaeous Peniclin
100.000 – 150.000 u/kgBB/hari/iv terbagi menjadi 4 dosis, 14 hari
- Procaine Penicillin
12.500 – 50.000 u/kg/BB/hari/i.m. terbagi menjadi 2 dosis, 14 hari
Kedua AB ini juga efektif terhadap GABHS
Eradikasi organisme harus dievaluasi dengan 2 x kultur negatif
setelah terapi paripurna. 19
9. Pencegahan
Imunisasi DPT : untuk usia < 7 tahun
Imunisasi TD : untuk anak usia > 7 tahun
Imunisasi bagi mereka yg melakukan
perjalanan ke daerah endemic atau
epidemic :: imunisasi komplit
Isolasi penderita segera mungking untuk
menghindari kontak minimal untuk 7 hari.
20
ABSES LEHER DALAM
21
1. Abses Peritonsilar (Quinsy)
DEFINISI :
Peritonsillar abscess (Abses peritonsilar) merupakan
penumpukan panas yg berada diantara tonsil dan musculus
constrictor pharynx superior.
Merupakan abses leher dalam yang paling sering dijumpai.
ANATOMI :
Rongga peritonsilar dilingkari oleh tonsil dibagian medial dan
tossa tonsillaris lateralis dibagian lateral.
Tonsil dilingkupi oleh fibrous capsule dibagian lateral yang
merupakan bagian dari fascia pharyngobasilaris
Fossa tonsillaris dibatasi oleh :
Anterior : lipatan palatoglossal
Posterior : lipatan palatopharynx
Lateral : m. constrictor pharynx superior
Dibagian dalam sesudah m. contrictor pharynx superior
berhubungan dgn ruang parapharynx berdekatan langsung dgn 22
a. carotis interna v. jugularis interna.
ETIOLOGI :
Kompl. Tonsillitis akut
Pu. Unilat; bisa bilat
Abses mudah kambuh bl. Tx. Tidak adekwat
Anak < 6 th. jarang
PATOFISIOLOGI :
Terjadi penetrasi bakteria dari kripte tonsil melalui kapsul tonsil
masuk kedalam rongga peritonsilar
Theori lain terjadinya abses :
Kelenjar air liur di rongga supratonsil (Weber’s gland)
DX
Fungsi percobaan
Pus + abses
Pus - infiltrat
TX
Infiltrat
Antibiotika dosis tinggi (aerob + anaerob)
Simtomatik
Kumur-kumur air hangat
Kompres dingin pada leher
Abses
Insisi
daerah plg. Bombans
26
Patologi :
Palatum mole bombans & hiperemi (~sup-lat. Fosa tonsilaris)
Tonsil terdorong ke sisi sehat
Iritasi m.pterig. Int trismus.
Abses pecah spontan aspirasi paru
Komplikasi
Pecah spontan aspirasi baru
Abses parafaring mediastinitis
27
Ke intrakranial trombosis, sinus kavern, meningitis, abses otak
2. Abses Parafaring
Etiologi :
Cara infeksi :
langsung
o.k. tusukan / korpus al. Yang terkontaminasi kuman
limfogen
hematogen
28
Gejala dan Tanda :
ANTERIOR / PRESTYLOID
Trimus + febris tinggi
Indurasi sekitar angulus mandibula
Pembengkakan dinding lateral faring tonsil terdorong ke
medial
POSTERIOR / POSTSTYLOID
Gangguan N. IX - N. XII
HORMER’s syndrome bila melibatkan cervical sympathetic
SEPSIS oleh karena thrombosis v. jugularis
Perdarahan oleh karena rupture A. carotis
Komplikasi :
Intrakranial
Mediastinitis
Erosi A./V. karotis ruptur peedarahan hebat
Septikemia 29
Terapi :
Masuk rumah sakit untuk pemberian antibiotika
INCISI dan DRAINAGE
- Lokasi harus ditentukan dulu (kp. dgn pemeriksaan CT scan)
30
The parapharyngeal space as seen in a sagital section
31
Coronal section showing the relationship of the lateral space to the
submaxillary and submandibular space and the mandible
32
3. Abses Retrofaring
Biasanya pada anak < 5 thn (96 %) 50% pada usia 6-12 bln
ETILOGI :
Abses disebabkan oleh :
1. ISPA limfadenitis retrofaring
2. Trauma dinding posterior faring o.k. korpus al.,
tindakan adenoidektomi, tindakan endoskopi/intubasi
3. TBC. Vert. Serv. Atas (cold abscess)
4. Vertebral fracture 33
5. Infeksi gigi
GEJALA DAN TANDA :
Odinofagia + disfagia
Sesak nafas bl. Abses meluas ke hipofaring
Stridor insp. + eksp. Spasme laring
Abses dekat nasofaring bindeng
Tonjolan dinding post. Faring yang lunak (fluct)
DX
Riwayat ISPA, trauma, cold abscess
Foto leher (soft tissue technic)
DD : 1. Adenoiditis
2. Tumor nasofaring
TX
Fungsi aspirasi insisi posisi trendelenburg
Antibiotika dosis tinggi (aerob + anaerob)
KOMPLIKASI
Mediastinitis
Obstruksi jalan nafas asfiksia
34
Pecah spontan aspirasi paru; (Pneumonia) abses paru
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Lateral neck films
Soft tissue thickness pada C2 dan C6
TERAPI
Masuk rumah sakit untuk pemberian antibiotika I.v. dan monitoring
airway
Antibiotika :
- Organisme : -hemolytic streptococcus; Staphylococcus aereus
Bacteroides; Fusobacterium; Reptostreptococcu;
Anaerob organism.
Operatif : drainage via mulut/bila besar via eksternal 35
Sagital Section Showing the Retropharyngeal, danger and
Prevertebral Space
36
4. Angina Ludovici
Selulitis ruang suprahioid
Sering berasal dr. gigi, radang supuratif klj. limpe di dlm. ruang
submandibula.
Radang jr. dasar mulut keras mendorong lidah ke atas
dan ke belakang obstr. jalan nafas.
TX
Insisi grs. Tengah untuk kurangi ketegangan.
Sering pus -
Bila pus + pseudo angina ludovici
Antibiotika dosis tinggi (aerob + anaerob)
37
CERVICAL LYMPHADENITIS
38
1. Anatomi :
Cervical lymph nodes
39
2. Epidemiologi dan Etiology
40
COMMON INFECTIONS WITH CERVICAL LYMPHADENITIS
41
3. Patologi :
Lymph node anatomy
42
PATHOGENIC PATTERNS WITH INFECTION CERVICAL LYMPHADENITIS
43
4. Gambaran Klinis :
Ditentukan oleh beberapa faktor :
1. Duration of symptoms
(accute, subacute, chronic)
2. Number of nodes involved
(single, multiple, inulateral, bilateral, regional, generalized)
3. Characteristics of enlarged lymph nodes
(lymphadenopathy, lymphadenitis, suppurative lymphadenitis)
4. Associated head and neck disease
(oropharyngeal, dental, skin) atau systemic disease
5. Specific risk explosure
(Contact with another case, unvaccinated, travel, animal)
6. Patients age
44
Duration of symptoms
- Acute symptoms : 1-2 hari
Subacute : > 1minggu
chronic : > 3 minggu
CMV
EBV Chronic symptoms
HIV
Mycobacteria
Toxoplasmosis Sub acute / chronic symptoms
Uncommon bacteria
45
5. Differential Diagnosis
Differential Diagnosis of Cervical Lymphadenitis
46
6. Diagnosis
Bertujuan untuk :
• Memastikan ada/tidaknya infectious
cervical adenitis
• Menentukan etiologic infection agent
untuk keperluan terapi dan prognosis
47
7. Terapi
48
Terima Kasih
49